Anda di halaman 1dari 40

Bed Site Teaching

Katarak Senilis

Oleh:

Muhammad Abdul Razak 1840312644

Andi Ridho Azmi 1840312286

Preseptor
dr. Weni Helvinda, Sp.M (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Katarak dapat diartikan sebagai keadaan di mana terdapat kekeruhan pada


lensa yang terjadi akibat hidrasi (peningkatan cairan) lensa, denaturasi protein
lensa, atau keduanya. Kekeruhan lensa dapat mengenai satu atau kedua mata dan
tampak kekeruhan lensa yang mengakibatkan lensa tidak transparan. Akibatnya,
lensa mata tidak tembus cahaya sehingga cahaya sulit mencapai retina dan akan
menyebabkan pandangan yang kabur pada penderitanya. Menurut WHO, katarak
merupakan penyebab utama kebutaan di seluruh dunia.1,2
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,
yaitu usia di atas 50 tahun.3 Proses penuaan merupakan penyebab terbanyak
katarak, namu terdapat beberapa penyebab lainnya, seperti trauma, toksin,
diabetes mellitus, merokok, dan herediter. Prevalensi katarak sebesar 50%
terdapat pada individu berusia 65-74 tahun dan angka tersebut meningkat hingga
70% pada individu berusia di atas 75 tahun. Insidensi katarak bilateral lebih tinggi
jika dibandingkan yang unilateral.4 Berdasarkan Riskesdas 2013, Sumatera Barat
termasuk ke dalam sepuluh provinsi dengan prevalensi katarak tertinggi di
Indonesia, yaitu 2,3%.5
Diagnosis katarak dapat ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan
oftalmologi. Gejala umum katarak yaitu adanya glare atau intoleransi terhadap
cahaya terang, poliopia uniokuler, halo berwarna, spot hitam di depan mata,
pandangan kabur atau berawan, hingga kehilanngan penglihatan.6 Selain itu,
tanyakan juga penyakit intraokuler lain, penyakit sistemik, riwayat trauma, dan
pengobatan obat-obatan tertentu yang dapat menyebabkan katarak juga perlu
ditanyakan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien adalah pemeriksaan
visus, pemeriksaan glare dan contrast sensitivity test untuk mengukur derajat
gangguan penglihatan, pemeriksaan slit lamp, dan pemeriksaan kekuatan
intraocular lense (IOL). 7

Bed Site Teaching 2


Katarak harus diangkat sesegera mungkin melalui prosedur operasi dan
diikuti dengan pemasangan intraocular lense (IOL), agar fungsi penglihatan bisa
berkembang secara normal. Tatalaksana non-operatif dapat dilakukan pada pasien
yang menolak tindakan operatif atau jika tindakan operatif tidak dapat dilakukan,
yaitu dengan pembuatan kacamata untuk membantu penglihatan pasien.2

1.2 Tujuan Penulisan


Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
mengenai katarak senilis.

1.3 Manfaat Penulisan


Melalui penulisan makalah ini diharapkan bermanfaat untuk informasi dan
pengetahuan tentang katarak senilis.

1.4 Metode Penulisan


Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk
pada berbagai literatur.

Bed Site Teaching 3


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi, Fisiologi, dan Metabolisme Lensa Mata


Lensa mata berbentuk bikonveks dan transparan.8 Tebalnya sekitar 4 mm
dan diameter 9 mm.9 Jaringan lensa mata berasal dari ektoderm permukaan. Lensa
di dalam bola mata terletak di belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya
berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya
akomodasi.3
Lensa mata akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa
di dalam kapsul lensa.3 Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel
(sedikit lebih permeabel dari pada dinding kapiler) yang akan membiarkan air
dan elektrolit masuk.9 Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus
sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga
membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling
dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa.3

Bed Site Teaching 4


Gambar 2.1. Anatomi Lensa Mata4

Di bagian luar nukleus terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut
sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa
disebut sebagai korteks anterior, sedangkan di belakangnya adalah korteks
posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding korteks
lensa yang lebih muda3.
Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan
lensa di seluruh ekuatornya pada bagian siliar.3 Di sebelah anterior lensa terdapat
aqueous humor dan disebelah posteriornya terdapat vitreus. Tidak ada serat nyeri,
pembuluh darah, atau saraf di dalam lensa. Lensa orang dewasa di dalam
perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besar dan berat.9
Mata dapat mengubah fokusnya dari objek jarak jauh ke jarak dekat karena
kemampuan lensa untuk mengubah bentuknya, suatu fenomena yang dikenal
sebagai akomodasi. Elastisitasnya yang alami memungkinkan lensa untuk menjadi
lebih atau kurang bulat (sferis), tergantung besarnya tegangan serat-serat zonula
pada kapsul lensa. Tegangan zonula dikendalikan oleh aktivitas m.siliaris, yang
bila berkontraksi akan mengendurkan tegangan zonula. Dengan demikian, lensa

Bed Site Teaching 5


menjadi lebih bulat sehingga menghasilkan daya dioptri yang lebih kuat untuk
memfokuskan objek-objek yang lebih dekat. Relaksasi m.siliaris akan
menghasilkan kebalikan rentetan peristiwa-peristiwa tersebut, membuat lensa
mendatar dan memungkinkan objek-objek jauh terfokus. Dengan bertambahnya
usia, daya akomodasi lensa akan berkurang secara perlahan-lahan seiring
penurunan elastisitasnya.4
Sebagai akibatnya, kemampuan berakomodasi menjadi berkurang
(presbiopia). Kelemahan ini dapat diatasi dengan memakai lensa tambahan berupa
kacamata untuk membantu mata melihat benda-benda yang dekat. Untuk
menjamin bahwa sinar cahaya berjalan melalui pars sentralis lensa, dengan
mengurangi penyimpangan sferis selama akomodasi untuk objek yang dekat, otot
spingter pupil berkontraksi sehingga pupil menjadi lebih kecil. Pada manusia,
retina kedua bola mata hanya fokus pada satu set objek (penglihatan binokular
sederhana). Jika sebuah objek bergerak dari jauh ke arah seseorang, mata
berkonvergensi sehingga hanya terlihat sebagai satu objek, bukan dua.
Konvergensi mata dihasilkan dari koordinasi kontraksi kedua m.rektus medialis.10
Lensa dipelihara oleh difusi dari aqueous humor dimana hal ini menyerupai
kultur jaringan, dengan aqueous humor sebagai substrat dan bola mata sebagai
wadah yang menyediakan suhu konstan. Epitel lensa membantu untuk
mempertahankan ion keseimbangan dan transportasi nutrisi, mineral, dan air ke
lensa. Menjaga keseimbangan ini (homeostasis) penting untuk transparansi lensa
dan berkaitan erat dengan keseimbangan air. Kadar air lensa biasanya stabil dan
seimbang dengan aqueous humor. Kadar air lensa berkurang dengan usia,
sedangkan kandungan protein lensa tidak larut (albuminoid) meningkat. Lensa
menjadi lebih keras, kurang elastis, dan kurang transparan. Pengurangan
transparansi secara nyata terlihat 95% pada semua orang di atas usia 65 tahun.
Bagian tengah atau inti dari lensa menjadi sklerosis dan sedikit kekuningan
dengan bertambahnya usia.11

Bed Site Teaching 6


2.2 Katarak
2.2.1 Definisi Katarak
Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa menjadi keruh
akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa. Katarak menyebabkan
penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena cahaya sulit mencapai retina dan
akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Biasanya kekeruhan
mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami
perubahan dalam waktu yang lama.12

