PTERIGIUM
Dokter Pembimbing:
dr. Evita Wulandari, Sp. M
Disusun Oleh:
Kurnia Sasmita Dewi
20184010150
MINI C-EX
PTERIGIUM
Disusun Oleh :
Kurnia Sasmita Dewi
20184010150
Mengetahui,
Doter Pembimbing
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Usia : 36 tahun
No RM : 00340188
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Terdapat selaput putih pada mata kanan sejak kurang lebih satu tahun.
2. Keluhan Tambahan
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga yang tinggal bersama anak,
menantu, dan cucunya. Sehari-hari pasien beraktifitas membersihkan rumah,
dimana halaman rumah pasien berupa pasir dan tanah sehingga sehari-hari
pasien sangat mudah terpapar debu dan paparan sinar matahari jika sedang
membersihkan halaman rumah,
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. STATUS GENERALIS
Tanda Vital
Suhu : Afebris
2. STATUS OPHTALMOLOGIS
Pemeriksaan OD OS
Visus 5/10 5/10
Palpebra
Spasme (-) (-)
Odem (-) (-)
Retraksi (-) (-)
Sikatrik (-) (-)
Lesi (-) (-)
Terdapat jaringan
fibrovaskular
berbentuk segitiga,
Konjungtiva dengan puncak di
limbus dan posisi di
nasal.
Iris / Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Diameter 3 mm 3 mm
Kedudukan Sentral Sentral
Refleks direk (+) (+)
Refleks indirek (+) (+)
Lensa
Kejernihan Jernih Jernih
Letak Sentral Sentral
TIO N N
Pemeriksaan slit-lamp
D. DIAGNOSIS BANDING
OD Pterigium
OD Psudopterigium
OD Pinguekula
E. DIAGNOSIS KERJA
OD Pterigium Grade I
F. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologi
Pelumas
Artificial tears ed 6xOD, mengandung 3 senyawa kimia aktif yaitu Sodium
Klorida, Kalium Klorida, dan Benzalkonium Klorida
2. Non Farmakologi
Lindungi mata dari sinar matahari dan debu dengan menggunakan
kacamata pelindung/kacamata gelap
G. PROGNOSIS
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
Anatomi Konjungtiva
aspek posterior dari kelopak mata dan anterior bola mata. Nama konjungtiva (conjoin:
menghubungkan bola mata dengan kelopak mata. Membentang dari pinggir kelopak mata
ke limbus, dan membungkus ruang kompleks yang disebut sakus konjungtiva yang
dan melekat kuat pada tarsus. Konjungtiva palpebralis terbagi 3 yakni konjungtiva
marginal, tarsal, orbital. Konjungtiva marginal membentang dari tepi kelopak mata
sekitar 2 mm pada bagian belakang kelopak sampai ke alur dangkal, yakni sulkus
subtarsalis. Bagian ini sebenarnya zona transisi antara kulit dan konjungtiva lebih
tepatnya. Konjungtiva tarsal tipis, transparan dan banyak mengandung vaskular. Bagian
ini melekat kuat pada seluruh tarsal kelopak mata atas. Pada kelopak mata bawah, hanya
melekat pada setengah bagian tarsal. Konjungtiva orbital terletak longgar antara tarsal
dan forniks.
Konjungtiva bulbaris. Melekat longgar pada sclera dan melekat lebih erat pada
limbus kornea. Di sana epitel konjungtiva bergabung dangan epitel kornea.Bagian ini
dipisahkan dari sklera anterior oleh jaringan episcleral dan kapsul Tenon. Terdapat
sebuah dataran tinggi 3-mm dari konjungtiva bulbaris sekitar kornea disebut konjungtiva
limbal.
konjungtiva bulbi. Lain halnya dengan konjungtiva palpebra yang melekat erat pada
struktur sekitarnya, konjungtiva fornix ini melekat secara longgar dengan struktur di
bawahnya yaitu fasia muskulus levator palpebra superior serta muskulus rektus. Karena
perlekatannya bersifat longgar, maka konjungtiva fornix dapat bergerak bebas bersama
palpebralis.
