Anda di halaman 1dari 23

RESPONSI DOKTER MUDA

KATARAK

Oleh:
Rosyita Rohmandani

010911179

Tan Deasy Tandika W 010911185

Pembimbing:

dr. Delfitri Lutfi, Sp.M

BAG / SMF ILMU KESEHATAN MATA


RSUD Dr. SOETOMO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2014

BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu pokok yang menjadi perhatian dalam bidang oftamologi adalah
masalah kebutaan dan penglihatan yang terbatas. Permasalahan ini menjadi
substansial sebab apabila tidak ditangani secara dini, akan sangat merugikan bagi
individual, terutama dalam hal produktivitas dan kualitas hidup seseorang secara
khusus serta kerugian nasional dalam skala yang lebih besar. Oleh karenanya itu,
hal ini menjadi perhatian WHO melalui program jangka panjang Vision 2020
Right to Sight yang meliputi pencegahan terhadap penyebab-penyebab yang
berpotensi menimbulkan tajam penglihatan yang tidak optimal. Beberapa masalah
utama secara statistik yang dapat menimbulkan kebutaan diantaranya adalah
Katarak (0,78%), Glaukoma (0,20%), Refraksi (0,14%), Retina (0,13%), Kornea
(0,10%), dan lain-lain (0,15%) (Depkes, 2004).
Katarak sebagai penyebab kebutaan terbanyak adalah suatu kelainan mata
akibat kekeruhan yang terjadi pada lensa mata. Kekeruhan yang terjadi
diakibatkan oleh proses degeneratif, tapi bisa saja disebabkan oleh faktor lain,
diantaranya trauma, toksin, penyakit sistemik misalnya diabetes, kebiasaan
merokok, dan keturunan. Namun demikian, katarak oleh sebab degeneratif
merupakan penyebab umum keterbatasan penglihatan (Eva PR, 2009).
Lensa mata merupakan media refraktori yang mempunyai peranan penting
dalam optimalitas penglihatan. Suatu proses yang terjadi pada lensa, misalnya
pengeruhan, dapat berakibat terganggunya tajam penglihatan sebagai kompensasi
minimal atau dalam tahap lebih lanjut bisa berakibat pada kebutaan. Penglihatan
terbatas sendiri secara definisi menurut WHO ialah kondisi mata dengan tajam
penglihatan 6/60-6/18, dan masih ada sisa penglihatan, sedangkan Kebutaan
menurut WHO adalah kondisi mata dengan refraksi terbaik 3/60 atau lapang
pandang 10 (WHO, 2010).
Secara epidemiologis, kasus penyakit katarak bertanggung jawab untuk
48% dari kasus kebutaan dunia, dimana hampir 20 juta orang mengalami kebutaan
akibat katarak dan hampir 90% kasus kebutaan berasal dari Asia dan Afrika.
Sementara itu, sepertiga dari seluruh kasus kebutaan terjadi di daerah Asia

Tenggara. Diproyeksikan pada tahun 2020, jumlah penderita katarak ini akan
meningkat menjadi 40 juta jiwa (WHO, 2010). Suatu penelitian di India
menunjukkan katarak dapat muncul 14 tahun lebih awal dibandingkan di Amerika
Serikat, sebagai perbandingan, prevalensi katarak yang sudah mengganggu visus
pada populasi berusia 78-83 tahun di India adalah sebesar 82% dibanding 46% di
Amerika Serikat (Khurana, 2007).
Di Indonesia sendiri, kasus katarak menjadi penyebab terbanyak kebutaan,
dari total angka kebutaan sebesar 1,47%. Peningkatan penduduk usia lanjut yang
diproyeksikan pada tahun 2025 sebesar 400% akan menjadi ancaman peningkatan
prevalensi katarak. Meningkatnya kasus kejadian penyakit kronik seperti DM dan
Hipertensi serta gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok juga memiliki faktor
terhadap peningkatan angka kejadian tersebut (Soehardjo, 2008).
Dampak kebutaan yang ditimbulkan oleh penyakit katarak selain pada
individu yang mengalami penurunan kualitas hidup dan produktivtas, juga
menjadi suatu masalah sosial yang memerlukan perhatian dari masyarakat.
Kondisi produktivitas yang menurun menjadi beban tersendiri bagi keluarga sebab
angka tanggungan hidup keluarga yang bersangkutan akan menjadi lebih besar,
lebih jauh kondisi ketergantungan yang ditimbulkan ini secara tidak langsung juga
akan berefek pada orang-orang di lingkungan sekitarnya. Bagi pemerintah kondisi
kebutaan merupakan suatu hal yang sangat merugikan dan bisa menjadi suatu
beban, terlebih apabila penderita termasuk golongan usia produktif yang
mempunyai potensi untuk kebaikan negara.
Penyakit katarak bukanlah penyakit yang tidak bisa dikendalikan, terlebih
komplikasi kebutaan yang ditimbulkan. Upaya pencegahan katarak difokuskan
pada penyebab dasar yang memicu timbulnya katarak, beberapa hal yang. bisa
dilakukan yaitu dengan memulai gaya hidup sehat dengan pola makan seimbang
dan menghindari rokok, menjaga kadar gula agar tidak terserang diabetes mellitus,
tidak membiarkan mata terkena paparan sinar ultraviolet, dan menjaga mata dari
trauma yang dapat berakibat fatal pada penglihatan, selain itu juga menghindari
konsumsi obat yang tidak sesuai, diantaranya pemakaian kortikosteroid dalam
jangka panjang.