2.2.2 Epidemiologi Katarak


Katarak merupakan penyebab utama hilangnya penglihatan, di dunia,
dengan persentase mencapai 48%. World Health Organization (WHO)
memperkirakan terdapat 18 juta orang di dunia menderita kebutaan bilateral
akibat katarak, dan katarak senilis merupakan jenis katarak yang paling sering
terjadi meliputi sekitar 48% dari seluruh kebutaan di dunia.2,16,17 Sebagian besar
kasus kebutaan akibat katarak (mencapai 90%) ditemukan di negara-negara
berkembang. The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Vision
Health Initiative memperkirakan bahwa katarak diderita oleh 24 juta orang di
Amerika Serikat, dan angkat tersebut akan semakin meningkat hingga mencapai
30,1 juta pada tahun 2020.2 Penelitian yang dilakukan oleh The National Health
and Nutritional Examination Survey (NHANES) dan The Beaver Dam Eye,
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan opasitas lensa secara progresif seiring
dengan bertambahnya usia, dan katarak lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan dengan pria.16
Menurut beberapa studi cross-sectional di berbagai negara, prevalensi
katarak sebesar 50% terdapat pada individu berusia 65-74 tahun dan prevalensi ini
meningkat hingga 70% pada individu di atas 75 tahun4. Pada penelitian di
Sumatera, didapatkan prevalensi setiap katarak untuk orang dewasa berusia 21- 29
adalah 1,1%, meningkat menjadi 82,8% untuk mereka yang berusia lebih tua dari
60 tahun.13 Sumatera Barat termasuk ke dalam sepuluh provinsi dengan angka

Bed Site Teaching 7


prevalensi katarak tertinggi di Indonesia yaitu sebesar 2,3%.5 Laporan tahunan
Dinas Kesehatan Sumatra Barat tahun 2014 menyatakan bahwa diagnosa penyakit
di Unit Pelayanan Terpadu Daerah Balai Kesehatan Indra Mata (UPTD BKIM)
provinsi Sumatera Barat tahun 2013-2014, katarak menduduki posisi kedua pada
kasus terbanyak setelah kelainan refraksi dengan rincian tahun 2013 sebanyak
1652 kasus dan tahun 2014 sebanyak 2065 kasus. Laporan Dinkes dapat terlihat
adanya peningkatan jumlah kasus katarak pada tahun berikutnya.14

2.2.3 Klasifikasi Katarak


Klasifikasi katarak dapat dibagi bedasarkan permulaan terjadinya katarak
dan bedasarkan morfologis. Klasifikasi bedasarkan permulaan terjadinya katarak
adalah sebagai berikut:
a. Katarak kongenital, merupakan kekeruhan lensa yang timbul sejak lahir
pada tahun pertama kelahiran dan merupakan salah satu penyebab kebutaan
yang sering dijumpai pada anak. Katarak kongenital adalah perubahan pada
kebeningan struktur lensa mata yang muncul pada saat kelahiran bayi atau
segera setelah bayi lahir. Katarak kongenital dapat bersifat unilateral atau
bilateral.12
b. Katarak juvenil, merupakan kekeruhan lensa yang terdapat pada orang muda
yang mulai terbentuk pada usia lebih dari 1 tahun hingga 20 tahun. Katarak
juvenil dapat terjadi karena lanjutan katarak kongenital yang makin nyata
atau adanya penyulit berupa penyakit sistemik atau metabolik.15
c. Katarak presenilis, merupakan kekeruhan lensa yang terbentuk pada usia di
atas 20 tahun hingga 45 tahun. Katarak presenilis dapat terjadi karena
herediter atau adanya penyakit metabolik atau hipertensi.14
d. Katarak senilis, merupakan kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,
yaitu usia di atas 50 tahun.14

Bed Site Teaching 8


2.3 Katarak Senilis
2.3.1 Definisi Katarak Senilis
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,
yaitu usia di atas 50 tahun. Pada katarak senilis akan terjadi degenerasi lensa
secara perlahan-lahan dan penglihatan akan menurun secara berangsur- angsur.
Kasus katarak senilis merupakan jenis katarak yang sering ditemukan.14

2.3.2 Etiologi dan Faktor Resiko Katarak Senilis


Penyebab katarak senilis sampai sekarang belum diketahui secara pasti.
Katarak senilis diduga disebabkan oleh konsep penuaan seperti teori putaran
biologik, pembelahan jaringan embrio yang dapat membelah diri 50 kali
kemudian mati, bertambahnya cacat imunologi yang mengakibatkan kerusakan
sel, teori free radical dan teori cross-link yaitu terjadinya pengikatan bersilang
asam nukleat dan molekul protein sehingga menganggu fungsi.3
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya katarak senilis di antaranya
adalah :

a. Usia
Pertambahan usia sering dikaitkan dengan katarak jenis nuklear dan
kortikal.18 Dengan meningkatnya usia, maka ukuran lensa akan bertambah karena
timbulnya serat-serat lensa yang baru sehingga semakin berat dan berkurang
kebeningannya, keadaan ini akan berkembang dengan bertambahnya berat
katarak. Pada golongan usia 60 tahun hampir dua per tiganya mulai mengalami
katarak dan risiko meningkat dengan pertambahan usia. Prevalensi katarak
meningkat tiga sampai empat kali pada pasien berusia >65 tahun.19 Penelitian
oleh Arimbi (2012) mendapatkan bahwa responden kategori usia 45-55 tahun
akan berisiko katarak sebesar 4,1 kali dibandingkan dengan responden yang
berada pada kategori usia 30-44 tahun sementara kategori usia 55- 64 tahun dan
65 tahun ke atas berisiko menderita katarak 5,6 kali dan 35,4 kali.20

Bed Site Teaching 9


b. Jenis kelamin
Usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan oleh laki- laki, ini
diindikasikan sebagai faktor risiko katarak dimana perempuan menderita lebih
banyak dibandingkan laki-laki.21 Responden yang berada pada kategori
perempuan akan berisiko katarak sebesar 1,31 kali dibandingkan dengan
responden yang berada pada kategori laki-laki.20 Penelitian yang dilakukan oleh
Kusuma (2008) mendapatkan hasil berbeda yaitu jumlah penderita katarak senilis
pria lebih banyak daripada penderita wanita. Hal ini dikarenakan laki-laki tiga jam
lebih lama berada di lingkungan paparan sinar ultra violet daripada wanita.
Sehingga jenis kelamin diperkirakan dapat menjadi faktor risiko terjadinya katarak
dihubungkan dengan lingkungan.22

c. Faktor genetik
Penyebab katarak terkait usia dianggap multifaktorial, dan stres oksidatif
serta faktor genetik dianggap faktor utama dalam perkembangannya. Liao di
China (2015) melakukan studi meta analisis untuk melihat hubungan Glutathione
S-Transferases (GSTM1 dan GSTT1) polimorfisme terhadap katarak senilis.23

d. Paparan UV

Paparan tingkat tinggi radiasi UV dapat menyebabkan fotokeratitis dan


fotokonjungtivitis. Paparan kronis bahkan dengan level yang rendah dari radiasi
UV merupakan faktor risiko untuk katarak , pterigium , karsinoma sel skuamosa
kornea dan konjungtiva, serta kanker kulit. Oksidasi lipid membran, struktural
atau enzimatik protein, DNA oleh peroksida atau radikal bebas yang disebabkan
oleh sinar UV merupakan penyebab awal hilangnya transparansi baik di nukleus
dan jaringan korteks pada lensa.24

d. Diabetes
Penelitian Arimbi di Jakarta (2012) didapatkan bahwa responden pada
kategori menderita DM mempunyai risiko untuk menderita katarak sebanyak 4,9
kali dibandingkan dengan yang tidak.20 Diabetes Melitus (DM) dapat