Secara histologis, konjungtiva terdiri dari tiga lapisan yaitu epitel, lapisan adenoid, dan
lapisan fibrosa.
epitel sel gepeng bertingkat. Konjungtiva tarsal memiliki 2 lapis epitel: lapisan
superficial terdiri dari sel-sel silinder dan lapisan dalam terdiri dari sel-sel datar.
Konjungtiva forniks dan bulbaris memiliki 3 lapis epitel: lapisan superfisial terdiri
dari sel silindris, lapisan tengah terdiri dari sel polyhedral dan lapisan dalam terdiri
dari sel kubus. Limbal konjungtiva memiliki lagi lapisan yang banyak (5 sampai 6
2. Lapisan adenoid. Lapisan ini disebut juga lapisan limfoid dan terdiri dari
retikulum jaringan ikat halus dengan jerat di mana terdapat limfosit. Lapisan ini
paling pesat perkembangannya di forniks. Lapisan ini tidak di temukan ketika bayi
lahir tapi akan berkembang setelah 3-4 bulan awal kehidupan. Hal ini menjelaskan
3. Lapisan fibrosa. Lapisan ini terdiri dari serat kolagen dan serat elastis. Lapisan
ini lebih tebal dari lapisan adenoid, kecuali di daerah konjungtiva tarsal, di mana
lapisan ini sangat tipis. Lapisan ini mengandung pembuluh dan saraf dari
konjungtiva bulbar.
Konjungtiva berisi dua jenis kelenjar, yakni kelenjar sekresi musin dan kelenjar
lakrimalis aksesoris. Kelenjar ini terdiri dari sel goblet (kelenjar uniseluler yang terletak
di dalam epitel), Crypts of Henle (terdapat di konjungtiva tarsal) dan kelenjar Manz
penting untuk membasahi kornea dan konjungtiva. Kelenjar lakrimalis aksesoris terdiri
dari: Kelenjar Krause (terdapat pada jaringan ikat subconjunctival forniks, sekitar 42
buah di atas forniks dan 8 buah di bawah forniks) dan kelenjar Wolfring (terdapat di
sepanjang batas atas tarsus superior dan sepanjang batas bawah tarsus inferior).
Plica semilunaris merupakan lipatan seperti bulan sabit berwarna merah muda
dari konjungtiva yang terdapat di kantus medial. Batas bebas lateralnya berbentuk
cekung. Karunkula adalah massa kecil, oval, merah muda, terletak di canthus bagian
dalam. Pada kenyataannya, massa ini merupakan potongan modifikasi kulit dan ditutupi
dengan epitel gepeng bertingkat dan berisi kelenjar keringat, kelenjar sebasea dan folikel
rambut.
B. Pterigium
a. Definisi
Menurut American Academy of Ophthalmology, pterigium (berasal dari
bahasa Yunani yaitu “Pterygos” yang artinya sayap) adalah poliferasi jaringan
kornea.
bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah
daerah kornea. Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian
b. Epidemiologi
dengan prevalensi yang dilaporkan berkisar antara 0,3%-29%. Pada populasi yang
terkena, pertumbuhan pterigium telah terlihat pada remaja muda dan banyak
terjadi di masyarakat di padang pasir. Pterigium terlihat hampir dua kali lebih
visual atau penglihatan pada kasus yang kronis. Mata bisa menjadi inflamasi
1. Jenis Kelamin
Pterygium dilaporkan bisa terjadi pada golongan laki-laki dua kali lebih
2. Umur
c. Etiologi
sering pada orang tinggal di iklim panas. Oleh karena itu, anggapan yang paling
sinar matahari (sinar ultraviolet), panas, angin tinggi dan debu. Baru-baru ini,
proliferasi sel. Radiasi cahaya UV tipe B menjadi faktor lingkungan yang paling
pterigium.
d. Patofisiologi
Insidens pterigium meningkat pada orang dan populasi yang terus menerus
terpapar radiasi matahari yang berlebihan. Dalam hal ini sinar UV memainkan
bagian yang penting dalam patogenesis penyakit ini. Sinar UV memulai rantai
bilateral, karena kedua mata mempunyai kemungkinan yang sama untuk kontak
dengan sinar ultraviolet, debu dan kekeringan. Semua kotoran pada konjungtiva
Disebutkan bahwa radiasi sinar ultra violet B sebagai salah satu penyebabnya.
