Anda di halaman 1dari 33

REFERAT OF OPHTAMOLOGY

KATARAK TRAUMATIK

Disusun oleh:
Heri Agung Setiawan (41 09 0029)
Henrika Setyowati (41 09 0008)
Dokter Pembimbing
Dr. Erin Arsianti Sp M.M.Sc
FAKULTAS KEDOKTERAN UKDW
KEPANITERAAN ILMU MATA
RUMAH SAKIT MATA DR YAP, JOGJAKARTA
10 NOVEMBER 2014 06 DESEMBER 2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mata merupakan salah satu organ sensoris yang berfungsi sebagai organ penglihatan.
Agar dapat melihat, mata harus menangkap pola pencahayaan di lingkungan sebagai
gambar/bayangan optis di suatu lapisan sel peka sinar, retina, seperti kamera nondigital
menangkap bayangan pada film. Seperti film yang dapat diproses menjadi salinan visual dari
bayangan asli, citra tersandi di retina disalurkan melalui serangkaian tahap pemrosesan visual
yang semakin rumit hingga akhirnya secara sadar dipersepsikan sebagai kemiripan visual dari
bayangan asli (Sherwood, 2011: 211).
Mata secara keseluruhan dapat berfungsi secara optimal berkat adanya susunan
penting struktur-struktur yang membentuk bola mata. Gangguan pada salah satu struktur
penting mungkin dapat sangat berpengaruh pada fungsi utama mata sebagai organ
penglihatan dengan manifestasi yang berbeda-beda, tergantung dari struktur mana yang
terganggu. Walaupun secara anatomis letak mata terlindung di dalam suatu rongga orbita
(kecuali di bagian anteriornya yang hanya terlindung oleh kelopak), namun gangguan yang
datang dari luar tubuh tetap mungkin terjadi. Gangguan seperti infeksi dan trauma merupakan
contoh hal-hal dari luar yang dapat mengganggu fungsi dan struktur mata, selain gangguan
dari dalam seperti faktor genetik ataupun proses degenerasi dan keganasan.
Lensa merupakan salah satu contoh organ yang rentan mengalami kemunduran fungsi
baik karena proses degenerasi, infeksi, maupun karena proses trauma. Gangguan pada lensa
dapat mengakibatkan lensa keruh, mengalami distorsi, dislokasi, atau bentuk gangguan
lainnya. Kekeruhan pada lensa merupakan hal yang biasa terjadi baik karena faktor penuaan,
maupun karena proses trauma atau infeksi. Kekeruhan pada lensa ini disebut katarak. Karena
adanya kekeruhan, maka hal ini dapat mengakibatkan fungsi lensa sebagai salah satu struktur
akomodasi yang bening terganggu. Pada kasus yang parah, kekeruhan pada lensa bahkan
menimbulkan kebutaan pada penderitanya.
Katarak menjadi pokok bahasan yang penting untuk diulas karena pada dasarnya
gangguan akibat katarak dapat ditanggulangi melalui operasi penggantian lensa. Menurut
Riset Kesehatan Dasar Indonesia, sebagian besar penduduk dengan katarak di Indonesia
belum menjalani operasi katarak karena faktor ketidaktahuan penderita mengenai penyakit
katarak yang dideritanya dan mereka tidak tahu bahwa buta katarak bisa dioperasi/
2

direhabilitasi. Alasan kedua terbanyak penderita katarak belum dioperasi adalah karena tidak
dapat membiayai operasinya.
Karena begitu pentingnya pengetahuan akan fungsi lensa dan upaya penanggulangan
gangguan pada lensa mata, maka bahasan mengenai hal ini dapat menjadi pembuka wawasan
bagi kita semua. Referat ini khusus membahas mengenai lensa dan gangguan kekeruhan
berupa katarak yang secara spesifik mengarah pada salah satu jenis katarak yang diakibatkan
trauma, yakni katarak traumatik. Adanya cedera baik karena trauma tumpul maupun trauma
tajam pada mata dapat terkena pada siapa saja dan dapat mengakibatkan gangguan pada
struktur-struktur yang ada, termasuk lensa. Karenanya pengetahuan mengenai katarak
traumatik juga dipandang sebagai wacana pengetahuan yang menarik yang dapat menambah
wawasan dan ilmu bagi semua pihak.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa


a. Anatomi Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan transparan. Tebal
sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris lensa digantung oleh Zonula Zinnii
yang menghubungkan dengan korpus siliare. Disebelah anterior lensa terdapat humos aquos
dan disebelah posterior terdapat viterus. Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel
yang dapat dilewati air dan elektrolit. Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular.
Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat
lamelar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi kurang elastis. .3
b. Fisiologi Lensa
Transparansi lensa
Lensa tidak memiliki pembuluh darah maupun sistem saraf. Untuk mempertahankan
kejernihannya, lensa harus menggunakan aqueous humour sebagai penyedia nutrisi dan
sebagai tempat pembuangan produknya. Namun hanya sisi anterior lensa saja yang
terkena aqueous humour. Oleh karena itu, sel-sel yang berada ditengah lensa
membangun jalur komunikasi terhadap lingkungan luar lensa dengan membangun low
resistance gap junction antar sel.3,4
Akomodasi lensa
Akomodasi lensa merupakan mekanisme yang dilakukan oleh mata untuk mengubah
fokus dari benda jauh ke benda dekat yang bertujuan untuk menempatkan bayangan
yang terbentuk tepat jatuh di retina. Akomodasi terjadi akubat perubahan lensa oleh
badan silluar terhadap serat zonula. Saat m. cilliaris berkontraksi, serat zonular akan
mengalami relaksasi sehingga lensa menjadi lebih cembung dan mengakibatkan daya
akomodasi semakin kuat. Terjadinya akomodasi dipersarafi ole saraf simpatik cabang
nervus III. Pada penuaan, kemampuan akomodasi akan berkurang secara klinis oleh
karena terjadinya kekakuan pada nukleus.4
Lensa berfungsi sebagai media refrakta (alat dioptri). Media refrakta yang lain
adalah kornea, humor akuos dan badan kaca. Kekuatan dioptri lensa kira-kira +20 D.
tetapi kalau lensa ini diambil (misalnya pada ekstraksi katarak), kemudia diberikan kaca
4

mata, maka penggantian kaca mata ini tidak +20 D, tetapi hanya +10 D karena adanya
perubahan letak atau jarak lensa ke retina. Pada anak dan orang muda, lensa dapat
merubah kekuatan dioptrinya saat melihat dekat agar bayangan jatuh diretina. Makin
tinggi umur seseorang, maka makin berkurang kekuatan penambahan dioptrinya, dan
penambahan kekuatan dioptri ini akan hilang setelah umur 60 tahun. Kemampuan lensa
untuk menambah kekuatan refraksinya (kekuatan positifnya) disebut akomodasi.4
Pada orang yang masih mempunyai akomodasi dan tidak miopi tinggi, maka pada saat
melihat dekat terjadi 3 peristiwa yaitu: akomodasi, miosis dan konvergensi. Yang
ketiganya disebut trias melihat dekat. Trias ini hanya terjadi pada orang normal yang
masih mempunyai akomodasi. Pada orang umur lanjut yang akomodasinya lumpuh, otot
siliar tetap dapat berkontraksi saat berusaha melihat dekat, tetapi tidak terjadi akomodasi
karena lensa telah kaku, sehingga tidak dapat menambah kecembungan.4
Perubahan yang terjadi pada saat akomodasi sebagai berikut:

Gambar 1. Perbedaan mata relaksasi dan mata akomodasi.5

Tabel 1. Perubahan yang terjadi saat mata berakomodasi.5

2.2.