Bed Site Teaching 10


mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi, dan kemampuan akomodasi.
Meningkatnya kadar gula darah, juga akan meningkatkan kadar gula di aqueous
humor. Glukosa dari aqueous akan masuk ke lensa secara difusi, sebagian dari
glukosa ini diubah menjadi sorbitol oleh enzim aldose reduktase melalui jalur
poliol, yang tidak dimetabolisme dan tetap tinggal di lensa. Akumulasi sorbitol
intraselular menyebabkan perubahan osmotik sehingga air masuk ke lensa, yang
akan mengakibatkan pembengkakan serabut lensa. Penelitian pada hewan telah
menunjukkan bahwa akumulasi poliol intraseluler menyebabkan kolaps dan
likuifaksi (pencairan) serabut lensa, yang akhirnya terjadi pembentukan kekeruhan
pada lensa.19

2.3.3 Patofisiologi Katarak Senilis


Patofisiologi katarak senilis cukup kompleks dan belum sepenuhnya
dipahami, serta melibatkan interaksi kompleks antara berbagai proses fisiologis
yang dimodulasi oleh faktor lingkungan, genetik, nutrisi, dan sistemik. Seiring
bertambahnya usia lensa, bobot dan ketebalannya meningkat sementara daya
akomodasinya berkurang.25

Seiring bertambahnya usia, pada lensa akan terjadi beberapa perubahan


yaitu:

a. Kapsul lensa akan mengalami penebalan dan kurang elastik.


b. Epitel mengalami penipisan, bengkak dan terdapat vakuolisasi mitokondria
yang nyata.
c. Serat lensa menjadi lebih irregular terutama pada korteks lensa.
d. Nukleus mengalami brown sclerotic nucleus, dimana sinar ultraviolet lama
kelamaan merubah protein nukleus (histidin, triptofan, metionin, sistein, dan
tirosin) lensa sehingga nukleus mengeras.3

Sejalan dengan usia, bobot dan kepadatan lensa bertambah dan daya
akomodasinya menurun. Dengan terbentuknya lapisan serat kortikal baru secara
konsentris, nukleus lensa menjadi terkompresi dan memadat (sklerosis nuklear).

Bed Site Teaching 11


Modifikasi kimiawi serta proteolisis dari kristalin (protein lensa) menyebabkan
terbentuknya agregat protein berat molekul besar. Agregat tersebut dapat
menyebabkan terjadinya fluktuasi mendadak dalam indeks refraktif lokal lensa
sehingga menghamburkan cahaya dan menurunkan transparansi. Modifikasi
kimiawi dari protein nuklear lensa juga juga menyebabkan peningkatan opasitas
atau pigmentasi lensa (lensa menjadi kuning atau kecoklatan seiring
bertambahnya usia).2

Gambar 2.2. Perubahan warna lensa manusia mulai dari usia 6 bulan (A),
hingga 8 tahun (B), 12 tahun (C), 25 tahun (D), 47 tahun (E), 60 tahun (F),
70 tahun (G), 82 tahun (H), 91 tahun (I). J, katarak nuklear pada pasien
berusia 70 tahun; K, katarak kortikal pada pasien berusia 68 tahun; L,
katarak campuran nuklear-kortikal pada pasien berusia 74 tahun.2

2.3.4 Klasifikasi Katarak Senilis


Katarak senilis diklasifikasikan menjadi katarak nuklear, kortikal dan
subkapsularis posterior.2
1. Katarak Nuklear
Derajat tertentu dari sklerosis nuklear dan perubahan warna menjadi
kekuningan pada lensa biasanya normal ditemukan pada pasien berusia >50

tahun dan umumnya kondisi ini tidak terlalu mengganggu fungsi


penglihatan. Pada pemeriksaan oftalmologi, pusat nukleusl lensa pada pasien

Bed Site Teaching 12


dengan katarak nuklear tampak kuning kecokelatan, sebagai hasil dari
meningkatnya penghamburan cahaya oleh lensa (akibat kekeruhan sentral pada
lensa tersebut).2

Gambar 2.3. Katarak nuklear yang dilihat menggunakan iluminasi difus (A)
dan slit beam (B). C, skematika katarak nuklear.2
Katarak nuklear dievaluasi menggunakan biomikroskop slit-lamp melalui
pupil yang berdilatasi. Katarak nuklear memiliki progresifitas yang lambat,
biasanya bilateral namun asimetris. Pada stadium awal perkembangan katarak,
pemadatan progresif pada nukleus lensa sering menyebabkan peningkatan indeks
refraksi lensa sehingga terjadi pergeseran keadaan refraksi ke arah miopia
(miopia lentikular), dan pada pasien dengan mata presbiopi, hal tersebut akan
―memperbaiki‖ keadaan rabun dekat pasien (second sight). Seiring
bertambahnya maturasi katarak dapat terjadi pergeseran keadaan refraksi ke arah
hiperopia. Perubahan warna lensa yang progresif (menjadi kekuningan atau
kecokelatan) menyebabkan menurunnya kemampuan diskriminasi warna oleh
mata, dan seiring dengan bertambah beratnya katarak nuklear, fungsi penglihatan

Bed Site Teaching 13


di keadaan rendah cahaya pun menurun. Secara histologis, nukleus lensa pada
katarak nuklear sulit dibedakan dari nukleus lensa tua normal, dan pemeriksaan
menggunakan mikroskop elektron akan memperlihatkan adanya peningkatan
membran-membran lamelar pada katarak nuklear.2

2. Katarak Kortikal
Katarak kortikal berhubungan dengan disrupsi lokal dari stuktur sel sera
lensa yang matur. Ketika integritas membran rusak, metabolit esensial hilang dari
sel yang rusak dan hal ini mengakibatkan terjadinya oksidasi dan presipitasi
protein. Seperti halnya katarak nuklear, katarak kortikal biasanya bilateral dan
asimetris. Dampaknya terhadap fungsi penglihatan bervariasi tergantung letak
kekeruhannya terhadap aksis visual. Gejala umum pada katarak kortikal yaitu
“glare” terhadap sumber cahaya yang intens, dan dapat pula timbul diplopia
monokuler. Tanda awal adanya katarak kortikal yaitu berupa vakuola dan water
clefts di korteks anterior atau posterior, yang dapat terlihat melalui pemeriksaan
biomikroskop slit lamp.2

Gambar 2.4. Vakuola pada awal perkembangan katarak kortikal yang

Bed Site Teaching 14


dilihat menggunakan slit llamp dengan retroiluminasi.2

Gambar 2.5. A, Katarak kortikal dilihat dengan retroiluminasi; B,


Skematika dari katarak kortikal imatur.2

Lamela-lamela kortikal dapat terpisah oleh cairan. Opasitas berbentuk baji


(cortical spokes atau opasitas kuneiform) terbentuk di perifer lensa dengan
bagian ujung tajamnya menghadap ke pusat lensa. Cortical spokes tampak
sebagai kekeruhan berwarna putih apabila dilihat dengan biomikroskop slit lamp,
dan tampak seperti bayangan gelap jika dilihat dengan retroiluminasi.2

