Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

HEMIANOPSIA HOMONIM DEXTRA ec STROKE ISKEMIK LOBUS


OCCIPITAL SINISTRA

Disusun Oleh:
Giovanni Lawira I4061192069

Pembimbing:
dr. Muhammad Asroruddin, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOEDARSO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui Laporan Kasus dengan judul:


Hemianopsia Homonim Dextra ec Stroke Iskemik Lobus Occipital Sinistra

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Mata
Rumah Sakit Universitas Tanjungpura Pontianak

Pontianak, Desember 2022


Disetujui Oleh Penyusun

dr. Muhammad Asroruddin, Sp.M Giovanni Lawira


NIM I4061192069
BAB I
PENDAHULUAN
Homonymous hemianopia (HH) adalah defek lapang pandang pada
setengah bidang visual yang sama yang melibatkan kedua. Hal ini disebabkan oleh
lesi pada jalur visual retrochiasmal, yaitu lesi pada saluran optik, inti genikulatum
lateral, radiasi optik, dan korteks visual (oksipital) serebral. Penyebab tersering lesi
korteks visual adalah stroke dan tumor.1,2,3
Stroke infark merupakan kumpulan gejala defisit neurologis akibat
gangguan fungsi otak akut baik fokal maupun global yang mendadak, disebabkan
oleh berkurangnya atau hilangnya aliran darah dalam parenkim otak atau medulla
spinalis, yang dapat disebabkan oleh penyumbatan pembuluh darah arteri. 4

1
BAB II
PENYAJIAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. TH
Usia : 44 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pegawai Negri Sipil
Agama : Islam
Alamat : Jl. Danau Sentarum
Tanggal Pemeriksaan : 14 Desember 2022
2.2 Anamnesis
2.2.1 Keluhan Utama
Penglihatan sebelah kanan gelap pada kedua mata.
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan penglihatan sebelah kanan gelap pada kedua
mata yang terjadi mendadak sejak 4 hari SMRS. Keluhan terjadi setelah pasien
bangun tidur. Keluhan tidak dirasakan memberat maupun membaik. Pasien
mengatakan belum mendapatkan pengobatan sebelumnya. Pasien juga mengatakan
sering mengalami keluhan nyeri kepala yang hilang timbul. Keluhan penglihatan
buram, berbayang, mata merah, nyeri mata, gatal, mata berair, belekan, pandangan
silau, dan floaters disangkal oleh pasien. Memiliki riwayat merokok sebelumnya
dan saat ini sudah berhenti.
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat diabetes melitus, hipertensi, asma, stroke,
trauma, maupun alergi. Pasien menyangkal adanya riwayat sakit mata sebelumnya,
menggunakan kacamata, operasi, maupun trauma pada matanya.

2
2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami kelihan serupa. Riwayat penyakit mata
lain pada keluarga disangkal. Riwayat asma, diabetes melitus dan alergi disangkal
2.3 Pemeriksaan Fisik
2.3.1 Keadaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
Tekanan Darah : 132/76 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 36.3°C
SpO2 : 98%
2.3.2 Status Generalis
Kulit : Warna kulit sawo matang, sianosis (-).
Kepala : Normocephal
Telinga : Tidak dilakukan pemeriksaan
Hidung : Sekret (-/-), deformitas (-)
Mulut : Bibir Sianosis (-), bibir kering (-)
Leher : Tidak dilakukan pemeriksaan
Dada : Tidak dilakukan pemeriksaan
Paru : Tidak dilakukan pemeriksaan
Jantung : Tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-/-)
2.3.3 Status Oftalmologikus
1. Tajam penglihatan
OD : 6/7,5
OS : 6/9

3
2. Pergerakan bola mata

OD OS
3. Tekanan intraokular
OD : palpasi N (13 mmHg)
OS : palpasi N (12 mmHg)
4. Tes lapang pandang

OD OS
Posisi Bola
Orthoforia Orthoforia
Mata
Simetris (+), ptosis (-), Simetris (+), ptosis (-),
lagoftalmos (-), edema (-), lagoftalmos (-), edema (-),
eritema (-), trikiasis (-), entropion Palpebra eritema (-), trikiasis (-), entropion
(-), ektropion (-), vesikel (-), (-), ektropion (-), vesikel (-),
nodul (-), nyeri tekan (-) nodul (-), nyeri tekan (-)
Hiperemis (-), sekret (-), injeksi Hiperemis (-), sekret (-), injeksi
(-), pertumbuhan fibrovaskular (- Konjungtiva (-), pertumbuhan fibrovaskular (-
), benda asing (-) ), benda asing (-)

Jernih, edema (-), infiltrat (-), Jernih, edema (-), infiltrat (-),
Kornea
ulkus (-), arkus senilis (+) ulkus (-), arkus senilis (+)

