Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

KATARAK SENILIS IMATUR OD DAN PSEUDOFACOS OS DENGAN


LESI MELANOSIT SUSP. NEVUS PALPEBRA SUPERIOR OS

Disusun oleh: Shafira Kurnia Warianti


I4061192016

Pembimbing:
dr. Sri Yuliani Elida, Sp.M, M.Sc

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU KESEHATAN MATARSUD DR.


SOEDARSO PONTIANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURAPONTIANAK
2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui Laporan Kasus dengan judul:

KATARAK SENILIS IMATUR OD DAN PSEUDOFACOS OS DENGAN


LESI MELANOSIT SUSP. NEVUS PALPEBRA SUPERIOR OS

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Stase
Ilmu Kesehatan Mata

Telah disetujui,
Pontianak, Desember 2022

Pembimbing, Penulis,

dr. Sri Yuliani Elida, Sp. M, M.Sc Shafira Kurnia Warianti


BAB I
PENDAHULUAN

Katarak berasal dari bahasa Yunani (Katarrhakies) yang berarti air terjun.
Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun
akibat lensa yang keruh1. Katarak adalah penurunan kualitas optik lensa kristal yang
mempengaruhi penglihatan. Sebagian besar perkembangan katarak berhubungan
dengan penuaan, dan dapat terjadi pada satu atau kedua mata.
Katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan usia, yaitu terdiri dari katarak
kongenital dan katarak senilis. Patofisiologi umum katarak yaitu adanya denaturasi
protein pada lensa yang menyebabkan peningkatan densitas dan kekakuan pada
lensa hingga terjadinya opasifikasi pada lensa. Normalnya, kerusakan akibat ROS
terkait dengan adanya perubahan normal lensa karena penuaan.
Berdasarkan data dari The World Health Organization sebanyak 1 miliar orang
mengalami kebutaan, 94 juta diantaranya disebabkan oleh katarak, dan sekitar 35
juta orang mengalami gangguan penglihatan sedang hingga berat. Hal ini
menyebabkan katarak menempati posisi kedua yang menyebabkan gangguan
penglihatan pada seseorang setelah gangguan refraksi yang tidak dikoreksi, namun
menempati posisi pertama dalam menyebabkan kebutaan yaitu sebesar 51% di
seluruh dunia.
WHO memperkirakan sekitar 18 juta orang mengalami kebutaan kedua mata
akibat katarak. Jumlah ini hampir setengah (47,8%) dari semua penyebab kebutaan
karena penyakit mata di dunia. Penyebab kebutaan lainnya adalah kelainan refraksi
tidak terkoreksi, glaukoma, Age-Related Macular Degeneration, retinopati DM,
kebutaan pada anak, trakoma, onchocerciasis, dan lain-lain.2 Di Indonesia,
diperkirakan insiden katarak sebanyak 0,1% yang artinya terdapat tambahan
penderita katarak baru sekitar 1.000 orang setiap tahunnya. Sekitar 16-22%
penderita katarak yang dioperasi berada di bawah usia 55 tahun.
Katarak tersering yang ditemukan merupakan katarak yang berhubungan
dengan proses degenerasi atau penuan yang disebeut sebagai katarak senilis.
Katarak senilis disebut juga sebagai “age related cataract” didefinisikan sebagai
katarak yang terjadi pada orang berusia > 50 tahun, tidak terkait dengan trauma
mekanis, kimia, atau radiasi yang diketahui. Katarak senilis merupakan 90% dari
semua jenis katarak. Kerusakan dan agregasi protein, kerusakan membran sel serat,
defisiensi glutathione, kerusakan oksidatif, peningkatan kalsium, migrasi sel epitel
lensa yang abnormal adalah beberapa mekanisme spesifik yang bertanggung jawab
untuk katarak senilis. Beberapa faktor tersebut dapat memicu terjadinya katarak.3
Berdasarkan morfologinya katarak dibagi menjadi 3 yaitu katarak nuclear,
kortikal dan subkapsular. Sedangkan penilaian dari tingkat kematangannya katarak
dibagi menjadi 4 stadium, yaitu katarak insipient, katarak imatur, katarak matur dan
katarak hipermatur.
Penatalaksanaan katarak dapat dilakukan dengan tindakan operasi
mengeluarkan lensa yang keruh dan menggantinya dengan lensa tanam intraokular.
Sesuai dengan tujuan mengatasi kebutaan dan gangguan penglihatan, maka operasi
katarak sangat dianjurkan jika penurunan tajam penglihatan yang disebabkan oleh
katarak telah menyebabkan penurunan tajam penglihatan dengan koreksi sama
dengan/kurang dari 6/18 (kriteria WHO visual impairment). Operasi ekstraksi lensa
dan menggantinya dengan lensa tanam intraokular juga dianjurkan jika ditemukan
adanya kondisi lain, seperti glaukoma fakomorfik, glaukoma fakolitik, dislokasi
lensa dan anisometropia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Lensa Mata


Lensa adalah organ yang terdiferensiasi dari epitel, yang memiliki
sifat elastis dan transparan dengan bentuk bikonveks. Lensa terletak di
ruang posterior dan didukung oleh badan vitreous (Gambar 2.1).1

Gambar 2.1. Mikrofotografi lampu celah dan diagram struktur lensa. (A)
Mikrofotografi slit-lamp mata setelah midriasis. Bentuk bikonveks lensa terlihat
jelas.
(B) Diagram tampilan penampang bagian persegi pada Panel A. (C) Struktur
seluler lensa.1
Lensa terdiri dari empat bagian (gambar 2.1.C): kapsul lensa, sel
epitel, serat lensa dan zonula. Dalam keadaan normal, lensa digantungkan
pada badansiliaris oleh zonula lensa, yang melekat di antara pars plana
dan kapsul lensa ekuatorial.1
Transparansi lensa memungkinkan transmisi cahaya dengan panjang
gelombang hingga 1200 nm. Prasyarat untuk menjaga transparansi lensa
meliputi susunan serat lensa yang rapat dan teratur serta kelarutan protein
lensayang tinggi.1
Lensa memiliki kemampuan berakomodasi untuk memperoleh
bayangan retina yang jelas dari objek pada jarak yang berbeda.
Akomodasi dilakukan oleh lensa dan badan siliar. Menurut teori
akomodasi Helmholtz, ketika melihat objek yang jauh, otot siliaris
berelaksasi, sehingga zonula lensa dalam keadaan tegang dan lensa
menjadi rata. Di sisi lain, untuk penglihatan jarak dekat yang jelas, otot
siliaris berkontraksi dan zonula lensa berelaksasi, menyebabkan
peningkatan kecembungan lensa (Gambar 2.2).1

Gambar 2.2. Diagram perubahan morfologis dan parametrik lensa selama


akomodasi.1
2.2. Fisiologi Lensa

Lensa merupakan media refrakta, bersama dengan kornea


membantu membiaskan cahaya yang akan difokuskan ke retina. Dalam
melakukan fungsi ini,maka lensa harus transparan, mempunyai indeks
refraktif yang lebih tinggi dibandingkan dengan medium di sekitarnya
dan mempunyai permukaan refraksi dengan kurvatur yang tepat.

Sepanjang hidup, sel epitel pada daerah equator berkembang


menjadi serat lensa yang mengakibatkan pertumbuhan terus-menerus
dari lensa, epitel merupakan tempat di dalam lensa dengan metabolisme
paling tinggi. Oksigen dan glukosa di gunakan oleh epitel lensa untuk
mensintesa protein dan melakukan transport aktif elektrolit, karbohidrat,
dan asam amino masuk ke dalam lensa. Energi kimia ini dibutuhkan
untuk memelihara pertumbuhan sel-sel dan kejernihan lensa.

