Oleh:
Raisa Mahmudah
0918011016
0918011031
Eka Cania B
0918011040
Perceptor:
dr. H. Yul Khaizar, Sp. M.
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
CASE REPORT
Nama
: Tn. MD
Umur
: 69 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Petani
Alamat
: Metro
Masuk RSAY
: 16 September 2014
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
semakin
besar
disertai
perasaan
: normochepal
: lihat status oftalmologi
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
Status Oftamologis
Oculi Dextra
1
/2/60
Tidak dilakukan
Dalam batas normal
Edem(-), Spasme (-)
Edem(-), Spasme (-)
Dalam batas normal
Baik ke segala arah
Ortoforia, eksoftalmus (-)
Oculi Sinistra
Visus
Koreksi
Supersilia
Palpebra Superior
Palpebra Inferior
Silia
Gerak bola Mata
Bulbus Oculi
6/60
Tidak dilakukan
Dalam batas normal
Edem(-), Spasme (-)
Edem(-), Spasme (-)
Dalam batas normal
Baik ke segala arah
Ortoforia, eksoftalmus (-)
4
endoftalmus (-)
Injeksi konjungtiva (-),
endoftalmus (-)
Injeksi konjungtiva (-),
Conjungtiva Bulbi
pupil 4mm
Hiperemi (-)
Conjungtiva Fornices
Conjungtiva
Palpebra
Sclera
Kornea
Camera Oculi
Anterior
Iris
Pupil
Shadow test
Lensa
Fundus Refleks
Corpus Vitreum
Tensio Oculi
Sistem Canalis
Lakrimalis
Medikamentosa
2.7 Prognosis
Quo ad Vitam
Quo ad functionam
Quo ad Sanationam
: Bonam
: Dubia
: Dubia
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
divaskularisasi
oleh
arteri
ciliaris
anterior
dan
arteri
11
Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian pterigium akan
berwarna merah. Pterigium sering mengenai kedua mata. Menurut Hamurwono
pterygium merupakan konjungtiva bulbi patologik yang menunjukkan penebalan
berupa lipatan berbentuk segitiga yang tumbuh menjalar ke kornea dengan
puncak segitiga di kornea . Pterygium berasal dari bahasa yunani, yaitu pteron
yang artinya wing atau sayap (Ilyas, 2006).
Epidemiologi
Pterigium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas
dankering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor yang
seringmempengaruhi adalah daerah dekat dengan ekuator yaitu daerah <370
lintang utara dan selatan dari ekuator. Prevalensi tinggi sampai 22 % di daerah
dekat ekuator dan <2 % pada daerah di atas lintang 400(Laszuarni, 2009).
Di Amerika Serikat, kasus pterigium sangat bervariasi tergantung pada lokasi
geografisnya. Di daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang dari 2%
untuk daerah di atas 40o lintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang
28-36 derajat. Hubungan ini terjadi untuk tempat-tempat yang prevalensinya
meningkat dan daerah-daerah elevasi yang terkena penyinaran ultraviolet untuk
daerah di bawah garis lintang utara ini (Fisher, 2011).
Pterigium relatif jarang di Eropa.Kebanyakan pasien berasal dari daerah dengan
garis
lintang
mengindikasikan
30-35
dari
bahwa
kedua
sinar
sisi
UV
equator.Distribusi
merupakan
faktor
geografis
risiko
ini
yang
penting.Pterigium dilaporkan bisa terjadi pada golongan laki-laki dua kali lebih
banyak dibandingkan wanita.Jarang sekali orang menderita pterigium umurnya di
bawah 20 tahun. Untuk pasien umurnya diatas 40 tahun mempunyai prevalensi
yang tertinggi, sedangkan pasien yang berumur 20-40 tahun dilaporkan
mempunyai insidensi pterigium yang paling tinggi (Fisher, 2011).
Etiologi
Hingga saat ini etiologi pasti pterigium masih belum diketahui secara pasti.
Beberapa faktor resiko pterigium antara lain adalah paparan ultraviolet, mikro
12
trauma kronis pada mata, infeksi mikroba atau virus. Selain itu beberapa kondisi
kekurangan fungsi lakrimal film baik secara kuantitas maupun kualitas,
konjungtivitis kronis dan defisiensi vitamin A juga berpotensi menimbulkan
pterigium.Selain itu ada juga yang mengatakan bahwa etiologi pterigium
merupakan suatu fenomena iritatif akibat pengeringan dan lingkungan dengan
banyak angin karena sering terdapat pada orang yang sebagian besar hidupnya
berada di lingkungan yang berangin, penuh sinar matahari, berdebu dan berpasir.
Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterigium dan
berdasarkan penelitian menunjukkan riwayat keluarga dengan pterigium,
kemungkinan diturunkan autosom dominan (Caldwel, 2012; Suharjo, 2007;
Voughan, 2010; Laszuarni, 2011).
Patofisiologi
Sinar UV-B merupakan sinar yang dapat menyebabkan mutasi pada gen
suppressor tumor p53 pada sel-sel benih embrional di basal limbus kornea. Tanpa
adanya apoptosis (program kematian sel), perubahan pertumbuhan faktor Beta
akan menjadi berlebihan dan menyebabkan pengaturan berlebihan pula pada
sistem kolagenase, migrasi seluler dan angiogenesis. Perubahan patologis
tersebut termasuk juga degenerasi elastoid kolagen dan timbulnya jaringan
fibrovesikular, seringkali disertai dengan inflamasi.Lapisan epitel dapat saja
normal, menebal atau menipis dan biasanya menunjukkan dysplasia (Fisher,
2011).
Terdapat teori bahwa mikrotrauma oleh pasir, debu, angin, inflamasi, bahan iritan
lainnya atau kekeringan juga berfungsi sebagai faktor resiko pterygium.Orang
yang banyak menghabiskan waktunya dengan melakukan aktivitas di luar
ruangan lebih sering mengalami pterygium dan pinguekula dibandingkan dengan
orang yang melakukan aktivitas di dalam ruangan.Kelompok masyarakat yang
sering terkena pterygium adalah petani, nelayan atau olahragawan (golf) dan
tukang kebun.Kebanyakan timbulnya pterygium memang multifaktorial dan
termasuk kemungkinan adanya keturunan (faktor herediter).
13
faktor
yang
penting
dalam
peningkatan
kolagenasi,
migrasi
seluler,
dan
paling mencolok
dari pterygium
adalah distribusi
geografisnya. Distribusi ini meliputi seluruh dunia tapi banyak survei yang
dilakukan setengah abad terakhir menunjukkan bahwa negara di khatulistiwa
memiliki angka kejadian pterygium yang lebih tinggi. Survei lain juga
menyatakan orang yang menghabiskan 5 tahun pertama kehidupannya pada
garis lintang kurang dari 300 memiliki risiko penderita pterygium 36 kali
lebih besar dibandingkan daerah yang lebih selatan.
d. Jenis Kelamin
Tidak terdapat perbedaan risiko antara laki-laki dan perempuan.
e. Herediter
Pterygium diperengaruhi faktor herediter yang diturunkan
secara
autosomaldominan.
f. Infeksi
Human Papiloma Virus (HPV) dinyatakan sebagai faktor penyebab pterygium.
g. Faktor risiko lainnya
Kelembaban yang rendah
dan
mikrotrauma
karena
partikel-partikel
tertentuseperti asap rokok, pasir merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
pterygium.
Gejala Klinis
Pterygiumbiasanya terjadi secara bilateral, namun jarang terlihat simetris,
karenakedua mata mempunyai kemungkinan yang sama untuk kontak dengan
sinar ultraviolet, debu dan kekeringan. Kira-kira 90% terletak di daerah nasal
karena daerah nasal konjungtiva secara relatif mendapat sinar ultraviolet yang
lebih banyak dibandingkan dengan bagian konjungtiva yang lain. Selain secara
langsung, bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultra violet secara tidak
langsung akibat pantulan dari hidung (Kanskii, 2007).
15
yang
mengalami
pterygium
dapat
tidak
menunjukkan
gejala
kebanyakan
terdiri
atas
fibroblast.
Area
ini
menginvasidan
16
c. Bagian badan atau ekor, merupakan bagian yang mobile (dapat bergerak),
lembut,merupakan area vesikuler pada konjungtiva bulbi dan merupakan area
paling ujung.Badan ini menjadi tanda khas yang paling penting untuk
dilakukannya koreksi pembedahan (Solomon, 2010).
17
19
banding
pterigium
adalah
pinguekula
dan
pseudopterigium.
Gambar 8.Pinguekula
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang
cacat.Sering pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea,
sehingga konjungtiva menutupi kornea. Pseudopterigium juga sering dilaporkan
20
Gambar 9.Pseudopterigium
Penatalaksanaan
Konservatif
Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati.Untuk pterigium derajat 1-2 yang
mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik
21
dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari.Diperhatikan juga bahwa penggunaan
kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi
atau mengalami kelainan pada kornea (INASCRS, 2011).