suppressor tumor p53 pada sel-sel benih embrional di basal limbus kornea. Tanpa
Daerah nasal konjungtiva juga relatif mendapat sinar ultraviolet yang lebih
kontak langsung, bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultra violet secara
tidak langsung akibat pantulan dari hidung, karena itu pada bagian nasal
temporal.
muncul di daerah nasal berasal dari peran patogenetik cahaya matahari. Cahaya
dinding nasal lateral, di mana konjungtiva bulbar di daerah nasal inilah yang lebih
sering terpapar sinar matahari. Mengingat juga, bulu mata di dekat nasal jauh
regulasi p53. Akibatnya juga, gangguan tersebut dapat berefek pada ekspresi
beberapa jenis sitokin dalam sel, seperti reseptor faktor pertumbuhan. Adanya
perubahan ekspresi sel-sel sitokin ini telah dievaluasi oleh beberapa studi
memperbaiki fenotip. IL-6 berfungsi dalam migrasi sel epitel melalui reseptor
integrin dan IL-8 melakukan aktivitas mitogenik dan angiogenetik. Faktor
pertumbuhan yang berperan dalam pterigium antara lain ialah epidermal growth
fibroblast korneal saat terjadi inflamasi atau adanya stimulus yang dianggap
berbahaya bagi mata, termasuk UVR. VEGF telah dideteksi bertanggung jawab
basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat
dengan cat untuk jaringan elastik akan tetapi bukan jaringan elastik yang
sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase.
e. Klasifikasi
kepala pterigium (cap pterigium). Akhirnya menjadi bentuk membran, tetapi tidak
pernah hilang.
f. Gambaran Klinis
Pterigium lebih sering terjadi pada pria tua yang melakukan pekerjaan di luar
rumah. Pterigium mungkin terjadi unilateral atau bilateral. Penyakit ini muncul sebagai
lipatan segitiga konjungtiva yang mencapai kornea, biasanya di sisi nasal. tetapi juga
dapat terjadi di sisi temporal. Deposisi besi kadang-kadang terlihat pada epitel kornea
- Caput
Pterigium adalah kondisi asimtomatik pada tahap awal, kecuali pada intoleransi
kosmetik. Pterigium hanya akan bergejala ketika bagian kepalanya menginvasi bagian
tengah kornea dan aksis visual. Kekuatan tarikan yang terjadi pada kornea dapat
terdiri atas fibroblast, menginvasi dan menghancurkan lapisan bowman pada kornea. (B)
Whitish: Setelah cap, lapisan vaskuler tipis yang menginvasi kornea. (C) Badan: Bagian yang
mobile dan lembut, area yang vesikuler pada konjunctiva bulbi, area paling ujung
g. Diagnosis
Anamnesis
gatal, iritasi, dan penglihatan kabur berhubungan dengan elevasi lesi dari
menginvasi bagian tengah kornea dan aksis visual. Kekuatan tarikan yang terjadi
Pemeriksaan fisik
Suatu pterigium dapat tampak sebagai salah satu dari berbagai perubahan
ditemukan pada konjungtiva nasal dan berekstensi ke kornea nasal, tetapi dapat
topografi kornea yang dapat sangat berguna dalam menentukan derajat seberapa
h. Diagnosis Banding
Pseudopterigium
merupakan suatu reaksi dari konjungtiva oleh karena ulkus kornea. Pada
pengecekan dengan sonde, sonde dapat masuk di antara konjungtiva dan kornea.
cacat akibat ulkus. Sering terjadi saat proses penyembuhan dari ulkus kornea,
ditemukan dimana saja bukan hanya pada fissura palpebra seperti halnya pada
Pinguekula
limbus. Tampak seperti penumpukan lemak bisa karena iritasi ataupun karena
kualitas air mata yang kurang baik. Pada umumnya tidak diperlukan terapi
Gambar 11. Pingueculum (panah abu-abu) merupakan lesi di limbus sklerokorneal yang
Terapi Konservatif
drops atau air mata buatan (misalnya, refresh tears, gen teal drops), serta sesekali
(misalnya, Pred Forte 1%) bila gejala lebih intens. Selain itu, penggunaan
lanjut.