2.3. Sirkulasi Lensa

Sirkulasi transportasi lensa telah digambarkan sebagai mikrosirkulasi


yang rumit antar sel. Transpotasi ini di dorong oleh Na + yang
menyebabkan pergerakan air yang mengarahkan fluks ke dalam kutub
dan keluar di ekuator. Na+ dan air memasuki kutub lensa melalui serat
lensa dan bergerak ke ruang ekstraseluler antara sel-sel serat. Pada
nukleus lensa, Na+ masuk yang kemudian ditransport kembali ke ekuator
lensa melalui persimpangan celah Cx46 dan Cx50 karena perbedaan
potensial aksi antara sel serat nukleus dan permukaan lensa. Akhirnya,
pompa Na+ / K+-ATPase memompa ion Na+ keluar ke ruangan
ekstraseluler melawan gradiennya, dan ini juga membantu
mempertahankan fluks ionik ke ekuator. Transportasi melalui gradien air
bersamaan difasilitasi oleh gap junctions dan aquaporins. Perubahan
tekanan hindrostatik dan osmolaritas dapat mengganggu jaringan ini,
yang mengarah ke respons homeostatis yang bekerja untuk
menyeimbangkan kembali tekanan dan kandungan zat tertentu. Dalam
lensa yang relaksasi, mediator utama ini adalah saluran connexon,
saluran TRRV, dan aquaporin.

Gambar 2.3 Diagram lensa dan struktur pendukungnya. A) Permukaan


anterior lensa terletak tepat di belakang iris dan dilekatkan oleh zonula zinn ke
badan siliar. Zonul zinn mentransduksi tegangan yang di hasilkan oleh otot
siliar ke ekuator lensa selama proses akomodasi. B) Area antara lensa dan badan
siliaris yang mengandung zonula pada mouse eye, yang juga dikenal sebagai
ruang circumlental, seperti yang divisualisasikan dengan mikroskop cahaya. C)
pelabelan neon dari zonula menggunakan antibodi terhadap microfibril
associated protein-2 yang divisualisasikan dengan mikroskop confocal.
Sirkulasi lensa diatur oleh sistem kontrol umpan balik yang
memodulasi aktivitas enzim persinyalan, yang pada gilirannya
memodifikasi aktivitas saluran dan transporter ionik. Pemeliharaan fluks
Na +/K+ ATPase, Na-K-2CL cotranporter (NKCG), gap jungtion dan
Na+ leak Channel. Aktivitas fungsional transporter natrium maksimal di
sel epitel ekuator, sedangkan aktivitas Na+ leak channal paling tinggi di
sel serat. Baik NKCC dan Na+/K+ ATPase terlibat dalam respons
terhadap homeostatis sirkulasi natrium dan regulasi tekanan hidrostatik,
tetapi melalui mekanisme dan respon yang berbedsa. Karen pergerakan
transmembran Na+ mengarah pada pergerakan air secara bersamaan
melalui osmosis, sistem yang mengatur transportasi Na+ juga
menyebabkan perubahan kadar air dalam lensa.

Pergerakan air membantu mempertahankan sifat optik lensa dengan


mengangkut nutrisi dan membuang sisa metabolisme. Saluran utama
yang terlibat dalam pergerakan air di lensa adalah aquaporin dan gap
junction. Distribusi dan jenis saluran aquaporin bervariasi di setiap
wilayah lensa, dan perbedaan komposisi aquaporin ini serta
permeabilitas air dihipotesiskan mempengaruhi besarnya dan arah aliran
air. Aquaporin utama dalam lensa adalah AQP0, AQP1, dan AQP5;
dengan APQ1 terlokalisasi di epitel, APQ 0 terdapat dalam sel serta yang
berdiferensiasi dan matur, dan APQ5 ditemukan di semua jenis sel lensa.
Ketika air memasuki ruang ekstraseluler, air bergerak ke dalam sel serat
melalui APWQ0/5 dan kemudian dipindahkan keluar dari sel epitel oleh
APQ1/5, mengikuti NA+ saat ini. Karena perbedaan tekanan hidrostatik
mendorong air melalui sel yang berdekatan pada lensa, permeabilitas
aquaporin kemungkinan berperan dalam besarnya gradien tekanan
hidrostatik. Knockout APQ0 menyebabkan pembentukan katarak
bilateral pada usia dini dan pengurangan bantalan beban biomekanik
lensa pada jahitan lensa.

Saluran transient receptor potensial vanilloid (TRPV) juga


merupakan osmoregulator penting dalam lensa yang merespon
perubahan tekanan hidrostatik dengan memodulasi aktivitas transpor
natrium. Gap junction pada lensa berfungsi dalam pertumbuhan lensa,
perkembangan dan transportasi air antar sel. Permeabilitas dan sifat
transportasi dari saluran saluran ini terlihat dalam pertumbuhan dan
proliferasi epitel lensa, Na+ dan transportasi gabungan air, Ca2+
transportasi, gradien antioksidan dan permeabilitas second mesenger.
Satu nutrisi penting yang diedarkan saluran connexin adalah tripeptide
glutatione (GSH) yang merupakan pengurang utama stres oksidatif
dalam sel serat lensa.

2.4. Katarak Senilis


2.4.1. Definisi
Katarak adalah penurunan kualitas optik lensa kristal yang
mempengaruhi penglihatan. Sebagian besar perkembangan
katarak berhubungan dengan penuaan, dan dapat terjadi pada satu
atau kedua mata.2 Katarak senilis disebut juga sebagai “age
related cataract”didefinisikan sebagai katarak yang terjadi pada
orang berusia > 50 tahun, tidak terkait dengan trauma mekanis,
kimia, atau radiasi yang diketahui. Katarak senilis merupakan
90% dari semua jenis katarak. Kerusakan dan agregasi protein,
kerusakan membran sel serat, defisiensi glutathione, kerusakan
oksidatif, peningkatan kalsium, migrasi sel epitel lensa yang
abnormal adalah beberapa mekanisme spesifik yang bertanggung
jawab untuk katarak senilis. Beberapa faktor tersebut dapat
memicu terjadinya katarak.3
2.4.2. Klasifikasi
Seiring berjalannya usia, lensa mengalami kekeruhan, penebalan,
serta penurunan daya akomodasi, kondisi ini dinamakan katarak senilis.
Katarak senilis merupakan 90% dari semua jenis katarak. Terdapat tiga
jenis katarak senilis berdasarkan lokasi kekeruhannya, yaitu:
a) Katarak nuklearis
Katarak nuklearis ditandai dengan kekeruhan sentral dan
perubahan warna lensa menjadi kuning atau cokelat secara
progresif perlahan-lahan yang mengakibatkan turunnya tajam
penglihatan. Derajat kekeruhan lensa dapat dinilai menggunakan
slitlamp. Katarak jenis ini biasanya terjadi bilateral, namun dapat
juga asimetris. Perubahan warna mengakibatkan penderita sulit
untuk membedakan corak warna. Katarak nuklearis secara khas
lebih mengganggu gangguan penglihatan jauh daripada
penglihatan dekat.1 Nukleus lensa mengalami pengerasan
progresif yang menyebabkan naiknya indeks refraksi, dinamai
miopisasi. Miopisasi menyebabkan penderita presbiopia dapat
membaca dekat tanpa harus mengenakan kacamata, kondisi ini
disebut sebagai second sight.