Penanganan penyakit katarak sebagian besar melalui operasi bedah


katarak, sebab terapi medikamentosa hanya bertujuan untuk memperlambat proses
degenerasi. Beberapa operasi yang dilakukan adalah ekstraksi katarak intra dan
ekstra kapsuler, small incision cataract surgery (SICS), dan fakoemulsifikasi.
Namun demikian, tindakan operasi katarak sendiri juga dapat menimbulkan
penyulit seperti hifema, pendarahan koroid, prolap iris, uveitis, glaukoma dan
dropped nucleus. Oleh karena itu, harus disadari dari awal pentingnya pencegahan
dari penyakit katarak ini, apabila sudah terkena diharapkan dapat segera dilakukan
pemeriksaan untuk diagnosis dini agar penatalaksanaan segera bisa dilakukan, hal
ini diharapkan dapat meminimalisasi timbulnya komplikasi lebih jauh akibat
penyakit katarak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Lensa
Lensa adalah bentukan transparan bikonveks yang terletak antara iris dan
vitreus pada bilik mata belakang. Lensa tidak mempunyai vaskularisasi dan
memiliki diameter 9-10 mm dan ketebalan bervariasi menurut usia. Lensa
mempunyai ketebalan 3,5 mm saat bayi baru lahir dan 5 mm pada mayoritas
orang dewasa. Berat lensa adalah antara 135 mg pada usia 0-9 tahun sampai
255 mg pada usia 40-80 tahun. Lensa terdiri dari 65% air dan 35% protein dan
garam mineral (Khurana, 2007)
Lensa mempunyai dua permukaan, permukaan anterior lebih datar dengan
diameter kelengkungan 10 mm dan permukaan posterior dengan diameter
kelengkungan 6 mm. Dua permukaan ini bertemu pada garis ekuator. Indeks
refraksi lensa adalah 1,39 dan mempunyai kekuatan antara 15-16 D. kekuatan
akomodasi lensa juga dipengaruhi oleh usia, berkisar antara 14-16 D pada bayi
baru lahir, 7-8 D pada orang dewasa muda, dan 1-2 D pada usia lanjut
(Khurana, 2007).

Gambar 1 : Anatomi mata (sumber :)

2.2 Aspek Fisiologi dan Biokimia Lensa


Struktur kristal lensa memainkan peran peting dalam mengatur fokus
bayangan dalam sistem penglihatan. Lensa tetap transparan karena strukturnya

yang avaskuler, protein penyusun, dan lapisan kapsul yang semi permeabel
(Khurana, 2007).
Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu kenyal atau lentur
karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi
cembung, jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,
terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous body
dan berada di sumbu mata (Ilyas, 2004)
Pada manusia muda, lensa terdiri dari kapsul elastis yang berisi cairan
transparan viskus yang kaya protein. Dalam keadaan tanpa akomodasi, lensa
menjadi semakin datar. Lapisan epitel lensa bertugas untuk memproduksi
energi dalam proses transpor asam amino dan cairan untuk mengontro kadar
cairan dalam lensa. Hanya 10-20% ATP yang dipergunakan dalam sintesis
protein. Lensa yang avaskular tergantung pada metabolisme aquoeus humour
untuk memperoleh nutrisi. Glukosa memegang peranan penting dalam kerja
lensa. Pada lensa, 80% glukosa dimetabolisasi secara anaerobik dalam
glikolisis, 15% secara HMP shunt, dan sebagian dalam siklus krebs. Jalur
metabolisme sorbitol memegang peranan penting terhadap terjadinya katarak
pada pasien dengan diabetes (Khurana, 2007).
2.3 Katarak
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya.
Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun
dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Katarak umumnya
merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat kelainan
kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun. Bermacam-macam
penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma, ablasi, uveitis,
dan retinitis pigmentosa. Katarak dapat berhubungan dengan proses penyakit
intraokular lainnya (Ilyas, 2011).