Definisi
5

Katarak adalah suatu kekeruhan lensa (lens opacity). Katarak dapat disebabkan
terganggunya mekanisme kontrol keseimbangan air dan elektrolit, serta dapat pula
disebabkan denaturasi protein lensa atau gabungan keduanya. Biasanya kekeruhan mengenai
kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu
yang lama.2,3
2.3.

Epidemiologi
Penelitian terbaru tahun 2004 dari Institut The Wilmer Eye mengatakan sekitar 20,5

juta (17,2%) penduduk Amerika berusia lebih dari 40 tahun memiliki katarak pada salah satu
mata dan 6,1 juta merupakan pseudofakia/afakia. Jumlah ini diduga akan meningkat hingga
30,1 juta kasus katarak, dan 9,5 juta kasus pseudofakia/afakia pada tahun 2020.5
Katarak senilis terus menjadi penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan di
dunia. Pada penelitian terbaru yang dilakukan di China, Kanada, Jepang, Denmark,
Argentina, dan India, katarak diidentifikasi sebagai penyebab utama dari gangguan
penglihatan dan kebutaan, dengan statistik berkisar antara 33,3% (Denmark) hingga setinggi
82,6% (india). Data yang didapatkan mengestimasi bahwa 1,2% dari seluruh populasi Afrika
merupakan buta, dengan katarak menyebabkan 36% kebutaan ini.5

Gambar 2. Persentase gangguan penglihatan dan kebutaan menurut WHO 2010.5


2.4.

Etiologi
Katarak dapat disebabkan atau memiliki faktor resiko sebagai berikut: 4
- Fisik, misalnya bahan toksis khusus
6

Kimia, misalnya keracunan obat (eserin, kortikosteroid, ergot, antikolinesterase


topical), merokok, radiasi sinar UV-B, kekurangan antioksidan (vitamin E,
riboflavin), peminum alkohol, paparan ionizing radiation (X-ray, terapi radiasi

kanker)
Penyakit

predisposisi,

misalnya

diabetes

mellitus,

hipertensi,

obesitas,

peningkatan asam urat serum, miopi tinggi, glaucoma, ablasi, uveitis, dan retinitis
-

2.5.

pigmentosa
Genetik dan gangguan perkembangan
Infeksi virus di masa pertumbuhan janin
Usia, merupakan suatu penyakit degenerasi
Riwayat inflamasi atau trauma mata
Riwayat pembedahan mata
Warna iris yang gelap

Klasifikasi
Katarak diklasifikasikan berdasarkan beberapa parameter, seperti usia, saat

kemunculan dan lokasi terjadinya. Klasifikasi tersebut dijabarkan sebagai berikut.2,4


Berdasarkan usia:

1. Katarak developmental
1) Katarak kongenital
Merupakan katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun. Faktafakta penting menyangkut keadaan ini adalah bahawa 33% kasusnya idiopatik
dan bisa unilateral atau bilateral. 33% diwariskan dan keadaan ini biasanya
bilateral. Sedangkan 33% lagi dikaitkan dengan penyakit sistemik dan
biasanya dalam kondisi ini kejadian katarak bersifat bilateral. Separuh dari
keseluruhan katarak kongenital disertai anomaly mata lainnya berupa PHPV
(Primary Hyperplastic Posterior Vitreus), aniridia, koloboma, mikroftalmus,
dan buftalmus (pada glaukoma infantile).
Pada neonatus yang sehat, katarak kongenital timbul karena pewarisan.
Namun kadang tidak diketahui sebabnya. Pada neonatus yang tidak sehat,
katarak kongenital timbul karena infeksi intrauteri atau gangguan metabolik.
Infeksi intrauteri disebabkan Rubella (terbanyak), toksoplasmosis, infeksi
sitomegalovirus, dan varisela. Ciri-ciri neonatus yang terinfeksi Rubella
adalah badannya kecil (small baby) akibat absorpsi usus tidak sempurna,
katarak, dan adanya penyakit jantung kongenital. Sedangkan gangguan
7

metabolik yang dapat menyebabkan katarak kongenital adalah galaktosemia,


hipoglikemia, dan hipokalsemia.
2) Katarak juvenile, katarak yang terjadi di bawah usia 9 tahun.
2. Katarak presenilis, yakni katarak yang terjadi di usia lebih dari 9 tahun.
3. Katarak senilis, katarak setelah usia 40 tahun. Katarak senilis diklasifikasikan
berdasarkan lokasi kekeruhan lensa dan maturitas lensa.
Berdasarkan lokasi kekeruhan lensa, katarak dibagi menjadi:
1. Katarak subkapsuler
Insidennya 20 % dari keseluruhan kasus katarak senilis. Katarak ini bisa terjadi di
subkapsuler anterior dan posterior. Pada subkapsularis anterior, biasanya terdapat
pada glaukoma sudut tertutup kut, toksisitas amiodaron, dan miotik. Sedangkan
pada subkapsularis posterior, biasanya terdapat pada pasien dengan diabetes
mellitus dan penggunaan steroid. Pasien merasa sangat terganggu saat membaca di
cahaya yang terang dan biasanya melihat halo di malam hari. Katarak ini termasuk
katarak imatur dan pemeriksaannya menggunakan lampu celah (slitlamp).
2. Katarak nuklearis
Insidennya 30 % dari keseluruhan kasus katarak senilis. Katarak nuklearis
cenderung progresif perlahan-lahan, dan secara khas mengakibatkan gangguan
penglihatan jauh yang lebih besar daripada penglihatan dekat. Pada awal
terjadinya katarak nuklearis, sering terjadi miopisasi; pandangan jauh tiba-tiba
kabur, dengan koreksi sferis -5/-6 D. Semakin lama semakin besar koreksi yang
diperlukan. Miopisasi ini terjadi karena pada katarak nukelaris, nukleus mengeras
secara progresif sehingga mengakibatkan naiknya indeks refraksi. Pada beberapa
kasus, justru miopisasi mengakibatkan penderita presbiopia mampu membaca
dekat tanpa harus menggunakan kacamata, kondisi ini disebut second sight.
Perubahan mendadak indeks refraksi antara nukleus sklerotik dan korteks lensa
dapat mengakibatkan diplopia monokular. Kekuningan lensa progresif yang
dijumpai pada katarak nuklearis mengakibatkan penderita sulit membedakan
corak warna.
3. Katarak kortikal
Lokasinya di anterior dan posterior, dengan insidennya 50 % dari keseluruhan
kasus katarak senilis. Dapat melibatkan korteks anterior, posterior, maupuan
ekuatorial. Pada katarak kortikal terjadi perubahan komposisi ion dari korteks
8

lensa serta komposisi air dari serat-serat pembentuk lensa. Katarak menyerang
pada lapisan yang mengelilingi nukleus atau korteks. Katarak kortikal biasanya
terjadi bilateral tetapi dapat terjadi juga secara asimetris dan berpengaruh terhadap
fungsi visual tergantung lokasi kekeruhan pada aksis. Keluhan yang paling sering
dijumpai pada katarak kortikal adalah silau saat melihat ke arah sumber cahaya.
Pemeriksaan lampu celah (slitlamp) biomikroskop berfungsi untuk melihat ada
tidaknya vakuola degenerasi hidropik yang merupakan degenerasi epitel posterior,
dan menyebabkan lensa mengalami elongasi ke anterior. Gambarannya seperti
embun.