Gambar Katarak Nuklear

b) Katarak kortikal
Katarak kortikal berhubungan dengan proses oksidasi dan
presipitasi protein pada sel-sel serat lensa. Katarak jenis ini
biasanya bilateral, asimetris, dan menimbulkan gejala silau jika
melihat ke arah sumber cahaya. Tahap penurunan penglihatan
bervariasi dari lambat hingga cepat. Pemeriksaan slitlamp
berfungsi untuk melihat ada tidaknya vakuola degenerasi hidropik
yang merupakan degenerasi epitel posterior, dan menyebabkan
lensa mengalami elongasi ke anterior dengan gambaran seperti
embun.

Gambar Katarak Kortikal


c) Katarak subkapsuler
Katarak ini dapat terjadi di subkapsuler anterior dan posterior.
Pemeriksaannya menggunakan slitlamp dan dapat ditemukan
kekeruhan seperti plak di korteks subkapsuler posterior. Gejalanya
adalah silau, penglihatan buruk pada tempat terang, dan
penglihatan dekat lebih terganggu daripada penglihatan jauh.

Gambar Katarak Subkapsuler Posterior

Berdasarkan maturitasnya, katarak senilis dibagi menjadi:


a) Iminens/insipiens
Pada stadium ini, lensa bengkak karena termasuk air,
kekeruhan lensa masih ringan, visus biasanya > 6/60. Kekeruhan
lensa tampak terutama adanya garis-garis di bagian perifer korteks
menuju ke sentral lensa yang menyerupai jeruji sebuah roda. Pada
pemeriksaan dapat ditemukan iris normal, bilik mata depan normal,
sudut bilik mata normal, serta shadow test negative.

Gambar Katarak Inspiens


b) Imatur
Pada tahap berikutnya, opasitas lensa bertambah dan visus
mulai menurun menjadi 5/60 sampai 1/60. Cairan lensa bertambah
akibatnya iris terdorong dan bilik mata depan menjadi dangkal,
sudut bilik mata sempit, dan sering terjadi glaucoma sekunder.
Visus lebih menurun karena selain kekeruhan yang bertambah,
lensa juga mencembung sehingga terjadi miopinisasi. Tampak
bayangan iris pada lensa pada saat penyinaran samping karena
bagian superfisial lensa masih jernih sedangkan bagian
belakangnya sudah keruh. Pada pemeriksaan didapatkan shadow
test positif, refleks fundus suram.

Gambar Katarak Imatur


c) Matur
Jika katarak dibiarkan, lensa akan menjadi keruh seluruhnya
dan visus menurun drastis menjadi 1/300 atau hanya dapat melihat
lambaian tangan dalam jarak 1 meter. Ini terjadi karena lensa
kehilangan cairan yang berlebihan. Lensa menipis dan kekeruhan
menjadi lebih jelas dan sudah mengenai seluruh lensa. Warna
lensa menjadi putih keabu-abuan. Pada pemeriksaan didapatkan
shadow test negatif.

Gambar Katarak Matur


d) Hipermatur
Pada tahap akhir, korteks mencair sehingga nukleus jatuh dan
lensa jadi turun dari kapsulnya (Morgagni). Lensa kehilangan air
dan mengering, tipis sehingga kamera okuli anterior lebih dalam.
Bagian korteks lensa dapat menjadi lunak, cair seperti susu dan
intinya meluncur ke bawah. Lensa terlihat keruh seluruhnya, visus
sudah sangat menurun hingga bisa mencapai 0, dan dapat terjadi
komplikasi berupa uveitis dan glaukoma. Pada pemeriksaan
didapatkan iris tremulans, bilik mata depan dalam, sudut bilik
mata terbuka, serta shadow test positif palsu.

Gambar Katarak Morgagni

Tabel Perbedaan Stadium Katarak Senilis


Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata Normal Dangkal Normal Dalam
depan
Sudut bilik Normal Sempit Normal Terbuka
mata
Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopositif
Grading katarak menggunakan system skoring Buratto. Skoring Buratto
mencakup:
- Grade I: nukleus lunak, visus >6/12, sedikit keruh
- Grade II: nucleus keruh ringan, visus 6/12-6/30, nucleus kekuningan
- Grade III: nucleus kekeruhan medium, kekeruhan korteks, visus 3/60-6/30
- Grade IV: nucleus keras, warna kuning kecoklatan, visus 1/60-3/60
- Grade V: nucleus sangat keras, warna hitam atau coklat, visus 1/60 atau lebih buruk.
Beberapa perbandingan foto kekeruhan lensa pada katarak berdasarkan penurunan visus:
Tabel 3. Perbandingan Kekeruhan Lensa dan Penurunan Visus
Visus Kekeruhan Lensa pada Katarak
6/7,5

6/12

2/60

3/60
4/60

1/300

1/~

2.4.3. Diagnosis
Tujuan dari evaluasi komprehensif pasien yang keluhan
utamanya mungkin terkait dengan perkembangan katarak adalah
untuk mengidentifikasi adanya katarak, mengkonfirmasi bahwa
katarak merupakan faktor signifikan yang berkontribusi terhadap
gangguan penglihatan dan gejala yang dijelaskan oleh pasien, dan
mengidentifikasi penyebab lainnya. kondisi okular atau sistemik yang
mungkin berkontribusiterhadap gangguan penglihatan.7
1) Anamnesis
Penderita katarak biasanya datang dengan keluhan
penglihatan buram seperti terhalang kabut yang tidak dapat
diperbaiki denganpemberian kacamata. Awalnya sebelum lensa
menjadi keruh, proses penuaan pada lensa akan menyebabkan
lensa bertambah tebal sehinggaterjadi miopisasi akibat titik focus
yang tertarik ke depan retina. Gejalayang khas yang didapatkan
akibat proses majunya titik focus adalah yang disebut dengan
second sight, dimana orang tua atau penderita presbiopia tidak
memerlukan kacamata baca untuk melihat dekat, tetapi semakin
buram untuk melihat jauh. Terkadang perubahan indeks refraksi
akibat kekeruhan yang tidak merata di bagian-bagian lensa
menimbulkan gejala penglihatan ganda atau diplopia monocular.
Kekeruhan yang tidak merata juga dapat menyebabkan
timbulnya gejala silau / glare pada penderita katarak. Penderita
juga dapat mengalami gejala melihat lingkaran cahaya berwarna
di sekitar cahayayang dapat terjadi karena kumpulan tetesan air
di antara lapisan serat lensa yang bertindak sebagai prisma yang
membelah cahaya menjadi tujuh warnanya. Gangguan dalam
penglihatan warna seperti memudar atau menguningnya objek
juga dapat terjadi. 2,8
2) Pemeriksaan tajam penglihatan
Dampak katarak pada fungsi visual dapat dinilai secara
subjektif dengan status fungsional yang dilaporkan sendiri atau
kesulitan dengan penglihatan. Namun, pasien dapat beradaptasi
dengan gangguan penglihatan mereka dari waktu ke waktu, dan
mungkin gagal untuk melihat penurunan fungsional yang
menyertai perkembangan katarak yang khas. Fungsi visual dapat
dinilai dengan menggunakan tes yang mengukur sensitivitas
kontras, kecacatan silau, atau ketajaman visual pada jarak dekat
dan jauh. Grafik ketajaman visual Snellen adalah alat yang sangat
baik untuk menguji ketajaman visual jarak jauh pada matayang
sehat, dan secara luas digunakan secara klinis.7
3) Pemeriksaan refleks fundus
Diagnosis pasti katarak dilakukan dengan melihat kekeruhan
pada lensa. Pemeriksaan dapat dilakukan menggunakan peralatan
sederhanayang seharusnya tersedia di layanan kesehatan primer
seperti oftalmoskop direk. Teknik pemeriksaan ini dipopulerkan
pada survei Rapid Assessment Cataract Surgical Services
(RACSS) yang dilakukan oleh WHO. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara melebarkan pupil dan melihat ke arah pupil
menggunakan oftalmoskop dengan jarak 50 cm dari pasien.
Lensa yang jernih akan memberikan gambaran reflek fundus
berupa warna oranye yang homogen. Lensa yang keruh sebagian
akan tampak sebagai bayangan gelap yang menutupi reflek
fundus.9
4) Pemeriksaan menggunakan slit lamp
Pemeriksaan menggunakan slit lamp biomikroskop pada
layanan spesialis mata dapat mengevaluasi tingkat dan letak
kekeruhan lensa dengan lebih detil. Kekeruhan lensa bisa
ditemukan pada nukleus, kortikal, anterior dan posterior polar
dan subkapsularis posterior. Jika fungsi retina masih baik maka
derajat kekeruhan berkorelasi positif dengan penurunan tajam
penglihatan.9