Bed Site Teaching 15


Gambar 2.6. A, katarak kortikal matur; B, skematika katarak kortikal matur.2

Katarak dikatakan matur apabila seluruh korteks, mulai dari kapsula hingga
ke nukelus, menjadi putih dan keruh. Pada kekeruhan yang matur, lensa
mengabsorbsi air dan menjadi udem dan membesar (katarak kortikal intumesen),
dan dapat memicu terjadinya glaukoma sudut tertutup. Katarak dikatakan
hipermatur apabila kapsula telah menciut akibat keluarnya material kortikal yang
telah berdegenerasi, dari kapsula lensa. Selanjutnya proses likuefaksi kortikal
akan menyebabkan nukleus dapat bergerak bebas dalam kapsula lensa, dan
keadaan ini disebut morgagnian. Secara histologi, katarak kortikal memiliki
karakteristik berupa pembengkakan dan disrupsi sel serat lensa lokal.2

Gambar 2.7. A, Katarak kortikal hipermatur; B, Skematika katarak kortikal


hipermatur.2

Bed Site Teaching 16


Gambar 2.8. A, Katarak Morgagnian; B, Skematika katarak Morgagnian.2

3. Katarak Subkapsularis Posterior


Pasien dengan katarak subkapsularis posterior (KSP) lebih sering terjadi
pada kelompok usia yang lebih muda. Katarak subkapsular posterior terletak di
lapisan kotikal posterior.2

Gambar 2.9 Katarak subkapsular posterior dilihat menggunakan slit lamp (A) dan
dengan menggunakan iluminasi indirek (B). C, Skematika katarak subkapsular
posterior.2

Bed Site Teaching 17


Terbentuknya katarak subkapsularisis posterior ditandai dengan adanya
kemilau warna-warni halus di lapisan korteks posterior yang dapat dilihat
menggunakan slit lamp. Pada tahap selajutnya akan muncul kekeruhan granular
dan kekeruhan mirip plaque pada korteks subkapsularis posterior. Pasien biasanya
mengeluh keilauan dan penglihatannya buruk pada kondisi terdapat cahaya yang
sangat terang. Penglihatan jauh pun biasanya jauh lebih menurun dibandingkan
dengan penglihatan dekat, dan beberapa pasien mengalami diplopia monokuler.
Deteksi KPS dapat dilakukan dengan menggunakan slit lamp ataupun
retroiluminasi. Selain oleh karena pertambahan usia, KPS dapat pula disebabkan
oleh trauma, penggunaan kortikosteroid, inflamasi, paparan terhadap radiasi ion,
dan penyalahgunaan alkohol jangka panjang. Secara histologi, KPS berhubungan
dengan migrasi pisterior dari sel epitel, mulai dari equator lensa sampai ke aksis
visual di permukaan dalam dari kapsula posterior. Selama migrasi, atau setelah
migrasi sel selesai dan sel epitel tiba di aksis posterior, sel-sel epitel tersebut
mengalami pembesaran abnormal (sel Wedl).2
Selain itu, katarak senilis secara klinik dikenal dalam empat stadium yaitu
insipien, imatur, matur dan hipermatur.3

1. Katarak Insipien
Pada katarak stadium insipien terjadi kekeruhan mulai dari tepi ekuator
berbentuk baji/jeriji menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal).
Vakuola mulai terlihat di dalam korteks. Pada katarak subkapsular posterior,
kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara
serat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada katarak
insipien. Kekeruhan ini dapat menimbulkan polipia oleh karena indeks refraksi
yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap
untuk waktu yang lama.3

2. Katarak Imatur
Pada katarak senilis stadium imatur sebagian lensa keruh dan belum
mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume

Bed Site Teaching 18


lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada
keadaan lensa yang mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil,
sehingga terjadi glaukoma sekunder.3

3. Katarak Matur

Pada katarak senilis stadium matur kekeruhan telah mengenai seluruh massa
lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila
katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar,
sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh
lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan
berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa
yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif.3

4. Katarak Hipermatur
Pada katarak stadium hipermatur terjadi proses degenerasi lanjut, dapat
menjadi keras atau lembek, dan mencair. Massa lensa yang berdegenerasi keluar
dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering.
Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-
kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula Zinn
menjadi kendor. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang
tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks
akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang
terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai
katarak Morgagni. 3

Tabel 2.1 Perbedaan Stadium Katarak Senilis3


Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut
Depan Bilik Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow
Mata Test Negatif Positif Negatif Pseudopos

Bed Site Teaching 19


Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma

2.3.5 Manifestasi Klinis Katarak Senilis


Pada anamnesis, pasien dengan katarak akan mengeluh penglihatan seperti
berasap dan tajam penglihatan yang menurun secara progresif.3 Hilangnya
tranparansi lensa menimbulkan penglihatan kabur (tanpa nyeri), baik penglihatan
dekat maupun jauh. Gejala-gejala presbiopia timbul disebabkan oleh
berkurangnya kemampuan akomodasi pada penuaan dan berakibat pada
berkurangnya kemampuan melakukan pekerjaan-pekerjaan dekat.4
Pada pemeriksaan tajam penglihatan yang diukur di ruangan gelap mungkin
tampak memuaskan, sementara bila dilakukan dalam keadaan terang maka tajam
penglihatan akan menurun sebagai akibat dari rasa silau dan hilangnya kontras.8
Pada lensa mata, ditemukan kekeruhan dalam bermacam- macam bentuk dan
tingkat. Kekeruhan lensa mengakibatkan lensa tidak transparan, sehingga pupil
akan berwarna putih atau abu-abu. Kekeruhan dapat ditemukan di berbagai lokasi
pada lensa seperti korteks dan nukleus.3 Katarak terlihat hitam terhadap reflex
fundus ketika mata diperiksa dengan oftalmoskopi direk. Pemeriksaan slit lamp
memungkinkan pemeriksaaan katarak secara rinci dan mengidentifikasi lokasi
opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasanya terletak di daerah nukleus,
korteks, atau subkapsular.8

2.4 Diagnosis Katarak Senilis


2.4.1 Anamnesis
Anamnesis adalah langkah awal dalam menentukan diagnosis katarak senilis
untuk mengetahui riwayat penyakit. Hal pertama yang dapat ditanyakan yaitu
identitas pasien, berupa nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan untuk mengetahui
apakah pekerjaan pasien sering terpapar sinar matahari secara langsung, alamat
pasien untuk mengetahui bagaimana gambaran kondisi lingkungan tinggal pasien,
dan keterangan lain mengenai identitas pasien.3
Tanyakan juga pada pasien mengenai riwayat penyakit sekarang. Biasanya

Bed Site Teaching 20


keluhan pasien dengan katarak senilis berupa penurunan ketajaman penglihatan
yang progresif, penglihatan seperti berkabut/berasap, mata silau, penglihatan
ganda, dan sering meminta ganti resep kacamata. Pada katarak senilis, pasien
tidak merasa adanya sakit, gatal, ataupun merah pada matanya.3
Pada riwayat penyakit dahulu, tanyakan pada pasien apakah ada riwayat
penyakit sistemik, seperti diabetes mellitus atau hipertensi. Tanyakan juga apakah
pasien pernah menjalani operasi mata sebelumnya, riwayat paparan radiasi, atau
steroid. Riwayat penyakit keluarga juga ditanyakan pada pasien. 3