Terapi pembedahan
- Mengganggu visus
- Berkembang progresif
- Kosmetik
corpus dari pterigium. Corpus dan dasar pterigium tersebut dibedah dengan
gunting konjungtiva, sedangkan apeks dan collum pterigium yang telah
menyerang kornea sering dihilangkan dengan pisau bedah. Dilakukan usaha untuk
pterigium dan untuk mencegah terjadinya rekurensi. Berbagai teknik bedah yang
1. Bare sclera : tidak ada jahitan, bertujuan untuk menyatukan kembali konjungtiva
dengan permukaan sklera di depan insersio tendon rektus, menyisakan area sklera
yang terkena. (teknik ini sudah tidak dapat diterima karena tingginya tingkat
rekurensi pasca pembedahan yang dapat mencapai 40-75% dan hal ini tidak
direkomendasikan).
2. Simple closure: menyatukan langsung sisi konjungtiva yang terbuka, dimana teknik
3. Sliding flap : dibuat insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas eksisi untuk
4. Rotational flap: dibuat insisi berbentuk huruf U disekitar luka bekas eksisi untuk
membentuk seperti lidah pada konjungtiva yang kemudian diletakkan pada bekas
eksisi.
jaringan Tenon's dari graft konjungtiva dan penerima, manipulasi minimal jaringan
dan orientasi akurat dari grafttersebut. LawrenceW. Hirst, MBBS, dari Australia
secara luas diklasifikasikan sebagai metode medis adjuvan atau tambahan, beta-
amnion ini belum teridentifikasi, sebagian besar peneliti telah menyatakan bahwa
itu adalah membran amnion berisi faktor penting untuk menghambat peradangan
pada studi yang ada,diantara 2,6 persen dan 10,7 persen untuk pterigium primer
dan setinggi 37,5 persen untuk kekambuhan pterygia. Sebuah keuntungan dari
menghadap ke atas dan stroma menghadap ke bawah. Beberapa studi terbaru telah
Terapi adjuvant
dicoba.
dibandingkan dengan eksisi bare sclera. Pada dasarnya dua bentuk aplikasi
mitomycin C yang saat ini digunakan - aplikasi intraoperatif pada spons bedah
yang direndam dalam larutan mitomycin C diterapkan secara langsung ke sclera
sebagai obat tetes mata. Studi telah menunjukkan bahwa tingkat kekambuhan
terkait penggunaan mitomycin C intra operasi dan pasca operasi tidak berbeda
secara signifikan.
daunorubisin dan mereka yang diobati dengan plasebo air. Mata yang diobati lebih
j. Komplikasi
Infeksi, reaksi benang, diplopia, scar kornea, conjungtiva graft longgar, dan
komplikasi yang jarang termasuk perforasi bola mata, vitreous hemorrhage
atau retinal detachment.
Penggunaan mytomicin C post dapat menyebabkan ectasia atau melting pada
sklera dan kornea.
Komplikasi yang terbanyak pada eksisi pterigium adalah rekuren pterigium
post operasi. Simple eksisi mempunyai tingkat rekuren yang tinggi kira-kira
50-80 %. Dapat dikurangi dengan teknik conjungtiva autograft atau amnion
graft.
Komplikasi yang jarang adalah malignant degenerasi pada jaringan epitel di
atas pterigium.
k. Prognosis
pasien dapat beraktivitas lagi setelah 24-48 jam post operasi. Pasien dengan
pterigium rekuren dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva auto
Raju Kv, Chandra A, Doctor R. Management Of Pterigium- A Brief Review. Kerala Journal
Of Ophthamology. 2008;10(4):63-5.
Chui J, Coroneo Tm, Et Al. Ophthalmic Ptrygium A Stem Cell Disorder With Premalignant
Mathias, F. New Treatment Option for pterigium. Expert reviw of opthalmology. 2017