Gambar 2.5. Pemeriksaan katarak pada RACSS


2.4.4. Tatalaksana
Penatalaksanaan katarak adalah dengan tindakan operasi
mengeluarkanlensa yang keruh dan menggantinya dengan lensa tanam
intraokular. Sesuaidengan tujuan mengatasi kebutaan dan gangguan
penglihatan, maka operasikatarak sangat dianjurkan jika penurunan
tajam penglihatan yang disebabkan oleh katarak telah menyebabkan
penurunan tajam penglihatan dengan koreksi sama dengan/kurang
dari 6/18 (kriteria WHO visual impairment). Operasi ekstraksi lensa
dan menggantinya dengan lensa tanamintraokular juga dianjurkan jika
ditemukan adanya kondisi lain, seperti glaukoma fakomorfik,
glaukoma fakolitik, dislokasi lensa dan anisometropia.9
Operasi katarak juga diindikasikan bila terdapat gangguan mata
yang disebabkan oleh lensa mata atau ketika dibutuhkan visualisasi
fundus padamata yang masih memiliki potensi penglihatan. Operasi
katarak juga dapatdilakukan jika penurunan tajam penglihatan karena
katarak telah menganggu aktivitas sehari-hari pasien, dan operasi
katarak diperkirakan dapat meningkatkan fungsi penglihatan.
Sebagai ilustrasi, operasi katarak ini sangat disarankan pada
pasien yang aktif mengemudikan kendaraan baik siang dan malam
hari. Karena umumnya pada katarak grade awal, meskipun pasien
belum mengeluhkan penurunan tajam penglihatan, namun keluhan
penglihatan silau saat mengemudi dirasakan cukup mengganggu
pasien, sehingga dikhawatirkan akan membahayakan jiwa pasien dan
pengguna jalan lainnya.9
1. Jenis Operasi 5,9
a. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)
ICCE adalah jenis operasi katarak dengan membuang
lensa dan kapsul secara keseluruhan. EKIK menggunakan
peralatan sederhana dan hampir dapat dikerjakan pada
berbagai kondisi. Terdapat beberapa kekurangan EKIK,
seperti besarnya ukuran irisan yang mengakibatkan
penyembuhan luka yang lama, menginduksi astigmatisma
pasca operasi, cystoid macular edema (CME), dan ablasio
retina. Meskipun sudah banyak ditinggalkan, EKIK masih
dipilih untuk kasus-kasus subluksasi lensa, lensa sangat padat,
dan eksfoliasi lensa. Kontraindikasi absolut EKIK adalah
katarak pada anak-anak, katarak pada dewasa muda, dan
ruptur kapsul traumatik, sedangkan kontraindikasi relatif
meliputi miopia tinggi, sindrom Marfan, katarak Morgagni,
dan adanya vitreus di kamera okulianterior
b. Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana
dilakukan pengeluaran isi lensa dengan merobek kapsul lensa
anterior sehingga massa lensa dan korteks lensa dapat keluar
melalui robekan. Ukuranlensa yang dikeluarkan pada ECCE
cukup besar, yaitu sekitar 9-12 mm, sehingga untuk menutup
luka membutuhkan 5-7 jahitan. Oleh karena luka yang relatif
besar dan adanya jahitan untuk menutup luka, risiko
astigmatisma pasca operasi menjadi cukup besar. Meskipun
demikian, operator yang berpengalaman dapat mengatur
kekencangan jahitan untuk mengurangi risiko astigmatisma.
Tindakan ECCE ini dilakukan pada pasien dengan katarak
matur. Pada pasien dengan katarak matur yang disertai
kelainan endotel yang berat, tindakan ECCE bersamaan
dengan keratoplasti dapat menjadi pilihan. ECCE menjadi
pilihan terapi pada katarak matur atau saat indikasi kebutaan
menurut WHO terpenuhi.
c. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS)
yang merupakan operasi katarak manual dengan luka insisi
yang lebih kecil dibandingkan ECCE. Berbeda dengan ECCE,
luka insisi pada SICS dibuat lebih ke arah sklera dan dengan
membuat terowongan (tunnel) dari sklera ke kornea untuk
kemudian menembus bilik matadepan. Luka insisi yang lebih
kecil sebesar 6-9 mm dan tunnel berukuran 4 mm
menyebabkan luka menjadi kedap meskipun tanpa jahitan,
sehingga dapat menurunkan risiko astigmatisma pasca
operasi. Beberapa dokter memilih memberikan 1 jahitan pada
luka insisi SICS untuk menutup luka dengan lebih baik.
Pemasangan IOLpada operasi SICS sudah menjadi baku emas
untuk tindakan operasiSICS.
d. Fakoemulsifikasi
Operasi katarak dengan menggunakan mesin
fakoemulsifikasi (Phacoemulsification). Operasi
fakoemulsifikasi adalah tindakan menghancurkan lensa mata
menjadi bentuk yang lebih lunak, sehingga mudah dikeluarkan
melalui luka yang lebih kecil (2-3 mm). Getaran kristal piezzo
electric dengan frekuensi ultrasound pada phaco handpiece
digunakan untuk menghancurkan katarak. Katarak yang telah
melunak atau menjadi segmen yang lebih kecil kemudian akan
diaspirasi oleh mekanisme pompa peristaltik maupun venturi
sampai bersih. Pemasangan IOL sudah menjadi standar
pelayanan operasi fakoemulsifikasi. Pemilihan lensa yang
dapat dilipat (foldable) merupakan baku emas untuk tindakan
operasi fakoemulsifikasi. Insisi yang kecil tidak memerlukan
jahitan dan akan pulih dengan sendirinya. Hal ini
memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan
aktivitas sehari-hari. Namun jika karena adanya keterbatasan
pilihanIOL yang tersedia, maka penggunan IOL non-foldable
masih dapat diterima, tentunya dengan penambahan jahitan
pada luka. Teknik ini bermanfaat pada katarak kongenital,
traumatik dan kebanyakan katarak senilis.
2.3.5 Komplikasi
Komplikasi selama operasi
1. Pendangkalan kamera okuli anterior
Pada saat operasi katarak, pendangkalan kamera okuli
anterior (KOA) dapat terjadi karena cairan yang masuk ke KOA
tidak cukup, kebocoran melalui insisi yang terlalu besar,
tekanan dari luar bola mata, tekanan vitreus positif, efusi
suprakoroid, atau perdarahan suprakoroid. Jika saat operasi
ditemukan pendangkalan KOA, hal pertama yang harus
dilakukan adalah mengurangi aspirasi, meninggikan botol
cairan infus, dan mengecek insisi. Bila insisi terlalu besar, dapat
dijahit jika perlu. Tekanan dari luar bola mata dapat dikurangi
dengan mengatur ulang spekulum kelopak mata. Hal berikutnya
adalah menilai tekanan vitreus tinggi dengan melihat apakah
pasien obesitas, bull-necked, penderita PPOK, cemas, atau
melakukan manuver Valsava. Pasien obesitas sebaiknya
diposisikan antitrendelenburg.
2. Posterior Capsule Rupture (PCR)
PCR dengan atau tanpa vitreous loss adalah komplikasi
intraoperatif yang sering terjadi. Studi di Hawaii menyatakan
bahwa 0,68% pasien mengalami PCR dan vitreous loss selama
prosedur fakoemulsifikasi. Beberapa faktor risiko PCR adalah
miosis, KOA dangkal, pseudoeksfoliasi, floppy iris syndrome,
dan zonulopati. Apabila terjadi PCR, sebaiknya lakukan
vitrektomi anterior untuk mencegah komplikasi yang lebih
berat. PCR berhubungan dengan meningkatnya risiko cystoid
macular edema, ablasio retina, uveitis, glaukoma, dislokasi
LIO, dan endoftalmitis postoperatif katarak.
3. Nucleus drop
Salah satu komplikasi teknik fakoemulsifikasi yang paling
ditakutkan adalah nucleus drop, yaitu jatuhnya seluruh atau
bagian nukleus lensa ke dalam rongga vitreus. Jika hal ini tidak
ditangani dengan baik, lensa yang tertinggal dapat
menyebabkan peradangan intraokular berat, dekompensasi
endotel, glaukoma sekunder, ablasio retina, nyeri, bahkan
kebutaan. Sebuah studi di Malaysia melaporkan insidensi
nucleus drop pasca fakoemulsifikasi sebesar 1,84%. Faktor
risiko nucleus drop meliputi katarak yang keras, katarak polar
posterior, miopia tinggi, dan mata dengan riwayat vitrektomi.
Komplikasi setelah operasi.
1. Edema kornea
Edema stromal atau epitelial dapat terjadi segera setelah
operasi katarak. Kombinasi dari trauma mekanik, waktu operasi
