Oleh:
Supervisor Pembimbing
Residen Pembimbing
Oleh
Agustus 2018
Mengetahui,
Supervisor Pembimbing
Residen Pembimbing
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Anatomi
1. Epitel
Lapisan ini disusun oleh sekitar lima sampai enam lapisan sel epitel
skuamous berlapis dan membentuk sekitar 10% dari ketebalan kornea.
Biasanya dapat beregenerasi dalam waktu 7 hari jika rusak.2,7
2. Membran Bowman
Lapisan Bowman merupakan lapisan jernih, yang merupakan bagian
stroma yang berubah. Membran ini tersusun atas fibril kolagen dan tidak
akan beregenerasi bila rusak.2,5
3. Stroma
Stroma kornea atau disebut juga substansi propria meyususun sekitar 90%
ketebalan kornea. Bagian ini tersusun atas jalinan lamella serat-serat
kolagen dengan lebar sekitar 10 – 250 µm dan tinggi 1 – 2 µm di mana
diantaranya terdapat juluran sitoplasma sel pipih yang disebut
keratinosit.7,5
4. Membran Descemet
Membran Descemet, yang merupakan lamina basalis endotel merupakan
lapisan yang tipis namun kuat. Saat lahir tebalnya sekitar 3 µm dan terus
menebal selama hidup, mencapai 10 µm – 12 µm.2,5
5. Endotel
Endotel hanya memiliki satu lapisan sel namun lapisan sel ini berperan
besar dalam mempertahankan deturgesensi stroma kornea. Lapisan ini
cukup rentan terhadap trauma dan kehilangan sel-selnya seiring dengan
penuaan.
2.3 Fisiologi
Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokkan ke arah dalam untuk
difokuskan kembali ke sebuah titik peka cahaya di retina agar dihasilkan suatu
bayangan yang akurat. Pembelokan suatu berkas cahaya (refraksi) terjadi ketika
berkas berpindah dari satu medium dengan kepadatan (densitas) tertentu ke
medium dengan kepadatan yang berbeda.5
Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media
transparan lainnya (misalnya kaca atau air). Ketika suatu berkas cahaya masuk ke
medium dengan densitas yang lebih tinggi, cahaya tersebut melambat (sebaliknya
juga berlaku). 5
Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan refraktif mata adalah
kornea dan lensa. Permukaan kornea, struktur pertama yang dilalui cahaya
sewaktu masuk mata, yang melengkung berperan besar dalam total pembiasan
karena perbedaan densitas pertemuan udara/kornea jauh lebih besar dari pada
perbedaan densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya. Kemampuan
refraksi kornea seseorang relatif konstan karena kelengkungan kornea tidak
berubah. Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan dengan
mengubah kelengkungannya sesuai keperluan untuk melihat dekat atau jauh.5
2.4 Epidemiologi
Astigmatisme merupakan kelainan refraksi yang sering terjadi. Lima persen
dari pasien yang memakai kaca mata mempunyai kelainan astigmatisme.
