Anda di halaman 1dari 23

DISKUSI TOPIK

MORBUS HANSEN

Meiza Ihsan Fakhri


I4061192079
Pembimbing: dr. Herni, Sp. KK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA


KEPANITERAAN KLINIK STASE KULIT DAN KELAMIN
RSUD SULTAN SYARIF MOHAMMAD ALKADRIE
2021
Definisi dan etiologi

 Penyakit infeksi yang kronik,


 penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat.
 Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius
bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali SSP
Epidemiologi

 Dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih rentan daripada orang dewasa
 Penularan melalui kontak langsung atau inhalasi
 Sering terjadi pada daerah tropis, subtropis
2

MADRID
WHO
Klasifikasi 1. Tuberkuloid
2. Borderline
3. Lepromatosa
Ridley dan Jopling 1

TT : tuberculoid polar
Ti : tuberkuloid indefinite 03
BT : borderline tuberculoid
BB : mid borderline
 Pausibasiler : sedikit
BL : borderline lepromatous
basil (TT, Ti, BT)
Li : lepromatosa indefinite
 Multibasiler : banyak
LL : lepromatosa polar
basil (BB, BL, Li, LL)
KLASIFIKASI WHO
Pausibasiler (PB) Multibasiler (MB)
Klasifikasi WHO
Lesi kulit  1-5 lesi  >5 lesi
(macula datar, papul  Hipopigmentasi/  Distibusi lebih
yang meninggi, nodus) eritema simetris
 Distribusi tidak  Hilangnya sensasi
simetris kurang jelas
 Hilangnya sensasi
yang jelas


Kerusakan Saraf Hanya satu cabang saraf Banyak cabang saraf
(hilangnya
sensasi/kelemahan otot
yang dipersarafi
Gambaran Klinis
Kusta Pausibasilar
Gejala Klinis
Kusta Multibasilar
Gambaran klinis

Sesuai dengan
kerentanan orang
yang terinfeksi
SIS baik 
cenderung
gambaran
tuberkuloid
SIS rendah 
cenderung
gambaran
lepramatosa
Tuberkuloid LEPRAMATOSA
Tuberculoid polar Borderline
tuberculoid

Leptomatosa Borderline lepromatosa


polar
ANAMNESIS

01 02
Terdapat tanda cardinal kusta Riwayat kontak dengan
penderita kusta

03
04
Riwayat berdomisili di daerah endemis dan
Riwayat Keluarga dan Pengobatan
keadaan sosial ekonomi serta lingkungan
sebelumnya
tempat tinggal
Pemeriksaan fisik

Inspeksi Lesi
Bentuk, lokasi, jumlah, distribusi, permukaan lesi dan batas

Palpasi
Nodus, infiltrate, jaringan parut atau ulkus

Palpasi Kelainan Saraf


Konsistensi, pembesaran, nyeri tekan dan nyeri spontan

Pemeriksaan fungsi saraf


sensori, rasa raba, rasa nyeri dan rasa suhu

Motorik : VMT
Pemeriksaan saraf dan otonom

1. Rasa nyeri
Menusuk daerah yang diperiksa dengan jarum
2. Rasa raba
Mengoleskan kapas pada daerah kulit yang diperiksa
3. Rasa suhu
Kedua tabung yang berisi air panas dan dingin
ditempelkan bergantian pada kulit pasien
4. Fungsi saraf otonom
Menggoreskan tinta khusus (tanda Gunawan) dimulai
dari daerah tengah lesi kearah kulit normal.
Pemeriksaan Penunjang

A. Bakterioskopik
Sediaan dari kerokan jaringan dan diwarnai dengan
pewarnaan terhadap BTA ZIELH-NEELSEN. Hasil:
1. Indeks Bakteri
2. Indeks Morfologi

B. Histopatologik
1. Tipe turbekel: Massa epiteloid yg dikelilingi limfosit
2. Tipe lepromatosa: Subepidermal clear zone

C. Serologik
1. Uji MLPA
2. Uji ELISA
3. ML Dipstick
4. ML Flow test
VOLUNTARY MUSCLES TEST
Diagnosis Cardinal Sign

- Lesi kulit yang mati rasa


Bercak hipopigmentasi atau eritematous
Kurang rasa (hipoestesi) atau tidak merasa sama
sekali (anestesi)