Berdasarkan maturitas
1. Insipien
Akan terlihat gambaran katarak kortikal, katarak subkapsular posterior, korteks
berisi jaringan degenerative (benda Morgagni). Kekeruhan dapat menimbulkan
poliopia karena indeks bias tak sama pada semua bagian lensa.
2. Intumesen
Masuknya air ke dalam celah lensa akibat pemecahan protein lensa dapat
menyebabkan pembengkakan lensa sehingga lensa mencembung dan terjadi
miopisasi, dan mendorong iris, menyebabkan COA menyempit sehingga dapat
10

menimbulkan glaukoma fakomorfik. Biasanya terjadi pada katarak yang


prosesnya cepat.
3. Imatur
Sebagian lensa keruh atau katarak, belum mengenai seluruh lapisan lensa. Volume
lensa meningkat dan mencembung, juga dapat menimbulkan glaucoma sekunder.4
4. Matur
Seluruh lensa keruh. Cairan lensa bertambah sehingga lensa membesar melebihi
ukuran normal sehingga uji bayangan iris negatif.1 Meskipun visus berkurang
hingga light perception, pasien masih tetap dapat membedakan arah datangnya
cahaya (light projection normal), di mana hal ini penting dilakukan guna
memberikan indikasi prognosis visual pasca ekstraksi katarak.
5. Hipermatur
Kapsul anterior mengkerut dan lensa menciut, berwarna kuning dan kering akibat
kebocoran air keluar lensa. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan
kapsul lensa.4

Tabel 3. Klasifikasi katarak berdasarkan tingkat maturitas.4


Kekeruhan

Insipien
Ringan

Cairan lensa

Normal

Iris
Bilik mata
depan
Sudut bilik
mata
Shadow test

Normal

Imatur
Sebagian
Bertambah (air
masuk)
Terdorong

Normal

Dangkal

Normal

Dalam

Normal

Sempit

Normal

Terbuka

Negatif
Tidak
ada

Positif

Negatif
Tidak
ada

Pseudo positif
Uveitis dan
glaukoma

Penyulit

Glaukoma

Matur
Seluruh
Normal

Hipermatur
Masif
Berkurang (air
keluar)
Tremulans

Normal

Klasifikasi katarak lainnya


1. Katarak dan dermatitis atopik
Dermatitis atopi adalah kelainan kulit kronis yang ditandai oleh rasa gatal,
kemerahan,

dan

kumat-kumatan,

sering

disertai

dengan

kenaikan

kadar

Imunoglobulin E (IgE) dan riwayat alergi lain maupun asma. Katarak dapat
dijumpai pada 25% pasien dengan dermatitis atopi. Katarak yang terjadi biasanya
bilateral dan terjadi pada usia 20-30an dengan kekeruhan pada subkapsular anterior
di area pupil.
2. Katarak traumatik

11

Bisa karena rudapaksa misalnya kena tinju, ionisasi radiasi, serangan listrik, sinar,
dan sebagainya.
3. Katarak terinduksi obat (drug induced cataract)
Obat-obat yang bisa menimbulkan katarak antara lain golongan steroid,
klorpromazin, miotikum kerja panjang, amiodaron, busulfan. Terjadinya katarak
pada penggunaan steroid bergantung dari dosis dan jangka waktu. Pemakaian
sistemik, topikal, subkonjungtiva, dan semprot hidung masing-masing dapat
berpotensi menimbulkan katarak posterior subkapsular.
4. Katarak komplikata
Dapat disebabkan keratitis berat, iritis, terutama siklitis heterokromik, koroiditis,
kelainan retina termasuk retinitis pigmentosa dan ablasio retina yang telah lanjut,
glaukoma kronik, tumor intraokular serta iskemia okular.

2.6.

Patogenesis
Patogenesis katarak adalah kompleks dan multifaktorial. Seiring berjalannya waktu,

apoptosis sel epitel akan berkurang. Hal ini menyebabkan terjadinya diferensiasi abnormal
dari serat lensa akibat gangguan homeostasis pembentukan serat lensa, dan menyebabkan
hilangnya transparansi lensa. Selain itu, pada lensa yang tua terjadi pengurangan dari
transport air dan metabolit larut air serta nutrient dan antioksidan ke dalam nukleus lensa
melalui epitel dan korteks. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya stress oksidatif pada
lensa. Mekanisme lain yang ikut terlibat adalah adanya perubahan sitoplasma protein lensa
yang tadinya larut air dan memiliki berat molekul rendah menjadi agregat larut air dengan
berat molekul yang lebih besar (hasil pemecahan jaringan lensa) yang kemudian menjadi tak
larut air. Hal ini menyebabkan fluktuasi mendadak indeks bias, divergensi, dan mengurangi
transparansi. Faktor lainnya seperti peranan nutrisi pada perkembangan katarak meliputi
keterlibatan glukosa, mineral, dan vitamin, di mana semakin banyak glukosa yang diambil
lensa maka akan semakin keruh lensa dalam beberapa jam.4
2.7.

Manifestasi Klinis
Seorang pasien dengan katarak senilis biasanya datang dengan riwayat kemunduran

secara progresif dan gangguan penglihatan. Penyimpangan penglihatan bervariasi,


tergantung pada jenis dari katarak ketika pasien datang. Keluhannya antara lain:

Penurunan visus
Merupakan keluhan yang tersering.
12

Silau
Keluhan ini termasuk seluruh spektrum dari penurunan sensitivitas kontras
terhadap cahaya terang lingkungan atau silau pada siang hari hingga silau ketika
mendekat ke lampu pada malam hari.

Perubahan miopik
Progresivitas katarak sering meningkatkan kekuatan dioptrik lensa yang
menimbulkan miopia derajat sedang hingga berat. Sebagai akibatnya, pasien
presbiop melaporkan peningkatan penglihatan dekat mereka dan kurang
membutuhkan kacamata baca. Keadaan ini disebut dengan second sight. Secara
khas, perubahan miopik dan second sight tidak terlihat pada katarak subkortikal
posterior atau anterior.

Diplopia monokular
Kadang perubahan nuklear yang terkonsentrasi pada bagian dalam lapisan lensa,
menghasilkan area refraktil pada bagian tengah dari lensa, yang sering
memberikan gambaran terbaik pada reflek merah dengan retinoskopi atau
oftalmoskopi langsung. Fenomena seperti ini menimbulkan diplopia monokular
yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata, prisma, atau lensa kontak.

2.8.

Penglihatan seakan-akan berkabut dan lensa mata tampak keputihan

Ukuran kacamata sering berubah

Pemeriksaan Luar
Berdasarkan visus, pasien dikatakan memiliki katarak matur bila visus tidak lebih
baik dari 20/200 dan imatur bila lebih baik dari 20/200. Katarak insipient mungkin
terjadi pada pasien dengan visus 20/20 namun ditemukan opasitas pada lensanya saat
dilakukan pemeriksaan slitlamp. Untuk menentukan penyakit katarak. harus dilakukan
pemeriksaan mata secara lengkap
Pemeriksaan visus
Pemeriksaan ini biasanya dilakukan dalam kamar yang gelap. Biasanya
penurunan tajam penglihatan dengan Snellen pada katarak hanya terlihat pada
kamar yang terang. Oleh karenanya, sangat disarankan memeriksa tajam
penglihatan baik di kamar yang gelap maupun terang. Pemeriksaan tajam
penglihatan jauh dan dekat juga perlu dilakukan dan koreksi tajam penglihatan

terbaik perlu dilakukan dengan hati-hati.