2.4.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik seperti pemeriksaan tanda-tanda vital, terutama tekanan
darah untuk mengetahui apakah pasien mengalami hipertensi atau tidak.
Selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan oftalmologis. Pada pasien katarak,
matanya tidak mengalami iritasi, sehingga secara umum tidak ditemukan kelainan
pada pemeriksaan fisik mata dari luar. Pasien lebih mengeluhkan penurunan tajam
penglihatan karena lensa yang kehilangan transparansinya akan menyebabkan
penglihatan menjadi kabur, baik jarak jauh maupun jarak dekat.4

a. Pemeriksaan visus
Pemeriksaan visus merupakan pemeriksaan pertama yang dilakukan
menggunakan Snellen chart. Pemeriksaan dilakukan dalam jarak 6 meter, pasien
duduk dengan tenang, dan mencoba melihat dan membaca huruf yang ditunjuk
oleh pemeriksa. Perlu diingat bahwa pemeriksaan dilakukan kepada satu mata
secara bergantian, dimulai dengan mata kanan. Baris terakhir yang bisa dibaca
itulah visus pasien. Jika pasien tidak dapat melihat huruf terbesar, artinya visus
kurang dari 6/60 atau 20/200 maka pemeriksa memakai cara finger counting.4
Tes finger counting dilakukan pertama dalam jarak 1 meter, dilakukan
maksimal sampai 5 meter. Misalnya pasien dapat menghitung jari dalam sampai
jarak 3 meter maka laporannya ialah visus 3/60. Jika pasien tidak dapat
menghitung jari, maka kita melakukan tes hand movement. Uji ini dilakukan

Bed Site Teaching 21


hanya satu kali pada jarak 1 meter. Jika pasien mampu melihat gerakan
(lambaian) tangan, maka laporannya visus 1/300.
Jika visus sudah sangat buruk sehingga tes hand movement pun gagal, maka
pemeriksa dapat melakukan uji persepsi cahaya. Uji ini sebaiknya dilakukan di
dalam ruang yang gelap. Pada uji persepsi cahaya ini dapat dilihat dari arah mana
proyeksi cahayanya. Jika pasien tidak dapat membedakan lagi maka artinya tidak
dapat mempersepsi cahaya atau visus 0.
Suatu penurunan visus dapat diasumsikan menjadi kelainan pada media
refraksi, maka dapat dikoreksi dengan lensa. Pemeriksa bisa memberi lensa
pinhole agar membantu memfokuskan cahaya yang masuk tepat di makula.4
Tujuan tes ini adalah untuk membedakan antara kelainan refraksi dan kelainan
media refraksi. Bila ada kelainan refraksi, maka dengan melakukan uji pinhole
didapatkan perbaikan pada ketajaman penglihatan. Pada katarak, terjadi kelainan
pada media refraksi sehingga uji pinhole tidak memperbaiki ketajaman
penglihatan penderita.
Berdasarkan stadiumnya, visus pada katarak insipien masih dalam batas
normal, katarak imatur berkisar 5/6 hingga 1/60, dan katarak matur berkisar 1/60
hingga 1/∞ proyeksi benar.3

b. Pemeriksaan lapang pandang


Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai lapang pandang pasien. Kelainan
lapang pandang dapat terjadi pada gangguan di jalur lintasan visual. Perimetri
adalah alat untuk memeriksa lapangan pandang dengan mata terfiksasi sentral.
Penilaian lapangan pandang merupakan hal yang penting dilakukan pada
penyakit yang mempunyai potensi terjadinya kebutaan.4
Pemeriksaan lapangan pandang yang sederhana dapat dilakukan dengan
cara membandingkan lapang pandang pasien dengan pemeriksa (yang dianggap
normal) yaitu dengan metode konfrontasi dari Donder. Teknik pemeriksaan tes
konfrontasi adalah dengan cara pasien duduk atau berdiri berhadapan dengan
pemeriksa dengan jarak kira-kira 1 meter. Bila mata kanan yang hendak

Bed Site Teaching 22


diperiksa lebih dahulu, maka mata kiri pasien harus ditutup, misalnya dengan
tangannya atau kertas, sedangkan pemeriksa harus menutup mata kanannya.
Pasien diminta untuk memfiksasi pandangannya pada mata kiri pemeriksa.
Kemudian pemeriksa menggerakkan jari tangannya di bidang pertengahan antar
pemeriksa dan pasien. Gerakan dilakukan dari arah luar ke dalam. Jika pasien
sudah melihat gerakan jari-jari pemeriksa, ia harus memberi tanda dan
dibandingkan dengan lapang pandang pemeriksa.3,4
Bila terjadi gangguan lapang pandang, maka pemeriksa akan lebih dahulu
melihat gerakan tersebut. Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua arah
(atas, bawah, nasal, temporal). Pemeriksaan dilakukan pada masing-masing
mata. Bila pasien tidak dapat melihat jari pemeriksa sedangkan pemeriksa sudah
dapat melihatnya, maka hal ini berarti bahwa lapang pandang pasien menyempit.
Kedua mata diperiksa secara tersendiri dan lapang pandang tiap mata dapat
memperlihatkan bentuk yang khas untuk tipe lesi pada susunan nervus optikus.
Uji konfrontasi merupakan uji pemeriksaan lapang pandangan yang paling
sederhana karena tidak memerlukan alat tambahan. Lapang pandangan pasien
dibandingkan dengan lapang pandangan pemeriksa. .3,4

c. Pemeriksaan tekanan intraokular (TIO) palpasi


Pada katarak, komplikasi yang mungkin terjadi ialah glaukoma sehingga
pemeriksaan TIO sangat penting untuk dilakukan. Pemeriksaan TIO paling
sederhana yaitu dengan palpasi. Pemeriksa bisa membandingkan TIO kiri dan
kanan mata pasien dengan TIO pemeriksa (dianggap normal).9

d. Pemeriksaan funduskopi
Pemeriksaan funduskopi dapat digunakan untuk memeriksa segmen
anterior (termasuk lensa) maupun fundus. Kekeruhan yang ada pada lensa akibat
katarak juga dapat diperlihatkan pada pemeriksaan funduskopi. Indikator lainnya
pada funduskopi untuk penderita katarak adalah berkurangnya refleks fundus.
Refleks ini merupakan perubahan warna pupil menjadi jingga kemerahan yang
lebih terang dan homogen jika cahaya pemeriksa tepat sejajar dengan sumbu

Bed Site Teaching 23


visual yaitu saat pasien melihat ke arah cahaya funduskop.
Adanya kekeruhan pada lensa dapat menghalangi seluruh atau sebagian
refleks cahaya dan menyebabkan tampaknya bintik atau bayangan gelap. Pada
stadium inpisien dan imatur tampak kekaburan yang kehitaman dengan latar
belakang merah jambu. Pada stadium matur hanya didapat warna putih atau
kehitaman tanpa latar belakang merah jambu, lensa sudah keruh.9
e. Shadow test

Pemeriksaan shadow test bertujuan untuk menilai derajat kekeruhan lensa


menggunakan penlight yang disinarkan ke pupil pasien dengan membuat sudut
45° dengan dataran iris dan melihat bayangan iris pada lensa. Semakin sedikit
lensa yang keruh pada bagian posterior, maka semakin besar bayangan iris pada
bagian lensa yang keruh tersebut. Pemeriksaan shadow test dikatakan positif jika
bayangan iris pada lensa besar atau jauh dari pupil, yang berarti lensa belum
keruh seluruhnya. Apabila bayangan iris kecil atau dekat pada pupil maka lensa
sudah keruh seluruhnya dan dikatakan negatif.4