4
Bilik Mata
Dalam Dalam
Depan
Warna iris cokelat dan intak Iris Warna iris cokelat dan intak
Bentuk bulat, ukuran 3 mm, Bentuk bulat, ukuran 3 mm,
isokor, refleks cahaya langsung isokor, refleks cahaya langsung
Pupil
(+), refleks cahaya tak langsung (+), refleks cahaya tak langsung
(+) (+)
Jernih, Shadow test (-) Lensa Jernih, Shadow test (-)
Refleks Fundus (+) Fundus Refleks Fundus (+)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Dilakukan pemeriksaan CT-Scan Kepala dengan kontras

Hasil: Infark di Kortikal subkortikal lobus occipital kiri


2.5 Resume Medis
Pasien, Tn. TH, usia 44 tahun, mengeluhkan penglihatan sebelah kanan
gelap pada kedua mata yang terjadi mendadak sejak 4 hari SMRS. Keluhan terjadi
setelah pasien bangun tidur. Keluhan tidak dirasakan memberat maupun membaik.
Pasien juga mengatakan sering mengalami keluhan nyeri kepala yang hilang timbul.
Memiliki riwayat merokok sebelumnya dan saat ini sudah berhenti. Pasien tidak

5
memiliki riwayat trauma mata maupun operasi mata. Pasien menyangkal memiliki
riwayat hipertensi, diabetes melitus dan alergi. Hasil CT-Scan menunjukkan Infark
di Kortikal subkortikal lobus occipital kiri. Pemeriksaan tajam penglihatan
menunjukkan visus OD 6/7,5, OS 6/10. TIO OD 13 mmHg, OS 12 mmHg. Defek
lapang pandang sebelah kanan ODS.
2.6 Diagnosis Kerja
 Hemianopsia Homonim Dextra ec Stroke Iskemik Lobus Occipital Sinistra
2.7 Diagnosis Banding
 Ablasio Retina
 Glaukoma Sudut Terbuka
 Oklusi Arteri Retina
 Perdarahan Intrakranial
 Tomor Cerebri
 Vaskulitis
2.8 Usulan Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan DL, GDS, Kolesterol, PT, aPTT, D-dimer, Antitrombin
 EKG
 Perimetri
 Amsler grind test
 Pemeriksaan penglihatan warna
 Optical Coherence Tomography (OCT)
2.9 Tatalaksana
2.8.1 Farmakologi
 PO. Mecobalamin 3x500 mcg
2.8.2 Non Farmakologi
 Rujuk Spesialis Neurologi
 Rehabilitasi visual
 Penggunaan kacamata prisma

6
 Edukasi mengenai stroke iskemik dan defek lapang pandang
 Menginformasikan kepada pasien mengenai prognosis, komplikasi yang
mungkin terjadi, dan melakukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari faktor
risiko lainnya
2.10 Prognosis
OD OS
Ad Vitam Bonam Bonam
Ad Sanationam Malam Malam
Ad Functionam Malam Malam

7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi Jaras Persarafan Mata
Jaras persarafan nervus opticus dimulai dari serabut-serabut nervus opticus
yang berada di lapisan ganglionic retina. Serabut-serabut nervus opticus
berkonvergensi di discus opticus dan keluar dari mata sebagai nervus opticus.
Nervus opticus melalui canalis opticus dan bergabung dengan nervus opticus
sebagai chiasma opticum. Di dalam chiasma opticum, serabut bagian nasal setengah
medial setiap retina menyilang garis tengah dan masuk ke traktus opticus
kontralateral, sedangkan serabutdari bagian temporal setengah lateral setiap retina
berjalan ke posterior di dalam traktus opticus sisi yang sama.5
Traktus opticus berjalan dari chiasma opticum ke postero lateral di sekitar
penduculus cerebri dan bersinaps di corpus geniculatum lateral, yang merupakan
penonjolan kecil di posterior thalamus. Akson-akson sel saraf di dalam corpus
geniculatum lateral keluar dan membentuk radiatio optica. Radiatio optica berjalan
ke posterior melalui bagian retrolenticularis capsula interna dan berakhir di korteks
visual (area 17), yang menempati bibir atas dan bawah sulcus calcarinus pda
permukaan medial hemispherium cereri. Korteks asosiasi visual (area 18 dan 19)
berguna untuk mengenali objek dan persepsi warna. 5