Sebanyak 3% dari populasi mempunyai kelainan astigmatisme yang melebihi 3.00
D. Di Indonesia, diperkirakan sebanyak 40 juta populasinya mempunyai kelainan
astigmatisme. Tidak ada perbedaan frekuensi terjadinya astigmatisme pada laki-
laki dan perempuan. Prevalensi astigmatisme meningkat dengan usia. 1
2.5 Etiologi
Pada umumnya astigmatisme terjadi akibat adanya kelainan pada lengkung
kornea. Namun, pada bebrapa kasus juga dapat juga terjadi astigmatisme akibat
adanya kelainan pada lensa. Kelainan ini dapat ada sejak lahir, diturunkan secara
genetik, berkembang seiring dengan bertambahnya usia, atau karena adanya
penyakit mata lain ataupun trauma pada mata. Media refrakta yang memiliki
kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea, yaitu mencapai 80%
sampai dengan 90% dari astigmatisme. Kesalahan pembiasan pada kornea ini
terjadi karena perubahan lengkung kornea tanpa pemendekan atau pemanjangan
diameter anterior posterior bola mata. Perubahan lengkung permukaan kornea ini
terjadi karena kelainan kongenital, kecelakaan, luka atau jaringan parut di kornea,
peradangan kornea serta akibat pembedahan kornea. Adanya kelainan pada lensa
di mana terjadi kekeruhan pada lensa juga dapat menyebabkan terjadinya
astigmatisma. Semakin bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi
lensa kristalin juga semakin berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan
mengalami kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatisme.5
2.6 Klasifikasi
Terdapat beberapa jenis astigmatisme. Berdasarkan posisi garis fokus dalam
retina, astigmatisme dibagi dalam astigmatisme reguler dan astigmatisme
irreguler. Pada astigmatisme irreguler titik bias didapatkan tidak teratur. Daya
atau orientasi meridian-meridian utamanya berubah sepanjang pupil dan terdapat
titik fokus multipel yang menghasilkan gambaran yang sepenuhnya kabur. Pada
astigmatisme reguler didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya
dua bidang yang saling tegak lurus di mana pada salah satu bidang memiliki daya
bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain. Astigmatisme jenis ini, jika
mendapat koreksi lensa silindris yang tepat, akan bisa menghasilkan ketajam
penglihatan normal. Tentunya jika tidak disertai dengan adanya gangguan
penglihatan yang lain. Bila ditinjau dari letak daya bias, bentuk astigmatisme
regular ini dibagi menjadi dua golongan yaitu Astigmatisme with the rule (bila
pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang
horizontal) dan againts the rule (Bila pada bidang horizontal mempunyai daya
bias yang lebih kuat dari pada bidang vertikal. Ditinjau dari letak titik-titik fokus,
astigmatisme reguler dibagi menjadi beberapa jenis sebagai berikut. 4,5
1. Astigmatisme simpleks
Berkas cahaya paralel difokuskan pada retina pada satu meridian dan pada
meridian yang lain difokuskan pada depan retina (astigmatisme miopia
simpleks) atau pada belakang retina (astigmatisme hipermetropia
simpleks).3
2. Astigmatisme compositus
Pada jenis ini, berkas cahaya pada kedua meridian sama-sama difokuskan
baik pada depan retina (astigmatisme miopia compositus) atau belakang
retina (astigmatisme hypermetropia compositus).3
3. Astigmatisme mixtus
Berkas cahaya pada satu meridian difokuskan di depan retina dan berkas
cahaya pada meridian yang satu difokuskan pada belakang retina. Dengan
demikian, pada satu meridian mata bersifat miopik dan pada meridian
yang satu hipermetropik.3
2.7 Diagnosis
Gambar 5. Kipas Astigmat; Dilihat oleh orang emetrop (A); dilihat oleh orang dengan
astigmat (B).3
A B C
Gambar 6. Disk Placido; pada permukaan kornea normal (A); pada permukaan kornea
ireguler (B).
2.8 Penatalaksanaan
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. M. J.
Umur : 33 tahun
Pekerjaan : Swasta
Suku : Minahasa
Agama : Kristen
3.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36,6oC
1. Pemeriksaan Refraksi
2. Status Oftalmikus
3.5 Tatalaksana
Resep Kacamata
3.6 Tatalaksana
ad vitam : bonam
ad sanationam : bonam
ad fungsionam : bonam
3.7 Edukasi
Seorang pasien laki-laki, umur 33 tahun datang ke Poli Mata RSUP Prof Dr.
R. D. Kandouw Manado tanggal 30 Juli 2018 dengan keluhan utama pandangan
kabur dan berbayang pada kedua mata yang dirasakan sejak ± 1 tahun terakhir ini.
Selain itu pasien juga mengeluhkan mata cepat lelah dan terkadang bisa merasa
sakit kepala dan mual. Tidak ada riwayat trauma mata dan riwayat pemakaian
kaca mata atau lensa kontak sebelumnya.
pada pemeriksaan pin hole namun tidak membaik dengan pemberian lensa sferis.
Pada pemeriksaan astigmat didapatkan kekuatan koreksi yang diperlukan pasien
adalah sebesar C-0,50D pada aksis 90˚.