Bed Site Teaching 24


Gambar 2.10 Iris Shadow Test

2.5 Tatalaksana Katarak Senilis


Telah banyak usaha yang dilakukan untuk memperlambat progresivitas
atau mencegah terjadinya katarak tetapi tatalaksana masih tetap dengan
pembedahan. Setelah pembedahan, lensa diganti dengan kacamata afakia, lensa
kontak atau lensa tanam intraokular.3 Pasien diberikan informasi mengenai
prognosis visual mereka dan harus diberitahu pula mengenai semua penyakit
mata yang terjadi bersamaan sehingga bisa mempengaruhi hasil pembedahan
katarak.8
Tatalaksana definitif untuk katarak saat ini adalah tindakan bedah.
Beberapa penelitian seperti penggunaan vitamin C dan E dapat memperlambat
pertumbuhan katarak, namun belum efektif untuk menghilangkan katarak.
Tujuan tindakan bedah katarak adalah untuk mengoptimalkan fungsi
penglihatan. Keputusan melakukan tindakan bedah tidak spesifik tergantung dari
derajat tajam penglihatan, namun lebih pada berapa besar penurunan tersebut
mengganggu aktivitas pasien. Indikasi lainnya adalah bila terjadi gangguan
stereopsis, hilangnya penglihatan perifer, rasa silau yang sangat mengganggu,
dan simtomatik anisometrop. Indikasi medis operasi katarak adalah bila terjadi
komplikasi antara lain: glaukoma fakolitik, glaukoma fakomorfik, uveitis
fakoantigenik, dislokasi lensa ke bilik depan, dan katarak sangat padat sehingga
menghalangi pandangan gambaran fundus karena dapat menghambat diagnosis
retinopati diabetika ataupun glaukoma.26

Pilihan tatalaksana terhadap pasien katarak tergantung pada tingkat


kecacatan visualnya. Kebanyakan orang di atas usia 60 tahun sudah mengalami
pembentukan katarak dalam berbagai tingkat. Namun, beberapa orang tidak
mengalami penurunan ketajaman visual atau memiliki gejala yang mengganggu
aktivitas mereka sehari-hari. Jika pasien memiliki beberapa keterbatasan
fungsional sebagai akibat dari katarak dan pembedahan tidak diindikasikan,
perlu dilakukan follow up terhadap pasien dengan interval 4 sampai 12 bulan
untuk mengevaluasi kesehatan mata dan penglihatan dan untuk menentukan
apakah cacat fungsional mengalami perkembangan. Pasien diedukasi untuk
melaporkan semua gejala mata seperti penglihatan kabur, penurunan penglihatan
dalam kondisi cahaya yang kontras atau rendah, diplopia, penurunan persepsi
warna, kilatan, atau floaters.16

2.5.1 Tatalaksana Non-surgikal


Katarak insipien dapat menyebabkan refractive error shift, penglihatan
kabur, kontras berkurang, dan masalah silau bagi pasien. Tatalaksana awal
terhadap katarak simptomatis yaitu mengubah kacamata atau resep lensa kontak
untuk meningkatkan penglihatan, memasukkan filter ke dalam kacamata untuk
mengurangi keluhan silau, menyarankan pasien untuk memakai topi bertepi
(brimmed hat) dan kacamata hitam untuk mengurangi silau, dan melebarkan
pupil.16
Penempatan dan penggunaan sumber cahaya yang tepat, seperti lampu
baca, dapat bermanfaat. Dalam keadaan tertentu, jika katarak terletak di pusat,
penglihatan yang lebih baik dapat diperoleh dengan menanamkan tetes midiatrik,
seperti phenylephrine (2,5%) atau tropicamide (0,5%. Manfaat dari perawatan
farmakologis ini harus dipertimbangkan terhadap efek samping dari kehilangan
akomodasi dan fotosensitifitas karena pelebaran pupil. Tekanan intraokular harus
dievaluasi secara berkala selama terapi. Pasien harus diberitahu tentang

Bed Site Teaching 26


bagaimana katarak dapat mempengaruhi kinerja tugas visual dan kegiatan yang
dipandu secara visual. Sebagai contoh, seorang individu yang memiliki
ketajaman visual 20/50 Snellen di setiap mata, tetapi memilih untuk menunda
operasi katarak, harus diberitahu tentang kemungkinan risiko karena gangguan
kemampuan untuk melakukan tugas-tugas seperti mengendarai mobil atau
mengoperasikan mesin. Ketika pembentukan katarak di satu mata, hilangnya
stereopsis harus didiskusikan.16

2.5.2 Tatalaksana Surgikal


Pembedahan diindikasikan ketika pembentukan katarak telah mengurangi
ketajaman visual ke tingkat yang mengganggu gaya hidup pasien dan kegiatan
sehari-hari, dan ketika penglihatan fungsional yang memuaskan tidak dapat lagi
diperoleh dengan penggunaan kacamata, lensa kontak, atau alat bantu optik
lainnya. Kebutuhan penglihatan pasien, yang berkaitan dengan gaya hidup,
pekerjaan, dan hobinya, harus dipertimbangkan.16
Indikasi untuk operasi biasanya didasarkan pada tingkat ketajaman visual
Snellen dan telah dibagi menjadi dua kelompok pasien: pasien dengan ketajaman
visual 20/40 atau lebih baik, dan pasien dengan 20/50 atau lebih buruk. Pada
pasien dengan ketajaman visual 20/40 atau lebih baik, perhatian khusus harus
diberikan kepada pasien dengan keluhan penurunan penglihatan selama tugas
tertentu, diplopia monokular atau poliopia, atau perbedaan bias besar di antara
mata. Debilitasi karena faktor-faktor ini dapat mengindikasikan perlunya
intervensi bedah. Harus ada pengukuran dan dokumentasi sensitivitas kontras
dan fungsi visual dalam kondisi silau. Pada pasien yang memiliki ketajaman
visual lebih buruk dari 20/40, intervensi bedah lebih mungkin lebih tepat karena
berkurangnya kemampuan atau ketidakmampuan untuk melakukan tugas sehari-
hari. Pasien harus diberitahu tentang katarak dan diberitahu jika tingkat
penglihatan saat ini tidak memenuhi persyaratan hukum negara untuk
mengemudi. Pasien harus diberitahu tentang kemungkinan peningkatan
kemampuan visualnya setelah operasi, risiko operasi, dan kemungkinan

Bed Site Teaching 27


penurunan penglihatan lebih lanjut jika operasi tidak dilakukan.16
Alternatif untuk operasi (mis., koreksi refraktif dan/atau koreksi low
vision) harus didiskusikan. Pasien harus diberitahu bahwa, meskipun ekstraksi
katarak dengan implantasi lensa intraokular (IOL) adalah standar perawatan saat
ini, ekstraksi katarak dan koreksi penglihatan dengan kacamata afakia atau lensa
kontak merupakan alternatif untuk implantasi lensa. Indikasi khusus lainnya
untuk pembedahan adalah penyakit yang diinduksi lensa seperti uveitis,
glaukoma fakoomorfik atau fakolitik, atau penyakit mata yang ada saat ini
seperti retinopati diabetik, di mana pandangan yang jelas dari retina diperlukan
untuk memantau perubahan retina dan melakukan perawatan mata seperti
fotokoagulasi. Ketika katarak muncul di mata lainnya, pembedahan tidak perlu
dipertimbangkan jika peningkatan visual pada mata yang dioperasi pertama kali
memungkinkan pasien memilikifungsi visual yang baik dan kenyamanan, atau
jika koreksi dengan kacamata atau lensa kontak secara memadai menyelesaikan
keluhan pasien dan memenuhi gaya hidupnya dan tujuan pekerjaan. Pembedahan
pada mata kedua, bila dianggap perlu, dapat dilakukan setelah penglihatan pada
mata yang dioperasikan pertama telah stabil sehingga pasien dapat berfungsi
secara memadai selama periode pasca operasi untuk mata kedua. Proses
pemeriksaan dan konseling yang berkaitan dengan pembedahan untuk mata
kedua harus sama dengan mata pertama.16
Ekstraksi lensa adalah pengobatan definitif untuk katarak senilis. Hal ini
dapat dicapai melalui prosedur berikut:
a. Ekstraksi katarak intra kapsular (EKIK)
Ekstraksi katarak intra kapsular adalah jenis operasi katarak dengan
membuang lensa dan kapsul secara keseluruhan. Ekstraksi katarak intra kapsular
menggunakan peralatan sederhana dan hampir dapat dikerjakan pada berbagai
kondisi. Terdapat beberapa kekurangan EKIK, seperti besarnya ukuran irisan
yang mengakibatkan penyembuhan luka yang lama, menginduksi astigmatisma
pasca operasi, cystoid macular edema (CME), dan ablasio retina. Meskipun