Gambar 3.1 Anatomi Jaras Persarafan Mata6

8
Gambar 3.2 Perdarahan Jaras Persarafan Mata6

Gambar 3.3 Manifestasi Defek Lapang Pandang pada Jaras Persarafan Mata 6

3.2 Lesi Jaras Persarafan post-Chiasma


3.2.1 Etiologi
• Infark Cerebri
• Hemoragik intracranial
• Trauma
• Tumor
• Iatrogenik
• Penyakit Neurologis
9
3.2.2 Lesi Lobus Occipitalis
Saat serabut visual mendekati lobus oksipital, keselarasan defek bidang
visual yang dihasilkan oleh lesi di area ini menjadi karakteristik penting dari defek
ini. Serabut sentral menjadi terpisah dari serabut perifer dan mengarah ke ujung
oksipital, sedangkan serabut perifer berjalan ke korteks anteromedial. Selain itu,
ada pembesaran kortikal pada area yang sesuai dengan penglihatan sentral di bagian
posterior korteks striate; pusat 10° bidang visual sesuai dengan sekitar 50%-60%
dari korteks visual yang memanjang dari bagian posterior area medial ke ujung
oksipital. Sebagian besar lesi lobus oksipital diakibatkan oleh stroke (infark di
wilayah arteri otak posterior) dan tidak menyebabkan defisit neurologis selain
kehilangan penglihatan.6
Karena perbedaan jumlah serabut silang versus serabut tidak silang,
beberapa serabut hidung perifer yang mengarah ke daerah anteromedial tidak cocok
dengan serabut tidak menyilang yang sesuai. Akibatnya, daerah anteromedial dari
lobus oksipital melayani "bulan sabit temporal" bermata dari bidang visual di
pinggiran jauh (60°–90° dari fiksasi). Akhirnya, serat-serat di dalam korteks
oksipital terletak di atas dan di bawah fisura calcarine. Dengan demikian, defek
lapang pandang akibat lesi lobus oksipital mungkin memiliki karakteristik berikut
pada hemifield kontralateral terhadap lesi:6
 Hemianopia homonim yang kongruen, mungkin menyisakan daerah fiksasi
 Defek monokular bulan sabit temporal yang hanya melibatkan bagian paling
anterior dari lobus oksipital; paling baik dideteksi dengan uji perimetri
kinetik
 Defek homonim menyisakan bulan sabit temporal di mata kontralateral lesi;
paling baik dideteksi dengan uji perimetri kinetik
 Quadrantanopia homonim (superior atau inferior) yang menghormati
meridian horizontal
Hemianopia homonim macula-sparing menunjukkan stroke yang
melibatkan bagian dari korteks visual primer yang disuplai oleh arteri serebral
10
posterior. Ujung lobus oksipital menerima suplai darah ganda dari arteri sere bralis
tengah dan arteri sere bralis posterior. Oklusi arteri serebri posterior merusak
korteks visual primer, kecuali untuk daerah yang mewakili makula di ujung
posterior lobus oksipital, yang tetap dialiri oleh arteri serebri media.6
Hipoperfusi sistemik sering merusak ujung oksipital karena ujungnya
berada di daerah aliran sungai yang disuplai oleh cabang distal sistem arteri serebri
posterior dan tengah. Daerah yang sangat rentan ini mungkin merupakan satu-
satunya daerah yang cedera, menyebabkan skotoma hemianopik homonim.6
Kebutaan otak terjadi akibat kerusakan lobus oksipital bilateral. Respon
pupil normal dan penampilan saraf optik membedakan kebutaan otak dari kebutaan
total yang disebabkan oleh lesi anterior LGN. Sindrom anton (penyangkalan
kebutaan), meskipun secara klasik terkait dengan gangguan penglihatan kortikal
(CVI; lihat bagian selanjutnya), dapat disebabkan oleh lesi pada setiap tingkat
sistem penglihatan yang cukup parah untuk menyebabkan kebutaan. Jarang, pasien
dengan lesi lobus oksipital bilateral memiliki sisa fungsi visual6
Gangguan korteks visual primer karena neoplasma, migrain, atau obat-
obatan dapat menyebabkan halusinasi visual yang tidak berbentuk. Halusinasi yang
terbentuk biasanya dikaitkan dengan lesi pada korteks ekstrastriata atau lobus
temporal. Pasien dengan cedera pada korteks oksipital terkadang melihat target
yang bergerak tetapi tidak statis. Disosiasi statisokinetik ini (juga disebut fenomena
Riddoch), yang juga dapat terjadi dengan lesi di bagian lain dari jalur visual,
mungkin berasal dari sel-sel dalam sistem visual yang merespons rangsangan
bergerak lebih baik daripada yang statis.6