Pemeriksaan sinar celah (slitlamp)
13

Dengan menggunakan slitlamp, secara sistematis dilakukan penilaian terhadap


konjungtiva, apakah terdapat kondisi seperti jaringan parut, bleb, simblefaron,
kondisi ini mempengaruhi pendekatan saat bedah katarak. Kemudian diperiksa
keadaan kornea, bilik depan, iris, dan lensa. Presipitat keratitik atau adanya
iridosiklitis aktif dapat terdeteksi dengan pemeriksaan ini. Adanya iris yang
bergetar menunjukkan suatu subluksasi atau dislokasi lensa. Pada iris
sebaiknya dicari adanya rubeosis yang dapat menunjukkan adanya thrombosis
vena sentral yang tersembunyi karena katarak. Jenis katarak dan kondisi

kapsul paling baik diperiksa dengan slitlamp.


Pemeriksaan lapang pandang
Sebaiknya dilakukan pada pasien dengan riwayat glaukoma, gangguan saraf
optik, atau kelainan retina. Pemeriksaan lapang pandang dapat membantu
oftalmologis untuk mengenali kehilangan penglihatan yang timbul akibat

proses dari suatu penyakit yang lain.


Funduskopi pada kedua mata (bila mungkin)
Pemeriksaan fundus biasanya dapat dilakukan bila tidak terdapat katarak
matur. Kelainan kongenital seperti koloboma, perubahan-perubahan karena
peradangan, lesi degeneratif, dan kelainan yang lain harus diperhatikan
sehingga prognosis penglihatan pasca bedah dapat diperkirakan. Pada stadium
awal katarak akan tampak suatu gambaran pupil yang putih atau leukokoria
pada pemeriksaan oftalmoskopi direk sehingga lebih berguna untuk menilai
kejernihan media. Pemeriksaan fundus yang lengkap dipergunakan juga untuk
melihat makula, saraf optik, pembuluh retina, dan perifer retina. Opasitas lensa
akan terlihat sebagai warna hitam pada refleks fundus, paling jelas terlihat
pada jarak 15 cm.7 Nervus optikus dan retina mungkin dapat ditemukan
sebagai penyebab gangguan penglihatan yang dialami pasien.

2.9.

Pengukuran Pra Bedah2


Sebelum operasi katarak, terdapat beberapa pengukuran yang harus dilakukan,

terutama bila akan dilakukan pemasangan IOL (Intra Ocular Lens). Pemeriksaannya yakni:
Refraksi
Pemeriksaan refraksi yang teliti pada kedua mata sebelum operasi dilakukan untuk
merencanakan kekuatan IOL. Bila mata yang satunya jernih tetapi memiliki
kelainan refraksi tinggi, maka kekuatan IOL harus disesuaikan agar tidak terjadi
anisometropia. Bila mata sebelahnya emetrop, maka kekuatan IOL ditargetkan
agar pasca operasi pasien tersebut emetrop.
14

Biometri
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan kekuatan lensa IOL. Sebelumnya
harus ditentukan terlebih dahulu panjang aksial bola mata serta kekuatan refraksi

kornea dengan keratometri serta topografi kornea.


Pemeriksaan endotel kornea
Jumlah endotel kornea yang kurang dari 500 tidak boleh dilakukan implantasi
IOL. Risiko timbulnya dekompensasi kornea sangat besar.

2.10.

Penatalaksanaan
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi visus, medis,

dan kosmetik.
1. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada tiap
individu, tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak terhadap aktivitas
sehari-harinya.
2. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan pada lensa
matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi katarak seperti glaukoma
imbas lensa (lens-induced glaucoma), endoftalmitis fakoanafilaktik, dan kelainan
pada retina misalnya retiopati diabetik atau ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta ekstraksi
katarak (meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus) untuk memperoleh
pupil yang hitam.
Tatalaksana non bedah hanya efektif dalam memperbaiki fungsi visual untuk
sementara waktu. Di samping itu, walaupun banyak penelitian mengenai tatalaksana
medikamentosa bagi penderita katarak, hingga saat ini belum ditemukan obat-obatan yang
terbukti mampu memperlambat atau menghilangkan pembentukan katarak pada manusia.
Beberapa agen yang mungkin dapat memperlambat pertubuhan katarak adalah penurun kadar
sorbitol, pemberian aspirin, antioksidan vitamin C dan E.8
Perkembangan operasi katarak antara lain dalam hal bentuk dan panjang sayatan,
arsitektur luka, banyaknya jahitan serta teknik operasi. Tujuannya adalah untuk terpenuhinya
prosedur operasi yang aman, mempunyai efektivitas dan prediktabilitas yang tinggi.
Parameter keberhasilannya adalah pemulihan yang cepat, efek samping, dan komplikasi yang
minimal, serta tajam penglihatan setelah operasi optimal dan stabil. Jika parameter di atas
telah tercapai maka satu hal yang tak kalah penting adalah kepuasan pasien, hal ini menjadi
15

motivasi ahli bedah untuk terus meningkatkan kualitas teknik bedah katarak dan pelayanan
pada pasien.
Indikasi paling penting dari tindakan bedah pada penderita katarak adalah keinginan
pasien untuk memperbaiki fungsi visual, bukan berdasarkan visus penderita.8
1. Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK)
Operasi katarak dengan membuang lensa dan kapsul secara keseluruhan,
menggunakan metode operasi katarak paling populer sebelum penyempurnaan
operasi katarak ekstrakapsuler. Operasi EKIK dilakukan di tempat yang tidak
dijumpai fasilitas operasi katarak yang lengkap seperti mikroskop operasi.
EKIK juga cenderung dipilih pada kondisi katarak yang tidak stabil,
menggembung, hipermatur, dan terluksasi. Kontraindikasi mutlak untuk EKIK
adalah katarak pada anak-anak dan ruptur kapsul karena trauma. Sedangkan
kontraindikasi relatif EKIK adalah jika pasien merupakan penderita miopia tinggi,
sindrom Marfan, katarak Morgagni, dan vitreus masuk ke kamera okuli anterior.
Beberapa keuntungan EKIK jika dibandingkan dengan Ekstraksi Katarak
Ekstra Kapsuler (EKEK) adalah pada EKIK tidak diperlukan operasi tambahan
karena membuang seluruh lensa dan kapsul tanpa meninggalkan sisa, memerlukan
peralatan yang relatif sederhana daripada EKEK sehingga lebih mudah dilakukan,
dan pemulihan penglihatan segera setelah operasi dengan menggunakan kacamata
+10 Dioptri. Namun demikian EKIK juga memiliki beberapa kerugian yaitu
penyembuhan luka yang lama karena besarnya irisan yang dilakukan, pemulihan
penglihatan

yang

lama,

merupakan

pencetus

astigmatisma,

dan

dapat

menimbulkan iris dan vitreus inkarserata.2


2. Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsuler (EKEK)
EKEK adalah teknik operasi katarak dengan membuang nukleus dan korteks lensa
melalui kapsul anterior. Pada operasi EKEK, kantong kapsul ditinggal sebagai
tempat untuk menempatkan IOL. Teknik ini merupakan suatu gebrakan dalam
operasi katarak modern yang memiliki banyak keuntungan karena dilakukan
dengan irisan kecil sehingga menyebabkan trauma yang lebih kecil pada endotel
kornea,

menimbulkan

astigmatisma

lebih

kecil

disbanding EKIK, dan

menimbulkan luka yang lebih stabil dan aman. EKEK tidak boleh dilakukan bila
kekuatan zonula lemah atau tidak cukup kuat untuk membuang nukleus dan
korteks lensa sehingga harus dipilih teknik operasi katarak yang lain.2
3. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
16

