Disusun oleh:
Dellaneira Ananda
I4061192026
Pembimbing:
dr. Liesa Zulhidya, Sp. M
Mata memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan. Saat ini terdapat
banyak gangguan atau penyakit pada mata. Menurut WHO, terdapat lebih dari 7 juta
orang yang menjadi buta setiap tahun. Saat ini diperkirakan 180 juta orang di seluruh
dunia mengalami gangguan penglihatan dengan 40-45 juta diantaranya menderita
kebutaan. Hal tersebut mempengaruhi kualitas kehidupan dan status sosial ekonomi.1
Katarak merupakan penyebab gangguan penglihatan terbanyak kedua di
seluruh dunia (33%) setelah gangguan refraksi yang tidak terkoreksi (42%). Namun,
katarak menepati posisi pertama sebagai penyebab kebutaan di dunia dengan
prevalensi 51%. Katarak atau kekeruhan lensa mata merupakan salah satu penyebab
kebutaan terbanyak di Indonesia maupun dunia. Perkiraan insiden katarak adalah
0,1% per tahun atau setiap tahun di antara 1.000 orang terdapat seorang pendertia
baru katarak. Penduduk Indonesia juga memiliki kecenderungan menderita katarak 15
tahun lebih cepat dibandingkan penduduk subtropis sekitar 16-22% penderita katarak
yang dioperasi di bawah 55 tahun.1
Katarak merupakan penyakit mata yang ditandai dengan kekeruhan lensa
mata. Lensa mata merupakan sebuah organ transparan yang memiliki fungsi optik
untuk memfokuskan sinar masuk ke dalam mata agar jatuh tepat pada retina, baik dari
jarak jauh ataupun dekat. Kekeruhan pada lensa mata tersebut mengakibatkan
terganggunya proses masuknya cahaya ke mata yang akan menurunkan kemampuan
tajam penglihatan.2
Meskipun memiliki penyebab multifaktorial, proses penuaan merupakan
penyebab utama. Katarak akibat proses penuaan atau dikenal sebagai age related
cataract atau katarak senilis merupakan jenis katarak yang sering terjadi. Patogenesis
kondisi ini melibatkan perubahan komposisi protein yang beragregasi sehingga
membentuk kekeruhan dan bertambahnya lapisan lapisan serat lensa yang lama
kelaman juga membuat lensa mengeras, padat, dan mengeruh. Kekeruhan yang
timbul bisa terjadi pada nukleus, korteks, dan atau daerah subkapsular.2
Penyakit sistemik seperti diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya
katarak akibat meningkatnya sorbitol intrasel di dalam serat lensa sehingga
degenerasi serat lensa terjadi lebih cepat. Pemakaian obat-obatan khususnya yang
mengandung steoid, juga banyak berhubungan dengan percepatan timbulnya katarak.3
Selain itu, jenis kelamin perempuan juga merupakan salah satu faktor risiko
terjadinya katarak. Hal ini dikarenakan penurunan kadar estrogen pada wanita pasca
menopause.1
Pemberian obat-obatan belum dapat memberikan hasil yang memuaskan
untuk pengobatan katarak. Pengobatan definitif yang masih merupakan pilihan satu-
saturnya dan merupakan pilihan terbaik untuk memperbaiki fungsi penglihatan pada
penderita katarak adalah melalui operasi katarak. prinsip operasi katarak adalah
mengeluarkan lensa yang keruh dan menggantinya dengan implan yang disebut lensa
tanam intraokular atau intraoculnr lens (IoL) untuk mencapai tajam penglihatan