11
Gambar 3.4 Manifestasi Defek Lapang Pandang pada Lesi Lobus Occipital3,6

Gambar 3.5 Manifestasi Defek Lapang Pandang pada Lesi Lobus Occipital2,6
3.2.3 Lesi Nucleus Geniculatus Lateralis
LGN adalah struktur retinotopik yang sangat terorganisir dan berlapis; oleh
karena itu, lesi di daerah ini dapat menyebabkan defek lapang pandang yang sangat
terlokalisir. Sebagai contoh, gangguan dalam distribusi vaskular dari arteri
choroidal lateral posterior, cabang dari PCA, menghasilkan sectoranopia horizontal
yang kongruen. Gangguan arteri choroidal anterior, cabang dari MCA,
menyebabkan hilangnya kuadran homonim atas dan bawah (dikenal sebagai
quadruple sectoranopia) dengan pelestarian irisan horizontal. Berbeda dengan cacat
baji yang tidak biasa diamati pada glaukoma, cacat bidang visual ini mencerminkan
12
meridian vertikal. Lesi LGN juga dapat menyebabkan atrofi optik sektoral, dan
dalam kasus yang jarang terjadi, lesi LGN bilateral menyebabkan kebutaan.6
Dari LGN, serabut visual inferior pertama berjalan ke anterior dan
kemudian ke lateral dan posterior ke loop Meyer lobus temporal (kira-kira 2,5 cm
dari ujung anterior lobus temporal). Serabut superior berjalan lebih langsung ke
posterior di lobus parietal. Lesi yang mempengaruhi loop Meyer sehingga
menghasilkan cacat lapang pandang homonim superior kontralateral terhadap lesi.
Cacat ini (disebut pie in the sky de-fects) cadangan fiksasi. Kerusakan pada lobus
temporal anterior ke loop Meyer tidak menyebabkan hilangnya bidang visual. Lesi
yang mempengaruhi radiasi posterior ke loop menghasilkan cacat hemianopic
homonim yang meluas ke inferior.6
Tumor di dalam lobus temporal adalah penyebab umum hilangnya bidang
visual. Temuan neurologis untuk lesi lobus temporal meliputi aktivitas kejang,
termasuk kejang penciuman dan halusinasi visual yang terbentuk. Eksisi bedah dari
fokus kejang di lobus temporal juga dapat menyebabkan cacat bidang visual. 6
Interupsi radiasi optik di dalam kapsula interna ditandai dengan hemianopia
homonim kontralateral, biasanya komplit yang biasanya berhubungan dengan
hemianestesia kontralateral dari kerusakan serat talamokortikal yang berdekatan di
ekstremitas posterior kapsula interna. Temuan okular lainnya pada lesi kapsula
interna sering meliputi deviasi transien mata ke sisi lesi dan kelemahan okuli
frontalis dan orbikularis pada sisi hemiplegia kontralateral. Penyebab Vaskular
mendominasi.7

13
Gambar 3.6 Manifestasi Defek Lapang Pandang pada Lesi LGN 6
3.2.4 Lesi Lobus Temporal
Dari LGN, serabut visual inferior pertama berjalan ke anterior dan
kemudian ke lateral dan posterior ke loop Meyer lobus temporal (kira-kira 2,5 cm
dari ujung anterior lobus temporal). Serabut superior berjalan lebih langsung ke
posterior di lobus parietal. Lesi yang mempengaruhi loop Meyer sehingga
menghasilkan cacat lapang pandang homonim superior kontralateral terhadap lesi.
Cacat ini (disebut pie in the sky defects) cadangan fiksasi. Kerusakan pada lobus
temporal anterior ke loop Meyer tidak menyebabkan hilangnya bidang visual. Lesi
yang mempengaruhi radiasi posterior ke loop menghasilkan cacat hemianopic
homonim yang meluas ke inferior.6
Tumor di dalam lobus temporal adalah penyebab umum hilangnya bidang
visual. Temuan neurologis untuk lesi lobus temporal meliputi aktivitas kejang,
termasuk kejang penciuman dan halusinasi visual yang terbentuk. Eksisi bedah dari
fokus kejang di lobus temporal juga dapat menyebabkan cacat bidang visual. 6
Pasien dengan lesi lobus temporal yang menghasilkan defek lapang pandang
homonim juga dapat mengalami halusinasi visual. Halusinasi biasanya dari jenis
yang terbentuk dan terdiri dari benda hidup (misalnya manusia, hewan) dan benda
14
mati (misalnya bunga, pohon, bangunan). Mereka sering terlihat berwarna dan
selalu berada di hemifield homonim yang terkena di sisi kontralateral lesi.
Halusinasi visual yang disebabkan oleh lesi lobus temporal dapat menyenangkan
atau menakutkan bagi pasien dan dapat disertai dengan halusinasi pendengaran.7

Gambar 3.7 Manifestasi Defek Lapang Pandang pada Lesi Lobus Temporal6
3.2.5 Lesi Lobus Parietal
Lesi lobus parietalis, yang sering terjadi akibat stroke atau neoplasma,
cenderung melibatkan serat superior terlebih dahulu, menyebabkan defek
hemianopik homonim inferior kontralateral. Lesi yang lebih luas memengaruhi
bidang visual superior tetapi tetap lebih padat di inferior. Sindrom lobus parietal
mencakup berbagai efek neurologis lainnya, termasuk masalah persepsi (agnosia)
dan apraksia. Lesi pada lobus parietal dominan menyebabkan sindrom Gerstmann,
kombinasi dari akalkulia, agrafia, agnosia jari, dan kebingungan kiri-kanan. Lesi
pada lobus parietalis nondominan dapat menyebabkan hemispatial diabaikan
kontralateral.6
15
Kerusakan pada jalur pengejaran yang menyatu di lobus parietal posterior
(dekat radiasi optik) dapat menyebabkan kelainan pada nistagmus optokinetik
(OKN). Pemeriksa dapat menimbulkan respons OKN yang terganggu dengan
menggerakkan target ke sisi lesi, mendorong upaya untuk menggunakan jalur
pengejaran yang rusak. Dengan demikian, pasien dengan hemianopia homonim
karena lesi lobus parietal akan memiliki respon OKN yang berkurang dengan target
bergerak ke sisi yang terkena, sedangkan pasien dengan hemianopia homonim
karena lesi pada saluran optik atau lobus oksipital akan memiliki respons OKN
utuh.6
Gambaran neuro-oftalmologi yang menunjukkan lesi pada lobus parietal
termasuk hemianopia homonim yang tidak lengkap dan relatif sesuai (atau sedikit
tidak sesuai) yang lebih padat di bawah daripada di atas, gerakan konjugasi mata ke
sisi yang berlawanan dengan lesi pada penutupan kelopak mata secara paksa (tanda
Cogan) , dan respons OKN yang abnormal saat target digerakkan ke arah sisi lesi.7

Gambar 3.7 Manifestasi Defek Lapang Pandang pada Lesi Lobus Parietal 6

16
3.3 Stroke
3.2.1 Definisi
Stroke adalah kumpulan gejala defisit neurologis akibat gangguan fungsi
otak akut baik fokal maupun global yang mendadak, disebabkan oleh berkurangnya
atau hilangnya aliran darah pada parenkim otak atau medulla spinalis, yang dapat
disebabkan oleh penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah arteri maupun vena,
yang dibuktikan dengan pemeriksaan imaging dan/atau patologi. Secara garis besar,
stroke dapat diklasifikasikan menjadi 2, yakni stroke infark dan stroke hemoragik.8
Stroke infark merupakan kumpulan gejala defisit neurologis akibat
gangguan fungsi otak akut baik fokal maupun global yang mendadak, disebabkan
oleh berkurangnya atau hilangnya aliran darah dalam parenkim otak atau medulla
spinalis, yang dapat disebabkan oleh penyumbatan pembuluh darah arteri.
Sementara itu, stroke perdarahan (hemoragik) adalah suatu gangguan organik otak
yang disebabkan adanya darah di parenkim otak atau ventrikel.8 Stroke hemoragik
dapat disebabkan oleh perdarahan intrakranial atau subaraknoid. Perdarahan
intrakranial terjadi pada parenkim otak maupun ventrikel tanpa didahului trauma,
sementara perdarahan subaraknoid terjadi di rongga subaraknoid (antara membran
araknoid dan piamater).9
3.2.2 Patofisiologi
Stroke iskemik dapat disebabkan oleh kondisi trombotik dan embolik. Pada
thrombosis, aliran darah terdampak karena penyempitan pembuluh darah akibat
artherosclerosis. Plaque yang terbentuk akan mendesak ruang vaskuler dan
membentuk bekuan yang menyebabkan stroke trombotik. Pada stroke embolik,
penurunan aliran darah ke region otak disebabkan oleh emboli; aliran darah ke otak
menurun, menyebabkan stress berat pada sel dan nekrosis. Nokrosis diikuti oleh
gangguan pada membrane plasma, sehingga organel sel membengkak dan
mengeluarkan isi sel ke ruang ekstraseluler, sehingga akan menyebabkan hilangnya
fungsi neuronal. Proses lainnya yang berpengaruh terhadap patologi stroke
diantaranya proses inflamasi, kegagalan penggunaan energy, hilangnya
17
homeostasis, asidosis, peningkatan kalsium intraseluler, eksitotoksisitasm
toksisitas yang dimeriasi oleh radikal bebas, sitotoksisitas yang dimediasi oleh
sitokin, aktivasi komplemen, gangguan blood-brain barrier, aktivasi sel ganglial,
stress oksidatif dan infiltrasi leukosit.10
Stroke hemoragik disebabkan karena stress pada jaringan otak akibat
tekanan dari pembuluh darah yang menyebabkan ruptur pembuluh darah. Troke
hemoragik diklasifikasikan menjadi hemoragik intraserebral dan subarachnoid.
Pada hemoragik intraserebral (ICH) pembuluh darah rupture menyebabkan
akumulasi darah abnormal di dalam otak. Penyebab utama ICH adalah hipertensi,
vaskularisasi abnormal, penggunaan antikoagulan dan agen trombolitik yang
berlebihan. Pada heroragik subarachnoid, darah terkumpul pada ruang
subarachnoid otak akibat trauma kepala dan aneurisma serebral sehingga
menyebabkan penekanan pada rongga otak.10
3.2.3 Faktor Risiko
Faktor risiko yang tidak dapat diubah (nonmodifiable) antara lain:
1. Usia
Pada dasarnya stroke dapat terjadi pada usia muda apabila dilihat dari
berbagai kelainan yang menjadi pencetus serangan stroke (misal: aneurima
intracranial, malformasi vaskuler otak, kelainan jantung bawaan), namun
stroke cenderung terjadi pada golongan usia tua karena penyakit ini terjadi
akibat gangguan aliran pada pembuluh darah.11
Peningkatan frekuensi stroke seiring dengan peningkatan umur
berhubungan dengan proses penuaan, dimana semua organ tubuh
mengalami kemunduran fungsi termasuk pembuluh darah otak. Pembuluh
darah menjadi tidak elastis terutama bagian endotel yang mengalami
penebalan pada bagian intima, sehingga mengakibatkan lumen pembuluh
darah semakin sempit dan berdampak pada penurunan aliran darah.11
2. Jenis Kelamin

18
Laki-laki lebih beresiko terkena stroke daripada perempuan, tetapi
penelitian menyimpulkan bahwa justru lebih banyak wanita yang meninggal
karena stroke. Risiko stroke laki-laki 1,25 lebih tinggi dari perempuan,
tetapi serangan stroke pada laki-laki terjadi usia lebih muda sehingga tingkat
kelangsungan hidup juga tinggi. Dengan perkataan lain, walau lebih jarang
terkena stroke, pada umumnya perempuan terserang pada usia tua, sehingga
kemungkinan meninggal lebih besar.11
3. Ras
Dari studi literatur orang kulit hitam, Hispanik, Amerika, China,
Jepang memiliki insiden stroke lebih tinggi dibandingkan orang dengan
kulit putih. Di Indonesia sendiri, suku Batak dan Padang lebih rentan
terserang stroke dibandingkan dengan suku Jawa, hal ini disebabkan oleh
pola dan jenis makanan yang lebih banyak mengandung kolesterol. 12
Faktor risiko yang dapat diubah (modifiable) antara lain:
1. Hipertensi
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah mendapat tekanan yang
cukup besar. Jika proses tekanan berlangsung lama, dapat menyebabkan
kelemahan pada dinding pembuluh darah sehingga rapuh dan menjadi
pecah. Hipertensi juga dapat menyebabkan aterosklerosis dan penyempitan
diameter pembuluh darah sehingga mengganggu aliran darah ke jaringan
otak.11
2. Diabetes
Menurut National Stroke Association (2018), diabetes memberikan
dampak yang tidak baik pada jaringan tubuh, menyebabkan peningkatan
deposit lemak atau pembekuan di bagian dalam dinding pembuluh darah dan
dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis baik pada pembuluh darah
kecil maupun besar termasuk pembuluh darah yang mensuplai darah ke
otak. Keadaan pembuluh darah otak yang sudah mengalami aterosklerosis

19
sangat berisiko untuk mengalami sumbatan maupun pecahnya pembuluh
darah yang mengakibatkan timbulnya serangan stroke.13
3. Dislipidemia
Low Density Lipoprotein (LDL) membawa kolesterol dari hati ke sel-
sel. Kadar kolesterol total dan LDL yang meningkat berkaitan erat dengan
terjadinya aterosklerosis. Kadar LDL yang tinggi akan mengakibatkan
terjadinya penumpukan kolesterol di dinding pembuluh darah dan memicu
terjadinya pengerasan dinding pembuluh darah yang berujung pada
aterosklerosis.14
Kadar kolesterol LDL >150 mg/dL meningkatkan risiko terjadinya
sumbatan pembuluh darah otak. Kejadian stroke meningkat pada penderita
dengan kadar kolesterol total > 240 mg/dL. Setiap kenaikan kadar kolesterol
total 38,7 mg/dL meningkatkan risiko stroke sebanyak 25% dari
sebelumnya.11
4. Atrial Fibrilasi (AF)
Pada AF, bilik atas jantung bergetar (seperti semangkuk gelatin) alih-
alih berdetak dengan cara yang teratur dan berirama. Hal ini dapat
menyebabkan darah menggenang dan menggumpal, meningkatkan risiko
stroke. AF meningkatkan risiko stroke lima kali lipat. Orang dengan jenis
penyakit jantung lain juga memiliki risiko lebih tinggi terkena stroke. 15
3.2.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis stroke antara lain defisit lapang pandang, defisit motorik,
defisit sensorik, defisit verbal, defisit kognitif dan defisit emosional.8
1. Defisit lapang pandang
a. Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan
penglihatan, mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai
jarak.
b. Kehilangan penglihatan perifer

20
Kesulitan melihat pada malam hari, tidak menyadari objek atau
batas objek.
c. Diplopia (penglihatan ganda).
2. Defisit motorik
a. Hemiparesis, yaitu kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi
yang sama.
b. Hemiplegi, yaitu paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang
sama.
c. Ataksia, yaitu berjalan tidak mantap, dan tidak mampu
menyatukan kaki, perlu dasar berdiri yang luas.
d. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang
sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang
bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
e. Disfagia, yaitu kesulitan dalam menelan.
3. Defisit sensorik, yaitu kebas dan kesemutan pada bagian tubuh.
4. Defisit verbal
a. Afasia ekspresif, yaitu tidak mampu membentuk kata yang dapat
dipahami.
b. Afasia reseptif, yaitu tidak mampu memahami kata yang
dibicarakan.
c. Afasia global, yaitu kombinal baik afasia reseptif dan ekspresif.
5. Defisit kognitif
Penderita stroke akan kehilangan memori jangka pendek dan panjang,
penurunan lapang perhatian, dan kerusakan kemampuan untuk
berkonsentrasi.
6. Defisit emosional
Pasien akan mengalami kehilangan kontrol diri, labilitas emosional,
penurunan toleransi pada situasi menimbulkan stres, depresi, menarik
diri, rasa takut, bermusuhan dan marah, serta perasaan isolasi.
21
3.2.5 Tatalaksana
1. Tatalaksana Umum3
a. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan
Pemantauan secara terus menerus terhadap status
neurologik, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan saturasi oksigen
dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien dengan defisit neurologik
yang nyata.
b. Stabilisasi hemodinamik
Koreksi hipotensi dan hypovolemia untuk menjaga perfusi
sistemik sistem organ. Berikan cairan kristaloid atau koloid
intravena. Pengendalian tekanan intrakranial
Pengendalian tekanan intrakranial dilakuakan dengan
mengelevasi kepala 30° dan pemberian agen osmotic (manitol,
saline hipertonik). Manitol 20% dapat diberikan dengan dosis
1,0-1,5 gr/kgBB.14
c. Pengendalian kejang
d. Analgetik dan antipiretik jika diperlukan
e. Gastroprotektor jika diperlukan
f. Manajemen nutrisi
2. Tatalaksana Spesifik
a. Manajemen gula darah
Pada pasien dengan gula darah > 180 mg/dL dapat
meningkatkan mortalitas akibat stroke. Target terapi gula darah
yaitu 140-180 mg/dL. Pada pasein dengan gula darah < 140
mg/dL dapat meningkatkan risiko hipoglikemia sehingga akan
memperburuk kondisi pasien. Manajemen gula darah dapat
dilakukan dengan terapi insulin maupun antidiabetik oral.15
b. Koreksi koagulopati

22
Terapi hemostatic diberikan untuk mengurangi progresi
dari hematoma. Vitamin K, prothrombin complex concentrates
(PCCs), dan fresh frozen plasma (FFP) dapat diberikan pada
pasien dengan peningkatan prothrombin time INR. Pada pasien
dengan kondisi trombositopenia sebaiknya diberikan platelet
concentrate. FAST trial menunjukkan bahwa pemberian
recombinant activated factor VII (rFVIIa) menurunkan
pertumbuhan dari hematoma tetapi tidak meningkatkan angka
kesembuhan maupun status fungsional pasien.14
c. Antihipertensi
Target tekanan darah yang harus dicapai pada pasien stroke
hemoragik adalah kurang dari 150/90 mmHg. Obat yang dapat
digunakan diantaranya: beta-blockers (labetalol, esmolol), ACE
inhibitor (enalapril), calcium channel blocker (nicardipine) atau
hydralazine. Tekanan darah harus diperiksa tiap 10-15 menit.
Amlodipin dan nicardipine merupakan obat antihipertensi
golongan Calcium Channel Blocker (CCB). Selain untuk
menurunkan tekanan darah, juga berguna dalam mencegah stroke
tipe atherotrombotik pada arteri besar di otak.16
Candesartan merupakan antihipertensi golongan ARB
(Angiotensin II Reseptor Blocker) yang dapat menurunkan resiko
stroke lebih besar daripada diuretik, dihydropiridine CCB, ACEI,
dan beta blocker dengan penurunan tekanan darah yang sama. 16
d. Nootropik dan neurotropic
Nootropik dan neurotropik merupakan golongan obat yang
memiliki fungsi sebagai pemicu kerja otak serta dapat membantu
memperbaiki fungsi otak akibat penurunan kesadaran.
Mecobalamin adalah obat yang sering digunakan pada golongan
ini. Mecobalamin merupakan bentuk vitamin B12 dengan gugus
23
metil aktif yang berperan dalam transmetilasi dan merupakan
bentuk paling aktif dibandingkan dengan homolog vitamin B12.
Hal ini berkaitan dengan metabolisme asam nukleat, protein, dan
lemak dimana mecobalamin dapat meningkatkan metabolisme
asam nukleat, protein, dan lemak.17
e. Neuroprotektif
Jejas sekunder dari stroke hemoragik terdiri dari inflamasi,
stress oksidatif, dan toksisitas akibat hemolysis dan thrombin.
Cara untuk menurunkan jejas sekunder diantaranya pemberian
pioglitazone, misoprostol, dan celecoxib untuk mengurangi
kerusakan akibat inflamasi; edaravone, flavanoid, dan
nicotinamide mononucleotide dapat menurunkan stress oksidatif;
citicoline (cytidine-5-diphosphocholine) yang memiliki efek
neuroprotektif pada komponen sel membrane; serta calcium
channel blocker (nimodipine) meningkatkan hasil dari SAH
dengan efek neuroprotective.14

24
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien, Tn. TH berusia 44 tahun, penglihatan sebelah kanan gelap pada


kedua mata yang terjadi mendadak sejak 4 hari SMRS. Sering mengalami keluhan
nyeri kepala yang hilang timbul. Keluhan mata buram, berbayang, mata merah,
nyeri mata, gatal, mata berair, belekan, pandangan silau, dan floaters disangkal. Riw
Trauma (-), Operasi (-), DM (-), Ht (-), Pen. Jantung (-), Dislipidemia (-).
Berdasarkan anamnesis kuat dugaan pada kasus mata tenang visus turun mendadak.
Sehingga dapat dicurigai Ablasio Retina, Glaukoma Sudut Terbuka, Oklusi Arteri
Retina, Infark Cerebri, Perdarahan Intrakranial, Tomor Cerebri.
Berdasarkan pemeriksaan didapatkan pemeriksaan Kornea, COA, Lensa,
Retina dalam batas normal, Visus OD 6/7,5, OS 6/9, TIO OD 13 mmHg, OS 12
mmHg dan defek lapang pandang sebelah kanan ODS. Sehingga kuat dugaan
terjadi lesi pada post-chiasma yaitu LGN, lobus temporal, lobus parietal, dan lobus
occipital.
Penyebab lesi pada jaras persarafan mata post-chiasma diantaranya,
iskemik, hemoragik, trauma, dan tumor. Faktor risiko pada pasien ini adalah usia
pasien yang telah berumur 44 tahun dan riwayat merokok. Pada pasien ini juga tidak
terdapat riwayat trauma. Sehingga kuat dugaan terdapat iskemik, hemoragik, dan
tumor yang kemudian diperlukan pemeriksaan penunjang berupa CT-Scan.
Berdasarkan hasil CT-Scan didapatkan hasil berupa Infark di Kortikal subkortikal
lobus occipital kiri. Sehingga pasien ini di diagnosis Hemianopsia Homonim Dextra
ec Stroke Iskemik Lobus Occipital Sinistra dan diperlukan penatalaksanaan lebih
lanjut dari spesialis neurologi.

25
BAB V
KESIMPULAN

Pasien, Tn. TH, usia 44 tahun, mengeluhkan penglihatan sebelah kanan


gelap pada kedua mata yang terjadi mendadak sejak 4 hari SMRS. Defek lapang
pandang sebelah kanan ODS. Mengalami Hemianopsia Homonim Dextra ec Stroke
Iskemik Lobus Occipital Sinistra dan perlu dilakukan tatalaksana lebih lanjut dari
bidang neurologi

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Khairunnisa A. Homonymous Hemianopia dan Stroke: Aspek Visual dari


Penyakit Serebrovaskular. Majalah Kesehatan Indonesia. 2021 Oct 25;2(2):45-
8.
2. Wolberg A, Kapoor N. Homonymous Hemianopsia. In: StatPearls. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
3. Yanoff M, Duker JS. Ophthalmology, E-Book. Elsevier Health Sciences; 2022
Dec 20.
4. PERDOSSI. Panduan Praktik Klinis Neurologi. Jakarta. 2016.
5. Snell RS. Neuroanatomi klinik, alih bahasa: Liliana Sugiharto, Edisi VII.
Jakarta: EEG Penerbit Buku Kedokteran. 2013
6. Bahatti MT, Chen JJ, Danesh-Meyer HV, et al. 2022-2023 BCSC: Basic and
Clinical Science Course. American Academy of Ophthalmology. 2022.
7. Miller NR, Subramanian PS, Patel VR, editors. Walsh and Hoyt's clinical
neuro-ophthalmology 4ed. Wolters Kluwer; 2021.
8. PERDOSSI. Panduan Praktik Klinis Neurologi. Jakarta. 2016.
9. PERDOSSI. Guideline Stroke 2019 (Edisi Revisi), Kelompok Studi
Serebrovaskuler. Jakarta. 2019.
10. Diji K, Zhicheng X. Review Pathophysiology and Treatment of Stroke: Present
Status and Future Perspectives.International Journal of Molucular Sciences:
2020
11. Sacco RL, Kasner SE, Broderick JP, Caplan LR, Connors JJ, Culebras A, et al.
An updated definition of stroke for the 21st century. Stroke. 2013;44:1–26.
12. Minarti M, dkk. Analisis faktor resiko pada pasien stroke rawat inap RSUD
Banjar Baru. PSIK FK UIN. 2015.
13. National Stroke Association. Stroke Risk Scorecard. 2018.

27
14. Dinata C A, Syafrita Y, Sastri S. Gambaran Faktor Risiko dan Tipe Stroke pada
Pasien Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok Selatan
Periode 1 Januari 2010 - 31 Juni 2012. Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 2(2).
15. Boehme A K, Esenwa C, Elkind M S V. Stroke Risk Factors, Genetics, and
Prevention. AHA Journal.2017.

28

Anda mungkin juga menyukai