Sejak pertama kali dilakukan, teknik operasi katarak ekstrakapsuler


berkembang pesat dalam waktu 30 tahun terakhir, SICS merupakan suatu tehnik
operasi katarak yang cukup populer saat ini. Perbedaan yang nyata dengan EKEK
adalah pada irisan operasi dilakukan dengan irisan yang kecil sehingga terkadang
hampir tidak membutuhkan jahitan pada luka insisi. Di samping itu, SICS juga
memungkinkan dilakukan dengan anestesi topikal. Penyembuhan yang relatif
lebih cepat dan risiko astigmatisma yang lebih kecil jua merupakan keunggulan
SICS dibanding EKEK.
Keuntungan manual SICS dibandingkan dengan fakoemulsifikasi antara
lain adalah kurve pembelajaran lebih pendek, dimungkinkan dengan kapsulotomi
can opener , instrumental lebih sederhana, merupakan alternatif utama bila operasi
fakoemulsifikasi gagal, risiko komplikasi lebih rendah, waktu pembedahan lebih
singkat, dan secara ekonomis lebih murah.
Bagi operator pemula, indikasi manual SICS apabila dijumpai sklerosis
nukleus derajat II dan III, katarak subkapsularis posterior, awal katarak kortikalis.
Bagi operator yang berpengalaman, beberapa katarak jenis lain dapat ditangani
secara mudah. Beberapa kriteria ideal untuk dilakukan manual SICS adalah pada
kondisi kornea dengan kejernihan baik, ketebalan normal, endotelium sehat,
kedalaman bilik mata depan cukup, dilatasi pupil yang cukup, zonula yang utuh,
tipe katarak kortikal, atau sklerosis nuklear derajat II dan III.2
Langkah-

langkah

SICS

yaitu:

insisim

kapsulotomi,

hidroseksi,

fragmentasi nukleus, pengambilan korteks atau epinukleus, serta implantasi IOL.


Tunnel sklera dibuat dengan groove sklera ukuran 4mm (variasi dapat 6 mm atau
7 mm), jarak dari limbus 2,5 mm. Parasintesis dapat dibuat di jam 9 dengan
menggunakan blade 15o. Kapsulotomi dapan menggunakan tehnik can opener
maupun continuos curvilinier capsulotomi (CCC), hidroseksi dilakukan dengan
subcortical cleavage, delineasi nukleus serta delaminasi epinukleus dan kortek
sehingga dapat mempermudah tahap selanjutnya. Ada beberapa teknik dalam
fragmentasi nukleus dan pengambilan fragmen, di antaranya yati dengan teknik
sandwich, menggunakan Arlt loop dan spatula Barraquer dengan posisi spatula
Barraquer di atas fragmen dan bilik mata depan dilindungi oleh viskoelastik. Bila
nukleus terlalu kecil, maka tidak dibutuhkan forsep dan dapat teririgasi
(hidroexpressed), setelah tahap tersebut selesai, maka tahap selanjutnya adalah
implantasi IOL.2
17

4. Ekstraksi kapsuler dengan Fakoemulsifikasi


Teknik ini menggunakan suatu alat disebut tip yang dikendalikan secara
ultrasonic untuk memecah nukleus dan mengaspirasi lensa, sehingga berbeda
dengan EKEK konvensional. Pada fakoemulsifikasi, luka akibat operasi lebih
ringan sehingga penyembuhan luka juga berlangsung lebih cepat, di samping
perbaikan penglihatan juga lebih baik. Astigmatisma pasca bedah katarak bisa
diabaikan. Kerugiannya adalah kurva pembelajaran lebih lama, biaya tinggi, dan
komplikasi saat operasi bisa lebih serius.2

18

BAB III
PENUTUP
3.1.

Kesimpulan
Katarak adalah suatu kekeruhan lensa (lens opacity). Katarak dapat disebabkan

terganggunya mekanisme kontrol keseimbangan air dan elektrolit, serta dapat pula
disebabkan denaturasi protein lensa atau gabungan keduanya. Biasanya kekeruhan mengenai
kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu
yang lama.
Berdasarkan usia, katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan usia menjadi katarak
developmental (katarak kongenital dan katarak juvenile), katarak presenilis, dan katarak
senilis. Selain itu, katarak juga dapat diklasifikasikan berdasarkan letak kekeruhan lensa,
maturitas lensa, dan jenis katarak lainnya.
Gejala yang sering dikeluhkan pasien antara lain penurunan visus, silau, miopisasi,
diplopia monokular, penglihatan berkabut, dan sering berganti kacamata. Penatalaksanaan
definitif pada katarak adalah tindakan pembedahan. Adapun pilihan tindakan bedah mulai
dari yang paling konvensional yaitu EKIK, EKEK, SICS, dan fakoemulsifikasi.

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Kanksi JJ, Bowling B, Nischal K, Pearson A. Clinical ophthalmology: a systematic


approach. 7th ed. China: Elsevier Saunders; 2011. P. 270-2, 348-53.
2. Suhardjo SU, Hartono. Lensa Mata dan Katarak. Ilmu Kesehatan Mata. Bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 2012. Hal 65-80.
3. Morosidi SA, Paliyama MF. Ilmu penyakit mata. Jakarta: UKRIDA; 2011. H. 53-4, 60.
4. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Oftalmologi umum. Jakarta:Widya Medika;
2000.h.11-20.
5. Ocampo VVD.

Cataract,

Senile:

Overview.

2014.

Diakses

dari

http://emedicine.

medscape.com/article/1210914-overview, 12 Mei 2014.


6. Wijana, Nana S.D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-6, Penerbit Abadi Tegal, Jakarta,
1993 : 190-196.
7. Bashour

M.

Cataract

Congenital.

Diakses

dari

www.emedicine.Com/oph/TopicCataractCongenital . 2006.
8. Crick RP, Khaw PT. A clinical textbook of ophthalmology: a practical guide to disorders
of the eyes and their management. 3rd ed. Singapore: World Scientific; 2003. P. 88, 94-6,
103, 106-8, 186, 495-8, 555.
9. Mayo
Clinic
Staff.

Cataracts.

20

Mei

2010.

Diunduh

dari:

http://www.mayoclinic.com/health/cataracts/DS00050, 10 Maret 2012.