PEMBAHASAN
Diagnosa astigmatisme miopia simpleks pada kasus ini didapat dari hasil
anamnesa dan pemeriksaan oftalmologi. Pada anamnesa gejala klinis yang
mendukung diagnosa astigmatisme berupa keluhan akan adanya pandangan kabur
dan berbayang. Ini terjadi akibat kelainan yang terjadi pada astigmatisme di mana
cahaya tidak direfraksikan dengan sama pada semua meridian sehingga terbentuk
titik fokus multipel dan gambar yang optimal tidak dapat terbentuk. Mata yang
cepat lelah juga merupakan salah satu gejala klinis yang muncul pada
astigmatisme akibat adanya usaha untuk terus menerus berkompensasi atas
bayangan kabur yang terbentuk. Hal ini terutama ditemukan setelah melakukan
aktivitas atau kerja dekat. Menurut teori, astigmatisme yang kecil belum akan
memberikan gejala yang mengganggu pasien. Namun pada astigmatisme yang
lebih berat dapat mengganggu penglihatan, menyebabkan ketidaknyamanan
okular, kelahan dan ketegangan mata bahkan sampai merasa mual.2,3
Pada pemeriksaan visus pasien ini didapat kan mata kanan dan kiri 6⁄7,5
dan pemeriksaan segmen anterior serta posterior lain semua dalam batas normal.
Pemeriksaan oftalmologi yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa adanya
astigmatisme berupa pemeriksaan dengan kipas astigmat, retinoskopi,
autorefraktor, uji dengan disk Placido dan keratometri atau pemeriksaan topografi
korneal lain.3 Pemeriksaan kipas astigmat dilakukan untuk membantu menentukan
aksis astigmat. Jika pada pasien terdapat myopia atau hypermetropia maka harus
dilakukan koreksi dengan lensa sferis terlebih dahulu. Pemeriksaan dengan disk
placido atau topografi kornea akan membantu melihat jika ada abnormalitas pada
permukaan kornea.
Pada kasus ini pemeriksaan refraksi dilakukan dengan cara subjektif dengan
pemeriksaan Snellen Chart, uji pin hole, pemeriksaan trial and error serta
pemeriksaan fogging dan kipas astigmatisme. Pada pemeriksaan Snellen Chart
pasien dapat membaca sampai pada baris visus 6⁄7,5. Dilakukan uji pin hole dan
didapatkan visus pasien membaik menjadi 6⁄6. Pada trial and error diberikan
lensa sferis convex (S+0,5 D) namun tidak didapatkan kemajuan pada ketajaman
penglihatan. Setelah itu, dicoba dengan lensa sferis concave (S-0,50 D) namun
visus tetap 6⁄7,5. Pada akhirnya dilakukan pemeriksaan dengan kipas astigmat
yang didahului dengan pemeriksaan fogging. Mata kiri ditutup dengan occluder
dan pada trial frame ditambahkan lensa S+1,00 D pada mata kanan. Kemudian
pasien diminta untuk melihat kipas astigmat dan menentukan apabila ada garis
yang lebih tebal atau lebih jelas. Dari pemeriksaan ini didapatkan pasien melihat
lebih jelas pada garis horizontal (180˚). Maka didapatkan axis pasien adalah 90˚.
Kemudian dicoba lensa silinder C-0,50 D pada aksis 90˚. Setelah ditambahkan
lensa ini pasien melihat semua garis memiliki ketebalan yang sama dan setelah
fogging dihilangkan maka pasien dapat melihat sampai baris visus 6⁄6 pada
Snellen Chart. Hal yang sama didapatkan pada pemeriksaan mata kiri. Dari hasil
pemeriksaan visus maka pada kasus ini pasien didapatkan adanya silinder sebesar
-0,50 D x 90 pada mata kiri dan mata kanan.5
PENUTUP
Pasien laki-laki, umur 23 tahun, datang ke Poli Mata RSUP Prof Dr. R. D.
Kandouw Manado dengan keluhan pandanyan kabur dan berbayang pada kedua
mata sejak ± 1 tahun yang lalu. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
oftalmologi didiagnosis dengan astigmatisme miopia simpleks dan tidak
ditemukan adanya keluhan mata yang lain. Pasien diberi penanganan dengan
kacamata lensa silinder unutk koreksi penglihatan. Prognosis pada pasien ini
adalah bonam.
DAFTAR PUSTAKA