maksimal.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Lensa terdiri dari empat bagian : kapsul lensa, sel epitel, serat lensa
dan zonula. Dalam keadaan normal, lensa digantungkan pada badan siliaris
oleh zonula lensa, yang melekat di antara pars plana dan kapsul lensa
ekuatorial.5
Transparansi lensa memungkinkan transmisi cahaya dengan panjang
gelombang hingga 1200 nm. Prasyarat untuk menjaga transparansi lensa
meliputi susunan serat lensa yang rapat dan teratur serta kelarutan protein
lensa yang tinggi.5
Lensa memiliki kemampuan berakomodasi untuk memperoleh
bayangan retina yang jelas dari objek pada jarak yang berbeda. Akomodasi
dilakukan oleh lensa dan badan siliar. Menurut teori akomodasi Helmholtz,
ketika melihat objek yang jauh, otot siliaris berelaksasi, sehingga zonula
lensa dalam keadaan tegang dan lensa menjadi rata. Di sisi lain, untuk
penglihatan jarak dekat yang jelas, otot siliaris berkontraksi dan zonula
lensa berelaksasi, menyebabkan peningkatan kecembungan lensa (Gambar
2.2).5
2.2 Katarak
a. Definisi
Katarak adalah kekeruhan lensa akibat sebab apapun, dimana
kondisi ini akan menimbulkan gejala penurunan kualitas fungsi
penglihatan berupa penurunan sensitivitas kontras serta tajam
penglihatan dan pada akhirnya dapat menyebabkan kebutaan jika tidak
ditangani. Katarak sering berkembang secara perlahan dan tanpa rasa
sakit, sehingga penglihatan dan gaya hidup dapat terpengaruh tanpa
disadari oleh seseorang.2,3
b. Epidemiologi
Pada tahun 2010, prevalensi katarak di Amerika Serikat adalah
17,1%. Katarak paling banyak mengenai ras putih (80%) dan
perempuan (61%).7 Menurut hasil survei Riskesdas 2013, prevalensi
katarak di Indonesia adalah 1,4%, dengan responden tanpa batasan
umur. Katarak atau kekeruhan lensa mata merupakan penyebab utama
c. Faktor Resiko6
‒ Diabetes Mellitus
‒ Penggunaan steroid (oral, IV atau inhalasi)
‒ Paparan ultraviolet
‒ Merokok
‒ Penyakit Mata (Retinitis pigmentosa atau Uveitis)
‒ Trauma mata
‒ Operasi mata sebelumnya
‒ Predisposisi genetic
‒ Radiasi atau pengobatan kemo
e. Maturitas Katarak
Pada stadium iminens atau insipiens, lensa bengkak karena
termasuki air, kekeruhan lensa masih ringan, visus biasanya > 6/60.
Pada pemeriksaan dapat ditemukan iris normal, bilik mata depan
normal, sudut bilik mata normal, serta shadow test negatif.8
Pada tahap imatur, opasitas lensa bertambah dan visus mulai
menurun menjadi 5/60 sampai 1/60. Cairan lensa bertambah akibatnya
iris terdorong dan bilik mata depan menjadi dangkal, sudut bilik mata
sempit, dan sering terjadi glaukoma.8 kondisi ini akan relatif lebih sulit
dikenali dengan sekedar menggunakan senter. Biomikroskop lampu
celah atau slitlamp akan lebih membantu menemukan kekeruhan
sekecil apapun pada lensa. Pada pemeriksaan didapatkan shadow test
positif.8
Jika katarak dibiarkan maka akan menjadi tahap matur, lensa
akan menjadi keruh seluruhnya dan visus menurun drastis menjadi
1/300 atau hanya dapat melihat lambaian tangan dalam jarak 1 meter.
Katarak matur dapat dengan mudah dikenali melalui pemeriksaan
pupil, cukup dengan menggunakan senter, di mana pupil akan terlihat
berwarna putih akibat lensa yang sudah mengalami kekeruhan total.