yang lama, trauma kimia, radang, atau peningkatantekanan
intraokular (TIO), dapat menyebabkan edema kornea. Pada
umumnya, edema akan hilang dalam 4 sampai 6 minggu.1Jika
kornea tepi masih jernih, maka edema kornea akan menghilang.
Edema kornea yang menetap sampai lebih dari 3 bulan biasanya
membutuhkan keratoplasti tembus.
2. Perdarahan
Komplikasi perdarahan pasca operasi katarak antara lain
perdarahan retrobulbar, perdarahan atau efusi suprakoroid, dan
hifema. Pada pasien-pasien dengan terapi antikoagulan atau
antiplatelet, risiko perdarahan suprakoroid dan efusi
suprakoroid tidak meningkat. Sebagai tambahan, penelitian lain
membuktikan bahwa tidak erdapat perbedaan risiko perdarahan
antara kelompok yang menghentikan dan yang melanjutkan
terapi antikoagulan sebelum operasi katarak.
3. Glaukoma sekunder
Bahan viskoelastik hialuronat yang tertinggal di dalam KOA
pasca operasi katarak dapat meningkatkan tekanan intraokular
(TIO), peningkatan TIO ringan bisa terjadi 4 sampai 6 jam
setelah operasi, umumnya dapat hilang sendiri dan tidak
memerlukan terapi anti glaukoma, sebaliknya jika peningkatan
TIO menetap, diperlukan terapi antiglaukoma. Glaukoma
sekunder dapat berupa glaukoma sudut terbuka dan tertutup.
Beberapa penyebab glaukoma sekunder sudut terbuka adalah
hifema, TASS, endoftalmitis, serta sisa masa lensa. Penyebab
glaukoma sekunder sudut tertutup adalah blok pupil, blok siliar,
glaukoma neovaskuler, dan sinekia anterior perifer.
4. Uveitis kronik
Inflamasi normal akan menghilang setelah 3 sampai 4
minggu operasi katarak dengan pemakaian steroid topikal.
Inflamasi yang menetap lebih dari 4 minggu, didukung dengan
penemuan keratik presipitat granulomatosa yang terkadang
disertai hipopion, dinamai uveitis kronik. Kondisi seperti
malposisi LIO, vitreus inkarserata, dan fragmen lensa yang
tertinggal, menjadi penyebab uveitis kronik. Tatalaksana
meliputi injeksi antibiotik intravitreal dan operasi perbaikan
posisi LIO, vitreus inkarserata, serta pengambilan fragmen lensa
yang tertinggal dan LIO.
5. Edema Makula Kistoid (EMK)
EMK ditandai dengan penurunan visus setelah operasi
katarak, gambaran karakteristik makula pada pemeriksaan
oftalmoskopi atau FFA, atau gambaran penebalan retina pada
pemeriksaan OCT. Patogenesis EMK adalah peningkatan
permeabilitas kapiler perifovea dengan akumulasi cairan di
lapisan inti dalam dan pleksiformis luar. Penurunan tajam
penglihatan terjadi pada 2 sampai 6 bulan pasca bedah.1 EMK
terjadi pada 2-10% pasca EKIK, 1-2% pasca EKEK, dan < 1%
pasca fakoemulsifikasi. Angka ini meningkat pada penderita
diabetes mellitus dan uveitis. Sebagian besar EMK akan
mengalami resolusi spontan, walaupun 5% diantaranya
mengalami penurunan tajam penglihatan yang permanen.
6. Ablasio retina
Ablasio retina terjadi pada 2-3% pasca EKIK, 0,5-2% pasca
EKEK, dan <1% pasca fakoemulsifikasi. Biasanya terjadi dalam
6 bulan sampai 1 tahun pasca bedah katarak. Adanya kapsul
posterior yang utuh menurunkan insidens ablasio retina pasca
bedah, sedangkan usia muda, miopia tinggi, jenis kelamin laki
laki, riwayat keluarga dengan ablasio retina, dan pembedahan
katarak yang sulit dengan rupturnya kapsul posterior dan
hilangnya vitreus meningkatkan kemungkinan terjadinya
ablasio retina pasca bedah.
7. Endoftalmitis
Endoftalmitis termasuk komplikasi pasca operasi katarak
yang jarang, namun sangat berat. Gejala endoftalmitis terdiri
atas nyeri ringan hingga berat, hilangnya penglihatan, floaters,
fotofobia, inflamasi vitreus, edem palpebra atau periorbita,
injeksi siliar, kemosis, reaksi bilik mata depan, hipopion,
penurunan tajam penglihatan, edema kornea, serta perdarahan
retina. Gejala muncul setelah 3 sampai 10 hari operasi katarak.
Penyebab terbanyak adalah Staphylococcus epidermidis,
Staphylococcus aureus, dan Streptococcus. Penanganan
endoftalmitis yang cepat dan tepat mampu mencegah infeksi
yang lebih berat. Tatalaksana pengobatan meliputi kultur bakteri
antibiotik intravitreal spektrum luas, topikal sikloplegik, dan
topikal steroid.
8. Toxic Anterior Segment Syndrome
TASS merupakan inflamasi pasca operasi yang akut dan non-
infeksius. Tanda dan gejala TASS dapat menyerupai
endoftalmitis, seperti fotofobia, edema kornea, penurunan
penglihatan, akumulasi leukosit di KOA, dan kadang disertai
hipopion. TASS memiliki onset lebih akut, yaitu dalam 24 jam
pasca operasi katarak, sedangkan endoftalmitis terjadi setelah 3
sampai 10 hari operasi. TASS juga menimbulkan keluhan nyeri
minimal atau bahkan tanpa nyeri. Beberapa penyebab TASS
adalah pembilasan alat-alat operasi yang tidak adekuat,
penggunaan pembersih enzimatik, salah konsentrasi detergen,
ultrasonic bath, antibiotik, epinefrin yang diawetkan, alat
singleuse yang digunakan berulang kali saat pembedahan.
Meskipun kebanyakan kasus TASS dapat diobati dengan steroid
topikal atau NSAIDs topikal, reaksi inflamasi terkait TASS
dapat menyebabkan kerusakan parah jaringan intraokular, yang
dapat mengakibatkan kehilangan penglihatan.
9. Posterior Capsule Opacification (PCO) /kekeruhan kapsul
posterior
PCO merupakan komplikasi pasca operasi katarak yang
paling sering. Sebuah penelitian melaporkan PCO rata-rata
terjadi pada 28% pasien setelah lima tahun pasca operasi
katarak. Insidensi PCO lebih tinggi pada anak-anak. Mekanisme
PCO adalah karena tertinggalnya sel-sel epitel lensa di kantong
kapsul anterior lensa, yang selanjutnya berproliferasi, lalu
bermigrasi ke kapsul posterior lensa. Berdasarkan morfologi,
terdapat 2 jenis PCO, jenis fibrosis (fibrosis type) dan jenis
mutiara (pearl type). Jenis kedua lebih sering menyebabkan
kebutaan. PCO dapat efektif diterapi dengan kapsulotomi
Nd:YAG laser; beberapa komplikasi prosedur laser ini seperti
ablasio retina, merusak LIO, cystoid macular edema,
peningkatan tekanan intraokular, perdarahan iris, edema kornea,
subluksasi LIO, dan endoftalmitis. Pencegahan PCO lebih
ditekankan. Tekni operasi pada anak-anak menggunakan
kapsuloreksis posterior (posterior continuous curvilinear
capsulorrhexis) dan vitrektomi anterior telah terbukti
menurunkan kejadian PCO.18 Pemakaian LIO dengan sisi
tajam (sharp-edge optic) yang terbuat dari akrilik dan silikon,
serta penggunaan agen terapeutik seperti penghambat
proteasome, juga menurunkan kejadian PCO.
10. Surgically Induced Astigmatism (SIA)
Operasi katarak, terutama teknik EKIK dan EKEK
konvensional, mengubah topografi kornea dan akibatnya timbul
astigmatisma pasca operasi. Risiko SIA meningkat dengan
besarnya insisi (>3 mm), lokasi insisi di superior, jahitan, derajat
astigmatisma tinggi sebelum operasi, usia tua, serta kamera
okuli anterior dangkal. AAO menyarankan untuk membuka
jahitan setelah 6-8 minggu postoperatif untuk mengurangi
astigmatisma berlebihan.
11. Dislokasi LIO(Lensa Intra Okuler)
Angka kejadian dislokasi LIO dilaporkan sebesar 0,19-
3,00%.20 Dislokasi LIO dapat terjadi di dalam kapsul
(intrakapsuler) atau di luar kapsul (ekstrakapsuler).1 Penyebab
dislokasi LIO intrakapsuler adalah satu atau kedua haptik
terletak di sulkus, sedangkan beberapa penyebab dislokasi LIO
ekstrakapsuler mencakup pseudoeksfoliasi, gangguan jaringan
ikat, uveitis, retinitis pigmentosa, miopia tinggi, dan pasien
dengan riwayat operasi vitreoretina. Tatalaksana kasus ini
adalah dengan reposisi atau eksplantasi LIO.
BAB III

PENYAJIAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. K
Tanggal lahir (umur) : 22 Februari 2022 (68 tahun)
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Dusun Selamat Jaya
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Periksa : 13 Desember 2022

3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama
Penglihatan buram pada mata kanan sejak 3 bulan yang lalu
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Klinik Mata Ayani dengan keluhan penglihatan
buram pada mata kanan sejak 7 bulan yang lalu. Penglihatan buram
dialami secara perlahan-lahan, namun sejak 4 bulan terakhir
penglihatan semakin kabur yang disertai adanya pandangan seperti
diselubungi kabut. Pasien juga mengatakan adanya penglihatan yang
silau saat ditempat terang dibandingkan sebelumnya. Pasien memiliki
riwayat penggunaan kaca mata karena sebelumnya pasien dikatakan
memiliki rabun dekat pada kedua matanya sehingga sulit untuk
membaca. Namun beberapa bulan terakhir, pasien mengatakan mulai
merasa tidak nyaman dengan penggunaan kacamata saat sedang
membaca. Pasien menyangkal adanya penglihatan ganda. Pasien
menyangkal adanya bayangan gelap ditengah yang mengganggu
penglihatan serta nyeri saat menggerakan bola mata. Pasien
menyangkal adanya melihat gambaran seperti kilatan cahaya atau
pandangan yang melihat titik-titik hitam. Keluhan mata buram tidak
disertai nyeri, mata merah,kotoran mata, bekas trauma, nyeri kepala,
mual dan muntah. Keluhan menyebabkan aktivitas sehari-hari pasien
terganggu.
3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengamali keluhan yang sama pada mata kiri sejak 7 bulan
yang lalu namun sudah dilakukan tindakan operasi katarak dengan
teknik Fakoemulsifikasi dan pemasangan Intraocular Lens pada
tanggal 13 Oktober 2022 di Klinik Mata Ayani.

Pasien mengalami pertumbuhan jaringan pada kedua kelopak mata


yang dialami sejak 2 tahun lalu, jaringan yang tumbuh dapat lepas dari
kelopak mata setelah beberapa waktu dan muncul kembali setelah
beberapa waktu.

Pasien mengatakan memiliki nilai kolesterol yang relatif tinggi


namun jarang melakukan pemeriksaan berkala untuk memantau nilai
kolestrolnya. Pasien juga mengatakan memiliki tekanan darah tinggi
namun tidak mengonsumsi obat secara rutin.

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit seperti diabetes, gagal


ginjal, penyakit saraf dan jantung sebelumnya. Pasien tidak pernah
mengalami trauma pada area mata sebelumnya.
3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada riwayat keluhan yang serupa didalam
keluarga
3.2.5 Riwayat Alergi
Riwayat alergi makanan dan obat disangkal. Riwayat atopi disangkal.
3.2.6 Riwayat Pengobatan
Pasien menggunakan obat tetes mata rutin dari dokter spesialis
mata setelah operasi katarak 1 bulan yang lalu.
3.2.7 Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien berobat secara BPJS. Pembiayaan pasien ditanggung oleh
anak-anaknya. Pasien tinggal bersama di rumah anak keduanya
bersama menantu, dua orang cucu dan satu orang istri dari cucunya.
3.3 Pemeriksaan Fisik
3.3.1 Pemeriksaan Tanda Vital
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 142/90 mmHg
Nadi : 89 x/menit
Pernapasan : 19 x/menit
Suhu : tidak diperiksa
SpO2 : tidak diperiksa
3.3.2 Status Generalis

Kepala : Normocephal
Leher : Tidak ada pembesaran KGB

Pulmo
• Inspeksi : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Cor
• Inspeksi : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen
• Inspeksi : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas atas : Tidak dilakukan pemeriksaan


Ekstremitas bawah : Tidak dilakukan pemeriksaan
3.3.3 Status Oftalmologis
1. Gambaran Klinis Mata Pasien
Okuli Dekstra Okuli Sinistra