20

Katarak Trauma
Katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma perforasi ataupun tumpul terlihat
sesudah beberapa hari ataupun tahun.
Pada trauma tumpul akan terlihat katarak subskapular anterior ataupun posterior.
Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti bintang, dan dapat pula dalam bentuk katarak
tercetak (imprinting) yang disebut cincin Vossius.
Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi kecil akan
menutup dengan cepat akibat proliferasi epitel sehingga bentuk kekeruhan terbatas kecil.
Trauma tembus besar pada lensa akan mengakibatkan terbentuknya katarak dengan cepat
disertai dengan terdapatnya massa lensa di dalam bilik mata depan.
Pada keadaan ini akan terlihat secara histopatologik masa lensa yang akan bercampur
makrofag dengan cepatnya, yang dapat memberikan bentuk endoftalmisis fakoanafilaktik.
Lensa dengan kapsul anterior saja yang pecah akan menjerat korteks lensa sehingga akan
mengakibatkan apa yang disebut dengan cincin Soemering atau bila epitel lensa berproliferasi
aktif akan terlihat mutiara Elschnig.
Pengobatan katarak traumatik tergantung pada saat terjadinya.
Bila terjadi pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya
ambliopia. Untuk mencegah ambliopia pada anak dapat dipasang lensa intra okular primer
atau sekunder.
Pada katarak trauma apabila tidak terdapat penyulit maka dapat ditunggu sampai mata
menjadi tenang. Bila terjadi penyulit seperti glaukoma, uveitis dan lain sebagainya maka
segera dilakukan ekstraksi lensa. Penyulit uveitis dan glaukoma sering dijumpai pada orang
usia tua. Pada beberapa pasien dapat terbentuk cincin Soemmering pada pupil sehingga dapat
mengurangi tajam penglihatan. Keadaan ini dapat disertai perdarahan, ablasi retina, uveitis
atau salah letak lensa.
Cincin Vossius
Pada trauma lensa dapat terlihat apa yang disebut sebagai cincin Vossius yang
merupakan cincin berpigmen yang terletak tepat di belakang pupil yang dapat terjadi segera
setelah trauma, yang merupakan deposit pigmen iris pada dataran depan lensa sesudah suatu
trauma, seperti suatu stempel jari.
Cincin hanya menunjukkan tanda bahwa mata tersebut telah mengalami suatu trauma
tumpul.
H. Sidarta Ilyas, Sri RY. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI; 2012.

21

Dengan bertambahnya umur dan pada penyakit tertentu menyebabkan lensa oculus
menjadi keruh. Peningkatan kekeruhan menyebabkan gangguan penglihatan. Pembedahan
yang biasa dilakukan adalah eksisi lensa yang keruh dan penggantian dengan lensa buatan
yang baru.
Anatomi dan Fisiologi Lensa
a. Anatomi Lensa
Lensa memisahkan 1/5 anterior bulbus oculi dari 4/5 bagian posterior. Lensa tersebut
transparan, merupakan cakram elastis bikonveks yang melekat secara melingkar pada
musculi yang berhungan dengan dinding luar bulbus oculi. Perlekatan lateral ini
menyebabkan lensa mampu mengubah kemampuan refraksinya dalam mempertahankan
ketajaman penglihatan. Istilah klinik untuk kekeruhan lensa adalah katarak.
Empat-perlima bagian posterior bulbus oculi, dari lensa hingga retina, ditempati oleh
camera vitrea bulbi (camera postrema). Segmen ini dipenuhi oleh bahan seperti gelatin yang
transparan corpus vitreum (humor vitreus).
Richard LD, A. Wayne Vogl, Adam WMM. Gray: Dasar-Dasar Anatomi. Singapore:
Elsevier.2014. h.488-489.
Tebal lensa sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Kapsul lensa adalah suatu membran
semipermeabel yang dapat dilewati air dan elektrolit. Di sebelah depan terdapat selapis epitel
subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya
usia, serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi
kurang elastis.
Morosidi SA, Paliyama MF. Ilmu penyakit mata. Jakarta: UKRIDA; 2011. h. 60.

b. Fisiologi Lensa
Lensa dibentuk oleh sekitar 1000 lapisan sel yang menghancurkan nukleus dan
organelnya sewaktu dalam pembentukan sehingga sel-sel tersebut benar-benar transparan.
Karena tidak memiliki DNA dan perangkat pembentuk protein maka sel-sel lensa matur tidak
dapat memperbaiki diri atau menghasilkan sel baru. Sel-sel di bagian tengah lensa megalami
kesialan ganda. Tidak saja berusia paling tua, sel-sel ini juga terletak paling jauh dari humor
22

aquosus, sumber nutrisi lensa. Dengan bertambahnya usia, sel-sel di bagian tengah yang tidak
dapat diperbarui ini mati dan menjadi kaku. Dengan berkurangnya elastisitas, lensa tidak lagi
dapat mengambil bentuk sferis yang dibutuhkan untuk mengakomodasi bayangan benda
dekat. Pengurangan kemampuan akomodasi terkait usia ini, presbiopia, mengenai sebagian
besar orang pada usia pertengahan (45 sampai 50), sehingga mereka perlu mengenakan lensa
korektif untuk melihat dekat (membaca).
Dalam keadaan normal, serat-serat elastik di lensa bersifat transparan. Serat-serat ini
kadang menjadi keruh (opak) sehingga berkas sinar tidak dapat menembusnya, suatu kondisi
yang dikenal sebagai katarak. Lensa yang cacat ini biasanya dapat dikeluarkan secara bedah
dan penglihatan dipulihkan dengan pemasangan lensa artifisial atau dengan kacamata
kompensasi.
Kemampuan menyesuaikan kekuatan lensa dikenal sebagai akomodasi. Kekuatan
lensa bergantung pada bentuknya yang selanjutnya dikendalikan oleh otot siliaris.
Otot siliaris adalah bagian dari badan siliar, suatu struktur khusus lapisan koroid
bagian anterior. Badan siliaris memiliki dua komponen utama; otot siliaris dan anyaman
kapiler yang menghasilkan humor aquosus. Otot siliaris adalah suatu cincin melingkar otot
polos yang melekat ke lensa melalui ligamentum suspensorium.
Ketika otot siliaris melemas, ligamentum suspensorium menegang dan ligamentum ini
menarik lensa menjadi bentuk gepeng dan kurang refraktif. Sewaktu otot ini berkontraksi,
kelilingnya berkurang sehingga tegangan pada ligamentum suspensorium berkurang. Ketika
tarikan ligamentum suspensorium pada lensa berkurang, lensa menjadi lebih bulat karena
elastisitas inherennya. Meningkatnya kelengkungan karena lensa menjadi lebih bulat akan
meningkatkan kekuatan lensa dan lebih membelokkan berkas sinar. Pada mata normal, otot
siliaris melemas dan lensa menggepeng untuk melihat jauh, tetapi otot ini berkontraksi agar
lensa menjadi lebih konveks dan lebih kuat untuk lebih kuat untuk melihat dekat. Otot siliaris
dikontrol oleh sistem saraf otonom, dengan stimulasi simpatis menyebabkan relaksasi dab
stimulasi parasimpatis menyebabkannya berkontraksi.
Sherwood, L. (2011) Fisiologi Manusia: Dari Sel Ke Sistem. Edisi 6.
Jakarta: EGC. Hal 216-218

