Pembimbing Klinik :
dr. Fera Yunita Rodhianty, Sp.M
Laporan Kasus
Judul :
Astigmatisma Miopia Simpleks Oculi Dextra Sinistra
Disusun Oleh :
Wahyu Akbar Irsandy
712022010
Telah dilaksanakan pada bulan April 2023 sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang BARI Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
2.1 Definisi
Miopia merupakan kelainan refraksi mata yang menyebabkan sinar sejajar
yang datang dari jarak tak terhingga difokuskan di depan retina dalam keadaan
tanpa akomodasi, sehingga pada retina didapatkan lingkaran difus dan bayangan
kabur. Cahaya yang datang dari jarak yang lebih dekat, mungkin difokuskan tepat
di retina, tanpa akomodasi.
Astigmatisma adalah sebuah gejala penyimpangan dalam pembentukkan
bayangan pada lensa, hal ini disebabkan oleh cacat lensa yang tidak dapat
memberikan gambaran/bayangan garis vertikal dengan horizotal secara
bersamaan. Astigmatisma adalah cacat optik yang menyebabkan penglihatan
kabur karena ketidakmampuan optik mata untuk fokus benda titik menjadi
gambar terfokus tajam pada retina. Hal ini mungkin disebabkan oleh
kelengkungan tidak teratur kornea atau lensa. Pada astigmat berkas sinar tidak
difokuskan pada satu titik dengan tajam pada retina akan tetapi pada 2 garis titik
api yang saling tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan permukaan
kornea. Pada mata dengan astigmat lengkungan jari-jari meridian yang tegak
lurus padanya.
2.2 Epidemiologi
Prevalensi miopia meningkat dalam beberapa dekade terakhir, diikuti dengan
risiko penyakit mengancam penglihatan akibat miopia. Diperkirakan pada tahun
2050, setengah populasi dunia (5 miliar orang) akan mengalami miopia, 1 miliar
di antaranya berisiko tinggi mengalami penyakit yang mengancam penglihatan,
seperti myopic maculopathy, ablasi retina, dan glaukoma, terutama di kalangan
orang-orang dengan miopia tinggi. Studi lain menemukan bahwa anak dengan
onset miopia lebih awal (3-6 tahun) atau durasi progresivitas miopia lebih lama
(>5 tahun) lebih berisiko mengalami miopia makulopati pada usia 11 tahun.
Menurut hasil penelitian pada sejumlah populasi nonHispanic kulit putih di
Amerika yang menderita astigmatisma mencapai 6,33% sedangkan pada populasi
Asia sebesar 8,29%. Pada beberapa negara seperti Taiwan, Jepang dan Indonesia,
astigmatisma merupakan kelainan refraksi mata yang sering dijumpai.
Diperkirakan terdapat 33% penderita astigmatisma di Myanmar dan 77% di
Indonesia.
2.3 Etiologi
Penyebab umum astigmatisma adalah kelainan bentuk kornea. Lensa
kristalina juga dapat berperan. Dalam terminologi lensa kontak, astigmatisme
lentikular disebut astigmatisme residual karena tidak dapat dikoreksi dengan lensa
kontak sferis yang keras, yang dapat mengoreksi astigmatisme kornea.
Menurut penyebabnya, miopia dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu miopia
aksialis dan miopia kurvatura. Miopia aksialis disebabkan karena jarak anterior-
posterior terlalu panjang. Hal ini dapat terjadi secara kongenital pada
makroftalmus. Miopia aksial dapatan bisa terjadi jika anak membaca terlalu
dekat, sehingga terjadi konvergensi berlebihan. Otot rektus medial akan
berkontraksi berlebihan, sehingga bola mata terjepit oleh otot-otot ekstraokular.
Kondisi ini mengakibatkan polus posterior mata, tempat paling lemah dari bola
mata menjadi memanjang. Wajah lebar juga menyebabkan konvergensi
berlebihan. Kondisi lain yang dapat menimbulkan pemanjangan bola mata antara
lain bendungan, peradangan, kelemahan lapisan di sekeliling bola mata, serta
tekanan pembuluh darah vena kepala yang tinggi. Miopia kurvatura terjadi jika
ada kelainan kornea, baik kongenital (keratokonus, keratoglobus) maupun
akuisita (keratektasia) dan lensa, misalnya lensa terlepas dari zonula Zinnii (pada
luksasi lensa atau subluksasi lensa, sehingga karena kekenyalannya sendiri lensa
menjadi lebih cembung) bisa menyebabkan miopia kurvatur. Kondisi lain berupa
miopia indeks bisa terjadi pada penderita DM yang tidak diobati. Kondisi ini
menyebabkan kadar gula aqueous humor meningkat, sehingga daya bias juga
meningkat. Miopia posisi dapat juga terjadi bila posisi lensa terlalu ke depan,
sehingga titik fokus menjadi lebih maju.