Okuli Dekstra Okuli Sinistra

2. Tajam Penglihatan
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
6/60 Visus 6/18
+ 3.00 Koreksi dan Addisi C – 1.50 x 75
Tetap Pinhole 6/7,5 F2
+ 2.50 Kacamata Lama + 2.75 C – 0.25 x 140

3. Tekanan Intraokular
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Palpasi kesannormal Tes Intraocular Palpasi kesannormal
Pressure dengan
Palpasi
4. Kedudukan Bola Mata
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Tidak ada Eksoftalmus Tidak ada
Tidak ada Endoftalmus Tidak ada
Tidak ada Deviasi Tidak ada
Baik ke semua arah, Gerak Bola Mata Baik ke semua arah,
tanpa hambatan tanpa hambatan

5. Pergerakan Bola Mata

OD OS
6. Tes Lapang Pandang
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Dalam Batas Normal Tes Lapang Pandang Dalam Batas Normal
(Konfrontasi)

7. Pemeriksaan Segmen Anterior


OD OS
Orthoforia Posisi bola mata Orthoforia
Rambut alis hitam bercampur putih, Alis Rambut alis hitam bercampur putih,
sikatrik (-) sikatrik (-)
Simetris (+), ptosis (-), lagoftalmus Palpebra Superior Simetris (+), ptosis (-), legoftalmus
(-), edema (-), eritem(-), trikiasis(-), dan Inferior (-), edema (-), eritem(-), trikiasis (-),
entropion (-), ektopion (-), vesikel (-), entropion (-), ektopion (-), vesikel (-),
nodul (-) nodul (+) lesi melanosit.
Hiperemis (-), sekret (-),injeksi (-), Konjungtiva Hiperemis (-), sekret (-),injeksi (-),
pertumbuhan jaringan fibrovaskular Palpebra pertumbuhan jaringan fibrovaskular
(-), benda asing (-) (-), benda asing (-)
Sekret (-), injeksi konjungtiva (-), KonjungtivaBulbi Sekret (-), injeksi konjungtiva (-),
injeksi siliar (-), pertumbuhan injeksi siliar (-), pertumbuhan
jaringan fibrovaskular (-), nodul (-), jaringan fibrovaskular (-), nodul (-),
perdarahan subkonjungtiva (-) perdarahan subkonjungtiva (-)
Warna putih Ikterik (-), nyeri tekan Sklera Warna putih Ikterik (-), nyeri tekan
(-) (-)
Permukaan jernih dan licin, edema(-), Kornea Permukaan jernih dan licin, edema(-),
infiltrat (-), ulkus (-), perforasi infiltrat (-), ulkus (-), perforasi
(-), sikatrik (-),arcus sinilis (-) (-), sikatrik (-),arcus sinilis (-)
Kesan dangkal, hipopion (-), hifema Camera Oculi Kesan dangkal, hipopion (-), hifema
(-) Anterior (-)
Iris: berwarna coklat, rubeosisiridis Iris Iris: berwarna coklat, rubeosisiridis
(-) (-)
Bentuk bulat, ukuran 3mm, isokor, Pupil Bentuk lonjong, ukuran 3mm, isokor,
refleks cahaya langsung (+), refleks refleks cahaya langsung(+) menurun,
cahaya tak langsung (+) refleks cahaya tak langsung (+)
Keruh, iris shadow (+) Lensa Pseudofakia
Reflek fundus (menurun) Fundus Refleks fundus (+)

3.4 Resume
Ny. K, 68 tahun datang ke Klinik Mata Ayani dengan keluhan penglihatan
buram pada mata kanan sejak 7 bulan yang lalu. Penglihatan kabur dialami
secara perlahan-lahan, namun sejak 4 bulan terakhir penglihatan semakin
kabur yang disertai adanya pandangan seperti diselubungi kabut. Pasien juga
mengatakan adanya penglihatan yang silau saat ditempat terang dibandingkan
sebelumnya. Pasien merasa mulai tidak nyaman dengan kaca mata lamanya.
Pada pemeriksaan tajam penglihatan didapatkan visus OD adalah 6/60
dengan penglihatan tetap pada pemberian pinhole dan visus OS adalah 6/18
dengan penglihatan maju dengan pinhole, visus menjadi 6/7.5 F2. Adapun
pada hasil pemeriksaan segmen anterior OD tampak lensa keruh dan iris
shadow (+).Pada OS ditemukan lensa jernih, bagian dalam pupil berwarna
hitam dan terdapat pantulan cahaya pada pemeriksaan dengan senter/pen
light. Pada pemeriksaan fundus didapatkan refleks fundus pada OD menurun
dan pada OS (+). Pada palpebra superior OS didapatkan lesi melanosit
berbatas tegas, tidak disertai nyeri dan tidak mudah berdarah.

3.5 Diagnosis Kerja


1. Katarak Senilis Imatur OD
2. Pseudofacos OS
3. Presbiopia OD
3.6 Diagnosis Banding
1. Katarak Senilis Matur OD
3.7 Tatalaksana
1. Non-Medikamentosa
• Memberikan edukasi pada pasien bahwa katarak tidak dapat
membaikdengan kacamata ataupun obat-obatan.
2. Medikamentosa
• Carboxymethylcellulose sodium ED 4 kali 1 tetes ODS
3. Pembedahan
• Phacoemulsifikasi Oculi Dekstra dengan Intraocular Lens (IOL)
Implantation
3.8 Prognosis
1. Ad vitam : dubia ad bonam
2. Ad functionam : dubia ad bonam
3. Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien Ny.K 68 tahun datang ke Klinik Mata Ayani dengan keluhan