Pada pemeriksaan didapatkan shadow test negatif.8
Pada tahap hipermatur, korteks mencair sehingga nukleus jatuh
dan lensa jadi turun dari kapsulnya (Morgagni). Lensa terlihat keruh
seluruhnya, visus sudah sangat menurun hingga bisa mencapai 0, dan
dapat terjadi komplikasi berupa uveitis dan glaukoma. Pada
pemeriksaan didapatkan iris tremulans, bilik mata depan dalam, sudut
bilik mata terbuka, serta shadow test positif palsu.8
f. Manifestasi Klinis8
1. Penglihatan buram berkabut
2. Second sight
3. Kesan melihat lebih jelas pada malam hari dibandingkan siang hari.
4. Diplopia monokular
5. Silau atau glare
Kekeruhan lensa terbentuk secara gradual pada sebagian besar
jenis katarak. Penurunan tajam penglihatan terjadi akibat kekeruhan
lensa yang menghalangi cahaya masuk ke retina. Besarnya
penurunan tajam penglihatan sesuai dengan ketebalan kekeruhan
lensa. Semakin keruh lensa, tajam penglihatan semakin turun
sehingga tidak dapat lagi dikoreksi dengan kacamata.8
Pada kekeruhan tahap awal, penurunan tajam penglihatan
masih dapat dikoreksi dengan kacamata. Biasanya pada tahap awal
proses degenerasi lensa, terjadi peningkatan ketebalan lensa
sehingga kekuatannya bertambah. Awalnya sebelum lensa menjadi
keruh, proses penuaan pada lensa akan menyebabkan lensa
bertambah tebal sehingga terjadi miopisasi akibat titik fokus yang
tertarik ke depan retina. Gejala yang khas didapatkan akibat proses
majunya titik fokus adalah yang disebut sebagai second sight, di
mana orang tua atau penderita presbiopia tidak lagi memerlukan
kaca mata baca untuk melihat dekat, tetapi semakin buram untuk
melihat jauh.8
Pada katarak senilis, kekeruhan yang terjadi pada bagian
nukleus lensa dapat memberikan gejala berupa kesan melihat lebih
jelas pada malam hari dibandingkan siang. Hal ini terjadi karena
pupil terbuka lebih lebar sehingga memungkinkan cahaya masuk
melalui bagian perifer lensa.2
Selain penurunan tajam penglihatan, katarak juga
menyebabkan gangguan kualitas fungsi penglihatan seperti
penurunan sensitivitas kontras dan gangguan silau (glare). Keluhan
penglihatan ganda saat melihat objek jika pasien melihat hanya
menggunakan satu mata yang mengalami katarak (diplopia
monokular). Hal ini terjadi pada tahap awal akibat kekeruhan yang
terjadi hanya pada sebagian lensa.8
g. Tatalaksana10
Pemberian obat-obatan belum dapat membedakan hasil yang
memuaskan untuk pengobatan katarak. Pemberian kaca mata masih
dapat dipertimbangkan pada katarak dini. Akan tetapi pemberian kaca
mata ini hanya meningkatkan tajam penglihatan, tidak memperbaiki
sensitivitas kontras dan keluhan lain seperti rasa silau. Pengobatan
definitif yang masih merupakan pilihan satu-satunya dan merupakan
pilihan terbaik untuk memperbaiki fungsi penglihatan pada penderita
katarak adalah melalui operasi katarak. prinsip operasi katarak adalah
mengeluarkan lensa yang keruh dan menggantinya dengan implan
yang disebut lensa tanam intraokular atau intraoculnr lens (IOL) untuk
mencapai tajam penglihatan maksimal.2
Rekomendasi dapat di lakukan operasi katarak bila penurunan
tajam penglihatan dengan koreksi sama dengan/kurang dari 6/18,
Ditemukan adanya kondisi lain, seperti glaukoma fakomorfik,
glaukoma fakolitik, dislokasi lensa dan anisometropia, Visualisasi
fundus pada mata yang masih memiliki potensi penglihatan
dibutuhkan sementara katarak menyulitkan visualisasi tersebut,
Penurunan tajam penglihatan akibat katarak menganggu aktivitas
sehari-hari.8
Tatalaksana Operasi yang dilakukan pada katarak meliputi
ICCE (Intracapsular Cataract Exctraction), ECCE (Extracapsular
Cataract Exctraction), SICS, Phacoemulsification.10 ICCE merupakan
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama
kapsul. Sekarang metode ini hanya dilakukan pada kasus lensa
subluksasio dan luksasio. Tindakan ICCE tanpa pemasangan IOL
merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer. Tajam
penglihatan pasca operasi ICCE tanpa IOL memberikan hasil yang
kurang baik sehingga tindakan ini sudah mulai ditinggalkan. Pada
kondisi khusus yang disebutkan di atas, ICCE dapat dilakukan
tentunya dengan pemasangan IOL baik secara primer maupun
sekunder.10
ECCE merupakan operasi katarak dengan mempertahankan
bagian posterior kapsul lensa. Sebuah insisi dibuat pada limbus atau di
kornea perifer, baik di superior atau temporal. Kemudian dibuat
sebuah lubang di kapsul anterior dan nukleus serta korteks lensa
dibuang. Sebuah lensa intraokular (IOL) diletakkan di dalam kantong
kapsul yang kosong ini, sehingga disokong oleh kapsul posterior yang
utuh.7
2.3 Glaukoma
a. Definisi
Glaukoma adalah neuropati optik kronis didapat yang ditandai
dengan cupping diskus optikus dan hilangnya lapang pandang.