2.4 Diagnosis
Diagnosis miopia didapatkan dengan melakukan anamnesis pada pasien,
umumnya pasien akan mengeluh mengalami pengelihat kabur khususnya saat
melihat jauh. Dalam menegakkan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan berupa
pemeriksaan secara subyektif dan obyektif.
Pasien dengan astigmatisme biasanya datang dengan gejala asthenopia seperti
sakit kepala, nyeri, mata berat, sakit kepala bagian depan, sulit fokus, kabur
sementara, mengantuk, dan bahkan mual. Pasien juga mengalami penglihatan
kabur, pengecilan penglihatan.
2.5 Tatalaksana
Prinsip pemberian kacamata pada miopia adalah diberikan lensa sferis negatif
atau minus atau konkaf terkecil yang memberikan tajam pengelihatan terbaik.
Koreksi kacamata adalah bentuk manajemen yang paling banyak digunakan pada
pasien dengan miopia. Lensa cekung yang menggeser fokus ke tingkat foveal
digunakan dalam kacamata. Namun, resep lensa yang tepat sangat penting untuk
memberikan dinamika yang benar.
Pada astigmatisme reguler, perawatan reguler terdiri dari resep kacamata
dengan lensa silinder yang ditemukan setelah refraksi yang benar. Lensa kontak
keras adalah pilihan lain untuk mengoreksi astigmatisme , yang dapat mengoreksi
hingga 2-3 dioptri dari astigmatisme . Untuk astigmatisme yang lebih tinggi dari
ini, lensa kontak torik adalah pilihan lain. Silindris minimal hingga 0,5 D harus
dikoreksi hanya jika ada gejala asthenopia atau menimbulkan gejala
apapun. Tingkat astigmatisme yang rendah harus diperbaiki dengan pembiasan
yang teliti, dan kehati-hatian sangat penting saat meresepkan perubahan.
2.6 Komplikasi
Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya
ablasi retina dan juling. Juling biasanya esotropia atau juling ke dalam akibat
mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat 20 juling keluar mungkin
fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat amblyopia.
Komplikasi yang dapat timbul pada pasien dengan astigmatisma adalah
Penglihatan yang rusak, Penglihatan terdistorsi, Ambliopia, Poliopia, Strabismus
dan Keratitis infektif akibat lensa kontak.
2.7 Prognosis
Prognosis gangguan refraksi umumnya baik karena kondisi ini dapat dikoreksi
dengan mudah menggunakan kacamata atau lensa kontak. Potensi komplikasi
gangguan refraksi mencakup progresivitas gangguan refraksi, peningkatan risiko
penyakit oftalmologi lain akibat gangguan refraksi derajat tinggi, amblyopia,
hingga kebutaan.
Keluhan Utama :
Mengeluh melihat pandangan kabur sejak 3 bulan yang lalu
Keluhan Tambahan :
Keluhan juga disertai dengan penglihatan berbayang saat melihat objek yang jauh
pasien memiliki kebiasaan menyipitkan kedua mata sejak 3 bulan yang lalu.
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Mata Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI
(RSUD Palembang BARI) dengan keluhan penglihatan kabur atau buram pada
mata kanan dan kiri sejak 3 bulan yang lalu. Penglihatan kabur dan berbayang
dirasakan perlahan-lahan yang semakin lama semakin memberat. Keluhan juga
disertai dengan penglihatan berbayang saat melihat objek yang jauh pasien
memiliki kebiasaan menyipitkan kedua mata. Keluhan lainnya seperti mata
mengganjal (-/-), sakit kepala (+), mual muntah (-/-), melihat seperti terowongan
(-/-).
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat diabetes melitus (-)
Riwayat hipertensi (-),
Riwayat pemakaian kacamata (+) sejak 1 tahun yang lalu
Riwayat trauma pada mata (-),
Riwayat konsumsi obat-obatan (-).
Riwayat operasi mata (-)
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluhan yang sama pada keluarga
Nama : Tn. AP Ruang : -
PEMERIKSAAN FISIK
Umur : 21 Tahun Kelas : -
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital :
- Tekanan Darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 75x / menit
- Laju Napas : 21x / menit
- Suhu : 36oC
Status Oftalmologis
OD OS
OD OS
Pergerakan bola mata ke semua arah Pergerakan bola mata ke semua arah
(Baik) (Baik)
No. Pemeriksaan OD OS
Daftar Masalah:
Kuratif :
Non Medikamentosa :
Gangguan refraksi miopia dikoreksi dengan lensa konkaf (-0,25D/-1,00D) dan
gangguan refraksi astigmatisma dikoreksi dengan lensa silindris (0,50D/1,25D).