pandangan kabur pada mata kanan sejak 7 bulan yang lalu. Penglihatan kabur
dialami secara perlahan-lahan, namun sejak 4 bulan terakhir penglihatan semakin
kabur yang disertai adanya pandangan seperti diselubungi kabut. Pasien juga
mengatakan adanya penglihatan yang silau saat ditempat terang dibandingkan
sebelumnya. Pasien juga mengatakan mulai tidak nyaman menggunakan kaca mata
lamanya.
Karakteristik pasien yang merupakan lansia berusia 68 tahun merupakan
salah satu faktor resiko terjadinya katarak yang berhubungan dengan usia tua atau
katarak senilis. Penuaann memiliki efek negatif pada transportasi lensa, terjadi
penurunan ion dan homestasis air serta terjadi perubahan kadar air lensa. Hal ini
mengubah sifat-sifat lensa, menyebabkan perubahan dalam kualitas optik dan
amplitudo akomodatif yang awalnya menghasilkan presbiopia pada usia paruh baya
dan pada akhirnya bermanifestasi menjadi katarak pada usia tua.
Katarak senilis disebut juga sebagai “age related cataract” didefinisikan
sebagai katarak yang terjadi pada orang berusia > 50 tahun, tidak terkait dengan
trauma mekanis, kimia, atau radiasi yang diketahui. Berdasarkan morfologinya
katarak dibagi menjadi 3 yaitu katarak nuclear, kortikal dan subkortikal. Sedangkan
penilaian dari tingkat kematangannya katarak dibagi menjadi 4 stadium, yaitu
katarak insipient, katarak imatur, katarak matur dan katarak hipermatur. Keluhan
terjadinya penurunan kualitas penglihatan berupa mata kabur dikarenakan adanya
kekeruhan lensa pada katarak. Hilangnya transparansi lensa menimbulkan
penglihatan kabur yang tidak disertai nyeri dan dirasakan pada penglihatan dekat
maupun jauh. Keluhan silau pada pasien dapat disebakan adanya kekeruhan yang
tidak merata mengakibatkan cahaya yang masuk difokuskan tidak pada satu titik
(terpencar) pada retina sehingga muncul rasa silau (glare) pada penderita katarak.
Rasa tidak nyaman saat menggunakan kacamata pada pasien diperkirakan akibat
proses majunya titik fokus (terjadi penebalan lensa) ke depan retina sehingga pasien
dengan presbyopia tidak lagi memerlukan kacamata untuk melihat dekat, namun
akan semakin buram saat melihat jauh. Pada anamnesis pasien menyangkal adanya
riwayat trauma sebelum mengeluhkan pandangan yang dirasa kabur. Sehingga
pandangan kabur yang dialami pasien akibat terjadinya kekeruhan lensa
diakibatkan oleh proses degeneratif dan diagnosis katarak traumatik dapat
disingkirkan.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kekeruhan lensa pada mata kanan dan
iris shadow test positif. Shadow test atau uji bayangan iris dilakukan untuk
menentukan derajat kekeruhan lensa. Pemeriksaan dilakukan dengan menyinari
pupil menggunakan senter/pen light dari arah 45o dari dataran iris dan nilai adanya
bayangan iris pada lensa yang keruh. Pada lensa yang sedikit keruh memberikan
gambaran bayangan iris yang semakin besar pada lensa. Pada pasien didapatkan
shadow test positif yang menunjukkan stadium kematangan katarak pada kategori
katarak imatur pada mata kanan. Gambaran lensa pada mata kiri tampak jernih dan
berwarna hitam. Saat dilakukan penyinaran dengan senter/pen light kedalam pupil
terlihat gambaran pantulan cahaya seperti pada cermin yang merupakan gambaran
dari pseudofakia. Berdasarkan anamnesis dapat kita ketahui bahwa pasien pernah
menjalani tindakan operasi katarak dan pemasangan lensa intraocular pada mata
kiri saat 1 bulan yang lalu.
Pada pasien didapatkan penurunan tajam penglihatan pada mata kanan
dengan visus 6/60 dengan pemeriksaan Snellen chart dan uji pinhole tetap. Uji
pinhole merupakan pemeriksaan mata menggunakan lempeng pinhole yang
bertujuan untuk mengetahui penurunan visus mata akibat dari kelainan refraksi atau
kelainan organik. Berdasarkan hasil uji pinhole yang tetap pada pasien ini dicurigai
adanya kelainan organik dan bukan merupakan kelainan refraksi. Pada pemeriksaan
dengan funduskopi didapatkan penurunan flekleks pupil pada mata kanan yang
menunjukan adanya kekeruhan lensa akibat katarak. Pada pemeriksaan Shadow test
iris didapatkan hasil positif yang menandakan bawah katarak pada pasien
merupakan katarak senilis imatur dan menjadi pembeda dengan katarak senilis
matur.
Tatalaksana yang dilakukan pada pasien ini berupa perencanaan
pembedahan ekstraksi katarak pada mata kanan dengan metode fakoemulsifikasi
dengan IOL implantation pasca 1 bulan post operasi ektraksi katarak pada mata kiri.
Teknik operasi fakoemulsifikasi menggunakan alat tip ultrasonik untuk memecah
nukleus lensa dan selanjutnya pecahan nukleus dan korteks lensa diaspirasi melalui
insisi yang sangat kecil. Dengan demikian, fakoemulsifikasi mempunyai kelebihan
seperti penyembuhan luka yang cepat, perbaikan penglihatan lebih baik, dan tidak
menimbulkan astigmatisma pasca bedah. Teknik fakoemulsifikasi juga dapat
mengontrol kedalaman kamera okuli anterior serta mempunyai efek pelindung
terhadap tekanan positif vitreus dan perdarahan koroid. Teknik operasi katarak jenis
ini menjadi pilihan utama di negara-negara maju.
Adanya lesi melanosit pada palpebra superior OS yang muncul sejak 2 tahun
yang lalu dan perlahan semakin membesar, benjolan berbatas tegas dan tidak
disertai rasa nyeri. Lesi melanosit pada kulit dapat berasal dari tiga sumber yaitu sel
nevus, melanosit dermal dan epidermis melanosit. Nevus merupakan lesi
neoplasma jinak pada kulit yang bersifat hamartomatous akibat proliferasi sel-sel
melanosit. Nevus pada kelopak mata dapat terjadi sejak lahir atau secara klinis baru
terlihat pada masa kanak-kanak yang kemudian akan mengalami peningkatan
pigmentasi pada masa remaja atau dewasa. Nevus kelopak mata yang didapat dibagi
menjadi 3 stadium berdasarkan arsitektur penyusunnya yaitu junctional, compound
dan intradermal. Stadium junctional terletak pada lapisan basal dari epidermis pada
taut dermal- epidermal. Stadium compound meluas dari zona junctional ke atas
hingga ke epidermis dan kebawah hingga ke dermis. Stadium intradermal
disebabkan oleh involusi komponen epidermal dan menetapnya komponen dermal
dari nevus stadium compound. Tatalaksana nevus umumnya adalah observasi
periodik, dan dapat dilakukan eksisi pada lesi yang mencurigakan. Lesi berpigmen
kelopak mata yang mencurigakan, dengan riwayat pertumbuhan yang sangat cepat,
perubahan pola pigmen, berhubungan dengan inflamasi dan berasal dari daerah
yang banyak terpapar sinar matahari, maka lesi harus diangkat dan dilakukan biopsy
untuk menyingkirkan kemungkinan suatu keganasan melanoma. Nevus tidak
sensitif terhadap radiasi, sehingga eksisi melalui pembedahan merupakan metode
terbaik untuk menghilangkan lesi.
BAB V

KESIMPULAN

Ny. K, 68 tahun didiagnosis sebagai katarak senilis imatur OD, pseudofacos


OS dengan lesi melanosit susp. nevus palpebra superior berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan oftalmologi. Pasien sarankan untuk dilakukan tindakatan operasi
katarak dengan teknik Phacoemulsifkasi Oculi Dekstra dan Intraocular Lens (IOL)
Implantation. Pada pertumbuhan lesi melanosit yang dicurigai sebagai nevus
palpebra superior pada OS perlu dilakukannya pemantauan dan pemeriksaan lebih
lanjut terhadap progresifitas pertumbuhan lesi untuk menghindari terjadinya
keganasan melanoma.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ruan X, Liu Z, Luo L, Liu Y. Structure of the lens and its associations withthe
visual quality. BMJ Open Ophthalmology. 2020;5(1).
2. Nizami AA, Gulani AC. Cataract. [Updated 2021 Aug 1]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022
3. Gupta VB, Rajagopala M, Ravishankar B. Etiopathogenesis of cataract: an
appraisal. Indian J Ophthalmol. 2014;62(2):103-110.
4. Jack J Kanski. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach 8th Edition,
Elsevier, Saunders Ltd. 2016
5. Astari P. Katarak: Klasifikasi, Tatalaksana, dan Komplikasi Operasi. CDK-269.
2018; 45(10):748-753.
6. Lim JC, Caballero Arredondo M, Braakhuis AJ, Donaldson PJ. Vitamin C and
the Lens: New Insights into Delaying the Onset of Cataract. Nutrients. 2020;
12(10):3142. https://doi.org/10.3390/nu12103142
7. American Academy of Ophthalmology. Cataract in the Adult Eye Preferred
Practice Pattern. San Francisco: AAO ; 2021
8. Sitorus Rita, Sitompul Ratna, Widyawati Syska, Bani Anna. Buku Ajar
Oftalmologi. Badan Penerbit Fkui, Jakarta. 2017.
9. KEMENKES RI No. HK.01.07/MENKES/557/2018 Tentang Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Katarak Pada Dewasa

Anda mungkin juga menyukai