Bed Site Teaching 28


sudah banyak ditinggalkan, EKIK masih dipilih untuk kasus-kasus subluksasi
lensa, lensa sangat padat, dan eksfoliasi lensa. Kontraindikasi absolut EKIK
adalah katarak pada anak- anak, katarak pada dewasa muda, dan ruptur kapsul
traumatik, sedangkan kontraindikasi relatif meliputi miopia tinggi, sindrom
Marfan, katarak Morgagni, dan adanya vitreus di kamera okuli anterior.26

Gambar 2.11. Kelebihan dan kekurangan EKIK.26

b. Ekstraksi katarak ekstra kapsular (EKEK)


Ekstraksi katarak ekstra kapsular adalah jenis operasi katarak dengan
membuang nukleus dan korteks lensa melalui lubang di kapsul anterior. Ekstraksi
katarak ekstra kapsular meninggalkan kantong kapsul (capsular bag) sebagai
tempat untuk menanamkan lensa intraokuler (LIO). Teknik ini mempunyai
banyak kelebihan seperti trauma irisan yang lebih kecil sehingga luka lebih stabil
dan aman, menimbulkan astigmatisma lebih kecil, dan penyembuhan luka lebih
cepat. Pada EKEK, kapsul posterior yang intak mengurangi risiko CME, ablasio
retina, edema kornea, serta mencegah penempelan vitreus ke iris, LIO, atau
kornea. 26

Gambar 2.12. Kelebihan dan kekurangan EKEK.26

Bed Site Teaching 29


c. Fakoemulsifikasi
Teknik operasi fakoemulsifikasi menggunakan alat tip ultrasonik untuk
memecah nukleus lensa dan selanjutnya pecahan nukleus dan korteks lensa
diaspirasi melalui insisi yang sangat kecil. Dengan demikian, fakoemulsifikasi
mempunyai kelebihan seperti penyembuhan luka yang cepat, perbaikan
penglihatan lebih baik, dan tidak menimbulkan astigmatisma pasca bedah.
Teknik fakoemulsifikasi juga dapat mengontrol kedalaman kamera okuli
anterior serta mempunyai efek pelindung terhadap tekanan positif vitreus dan
perdarahan koroid. Teknik operasi katarak jenis ini menjadi pilihan utama di
negara-negara maju.26

Gambar 2.13. Kelebihan dan kekurangan fakoemulsifikasi.26

Setelah melakukan teknik operasi diatas, implantasi lensa intraocular


(IOL) digunakan sebagai kombinasi dengan masing-masing teknik ini,
EKEK dan fakoemulsifikasi memungkinkan untuk penempatan anatomi
yang lebih baik dari lensa intraokular daripada EKIK.6
Bahan yang umum digunakan untuk pembuatan IOL adalah
polimetilmetakrilat (PMMA). Indikasi implantasi IOL yaitu di setiap
kasus katarak yang dioperasi kecuali terdapat kontraindikasi. Namun,
operasi untuk katarak unilateral harus selalu diikuti oleh implantasi IOL.
Untuk menentukan kekuatan IOL yang dipasang, diperlukan pengukuran
kekuatan lensa tanam. Metode yang paling umum untuk menentukan
kekuatan IOL menggunakan rumus regresi disebut rumus SRK (Sanders,
Retzlaff dan Kraff).

Bed Site Teaching 30


Rumusnya adalah P=A-2.5L-0.9K, dimana :
 P adalah kekuatan IOL
 A adalah konstanta yang spesifik untuk setiap tipe lensa
 L adalah panjang aksial bola mata dalam mm, yang ditentukan oleh A-
scan ultrasonografi
 K adalah rerata kelengkungan kornea, yang ditentukan oleh
keratometri.6

2.6 Komplikasi dan Prognosis


Komplikasi operasi katarak dapat terjadi selama operasi maupun
setelah operasi. Pemeriksaan periodik pasca operasi katarak sangat penting
untuk mendeteksi komplikasi operasi.
Komplikasi selama operasi :26

a. Pendangkalan kamera okuli anterior

b. Posterior Capsule Rupture (PCR)

c. Nucleus drop

Komplikasi setelah operasi :26

a. Edema kornea

b. Perdarahan

c. Glaukoma sekunder

d. Uveitis kronik

e. Ablasio retina

f. Endoftalmitis
g. Toxic Anterior Segment Syndrome
h. Posterior Capsule Opacification (PCO) /kekeruhan kapsul posterior
i. Surgically Induced Astigmatism (SIA)
j. Dislokasi LIO (Lensa Intra Okuler)

Bed Site Teaching 31


Tindakan EKEK atau fakoemulsifikasi yang sukses biasanya memberikan
prognosis visual yang baik berupa peningkatan fungsi penglihatan hingga dua
baris pada pemeriksaan visus menggunakan Snellen chart. Faktor resiko utama
yang mempengaruhi prognosis visual adalah diabetes melitus dan retinopati
diabetikum.25

Bed Site Teaching 32


BAB III
LAPORAN KASUS

Nama : Ny. N
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 67 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Padang

Seorang pasien perempuan usia 67 tahun datang ke Poli Mata RS Dr. M.


Djamil Padang pada tanggal 8 Januari 2020 dengan,

Keluhan Utama:

Penglihatan kabur pada kedua mata sejak 1 tahun yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang

 Penglihatan kabur pada kedua mata sejak 1 tahun yang lalu, keluhan
dirasakan semakin meningkat terutama pada mata kanan pasien.
 Pasien merasakan penglihatannya semakin menurun sejak 1 tahun terakhir
sehingga pasien kesulitan untuk melihat baik jauh maupun dekat
 Pasien tidak bisa melihat dalam kondisi terang dan bisa melihat dalam
kondisi yang redup
 Pasien juga mengeluhkan pandangannya menjadi silau dalam kondisi yang
sangat terang
 Keluhan pandangan berkabut ada
 Keluhan gangguan dalam melihat warna tidak ada
 Riwayat trauma pada mata tidak ada
 Riwayat radang pada mata tidak ada
 Riwayat pembedahan pada mata tidak ada

Bed Site Teaching 33


 Riwayat penggunaan obat dalam jangka lama tidak ada
 Pasien sebelumnya telah dikenal menderita gangguan penglihatan jauh sejak
usia 29 tahun. Sekarang pasien menggunakan kacamata S -3.00 D, S + 3.00 D
OD, S -2.75 D, S +3.00 D OS.

Riwayat Penyakit Dahulu

 Tidak ada riwayat yang berhubungan dengan kondisi sekarang.


 Pasien baru dikenal menderita diabetes mellitus tipe 2.
 Pasien telah dikenal menderita hipertensi sejak 8 tahun yang lalu dan rutin
mengonsumsi amplodipin dan propanolol.