- Kerusakan Saraf
Hilangnya sensasi atau kelemahan otot yang
dipersarafi oleh saraf yang terkena karena
penebalan dan pembesaran saraf

- BTA (+) pada apusan kulit yang diambil dari lesi


pada bagian kulit
Diagnosis Banding

 Dermatofitosis
 Tinea versikolor
 Pitiriasis rosea dan alba
 Dermatitis seboroik
 Psoriasis
 Neurofibromatosis
 Leukemia kutis
 Tuberkulosa kutis verukosa
 Granula anulare
 Birthmark
Tatalaksana

PAUSIBASILAR MULTIBASILAR
1. Terapi bulanan: Rifampisin 600mg dan 1. Terapi bulanan: Rifampisisn 600 mg,
DDS (Diaminophenyl Sulfone) 100mg Klofazimin 300 mg, DDS 100 mg
2. Terapi harian: hari ke 2-28 1 tablet 2. Terapi harian: hari ke 2-28 Klofazimin 50 mg, DDS
DDS 100 mg 100 mg. Pengobatan 12-18 bulan
Pengobatan selama 6-9 bulan

EDUKASI
1. Personal hygiene
2. Menjelaskan harus patuh obat
3. Memberikan informasi pengobatan
Reaksi kusta

1. Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada


2. perjalanan penyakit yang sebenarnya sangat kronik.

3. Suatu reaksi kekebalan (respon seluler) atau reaksi


antigen-antibodi (respon humoral) pada perjalanan kronis
penyakit kusta yang dapat terjadi pada saat sebelum, saat,
dan sesudah pengobatan (sering terjadi pada 6 bulan
sampai setahun pengobatan).
Klasifikasi
Reaksi tipe II (ENL/Eritema Nodosum
Reaksi Tipe I (reversal) Leprosum)
• Lepra tipe BT, BB, BL • Lepra tipe BL atau LL
• Sistem imunologis selular • Sistem imunologis humoral
• Lesi lepra menjadi lebih • Demam, menggigil, mual, nyeri
banyak, lebih aktif atau lesi sendi, saraf
menjadi luas secara • Pada kulit timbul eritema, nodus.
mendadak • Predileksi lengan dan tungkai
• Ada neuritis, tidak ada nodus
Tatalaksana
Reaksi Kusta
ENL
Reaksi Reversal
 Kortikosteroid
 Kortikosteroid Prednisolon 15-30mg/hari
 Jika ada neuritis akut  Analgetik
 Analgetik atau sedative  Antipiretik
 Klofazimin
 Imobilisasi pada anggota
200-3– mg/hari
gerak yang terkena
Pencegahan Cacat dan Rehabilitasi

Cara terbaik untuk melakukan pencegahan cacat atau prevention of


disabilities (POD)
adalah
1. Diagnosis dini kusta
2. Pemberian pengobatan MDT yang cepat dan tepat.
3. Selanjutnya dengan mengenali gejala dan tanda reaksi kusta yang
disertai gangguan saraf serta memulai pengobatan dengan kortikosteroid
sesegera mungkin
4. Bila terdapat gangguan sensibilitas, penderita diberi petunjuk sederhana
untuk melindungi diri dan perawatan diri.

Rehabilitasi:
1. Operasi
2. Fisioterapi
3. Terapi psikologik bagi yg membutuhkan
Daftar Pustaka
1. Agusni I, Menaldi Sl. Beberapa prosedur diagnosis baru pada penyakit kusta. Dalam ;
Syamsoe Daili ES, Menaldi SL, Ismiarto SP, Nilasari H, editor. Kusta. Jakarta; Balai
Penerbit FKUI,2004;59-65
2. Bryceson A, Pfaltzgraff RE. Leprosy Edisi ke-3. Edinburg:Chrucil Livingstone 1980.
3. Hastings RC. Leprosy. Edinburg:Chrucil Livingstone 1980.
4. World Health Organization. A guide eliminating leprosy as a public health problem. Edisi
ke-1. Geneva:WHO 1995
5. World Health Organization. WHO model prescribing information. Drug used in
leprosy.Geneva:WHO 1998.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai