Anda di halaman 1dari 36

PRESENTASI KASUS

UVEITIS ANTERIOR

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


Ilmu Penyakit Mata RSUD dr.Tjitrowardojo Purworejo

Dokter Pembimbing:
dr. Titiek Harsini, Sp. M

Disusun Oleh:
Fikri Adhi Wibowo
20184010155

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


RSUD DR TJITROWARDOJO PURWOREJO
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi Kasus

UVEITIS ANTERIOR

Disusun Oleh :
Fikri Adhi Wibowo
20184010155

Telah disetujui dan dipresentasikan pada September 2020

Mengetahui,
Doter Pembimbing

dr. Titiek Harsini, Sp.M


BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. R

Usia : 60tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Bener, Purworejo

Status : Menikah

Agama : Islam

B. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama

Mata kanan dan kiri terasa seperti ada yang mengganjal sejak kurang lebih

1minggu yang lalu

2. Keluhan Tambahan

ODS mata pegal (+), nyeri (+), berair (+) penglihatan terasa kabur (+)

kemerahan (+) silau (+) gatal (+)

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Awal mula pasien datang ke poliklinik mata RSUD Tjitrowardojo Purworejo pada

tanggal 20 juni 2020 dengan keluhan mata kanan dan kiri terasa mengganjal sejak

1 minggu yang lalu. Pada mata kanan dan kiri pasien juga mengeluh penglihatan

kabur, terasa nyeri, kemerahan, nrocos, dan silau bila terkena cahaya. Pasien

mengeluhkan terdapat rasa gatal yang terkadang muncul pada mata kanan dan kiri.

Pasien menyangkal adanya riwayat trauma pada mata . Keluhan lain seperti rasa

pusing, mual, muntah, sering nyeri atau kaku pada tulang-tulang persendeian

terutama pada pagi hari disangkal oleh pasien. Pasien menyangkal memiliki

riwayat memakai kacamata sebelumnya.

Pada tanggal 15 September 2020 pasien dating ke RSUD Tjitrowardojo

Purworejo untuk melakukan control. Penglihatan pasien masih belum jelas

terutama pada mata kanan. Pada mata kanan dan kiri keluhan pegal, nyeri, dan

silau sudah dirasakan membaik. Pada mata kanan dan kiri keluhan mengganjal

dan kemerahan sudah tidak ditemukan. Keluhan gatal dan nrocos pada mata kanan

dan kiri terkadang masih timbul.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat keluhan yang sama sebelumnya (-)

Riwayat trauma (-)

Riwayat penyakit asma (-)

Riwayat alergi (-)

Riwayat operasi mata (-)

Riwayat hipertensi (+)

Riwayat DM (-)

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa


Riwayat alergi dan asma dalam keluarga (-)

Riwayat Hipertensi dan Diabetes Mellitus dalam keluarga (-)

6. Riwayat Personal Sosial :

Pasien merupakan seorang pembuat besek dan bekerja didalam ruangan.

Pasien biasanya tidur jam 10 malam dan bangun jam 4 pagi. Pasien tidak

pernah menggunakan smartphone ataupun computer. Pasien jarang menonton

TV.

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital

Tekanan darah : 145/90 mmHg

Frekuensi Nadi : 90 kali/menit

Frekuensi Nafas : 16 kali/menit

Suhu : 36,5 C
2. STATUS OPHTALMOLOGIS

Gambar 1. Mata kanan Pasien


Gambar 2. Mata Kiri Pasien
Tabel 1. Hasil pemeriksaan Mata Pasien

Pemeriksaan OD OS
Visus 2/60 5/30
Palpebra

Spasme (-) (-)

Odem (-) (-)

Sikatrik (-) (-)

Lesi (-) (-)

Konjungtiva

tenang tenang

Odem (-) (-)

Hiperemis
Inj. Konjungtiva (-) (-)
Inj. Perikornea (-) (-)
Sub. Konj. Bleeding (-) (-)
Sekret
Serose (-) (-)
Mukoid (-) (-)
Purulen (-) (-)
Mukopurulen (-) (-)

N N

Kornea
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Edema (-) (-)
Infiltrat (-) (-)
Sikatrik (-) (-)
Neovaskularisasi (-) (-)

COA Dangkal Dangkal

Iris / Pupil
Bentuk asimetris asimetris
Diameter 3 mm 3 mm
Kedudukan Sentral Sentral
Refleks direk (-) (-)
Refleks indirek (-) (-)
Sinekia posterior (+) Sinekia posterior (+)
Lensa
Kejernihan Jernih Jernih
Letak Sentral Sentral

TIO + N

D. USULAN PEMERIKSAAN

 Pemeriksaan slit-lamp

 tonometri

D. DIAGNOSIS BANDING

 ODS Uveitis anterior

 ODS Konjungtivitis
 ODS glaukoma

E. DIAGNOSIS KERJA

ODS Uveitis anterior dengan glaucoma sekunder

F. PENATALAKSANAAN

Dexamethasone 0,1% 6 x 1 hari

Tropin 3xsehari

G. PROGNOSIS

Ad vitam : Dubia ad bonam


Ad functionam : Dubia ad malam
Ad sanationam : Dubia ad malam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi

1. Traktus Uvealis

Traktus uvealis terdiri dari iris, corpus cilliare, dan koroid. Bagian ini merupakan

lapisan vaskuler tengah mata dan dilindungi oleh karena dan sclera. Struktur ini ikut

mendarahi retina.

Vaskularisasi uvea berasal dari arteri siliaris anterior dan posterior yang berasal

dari arteri oftalmika. Vaskularisasi iris dan badan siliaris berasal dari sirkulus arteri

mayoris iris yang terletak di badan siliaris yang merupakan anastomosis arteri siliaris

anterior dan arteri siliaris posterior longus. Vaskularisasi koroid berasal dari arteri

siliaris posterior longus dan brevis.

a. Iris

Iris adalah perpanjangan corpus cilliare ke anterior. Iris berupa permukaan pipih

dengan apertura bulat yang terletak di tengah, pupil. Iris terletak bersambungan

dengan permukaan anterior lensa, memisahkan bilik mata depan dari bilik mata

belakang, yang masing-masing berisi aqueous humor. Didalam stroma iris terdapat

sfingter dan otot-otot dilator. Kedua lapisan berpigmen pekat pada permukaan

posterior iris merupakan perluasan neuroretina dan lapisan epitel pigmen retina

kearah anterior.

Pendarahan iris didapat dari circulus major iris. Kapiler-kapiler iris mempunyai

lapisan endotel yang tak berlubang (nonfenestrated) sehingga normalnya tidak


membocorkan fluoresein yang disuntikkan secara IV. Persarafan sensoris iris melalui

serabut-serabut dalam nervi cilliares.

Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran pupil

pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas

parasimpatis yang dihantarkan melalui nervus kranialis III dan dilatasi yang

ditimbulkan oleh aktivitas simpatis.

Gambar 1. Bagian penampang mata

Sumber:https://nei.nih.gov/health/uveitis/uveitis

b. Corpus Ciliare

Corpus ciliare yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan melintang,

membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris (sekitar 6 mm).
corpus cilliare terdiri atas zona anterior yang berombak-ombak, pars plicata (2 mm),

dan zona posterior yang datar, pars plana (4 mm). Processus ciliares berasal dari pars

plicata. Processus ciliare ini terutama terbentuk dari kapiler dan vena yang bermuara

ke vena-vena vorticosa. Kapiler-kapilernya besar dan berlubang-lubang sehingga

membocorkan fluoresein yang disuntikkan secara intravena.

Ada 2 lapisan epitel siliaris yaitu satu lapisan tanpa pigmen disebelah dalam yang

merupakan perluasan neuroretina ke anterior dan satu lapisan berpigmen disebelah

luar, yang merupakan perluasan lapisan epitel pigmen retina. Procesus cilliares dan

epitel siliaris pembungkusnya berfungsi sebagai pembentuk aqueous humor.

Muscullus cilliares tersusun dari gabungan serat-serat longitudional, sirkular, dan

radial. Fungsi serat-serat sirkular adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat-serat

zonula yang berorigo di lembah-lembah di antara procesus cilliares. Otot ini

mengubah tegangan pada kapsul lensa sehingga lensa dapat mempunyai berbagai

focus baik untuk objek berjarak dekat maupun yang berjarak jauh dalam lapangan

pandang. Serat-serat longitudinal muscullus cilliaris menyisip ke dalam anyaman

trabekula untuk mempengaruhi besar porinya

Pembuluh-pembuluh darah yang mendarahi corpus cilliaris berasal dari circulus

arteriosus major iris. Persarafan sensoris iris melalui saraf-saraf siliaris.

c. Koroid

Koroid adalah segmen posterior uvea, diantara retina dan sclera. Koroid tersusun

atas tiga lapis pembuluh darah koroid ; vesikuler besar, sedang dan kecil. Semakin

dalam pembuluh terletak di dalam koroid, semakin lebar lumennya. Bagian dalam

pembuluh darah koroid dikenal sebagai koriokapilaris. Darah dari pembuluh koroid
dialirkan melalui empat vena vorticosa, satu di tiap kuadran posterior. Koroid di

sebelah dalam dibatasi oleh membran bruch dan disebelah luar oleh sclera. Ruang

suprakoroid terletak diantara koroid dan sclera. Koroid melekat erat ke posterior pada

tepi-tepi nervus opticus. Di sebelah anterior koroid bergabung dengan corpus

cilliares. Kumpulan pembuluh darah koroid mendarahi bagian luar retina yang

menyokongnya.

Gambar 2. Lapisan koroid

Sumber: Riordan-Eva P. Anatomy & Embryology of the Eye In: Riordan-Eva P,

Whitcher JP, editors. General Ophthalmology 17th Ed. London: McGraw Hill, 2007

B. Definisi Uveitis

Uveitis adalah bentuk peradangan mata yang mempengaruhi lapisan tengah

jaringan di dinding mata (uvea). Uveitis sebagai tanda bahaya karena seringkali

datang secasecara tiba-tiba dan progresif untuk menjadi lebih buruk dengan cepat.
Kondisi uveitis ini dapat mempengaruhi satu atau dua mata dan terutama

mempengaruhi pada usai 20 tahun hingga 50 tahun tetapi dapat juga mempengaruhi

anak-anak. Uveitis bisa menjadi serius karena menyebabkan kehilangan penglihatan

yang permanen.

C. Epidemiologi

Penderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun. Setelah usia 70 tahun, angka

kejadian uveitis mulai berkurang. Pada penderita berusia tua umumnya uveitis

diakibatkan oleh toksoplasmosis, herpes zoster, dan afakia. Bentuk uveitis pada laki-laki

umumnya oftalmia simpatika akibat tingginya angka trauma tembus dan uveitis

nongranulomatosa anterior akut. Sedangkan pada wanita umumnya berupa uveitis

anterior kronik idiopatik dan toksoplasmosis.

Sekitar 25% kebutaan di India dan negara-negara berkembang lainnya adalah

disebabkan oleh uveitis dan komplikasinya seperti katarak sekunder, glaucoma, edema

macula cystoids atau fotoreseptor retina atau kerusakan saraf optic. Di negara maju,

sebaliknya kebutaan dari uveitis bervariasi dari 3% menjadi 10%. Di Eropa kejadian

tersebut diperkirakan antara 3% dan 7% dan di Amerika Serikat, angka terbaru dari

California mengungkapkan bahwa 10% kebutaan karena uveitis. Perbedaan yang luar

biasa dalam kejadian kebutaan antara negara berkembang dan negara maju bisa

disebabkan oleh perbedaan kondisi sosial ekonomi atau akses keperawatan medis atau

kesenjangan lain, perbedaan etiologi yang mendasari, serta adanya infeksi terutama

penyebab uveitis di India dan negara-negara berkembang lainnya, sedangkan uveitis

idiopatik diyakini sebagai proses kekebalan inflamasi organ spesifik adalah penyebab

utama di negara-negara maju


D. Etiologi

Penyebab uveitis anterior :

Autoimun Infeksi Keganasan Lain-lain

Arthritis reumatoid Sifilis Sindroma Idiopatik

juvenile Tuberkulosis Masquerade Uveitis traumatika

Spondilitis ankilosa Morbus Retinoblastom Ablasio retina

Kolitis ulserativa Hansen a Iridosiklitis heterokromik

Uveitis terinduksi lensa Herpes zoster Limfoma Fuchs

Sarkoidosis Adenovirus Melanoma Gout

Penyakit Crohn Onkoserkiasi maligna Krisis glaukomatosiklik

Psoriasis s

Penyebab uveitis posterior :

1. Infeksi

a. Virus

CMV, herpes simpleks, herpes zoster, rubella, rubeola, HIV, Epstein Barr, virus

coxsackie. Nekrosis retina akut.

b. Bakteri

Mycobacterium tuberkulosis, brucellosis, sifilis, Nocardia, Neisseria Meningitidis,

Mycobacterium avium, Borrelia

c. Fungus

Candidia, Histoplasma, Cryptococcus dan Aspergillus

d. Parasit

Toxoplasma, Toxocara, Cysticercus dan Onchocera


E. Patofisiologi

Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung suatu

infeksi atau merupakan fenomena alergi. Bentuk uveitis paling sering terjadi adalah

uveitis anterior akut (iritis), umumnya unilateral dan ditandai dengan adanya riwayat

sakit, fotopobia dan penglihatan kabur, mata merah, dan pupil kecil serta ireguler.

Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada orang

dewasa dan usia pertengahan. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui.

Berdasarkan patologi dapat dibedakan dua jenis besar uveitis: yang non-

granulomatosa (lebih umum) dan granulomatosa. Uveitis non-granulomatosa

terutama timbul di bagian anterior traktus ini, yaitu iris dan korpus siliaris. Terdapat

reaksi radang, dengan terlihatnya infiltrat sel-sel limfosit dan sel plasma dengan

jumlah cukup banyak dan sedikit mononuklear. Uveitis yang berhubungan dengan

mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap antigen dari luar

(antigen eksogen) atau antigen dari dalam (antigen endogen).

Badan siliar berfungsi sebagai pembentuk cairan bilik mata (humor aqueus) yang

memberi makanan kepada lensa dan kornea.(10) Radang iris dan badan siliar

menyebabkan rusaknya  blood aqueous barrier sehingga terjadi peningkatan protein,

fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit

lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak Brown

(efek tyndall). Dengan adanya peradangan di iris dan badan siliar, maka timbullah

hiperemi yang aktif, pembuluh darah melebar, pembentukan cairan bertambah,

sehingga dapat menyebabkan glaukoma sekunder. Selain oleh cairan bilik mata,
dinding pembuluh darah dapat juga dilalui oleh sel darah putih, sel darah merah, dan

eksudat yang akan mengakibatkan tekanan osmose cairan bilik mata bertambah dan

dapat mengakibatkan glaukoma.

Cairan dengan lain-lainya ini, dari bilik mata belakang melalui celah antar lensa

iris, dan pupil ke kamera okuli anterior. Di kamera okuli anterior, oleh karena iris

banyak mengandung pembuluh darah, maka suhunya meningkat dan berat jenis

cairan berkurang, sehingga cairan akan bergerak ke atas. Di daerah kornea karena

tidak mengandung pembuluh darah, suhu menurun dan berat jenis cairan bertambah,

sehingga di sini cairan akan bergerak ke bawah. Sambil turun sel-sel radang dan

fibrin dapat melekat pada endotel kornea, membentuk keratik presipitat yang dari

depan tampak sebagai segitiga dengan endapan yang makin ke bawah semakin besar.

Di sudut kamera okuli anterior cairan melalui trabekula masuk ke dalam kanalis

Schlemn untuk menuju ke pembuluh darah episklera. Bila keluar masuknya cairan ini

masih seimbang maka tekanan mata akan berada pada batas normal 15-20 mmHg. Sel

radang dan fibrin dapat pula menyumbat sudut kamera okuli anterior, sehingga

alirannya terhambat dan terjadilah glaukoma sekunder. Galukoma juga bisa terjadi

akibat trabekula yang meradang atau sakit

Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel

radang didalam bilik mata depan (BMD) yang disebut hipopion, ataupun migrasi

eritrosit ke dalam BMD dikenal dengan hifema. Akumulasi sel-sel radang dapat juga

terjadi pada perifer pupil yang disebut Koeppe nodules, bila dipermukaan iris

disebut Busacca nodules
Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblast dapat menimbulkan perlekatan antara iris

dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun antara iris

dengan endotel kornea yang disebut dengan sinekia anterior. Pada kasus berat dapat

terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion di kamera okuli anterior. Dapat pula

terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil. Perlekatan-

perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh sel-sel radang, akan

menghambat aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata depan

sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan mendorong iris ke

depan yang tampak sebagai iris bombe  dan menyebabkan sudut kamera okuli

anterior menyempit, dan timbullah glaukoma sekunder. Perlekatan-perlekatan iris

pada lens menyebabkan bentuk pupil tidak teratur.

Pupil dapat pula diisi oleh sel-sel radang yang menyebabkan organisasi jaringan

dan terjadi oklusi pupil. Peradangan badan siliar dapat pula menyebabkan kekeruhan

pada badan kaca, yang tampak seperti kekeruhan karena debu. Dengan adanya

peradangan ini maka metabolisme pada lensa terganggu dan dapat mengakibatkan

katarak. Pada kasus yang sudah lanjut, kekeruhan badan kaca pun dapat

mengakibtakan organisasi jaringan yang tampak sebagai membrana yang terdiri dari

jaringan ikat dengan neurovaskularisasi dari retina yang disebut retinitis proloferans.

Pada kasus yang lebih lanjut lagi dapat mengakibatkan ablasi retina.
F. Klasifikasi

1. Klasifikasi Anatomi

a. Uveitis anterior

Juga disebut iritis jika inflamasi mengenai bagian depan iris dan iridosiklitis jika

inflamasi mengenai iris dan bagian anterior badan siliar. Merupakan inflamasi yang

terjadi terutama pada iris dan korpus siliaris atau keduanya yang disebut juga dengan

iridosiklitis.

b. Uveitis intermedia

Peradangan mengenai bagian posterior badan silier dan bagian perifer retina.
c. Uveitis posterior

Peradangan mengenai uvea di belakang vitreous. Juga disebut korioretinitis bila

peradangan koroid lebih menonjol, retinokoroiditis bila peradangan retina lebih

menonjol, koroiditis, retinitis dan uveitis diseminata.

d. Panuveitis atau uveitis difus

Merupakan uveitis anterior, intermedia, dan posterior yang terjadi secara

bersamaan.

Urutan uveitis dari yang paling sering terjadi adalah uveitis anterior, posterior,

panuveitis dan intermedia.

Gambar 1. Uveitis anterior, uveitis intermedia, uveitis posterior.

Tabel 1. Klasifikasi anatomi uveitis

Lokasi Perjalanan Penyakit Patologi Faktor Penyabab

Anterior Akut, Subakut Granulomatosa Infeksi

Intermediate Kronis Non- Autoimun

granulomatosa

Posterior Rekuren Sistemik


2. Klasifikasi patologi.

a. Non granulomatosa

Paling sering, diduga akibat alergi karena tidak pernah ditemukan kumannya dan

sembuh dengan pemberian kortikosteroid. Timbulnya sangat akut. Reaksi vaskuler

lebih hebat dari seluler sehingga injeksinya hebat (banyak pembuluh darah). Di iris

tidak tampak benjolan. Sinekia posterior halus-halus, oleh karena hanya mengandung

sedikit sel. Cairan COA mengandung lebih banyak fibrin daripada sel. Badan kaca

tidak tampak kekeruhan. Rasa sakit hebat juga fotofobia dan visus banyak terganggu.

Pada stadium akut karena mengandung fibrin dapat terbentuk hipopion. Lebih banyak

mengenai uvea anterior. Patologi anatomis di iris dan badan siliar didapatkan sel

plasma dan sel-sel mononuklear.

b. Granulomatosa

Diduga akibat invasi mikrobakteri yang patogen ke jaringan uvea, meskipun

kumannya sering tidak ditemuklan, sehingga diagnosa ditegakkan berdasarkan

keadaan klinis saja. Timbulnya tidak akut, reaksi seluler lebih hebat dari vaskuler.

Karenanya injeksi silier tidak hebat. Iris bengkak, menebal, gambaran benjolannya

disebut Koepe Nodul. Keratik presipitat besar-besar kelabu disebut mutton fat deposit.

COA keruh seperti awan, lebih banyak sel dari fibrin. Keruh rasa sakit ringan-sedang,

fotofobia. Visus terganggu hebat oleh karena media yang dilalui cahaya banyak

terganggu. Keadaan ini terutama mengenai Uvea posterior, di koroid dominan sel

epiteloid dan sel raksasa multinukleus dengan nyeri, injeksi silier, hiperemia dan

lakrimasi akibat banyaknya sitokin yang keluar serta fotofobia. Penglihatan kabur
karena adanya permeabilitas pembuluh darah naik maka terjadinya transudasi ke bilik

mata depan.

Tabel 2. Perbedaan uveitis non granulomatosa dengan uveitis granulomatosa

Non granulomatosa Granulomatosa

Onset Akut Tersembunyi

Sakit Nyata Tidak ada atau ringan

Fotofobia Nyata Ringan

Penglihatan kabur Sedang Nyata

Merah sirkum corneal Nyata Ringan

Keratik presipitat Putih halus Kelabu besar

Pupil Kecil dan tidak teratur Kecil dan tidak teratur

Sinekia posterior Kadang Kadang

Nodul iris Kadang Kadang

Tempat Uvea anterior Uvea anterior dan posterior

Perjalanan Akut Kronik

Rekurens Sering Kadang

3. Klasifikasi berdasarkan penyebab yang diketahui :

a. Bakteri : tuberculosis, sifilis

b. Virus : herpes simpleks, herpes zoster, sitomegalovirus, penyakit Vogt-Koyanagi-

Harada, sindrom Bechet

c. Jamur : kandidiasis

d. Parasit : toksoplasma, toksokara

e. Imunologik : Lens-induced iridosiklitis, oftalmia simpatika


f. Penyakit sistemik : penyakit kolagen, arthritis rematoid, multiple sclerosis,

sarkoidosis, penyakit vaskuler

g. Neoplastik : limfoma, reticulum cell sarcoma

h. Lain-lain : AIDS

G. Diagnosis

1. Anamnesis

1. Mata terasa kotor seperti ada pasir

2. Mata merah disertai air mata

3. Nyeri, baik saat ditekan ataupun digerakkan. Nyeri bertambah

hebat bila telah timbul glaukoma sekunder

4. Fotofobia, penderita menutup mata bila terkena sinar

5. Blefarospasme

6. Penglihatan kabur atau menurun ringan, kecuali bila telah terjadi

katarak komplikata, penglihatan akan banyak menurun

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik tidak jauh berbeda dengan gejala yang dapat timbul pada uveitis, hasil

pemeriksaan yang didapat bervariasi tergantung dari lokasi, penyebab dan patogenesis dari

proses inflamasi yang terjadi. Pemeriksaan jaringan mata yang menyeluruh dapat

memberikan hasil yang sangat membantu dalam penentuan diagnosis.

Konjungtiva
Didapatkan injeksi siliar (injeksi perilimbal, kemerahan sirkumkorneal akibat dilatasi

pembuluh-pembuluh darah limbus, merupakan karakteristik dari uveitis anterior) atau nodul

(pada sarkoidosis).

 Kornea

Ditemukan adanya presipitat keratik, merupakan kumpulan sel-sel mediator inflamasi

pada permukaan endotel kornea. Presipitat tersebut tampak berupa deposit putih halus.

Presipitat keratik berukuran kecil umumnya ditemukan pada uveitis non-granulomatosa,

sedangkan presipitat berukuran besar biasanya ditemukan pada uveitis granulomatosa, yang

dikenal dengan ”mutton fat”.

Presipitat Keratik

Presipitat keratik awal biasanya berwarna putih dan akan menjadi lebih berpigmen dan

mengkerut seiring dengan berjalannya waktu. Selain itu, pada kornea dapat timbul gambaran

dendrit epitel, ”geographic ulcers” atau terdapat skar pada stroma pada kasus keratouveitis
pada herpes. Mekanisme inflamasi yang terjadi pada tingkat seluler akan menimbulkan

gambaran ”cells” dan ”flare” pada aqueous humor.

Cells and Flare

Pada kasus-kasus uveitis anterior yang berat, dapat terjadi penimbunan fibrin dan/atau

pembentukan hipopion.

Hipopion

 Iris

Ditemukan sinekia anterior yaitu iris melekat pada kornea maupun sinekia posterior yaitu

iris melekat pada lensa. Bila proses berlanjut terus maka akan timbul ”pupillary block”, ”iris

bombé” dan/atau glaukoma sudut tertutup.

Iris Bombé
Terdapat nodul yang terdiri atas kelompok sel-sel putih tampak di tepian pupil iris

(Nodul Koeppe bila timbul pada batas pupil, dan Nodul Bussaca bila timbul pada stroma

iris) atau terdapat granuloma yang nyata.hal ini terhadi pada uveitis granulomatosa. Adanya

atrofi iris pada beberapa bagian saja merupakan ciri khas pada penyakit herpes. Pada

pemeriksaan pupil, akan didapatkan pupil yang miosis.

Bussaca’s Nodules Koeppe’s Nodules

 Lensa

Pemeriksaan yang mungkin didapat adalah adanya katarak. Katarak merupakan

komplikasi yang sering timbul dalam klinis pasien uveitis. Katarak biasanya terjadi pada

uveitis yang telah berlangsung lama atau pada uveitis dengan pemakaian kortikosteroid

jangka panjang. Pada vitreous humor, akan tampak gambaran ”snowball opacities”, berupa

infiltrasi sel-sel, yang pada umumnya terlihat pada uveitis intermediate dan sarkoidosis.

Selain itu, juga tampak adanya traksi pada retina, atau pembentukan membran siklitik

dibelakang lensa.

3. Pemeriksaan penunjang

1. Silt Lamp

2. Oftalmoskopi
3. Tonometri

4. Pemeriksaan laboratorium

Penderita uveitis anterior akut dengan respon yang baik terhadap pengobatan non

spesifik, umumnya tidak memerlukan pemeriksaan laboratorium lebih lanjut. Sementara bagi

penderita yang tidak responsif , diusahakan untuk menemukan diagnosis etiologinya melalui

pemeriksaan laboratorium.

Pada penderita ini sebaiknya dilakukan skin test untuk pemeriksaan tuberkulosis dan

toksoplasmosis. Untuk kasus-kasus yang rekurens (berulang), berat, bilateral, atau

granulomatosa, perlu dilakukan tes untuk sifilis, foto rontgen untuk mencari kemungkinan

tuberkulosis atau sarkoidosis. Penderita muda dengan arthritis sebaiknya dilakukan tes ANA.

Pada kasus psoriasis, uretritis, radang yang konsisten, dan gangguan pencernaan, dilakukan

pemeriksaan HLA-B27 untuk mencari penyebab autoimun. Pada dugaan kasus toksoplasmosis,

dilakukan pemeriksaan IgG dan IgM.

1. Flouresence Angiografi

Flourescence Angiografi merupakan pencitraan yang penting dalam mengevaluasi

penyakit korioretinal dan komplikasi intraokular dari uveitis posterior. Flourescence Angiografi

sangat berguna baik untuk intraokular maupun untuk pemantauan hasil terapi pada pasien. Pada

Flourescence Angiografi, yang dapat dinilai adalah edema intraokular, vaskulitis retina,

neovaskularisasi sekunder pada koroid atau retina, nervus optikus dan radang pada koroid.5

5. USG
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan vitreus yang opaque, penebalan retina dan pelepasan

retina.

4. Biopsi korioretinal

Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis belum dapat ditegakkan dari gejala dan

pemeriksaan laboratorium lainnya.

Hampir semua pemeriksaan penunjang pada uveitis merupakan pemeriksaan laboratorium

khusus yang akan dilakukan hanya dengan alasan dan indikasi yang jelas. Dengan indikasi

yang jelas, maka pemeriksaan tersebut baru akan bernilai diagnostik. Tidak ada aturan pasti

yang menentukan pemakaian pemeriksaan-pemeriksaan tersebut. Kuncinya adalah dengan

memaksimalkan kemampuan anamnesis, penilaian keseluruhan sistem tubuh dan pemeriksaan

fisik secara umum dan oftalmologik sehingga dapat ditentukan indikasi pemeriksaan

penunjang yang diperlukan.

H. Diagnosis Banding

Uveitis anterior akut Konjungitivitis akut Glaukoma akut


Injeksi Silier /pericorneal Dari fornikslimbus Kongestif

vascular
Pupil Miosis ireguler Normal Paresis sfingter

pupil(iridoplegi)
Reflek Pupil + lambat + normal -
Visus << atau normal Normal Sangat menurun
TIO >> atau normal Normal >> 80 mmHg, PAS+
Kornea Keratiitik presipitat (KP) Normal Edema
BMD Dangkal – menutup Normal Tertutup
Sekret - + -
I. Penatalaksanaan
Tujuan utama dari pengobatan uveitis anterior adalah untuk mengembalikan atau

memperbaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi penglihatan tidak

dapat lagi dipulihkan seperti semula, pengobatan tetap perlu diberikan untuk mencegah

memburuknya penyakit dan terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan.

Adapun terapi uveitis anterior dapat dikelompokkan menjadi

Terapi non spesifik

1. Penggunaan kacamata hitam

Kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi fotofobia, terutama akibat pemberian

midriatikum.

2. Kompres hangat

Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan berkurang, sekaligus untuk

meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-sel radang dapat lebih cepat.

3. Midriatikum atau sikloplegik

Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris dan badan silier relaksasi, sehingga

dapat mengurangi nyeri dan mempercepat penyembuhan. Selain itu, midriatikum sangat

bermanfaat untuk mencegah terjadinya sinekia, ataupun melepaskan sinekia yang telah ada.

Midriatikum yang biasanya digunakan adalah:

a. Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes

b. Homatropin 2% sehari 3 kali tetes


c. Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes

4. Anti inflamasi

Anti inflamasi yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid, dengan dosis sebagai

berikut:

Dewasa : Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1 %.

Bila radang sangat hebat dapat diberikan subkonjungtiva atau periokuler :

a. Dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml)

b. Prednisolone succinate 25 mg (1 ml)

c. Triamcinolone acetonide 4 mg (1 ml)

d. Methylprednisolone acetate 20 mg

Bila belum berhasil dapat diberikan sistemik prednisone oral mulai 80 mg per hari sampai

tanda radang berkurang, lalu diturunkan 5 mg tiap hari.

Anak : prednison 0,5 mg/kgbb sehari 3 kali.

Pada pemberian kortikosteroid, perlu diwaspadai komplikasi-komplikasi yang mungkin

terjadi, yaitu glaukoma sekunder pada penggunaan lokal selama lebih dari dua minggu, dan

komplikasi lain pada penggunaan sistemik.

Terapi spesifik
Terapi yang spesifik dapat diberikan apabila penyebab pasti dari uveitis anterior telah diketahui.

Karena penyebab yang tersering adalah bakteri, maka obat yang sering diberikan berupa

antibiotik, yaitu :

Dewasa : Lokal berupa tetes mata kadang dikombinasi dengan steroid

Subkonjungtiva kadang juga dikombinasi dengan steroid secara per oral dengan kloramfenikol 3

kali sehari 2 kapsul.

Anak : Kloramfenikol 25 mg/kgbb sehari 3-4 kali.

Walaupun diberikan terapi spesifik, tetapi terapi non spesifik seperti disebutkan diatas harus

tetap diberikan, sebab proses radang yang terjadi adalah sama tanpa memandang penyebabnya.

Terapi terhadap komplikasi

1. Sinekia posterior dan anterior

Untuk mencegah maupun mengobati sinekia posterior dan sinekia anterior, perlu

diberikan midriatikum, seperti yang telah diterangkan sebelumnya.

2. Glaukoma sekunder

Glaukoma sekunder adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada uveitis anterior.

Terapi yang harus diberikan antara lain:

Terapi konservatif :

a. Timolol 0,25 % - 0,5 % 1 tetes setiap 12 jam

b. Asetazolamid 250 mg setiap 6 jam


Terapi bedah Dilakukan bila tanda-tanda radang telah hilang, tetapi TIO masih tetap

tinggi.

a. Sudut tertutup : iridektomi perifer atau laser iridektomi, bila telah terjadi perlekatan

iris dengan trabekula (Peripheral Anterior Synechia atau PAS) dilakukan bedah

filtrasi.

b. Sudut terbuka : bedah filtrasi.

3. Katarak komplikata

Komplikasi ini sering dijumpai pada uveitis anterior kronis. Terapi yang diperlukan

adalah pembedahan, yang disesuaikan dengan keadaan dan jenis katarak serta kemampuan

ahli bedah.

J. Komplikasi

- Sinekia anterior

- Sinekia posterior

- Katarakak komplikata

- Glaukoma sekunder

- Oklusi pupil

- Endoftalmitis
Sinekia Anterior Sinekia Posterior

Pada uveitis anterior dapat terjadi sinekia posterior sehingga mengakibatkan

hambatan aliran aquos humor dari bilik posterior ke bilik anterior. Penupukan cairan ini

bersama-sama dengan sel radang mengakibatkan tertutupnya jalur dari out flow aquos

humor sehigga terjadi glaukoma. Untuk mencegahnya dapat diberikan midriatika.

Uveitis yang kronis dapat mengakibatkan hiposekresi dari aqueous humor, yang berakibat

menurunnya suplai nutrisi ke struktur segmen anterior, terjadu formasi membran siklitik,

dan pelepasan korpus siliaris.

Gangguan metabolisme lensa dapat menimbulkan katarak. Katarak sering timbul pada

uveitis menahun. Operasi katarak sebaiknya dilakukan 3-4 bulan setelah uveitis tenang.

Prognosis operasi katarak pada kasus demikian tergantung pada penyebab uveitis.

Ablasio retina dapat timbul akibat traksi atau tarikan pada retina oleh benang-benang

vitreus. Edema kistoid makula dan degenerasi makula dapat terjadi pada uveitis anterior

yang beepanjangan. Kortikosteroid sistemik atau periokular dapat digunakan untuk terapi

edema makular, jika tidak berhasil, maka dapat digunakan terapi imunosupresif.

Berkurangnya penglihatan hingga kebutaan juga merupakan salah satu komplikasi dari

uveitis.
K. Prognosis

Uveitis merupakan kondisi penyakit yang berpotensi dalam menimbulkan kebutaan. Uveitis

juga dapat berakhir dengan komplikasi yang serius pada mata. Dengan pengobatan yang

adekuat, serangan uveitis non-granulomatosa umumnya berlangsung beberapa hari sampai

minggu, namun, pasien akan sering mengalami kekambuhan. Uveitis granulomatosa

berlangsung berbulan-bulan sampai tahunan, kadang-kadang dengan remisi dan eksaserbasi,

dan dapat menimbulkan kerusakan permanen dengan penurunan penglihatan yang nyata

walau dengan pengobatan yang terbaik sekali.


DAFTAR PUSTAKA

1. Suharjo S.U., Sundari S, Sasongko M.B. Kelainan palpebra, konjungtiva, kornea, skllera

dan sistem lakrimal. Ilmu Kesehatan Mata. Edisi 1. 2007.

2. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, 2011.

3. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. Oxford: Buterworth-

Heinemann, 1994.

4. Khurana. Comprehensive Ophthalmology. Edisi 4. India : New Age International, 2007.

5. The Eye M.D. Association. American Academy of Ophthalmology. Singapore : LEO,

2011.

6. Voughan Daniel G , Terjemahan Optamologi Umum edisi 14, Widya Medika, Jakarta,

2000.

Anda mungkin juga menyukai