Biasanya berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokular. Pada
sebagian besar kasus, tidak ada penyakit mata terkait (glaukoma
primer).11
b. Etiologi dan Klasifikasi
Klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologi:11
1. Primary glaucoma
2. Congenital glaucoma
3. Secondary glaucoma
4. Absolute glaucoma
Klasifikasi glaukoma berdasarkan mekanisme peningkatan
tekanan intraokular :2
1. Open-angle glaucoma
a. Pretrabecular membranes:
1) Neovascular glaucoma
2) Epithelial downgrowth
3) Iridocorneal endothelial (ICE) syndrome
b. Trabecular abnormalities
1) Primary open-angle glaucoma
2) Congenital glaucoma
3) Pigmentary glaucoma
4) Exfoliation syndrome
5) Steroid-induced glaucoma
6) Hyphema
7) Angle contusion and/or recession
8) Anterior uveitis (iridocyclitis)
9) Phacolytic glaucoma
c. Posttrabecular abnormalities
1) Raised episcleral venous pressure
2. Angle-closure glaucoma
a. Pupillary block (iris bombé)
1) Primary angle-closure glaucoma
2) Posterior synechiae (seclusio pupillae)
3) Intumescent lens
4) Anterior lens dislocation
5) Hyphema
b. Anterior lens displacement
1) Ciliary block glaucoma
2) Central retinal vein occlusion
3) Posterior scleritis
4) Following retinal detachment surgery
c. Angle crowding
1) Plateau iris
2) Intumescent lens
3) Mydriasis for fundal examination
d. Peripheral anterior synechiae
1) Chronic angle closure
2) Secondary to flat anterior chamber
3) Secondary to iris bombé
4) Contraction of pretrabecular membranes
c. Patofisiologi
Mekanisme utama kehilangan penglihatan pada glaukoma
adalah apoptosis sel ganglion retina, yang menyebabkan penipisan
lapisan serat saraf dan inti dalam retina dan hilangnya aksonal pada
saraf optik. Diskus optikus menjadi atrofi, dengan pembesaran cup
optik. Efek dari peningkatan tekanan intraokular dipengaruhi oleh
perjalanan waktu dan besarnya peningkatan tekanan intraokular. Pada
glaukoma sudut tertutup akut, tekanan intraokular mencapai 60-80 mm
Hg, mengakibatkan kerusakan iskemik akut pada iris dengan edema
kornea terkait dan kerusakan saraf optik. Pada glaukoma sudut terbuka
primer, tekanan intraokular biasanya tidak meningkat di atas 30 mm
Hg dan kerusakan sel ganglion retina berkembang selama periode
yang lama, seringkali bertahun-tahun. Pada glaukoma tegangan
normal, sel ganglion retina mungkin rentan terhadap kerusakan dari
tekanan intraokular.11
d. Diagnosis
1. Anamnesis
a. Gejala visual biasanya tidak ada, kecuali kerusakan sudah
lanjut. Kadang-kadang defek lapangan sentral yang
simtomatik dapat terjadi pada tahap awal, dengan adanya
lapangan perifer yang relatif normal.
b. Riwayat oftalmik sebelumnya:
1) Status refraktif karena miopia meningkatkan risiko
POAG, dan hipermetropia pada glaukoma sudut tertutup
primer (PACG).
2) Penyebab glaukoma sekunder seperti trauma mata atau
peradangan; operasi mata sebelumnya, termasuk operasi
refraktif, dapat mempengaruhi pembacaan TIO.
c. Riwayat keluarga
POAG atau kondisi terkait seperti OHT. Penyakit mata
lainnya pada anggota keluarga.
d. Riwayat medis masa lalu.
Bertanya secara khusus tentang hal-hal berikut dapat
diindikasikan. Asma, gagal jantung atau blok, pembuluh darah
perifer penyakit: kontraindikasi penggunaan beta-blocker.
Cedera kepala, patologi intrakranial termasuk stroke: mungkin
menyebabkan atrofi optik atau defek lapang pandang.
Vasospasme: migrain dan fenomena Raynaud. Diabetes,
hipertensi sistemik dan kardiovaskular penyakit dapat
meningkatkan risiko POAG. Pil kontrasepsi oral selama
beberapa tahun dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko
glaukoma.
e. Obat saat ini
Steroid termasuk krim kulit dan inhalansia. Beta-blocker oral
dapat menurunkan TIO.
f. Riwayat sosial termasuk merokok dan asupan alkohol, terutama
jika dicurigai neuropati optik toksik/nutrisi.
g. Alergi, terutama obat-obatan yang mungkin digunakan dalam
pengobatan glaukoma, mis. sulfonamida.