23

Katarak adalah suatu kekeruhan lensa (lens opacity). Biasanya berkaitan dengan usia,
tapi bisa juga kongenital atau karena trauma. Katarak merupakan penyebab utama kebutaan
di dunia. Katarak ditandai dengan terjadinya edema lensa, perubahan protein, peningkatan
proliferasi, dan kerusakan berkesinambungan serabut-serabut lensa. Secara umum edema
lensa berkaitan langsung dengan perkembangan katarak.
Selanjutnya katarak sendiri bisa diurutkan menjadi sebagaiman dijelaskan berikut ini.
Katarak imatur (immature) atau insipien ialah katarak yang kekeruhannya masih sebagian
(parsial). Katarak matur ialah di mana seluruh lensa keruh dan mulai membengkak
(edematous) Pembengkakan terus berlanjut sehingga katarak memasuki stadium intumesen
(bengkak). Pada keadaan ini lensa mengalami dehidrasi, sangat keruh, dan kapsul mengkerut.
Katarak traumatik bisa terjadi karena rudapaksa misalnya kena tinju, ionisasi radiasi,
sengatan listrik, sinar, dll. Katarak traumatik memiliki beberapa bentuk seperti diilustrasikan
berikut. Katarak yang disebabkan ruda paksa dapat berbentuk vossius ring yang merupakan
indikator adanya trauma tumpul. Biasanya manifestasi katarak karena ruda paksa berbentuk
stelata atau roset, kadang berada di axial dan melibatkan kapsul posterior. Pada beberapa
kasus, trauma tumpul menyebabkan dislokasi lensa dan katarak sekaligus. Trauma perforasi
dan penetrasi pada lensa membuat korteks lensa menjadi keruh pada tempat yang terkena
dengan cepat. Radiasi ion pada 0,002-10,0 nm panjang gelombang dapat menyebabkan
katarak pada beberapa individu pada dosis 200 rads (Pada pemeriksaan Foto Thorax
seseorang terpapar 0,1 rad). Manifestasi klinis pada katarak terinduksi radiasi yaitu adanya
kekeruhan pungtata pada kapsul posterior dan anterior. Radiasi yang dapat menyebabkan
katarak yang lain yaitu radiasi inframerah dan radiasi ultraviolet (290-320 nm), serta radiasi
gelombang mikro. Trauma kimia menyebabkan katarak dengan mekanisme pada trauma basa
menyebabkan peningkatan pH akuos dan penurunan glukosa akuos dan askorbat. Adanya
benda asing, siderosis bulbi, serta trauma elektrik juga dapat menyebabkan katarak.
Tatalaksana
Non-Bedah
Tatalaksana non bedah hanya efektif dalam memperbaiki fungsi visual untuk
sementara waktu. Di samping itu, walaupun banyak penelitian mengenai tatalaksana
medikamentosa bagi penderita katarak, hingga saat ini belum ditemukan obat-obatan yang
terbukti mampu memperlambat atau menghilangkan pembentukan katarak pada manusia.
Beberapa agen yang mungkin dapat memperlambat pertubuhan katarak adalah penurun kadar
sorbitol, pemberian aspirin, antioksidan vitamin C dan E.
24

Bedah
Perkembangan operasi katarak antara lain dalam hal bentuk dan panjang sayatan,
arsitektur luka, banyaknya jahitan serta teknik operasi. Tujuannya adalah untuk terpenuhinya
prosedur operasi yang aman, mempunyai efektivitas dan prediktabilitas yang tinggi.
Parameter keberhasilannya adalah pemulihan yang cepat, efek samping, dan komplikasi yang
minimal, serta tajam penglihatan setelah operasi optimal dan stabil. Jika parameter di atas
telah tercapai maka satu hal yang tak kalah penting adalah kepuasan pasien, hal ini menjadi
motivasi ahli bedah untuk terus meningkatkan kualitas teknik bedah katarak dan pelayanan
pada pasien.
Indikasi paling penting dari tindakan bedah pada penderita katarak adalah keinginan
pasien untuk memperbaiki fungsi visual, bukan berdasarkan visus penderita.
1. Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK)
Operasi katarak dengan membuang lensa dan kapsul secara keseluruhan,
menggunakan metode operasi katarak paling populer sebelum penyempurnaan
operasi katarak ekstrakapsuler. Operasi EKIK dilakukan di tempat yang tidak
dijumpai fasilitas operasi katarak yang lengkap seperti mikroskop operasi.
EKIK juga cenderung dipilih pada kondisi katarak yang tidak stabil,
menggembung, hipermatur, dan terluksasi. Kontraindikasi mutlak untuk EKIK
adalah katarak pada anak-anak dan ruptur kapsul karena trauma. Sedangkan
kontraindikasi relatif EKIK adalah jika pasien merupakan penderita miopia tinggi,
sindrom Marfan, katarak Morgagni, dan vitreus masuk ke kamera okuli anterior.
Beberapa keuntungan EKIK jika dibandingkan dengan Ekstraksi Katarak
Ekstra Kapsuler (EKEK) adalah pada EKIK tidak diperlukan operasi tambahan
karena membuang seluruh lensa dan kapsul tanpa meninggalkan sisa, memerlukan
peralatan yang relatif sederhana daripada EKEK sehingga lebih mudah dilakukan,
dan pemulihan penglihatan segera setelah operasi dengan menggunakan kacamata
+10 Dioptri. Namun demikian EKIK juga memiliki beberapa kerugian yaitu
penyembuhan luka yang lama karena besarnya irisan yang dilakukan, pemulihan
penglihatan

yang

lama,

merupakan

pencetus

astigmatisma,

dan

dapat

menimbulkan iris dan vitreus inkarserata.2


2. Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsuler (EKEK)
25

EKEK adalah teknik operasi katarak dengan membuang nukleus dan korteks lensa
melalui kapsul anterior. Pada operasi EKEK, kantong kapsul ditinggal sebagai
tempat untuk menempatkan IOL. Teknik ini merupakan suatu gebrakan dalam
operasi katarak modern yang memiliki banyak keuntungan karena dilakukan
dengan irisan kecil sehingga menyebabkan trauma yang lebih kecil pada endotel
kornea,

menimbulkan

astigmatisma

lebih

kecil

disbanding EKIK, dan

menimbulkan luka yang lebih stabil dan aman.


Operasi EKEK tidak boleh dilakukan bila kekuatan zonula lemah atau tidak cukup
kuat untuk membuang nukleus dan korteks lensa sehingga harus dipilih teknik
operasi katarak yang lain.2
3. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Sejak pertama kali dilakukan, teknik operasi katarak ekstrakapsuler
berkembang pesat dalam waktu 30 tahun terakhir, SICS merupakan suatu tehnik
operasi katarak yang cukup populer saat ini. Perbedaan yang nyata dengan EKEK
adalah pada irisan operasi dilakukan dengan irisan yang kecil sehingga terkadang
hampir tidak membutuhkan jahitan pada luka insisi. Di samping itu, SICS juga
memungkinkan dilakukan dengan anestesi topikal. Penyembuhan yang relatif
lebih cepat dan risiko astigmatisma yang lebih kecil jua merupakan keunggulan
SICS dibanding EKEK.
Keuntungan manual SICS dibandingkan dengan fakoemulsifikasi antara
lain adalah kurve pembelajaran lebih pendek, dimungkinkan dengan kapsulotomi
can opener , instrumental lebih sederhana, merupakan alternatif utama bila operasi
fakoemulsifikasi gagal, risiko komplikasi lebih rendah, waktu pembedahan lebih
singkat, dan secara ekonomis lebih murah.
Bagi operator pemula, indikasi manual SICS apabila dijumpai sklerosis
nukleus derajat II dan III, katarak subkapsularis posterior, awal katarak kortikalis.
Bagi operator yang berpengalaman, beberapa katarak jenis lain dapat ditangani
secara mudah. Beberapa kriteria ideal untuk dilakukan manual SICS adalah pada
kondisi kornea dengan kejernihan baik, ketebalan normal, endotelium sehat,
kedalaman bilik mata depan cukup, dilatasi pupil yang cukup, zonula yang utuh,
tipe katarak kortikal, atau sklerosis nuklear derajat II dan III.2
Langkah-

langkah

SICS

yaitu:

insisim

kapsulotomi,

hidroseksi,

fragmentasi nukleus, pengambilan korteks atau epinukleus, serta implantasi IOL.