Riwayat Penyakit Keluarga

 Tidak ada riwayat yang berhubungan dengan kondisi sekarang.

 Tidak ada keluarga pasien yang memiliki penyakit yang sama seperti pasien

Pemeriksaan Fisik

◼ Vital Sign

- Keadaaan Umum : Sakit sedang

- Kesadaran : Komposmentis kooperatif

- Tekanan Darah : 130/70 mmHg

- Frekuensi Nadi : 87x / menit

- Frekuensi Nafas : 20x / menit

- Suhu : 37,0°C

◼ Status Generalisata : Dalam batas normal

Bed Site Teaching 34


Status Ophtalmikus :

STATUS OPHTALMIKUS OD OS
Visus tanpa koreksi 20/150, Ph : 20/120 20/150, Ph 20/50
Visus dengan koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Silis/supersilia Trichiasis [-] Madarosis Trichiasis [ - ] Madarosis
[-] [-]
Palpebra superior Edema (-) Edema (-)
Palpebra inferior Edema (-) Edema (-)
Margo palpebra Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Aparat lakrimalis Lakrimasi normal Lakrimasi normal
Konjungtiva tarsalis Hiperemis(-), folikel (-), Hiperemis(-), folikel (-),
papil (-) papil (-)
Konjungtiva forniks Hiperemis (-), folikel (-) Hiperemis (-), folikel (-)

Konjungtiva bulbi Hiperemis (-), injeksi silia Hiperemis (-), injeksi silia
(-),injeksi konjungtiva (-) (-),injeksi konjungtiva (-)
Sclera Putih Putih
Kornea Bening Bening

Kamera okuli anterior Cukup dalam Cukup dalam


Iris Coklat, rugae (+) Coklat, rugae (+)
Pupil Bulat, refleks +/+, diameter Bulat, refleks +/+, diameter
3 mm 3 mm
Lensa Keruh Agak Keruh
Korpus vitreum Sulit dinilai Sulit dinilai
Fundus:
- Papil optikus Sulit dinilai Sulit dinilai
- Media Keruh Keruh
- Retina Sulit dinilai Sulit dinilai
- Makula Sulit dinilai Sulit dinilai
- aa/ vv retina Sulit dinilai Sulit dinilai
Tekanan bulbus okuli Normal (palpasi) Normal (palpasi)
Posisi bola mata Orthoforia Orthoforia
Gerakan bulbus okuli Bebas Bebas
Sensibilitas Kornea Sensibilitas Normal Sensibilitas Normal

Bed Site Teaching 35


Foto Klinis

Kedua Mata Pasien Mata Kanan Mata Kiri

Pemeriksaan Penunjang
 Slit lamp mata kanan

 Laboratorium : GDS = 306 mg/dl

Diagnosa Klinis
Katarak Imatur ODS

Pemeriksaan Anjuran
Tonometri Applanasi

Penatalaksanaan
Rencana ECCE

Bed Site Teaching 36


Prognosis

Quo et Sanationam : Dubia ad Malam

Quo et Vitam : Bonam

Quo et Fungsionam : Dubia

Bed Site Teaching 37


DAFTAR PUSTAKA

1. Kanski Jack J. Clinical Ophtalmology. Edisi 6. Saunders Elsevier. British. 2008.


2. American Academy of Opthalmology. Lens and Cataract. Section 11. San
Fransisco: MD Association, 2016-2017.
3. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Ed 4. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
2013.
4. Harper RA, Shock JP. Lensa. Dalam: Whitcher JP, Eva PR (eds.). Vaughan &
Asbury Oftalmologi Umum. Ed 17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran Jakarta
EGC. 2013. hal. 169-77.
5. Riset Kesehatan Dasar. Riskesdas tahun 2013. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. 2013.
6. Khurana, AK. Comprehensive Ophthalmology. New Delhi: New Age
International Publisher. hal. 92-101. 2007.
7. Lang G. Ophthalmology – A Pocket Textbook Atlas 2nd ed. Thieme: Stuttgart.
pp 191-2. 2006.
8. James B, Chew C, Bron A. Lecture notes oftalmologi. Edisi ke-9. 2006. Jakarta:
Erlangga Medical Series. 2006.
9. Riordan-Eva P. Anatomi dan Embriologi Mata. Dalam: Whitcher JP, Eva PR
(eds.). Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Edisi ke-17. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran Jakarta EGC, 2013. Hal. 1-27.
10. Snell RS. Anatomi klinis berdasarkan sistem. 2012. Jakarta: EGC.
11. Lang GK, Amann J, Gareis O, Lang GE, Recker D, Spraul CW. Ophthalmology
a short textbook. New York: Thieme Stuttgart. 2000.
12. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Lens and Cataract. In: Skuta GL, Cantor LB,
Weiss JS. Basic Clinical Science Course. Section 11. San Fransisco: American
Academy Opthalmology. 2011.
13. Husain R, Tong L, Fong A, Cheng JF, How A, Chua WH, et al. Prevalence of
cataract in rural Indonesia. Ophthalmology 112: 1255–1262. 2005.

Bed Site Teaching 38


14. Harper RA and Shock J. 2011. Lens. In: Vaughann DG, Asbury T, Riordan EP.
General Opthamology 18th Edition. United States of America: McGraw Hills
Company.
15. Tamsuri A. 2011. Buku Ajar Klien Gangguan Mata dan Penglihatan:
Keperawatan Medikal- Bedah. Jakarta: EGC.
16. American Optometric Association. Optometric clinical practice guideline: Care
of the adult patient with cataract. USA: AOA, 2004.
17. Gupta VB, Rajagopala M, Ravishankar B. Etiopathogenesis of cataract: An
appraisal. Indian Journal of Ophtalmology. 2012; 62(6): 103-10.
18. Asbell PA, Dualan I, Mindel J, Brocks D, Ahmad M, Epstein S. Age- related
cataract. Lancet. 2005; 365: 599–609.
19. Pollreisz A, Schmidt U (2010). Diabetic cataract—pathogenesis, epidemiology
and treatment. Hindawi Publishing Corporation Journal of Ophthalmology
Volume 2010, Article ID 608751.
20. Arimbi AT (2012). Faktor-faktor yang berhubungan dengan katarak degeneratif
di RSUD budhi asih tahun 2011. Universitas Indonesia. Skripsi.
21. World Health Organisation (2012). Global data on visual impairments
2010. WHO Press.
22. Kusuma PD (2008). Perbedaan tajam penglihatan pasca operasi katarak senilis di
RSUP dr. kariadi semarang periode 1 januari 2007–31 desember 2007 (antara
operator dokter spesialis mata dan calon dokter spesialis mata tahap mandiri).
Universitas Diponegoro. Tesis.
23. Liao RF, Ye MJ, Liu CY , Ye DQ (2015). An updated meta-analysis: risk
conferred by glutathione s-transferases (gstm1 and gstt1). Hindawi Publishing
Corporation Journal of Ophthalmology Volume 2015, Article ID 103950.
24. Lucas RM. An epidemiological perspective of ultraviolet exposure–public health
concerns. Eye Contact Lens. 2011;37:168-75.
25. Medscape (2018). Senile cataract (Age-related cataract) [online].
https://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview#a5 - diakses Januari
2020.

Bed Site Teaching 39


26. Astari P. Klasifikasi, tatalaksana, dan komplikasi operasi. CDK-269. 2011; 45(10):
748-53.

Bed Site Teaching 40

Anda mungkin juga menyukai