2. Pemeriksaan
- Tekanan bola mata : metode palpasi, tonometri
- Luas lapang pandang : tes konfrontasi, perimeter
- Struktur saraf mata : funduskopi
- Sudut bilik mata depan : gonioskopi
e. Tatalaksana11
1. Medikamentosa
Meningkatkan drainase aqueous
1) Analog prostaglandin : bimatoprost, latanoprost
2) Parasimpatomimetik : pilocarpine
Menurunkan produksi aqueous
1) Beta adrenergic blocker : Betaxolol 0.25% and 0.5%, carteolol
1%, levobunolol 0.5%, metipranolol 0.3%, and timolol maleate
0.25%
2) α2-adrenergic agonis
3) Carbonic anhydrase inhibitor: acetazolamide
Menurunkan volume vitreous : agen hiperosmotik
Miotik, midriatik, dan sikloplegikLaser dan operasi
2. Laser dan Operasi
1. Iridotomi, iridectomi, iridoplasti
2. Trabeculoplasty
3. Trabeculectomy
4. Cyclodestructive
BAB III
PENYAJIAN KASUS
3.2. Anamnesis
Pasien datang pertama kali ke poli mata Klinik Ayani dengan keluhan
pandangan buram sejak ± 4 tahun yang lalu. Keluhan dirasakan pada
kedua mata. Awalnya pasien mengeluhkan mata terasa tidak nyaman,
namun tidak pernah berobat ke dokter. Sejak ± 2 tahun terakhir pasien
merasa mata kanan semakin buram dan jika mata kiri ditutup pasien tidak
dapat melihat jelas orang atau benda yang ada didepannya. Pasien juga
merasa saat melihat cahaya lebih silau di banding sebelumnya. Pasien juga
merasakan nyeri pada kedua mata yang hilang datang. Penglihatan pada
siang dan malam hari sama. Pasien menyangkal adanya penglihatan ganda,
mata merah, berair, melihat bintik-bintik melayang/floaters, melihat kilatan
cahaya/ fotopsia serta lapang pandang menyempit. Riwayat penggunaan
kacamata disangkal.
Oculi Dextra
Oculi Sinistra
1. Tajam pengelihatan
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
¼ / 60 Visus 6/30
- Koreksi dan Addisi +1.25 C -2.00 x 85
Tetap Pinhole Tetap
- Kacamata Lama -
2. Tekanan intraokular
OD OS
23 mmHg Tes Intraocular 26 mmHG
Pressure dengan
tonometry non
kontak
OD OS
(Konfrontasi)
3.5. Diagnosis
Diagnosis kerja :
Katarak Senilis Matur OD
Katarak Senilis Immatur OS
Glaukoma Primer Sudut Terbuka ODS
Diagnosis Banding :
Lens induced glaucoma
3.6. Tatalaksana
Timolol 0,5% eyedrop 2x1 ODS
Phacoemulsifikasi Oculi dekstra + IOL (Intraocular Lens) Implantation
3.7. Prognosis
OD
Ad visam : bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
OS
Ad visam : bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien 81 tahun datang ke poli mata Klinik Ayani dengan keluhan pandangan
buram sejak ± 4 tahun yang lalu. Keluhan pada kedua mata, sejak 2 tahun terakhir
pasien merasa pada mata kanan semakin buram dan jika mata kiri di tutup pasien
tidak dapat melihat jelas orang di depannya. Sehingga menunjukkan bahwa
penglihatan pasien turun perlahan disertai pada pemeriksaan tajam penglihatan di
dapatkan penurunan visus pada OD ¼ / 60 dan OS 6/30. Usia pasien sudah 81 tahun
dimana di Indonesia usia ≥ 50 tahun memiliki 1,9% penyebab kebutaan. Pasien juga
merasa saat melihat cahaya lebih silau di banding sebelumnya. Kekeruhan yang tidak
merata juga mengakibatkan cahaya yang masuk difokuskan terpencar-pencar pada
retina, sehingga menimbulkan keluhan pendar/silau (glare) pada penderita katarak.