Tunnel sklera dibuat dengan groove sklera ukuran 4mm (variasi dapat 6 mm atau
26

7 mm), jarak dari limbus 2,5 mm. Parasintesis dapat dibuat di jam 9 dengan
menggunakan blade 15o. Kapsulotomi dapan menggunakan tehnik can opener
maupun continuos curvilinier capsulotomi (CCC), hidroseksi dilakukan dengan
subcortical cleavage, delineasi nukleus serta delaminasi epinukleus dan kortek
sehingga dapat mempermudah tahap selanjutnya. Ada beberapa teknik dalam
fragmentasi nukleus dan pengambilan fragmen, di antaranya yati dengan teknik
sandwich, menggunakan Arlt loop dan spatula Barraquer dengan posisi spatula
Barraquer di atas fragmen dan bilik mata depan dilindungi oleh viskoelastik. Bila
nukleus terlalu kecil, maka tidak dibutuhkan forsep dan dapat teririgasi
(hidroexpressed), setelah tahap tersebut selesai, maka tahap selanjutnya adalah
implantasi IOL.2
4. Ekstraksi kapsuler dengan Fakoemulsifikasi
Teknik ini menggunakan suatu alat disebut tip yang dikendalikan secara
ultrasonic untuk memecah nukleus dan mengaspirasi lensa, sehingga berbeda
dengan EKEK konvensional. Pada fakoemulsifikasi, luka akibat operasi lebih
ringan sehingga penyembuhan luka juga berlangsung lebih cepat, di samping
perbaikan penglihatan juga lebih baik. Astigmatisma pasca bedah katarak bisa
diabaikan. Kerugiannya adalah kurva pembelajaran lebih lama, biaya tinggi, dan
komplikasi saat operasi bisa lebih serius. Insisi pada bedah katarak menggunakan
fakoemulsifikasi dapat berupa insisi sklera tunnel ataupun insisi clear kornea.
Suhardjo SU, Hartono. Lensa Mata dan Katarak. Ilmu Kesehatan Mata. Bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 2007. Hal 85-96.

27

Gambar Vossius Ring

http://www.eyesite.co.za/magazine/columns4.asp

a Vossius' ring might result. This is an "imprinting" of the iris pigment onto the anterior
lens capsule. The cataracts that result from a concussion are often flower shaped.
Leoni Joubert (M.Phil Optom (RAU); B.Optom; MBCO(UK); CAS (NECO - USA));
FOA(SA)

http://www.eyesite.co.za/magazine/columns4.asp
28

55 year old male with a traumatic cataract caused by blunt ocular trauma from a fist
punch nine months prior.

https://www.tumblr.com/search/traumatic%20cataract

29

This image demonstrates a traumatic cataract from a penetrating injury; although the
classic appearance of a traumatic cataract due to blunt trauma is the presence of stellate or
rosette shaped posterior axial opacities, penetrating trauma causes disruption of the lens capsule
that can result in early focal cortical changes or may rapidly progress to total cortical
opacification, this lens is opaque and shrunken and subluxated downward, in addition, there are
changes in the shape and color of the iris

An accumulation of migrated epithelial cells at times forms pearl like opacities called
Elschnigs Pearls
30

A Patients Complicated Voyage on the Seven Cs


A Patients Complicated Voyage on the Seven Cs
Dr. Stuart Podell, O.D., FAAO (smpeye@aol.com)
http://www.eyejob.co.il/article.php?id=76&cat=7

Edward SH Eye Institute. Digital Reference of Opthalmology Traumatic Cataract.


[online database] Available from URL: http://dro.hs.columbia.edu/lc2/soemmeringb.jpg
31

Terjadi penurunan prevalensi kebutaan penduduk umur 6 tahun dari 0,9


persen (2007) menjadi 0,4 persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur
tahun 2013 adalah 1,8 persen, kekeruhan kornea 5,5 persen, serta pterygium 8,3
persen. Untuk gangguan pendengaran tercatat 2,6 persen pada penduduk 5 tahun
dengan antar provinsi dari yang terendah di DKI Jakarta (1,6%) dan tertinggi di Nusa
Tenggara Timur (3,7%).
Prevalensi pterygium, kekeruhan kornea, dan katarak secara nasional berturutturut adalah 8,3 persen; 5,5 persen; dan 1,8 persen. Prevalensi pterygium tertinggi
ditemukan di Bali (25,2%), diikuti Maluku (18,0%) dan Nusa Tenggara Barat
(17,0%). Provinsi DKI Jakarta mempunyai prevalensi pterygium terendah, yaitu 3,7
persen, diikuti oleh Banten 3,9 persen.
Prevalensi katarak tertinggi di Sulawesi Utara (3,7%) diikuti oleh Jambi
(2,8%) dan Bali (2,7%). Prevalensi katarak terendah ditemukan di DKI Jakarta (0,9%)
diikuti Sulawesi Barat (1,1%). Tiga alasan utama penderita katarak belum dioperasi
adalah karena ketidaktahuan (51,6%), ketidakmampuan (11,6%), dan ketidakberanian
(8,1%).

Sherwood, L. (2011) Fisiologi Manusia: Dari Sel Ke Sistem. Edisi 6.


Jakarta: EGC. Hal 211, 216-218

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. 2013.[Internet] Available from :
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013.pdf

32

Kesimpulan
Katarak traumatik merupakan kekeruhan lensa sebagai akibat sekunder dari
adanya trauma yang terjadi sebelumnya. Dalam hal ini kekeruhan dapat terjadi dalam
hitungan hari maupun tahun. Gambaran katarak ini dapat dinilai melalui serangkaian
pemeriksaan fisik mata dan inspeksi pada struktur dalam mata. Dalam hal ini,
gambaran klinis yang didapat bergantung pada penyebabnya. Pada trauma tumpul
akan terlihat tanda kontusio pada lensa seperti bintang dan dapat tercetak gambaran
seperti cincin disebut cincin Vossius. Pada trauma tembus, katarak biasanya lebih
cepat terjadi. Gambaran klinis yang didapat bisa berupa terbentuknya cincin
soemering pada lensa atau bisa terbentuk mutiara Elscnig.
Hal yang paling penting untuk penegakan diagnosa ialah dengan mengetahui
riwayat dari trauma itu sendiri pada mata yang terkena. Informasi ini bisa didapatkan
melalui anamnesis yang baik. Gabuangan antara anamnesis dan pemeriksaan mata
yang benar dapat membuahkan diagnosa dan mengetahui keadaan yang terjadi pada
penderita sehingga dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan
tindakan dan prognosis ke depan. Dalam hal ini, operasi perbaikan lensa merupakan
upaya terakhir yang dapat dilakukan untuk mengembalikan fungsi vital penglihatan
pasien apabila memungkinkan dilakukan, dengan catatan fungsi vital persarafan
masih berfungsi dengan baik.

33

Anda mungkin juga menyukai