Prognosis :
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam
Tanda tangan,
( )
BAB IV
ANALISA KASUS
4.1 Pembahasan
Pasien datang ke Poli Mata RSUD Palembang Bari mengeluh
penglihatan kabur atau buram pada mata kanan dan kiri sejak 3 bulan yang
lalu. Penglihatan kabur dan berbayang dirasakan perlahan-lahan yang semakin
lama semakin memberat. Keluhan juga disertai dengan penglihatan berbayang
saat melihat objek yang jauh pasien memiliki kebiasaan menyipitkan kedua
mata. Keluhan tidak disertai dengan mata merah (-/-), seperti melihat asap
(-/-), seperti ada yang mengganjal (-/-), mata terasa gatal (-/-), halo sign (-/-),
sakit kepala (+), mual muntah (-), sekret (-/-), dan hiperlakrimasi (-/-), riwayat
penggunaan kacamata (+) sejak 1 tahun yang lalu.
Berdasarkan anamnesis yang didapatkan bahwa pasien mengeluh
penglihatan kabur atau buram pada mata kanan dan kiri. Penglihatan kabur
dan berbayang dirasakan perlahan-lahan yang semakin lama semakin
memberat. Keluhan juga disertai dengan penglihatan berbayang saat melihat
objek yang jauh pasien memiliki kebiasaan menyipitkan kedua mata. Keluhan
tersebut sesuai dengan keluhan pada gangguan refraksi yaitu miopia dan
astigmatisma. Gejala miopia adalah penglihatan kabur khususnya saat melihat
jauh. Gejala astigmatisma adalah penglihatan kabur dan berbayang disertai
dengan sakit kepala dan kelelahan pada mata.
Pada pemeriksaan oftalmologis tanggal 26 April 2023 didapatkan
visus oculus dextra 6/7.5 dan visus oculus sinistra 6/30. Setelah dilakukan
koreksi visus dengan menggunakan pinhole didapatkan VOD 6/6 dan VOS
6/9, hal ini bahwa pasien mengalami gangguan refraksi.
Hal ini sesuai dengan kepustakaan, bahwa miopia dan astigmatisma
adalah kelainan refraksi atau sinar yang tidak dibiaskan tepat pada retina,
tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan tidak terletak pada satu titik
fokus sehingga objek terlihat kabur. Kelainan refraksi dapat diakibatkan oleh
kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan
panjang sumbu bola mata. Gangguan miopia pada pasien terjadi di mata
kanan dan kiri, setelah dilakukan koreksi visus diketahui bahwa derajat dioptri
lensa konkaf mata kanan pasien adalah -0,25 D dan mata kiri pasien adalah -
1,00 D. Sehingga, diketahui bahwa derajat miopia pada mata kanan pasien
ringan (<-3 Dioptri), pada mata kiri termasuk ringan (<-3 Dioptri). Gangguan
astigmatisma pada pada pasien terjadi di mata kanan dan kiri, setelah
dilakukan koreksi visus diketahui bahwa derajat dioptri lensa silindris mata
kanan pasien adalah 0,50 D axis 180o. Sedangkan, derajat dioptri lensa
silindris mata kiri pasien adalah 1,25 D axis 15o. Sehingga, berdasarkan tipe
nya astigmatisma pada pasien adalah astigmatisma miopia kompositus dan
berdasarkan bentuknya adalah astigmatisma regular.
Berdasarkan tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah miopia
dikoreksi menggunakan lensa konkaf dan gangguan astigmatisma dikoreksi
menggunakan lensa silindris. Pada kasus, visus pasien dikoreksi dengan
menggunakan lensa konkaf (-0,25D/-1,00D) dan lensa silindris
(0,50D/1,25D). Pasien juga diedukasi mengenai kelainan refraksi miopia dan
astigmatisma sehingga mengharuskan pasien menggunakan kacamata agar
dapat kembali melihat dengan baik dan jelas.
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
A. Gangguan refraksi berupa miopia ditandai dengan penglihatan kabur
khususnya saat melihat jauh, dan astigmatisma ditandai dengan
penglihatan kabur dan berbayang disertai dengan sakit kepala dan
kelelahan pada mata.
B. Pada kasus, terjadi miopia derajat ringan pada mata kanan dan mata kiri
dan terjadi astigmatisma pada mata kanan dan kiri dengan tipe
astigmatisma miopia kompositus.
C. Tatalaksana yang diberikan pada kasus adalah koreksi visus dengan
menggunakan kacamata lensa konkaf (-0,25D/-1,00D) dan lensa silindris
(0,50D/1,250D).
DAFTAR PUSTAKA