Pemendaran cahaya pada katarak dapat disebabkan oleh adanya gangguan pada serat lensa,
peningkatan agregrasi protein, terpisahnya sitoplasma lensa, atau kedua keadaan tersebut
dapat terjadi secara bersamaan. Perubahan kimia pada nuclear lensa depan mengakibatkan
warna lensa menjadi lebih kuning atau coklat
Pada OD dilakukan pemeriksaan visus dan didapatkan visus ¼ /60, pada
pemeriksaan lapang pandang tidak dapat dinilai, pada pemeriksaan segmen anterior
terdapat adanya arcus sinilis pada kornea, pupil melebar 5 mm dengan midriasil, serta
lensa berwarna putih dengan shadow test (-). Pada OS dilakukan pemeriksaan visus
dan didapatkan visus 6/30, pada pemeriksaan lapang pandang normal, dan pada
pemeriksaan segmen anterior terdapat arcus sinilis pada kornea, pupil melebar 6 mm
dengan midriasil, serta kekeruhan pada lensa dengan shadow test (+)
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik di dapatkan pada mata kanan pasien
mengalami katarak senilis matur dan pada mata kiri mengalami katarak senilis imatur. Pasien
disarankan untuk melakukan operasi katarak dengan Teknik Phacoemulsifikasi Oculi dekstra
+ IOL (Intraocular Lens) Implantation.
Pada oculi dextra didapatkan TIO 23 mmHg dan oculi sinistra didapatkan TIO 23
mmHg yang memenuhi 1 kriteria dari trias glaukoma. kemudian dilakukan pemeriksaan
segmen posterior dengan slit lamp dan funduskopi untuk menilai apakah terdapat penyebab
visus yang menurun selain katarak. Pada pemeriksaan segmen anterior didapatkan sudut
bilikmata depan dangkal pada ODS, kemudian dari funduskopi didapatkan serabut-serabut
retina yang atrofi pada OD dan tampak CDR 0.7 pada OS. Ini menunjukkan adanya etiologi
lain dari penurunan visus selain katarak senilis. Pada pasien ini dicurigai glaucoma sudut
terbuka primer. POAG adalah neuropati optic kronis yang ditandai dengan cupping diskus
optic dan hilangnya lapang pandang serta peningkatan TIO.
Namun pasien ini baru datang pertama kali sehingga hasil pengukuran TIO perlu
dievaluasi lagi setelah diberikan terapi medikamentosa dengan tetes mata Timolol 0.5% dua
kali sehari pada kedua mata. Timolol merupakan golongan beta blocker yang dapat
menurunkan TIO 20-30% dengan cara mengurangi produksi aqueous humor 20-50%.
Kemudian, pada pasien di kasus ini juga tidak didapatkan salah satu dari trias glaukoma,
yaitu defek lapang pandang. Hal ini dapat terjadi karena pemeriksaan konfrontasi yang
dilakukan pada pasien ini merupakan pemeriksaan kualitatif yang tidak sensitif dan memiliki
sensitivitas yang rendah jika digunakan secara tunggal. Maka perlu dilakukan pemeriksaan
dengan alat perimetri agar hasil pemeriksaan lebih valid, namun Perimetri yang dilakukan
sebelum operasi katarak akan menyebabkan positif palsu terhadap defek lapang pandang.
Katarak memberikan hasil defek lapang pandang pada bagian tengah pada hasil perimetri,
sehingga perimetri dapat dilakukan setelah operasi katarak.
DAFTAR PUSTAKA
1. Detty, Ade, Ika Artini dan Viko Rachmat Yulian. Karakteristik Faktor Risiko
Penderita Katarak. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada Vol.
10:Lampung;2021
2. Rita S. Sitorus, et al. Buku Ajar Oftalmologi. ed.1 Jakarta: BP FK UI, 2020
3. Brad H. Feldman, M. D., Sebastian Heersink. Cataract. American Academy of
Opthalmology;2022
4. Infodatin. Gangguan Penglihatan. 2018.
5. Ruan X, Liu Z, Luo L, Liu Y. Structure of the lens and its associations with
the visual quality. BMJ Open Ophthalmology. 2020;5(1).
6. Infodatin. Gangguan Penglihatan. 2018.
7. Cataracts statistics and data [Internet]. National Eye Institute; 2010; Available
from: https://nei.nih.gov/eyedata/cataract
8. Astrai, Prilly. Katarak: Klasikasi, Tatalaksana, dan Komplikasi Operasi.
CDK-269. vol. 45 no. 10. 2018
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.01.07/Menkes/557/2018 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Katarak Pada Dewasa.
10. Vaughan, & Asbury. 2018. General Ophtalmology, Ninetieth Edition.
McGraw-Hill.
11. Eva PR, Augsburger JJ. Vaughan & Asbury’s general ophthalmology, 19th
ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, McGraw Hill; 2018.