Operatif
Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi
pterigium.Sedapat mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian konjungtiva
bekas pterigium tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari
konjugntiva bagian superior untuk menurunkan angka kekambuhan.Tujuan
utama pengangkatan pterigium yaitu memberikan hasil yang baik secara
kosmetik, mengupayakan komplikasi seminimal mngkin, angka kekambuhan
yang rendah.Penggunaan Mitomycin C (MMC) sebaiknya hanya pada kasus
pterigium yang rekuren, mengingat komplikasi dari pemakaian MMC juga cukup
berat (INASCRS, 2011).
Menurut Nurwasis (2006), indikasi dilakukannya tindakan operatif pada
pterigium, yaitu:
1) Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus
2) Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil
3) Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau
karena astigmatismus
4) Kosmetik, terutama untuk penderita wanita.
Komplikasi
Salah satu komplikasi yang disebabkan oleh pterigium adalah astigmat
karenapterigium dapat menyebabkan perubahan bentuk kornea akibat adanya
mekanisme penarikan oleh pterigium serta terdapat pendataran dari pada
meridian horizontal pada kornea yang berhubungan dengan adanya astigmat.
Mekanisme pendataran dari meridian horizontal itu sendiri belum jelas. Hal ini
diduga akibat terbentuknya tear meniscus antara puncak kornea dan
peninggian pterigium. Astigmat yang ditimbulkan oleh pterigium adalah astigmat
with the rule dan irregular astigmat (Maheswari, 2007).
22
Komplikasi lain yang dapat disebabkan yaitu mata kemerahan, iritasi, luka
kronik dari konjungtiva dan kornea Komplikasi intra-operatif dapat terjadi
perforasi kornea atau sclera dan trauma pada muskulus rektus medial atau lateral.
Komplikasi post-operatif bisa terjadi infeksi, granuloma dan sikatriks kornea
(Drakeiron, 2009).
Prognosis
Pterigium
adalah
suatu
neoplasma
yang
benigna.Umumnya
prognosis
23
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien laki-laki, 69 tahun, pekerjaan petani, datang dengan keluhan penglihatan kabur
pada mata kanan sejak 2 tahun yang lalu. Keluhan ini semakin terasa bertambah
sehingga mengganggu aktivitasnya.Pasien juga merasa pada kedua matanya seperti
ada yang mengganjal sejak 2 tahun yang lalu. Keluhan disertai mata merah dan perih
ketika terkena kena angin. Pasien mengatakan bahwa terdapat selaput di sudut mata
kanan bagian dalam sejak 2 tahun yang lalu yang makin lama makin membesar dan
menimbulkan perasaan mengganjal danmenganggu penglihatan pasien. Penyakit ini
sudah diderita pasien untuk kedua kalinya. Pasien sudah pernah dioperasi 1 tahun
yang lalu, tetapi kambuh lagi.
Pada pemeriksaan fisik mata, didapatkan VOD:
apex melewati limbus dan tepi pupil. Dari ciri-ciri tersebut, diagnosis mengarah pada
pterigium stadium II-III okuli dekstra.
Konjungtiva merupakan membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris) (Voughan, 2010). Pada pasien dapat
dirasakan penglihatan menjadi kabur disertai sensasi mengganjal disebabkan oleh
karena adanya penebalan pada konjungtiva bulbi dan sebagian kornea. Penebalan ini
diakibatkan adanya paparan sinar matahari (UV) dan iritasi kronik dari debu yang
dialami oleh mata.Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian
pterigium akan berwarna merah(Ilyas, 2006). Oleh karena itu pada pasien ini disertai
oleh mata yang sering merah, perih dan berair.
Penatalaksanaan medikamentosa didasarkan pada mengurangi gejala yang muncul,
sehingga diberikan obat antiinflamasi dan antibiotik jika diperlukan. Tidak ada
pengobatan medikamentosa yang spesifik untuk pterigium. Tujuan pengobatan
medikamentosa adalah untuk mengurangi peradangan. Bila terjadi peradangan dapat
diberikan steroid topikal. Tindakan pembedahan pada pterigium adalah suatu
tindakan bedah untuk mengangkat jaringan pterigium dengan berbagai teknik operasi.
Pembedahan pada pasien ini masih belum diperlukan karena tidak menggangu
penglihatan dan tidak menggangu aktivitas pasien. Selain itu, pasien sebelumnya
telah melakukan operasi terhadap keluhan yang sama pada mata tersebut sehingga
tindakan preventif agar tidak terjadi keluhan yang sama. Tindakan preventif yaitu
pasien disarankan untuk menggunakan kaca mata hitam guna menghindari faktorfaktor pencetusnya seperti sinar matahari langsung dan debu.
25
DAFTAR PUSTAKA
Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD.2010.Management of
Pterygium:Opthalmic Pearls.
Ang KPL, Chua LLJ, Dan HTD.2006.
26
27