2.4 Klasifikasi Katarak


Katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan morfologi.
Menurut etiologi, katarak dibagi menjadi katarak kongenital dan katarak yang
didapat. Katarak yang didapat dibagi lagi menjadi katarak senilis, katarak
traumatika, katarak komplikasi, katarak dengan gangguan metabolisme,
katarak elektrik, katarak radiasional, katarak toksik, katarak terkait gangguan
kulit, katarak terkait gangguan kalsifikasi, dan katarak terkait beberapa
sindrom tertentu. Menurut morfologi, katarak dibagi menjadi katarak kapsular,
katarak subcapsular, katarak kortikal, katarak supranuklear, katarak nuklear,
dan katarak polar (Khurana, 2007).
2.4.1 Katarak Kongenital
2.4.1.1. Definisi
Katarak kongenital adalah perubahan pada kebeningan struktur
lensa mata yang muncul pada saat atau segera setelah bayi lahir. Katarak
jenis ini dapat terjadi di kedua mata bayi maupun sebelah mata bayi.
Kekeruhan lensa terlihat sebagai bintik putih jika dibandingkan dengan
pupil hitam yang normal dan dapat dilihat dengan mata telanjang.
Kekeruhan dapat muncul dengan sporadis atau dapat juga disebabkan
oleh kelainan kromosom, penyakit metabolis, infeksi rubella intrauterin,
atau gangguan penyakit maternal selama masa kehamilan(PDT,2006).
2.4.1.2. Patofisiologi
Sepertiga katarak konginetal disebabkan oleh kelainan herediter,
sepertiga yang lain karena gangguan metabolism atau infeksi atau
berkaitan dengan bermacam-macam sindrom, sedang sepertiga terakhir
tidak dapat dipastikan penyebabnya. Virus rubella yang menyerang
kehamilan ibu trimester pertama dikatakan menghambat mitosis sel-sel di
beberapa jaringan janin. Pertumbuhan vesikel lensa pada saat itu terjadi
pemanjangan sel-sel epitel posterior yang mengakibatkan perkembangan
lensa menjadi abnormal(PDT,2006).

2.4.1.3. Gejala Klinis


Secara subjektif orang tua penderita mengamati bahwa anaknya
setelah kelahiran bulan atau tahun pertama tajam penglihatan berkurang.
Pupil mungkin berwarna putih, tergantung tebalnya krus lensa.
Sedangkan secara objektif tampak gambaran putih pada pupil atau
leukokoria. Pemeriksaan refleks dilakukan setelah pupil diperlebar
menggunakan midriatikum (PDT,2006).
2.4.1.4 Pemeriksaan dan Diagnosis
Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan untuk memperoleh kesan
apakah tajam penglihatan bayi masih ada atau sudah jelek. Cara
pemeriksaan adalah lmenggunakan lampu senter. Pemeriksa mengamati
reaksi bayi terhadap cahaya, yaitu mengikuti arah cahaya. Dengan pupil
yang telah dilebarkan tampak kekeruhan lensa putih yang keabu-abuan.
Pemeriksaan dengan oftalmoskopi dilakukan untuk mengevaluasi reflek
fundus (PDT,2006).
2.4.2 Katarak Senilis
2.4.2.1. Definisi
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaiutu usia di atas 50 tahun. sampai saat ini, penyebab katarak
senilis belum diketahui secara pasti. Teori yang kemungkinan terkait
dengan katarak senilis adalah teori tentang penuaan, imunologis, mutasi,
radiasi, dan gangguan biokimia (Ilyas, 2004).
2.4.2.2. Patofisiologi
Penyebab pasti sampai sekarang belum diketahui. Terjadi
perubahan kimia pada protein lensa dan agregasi menjadi protein dengan
berat molekul tinggi. Agregasi protein ini mengakibatkan fluktuasi indeks
refraksi lensa, pemendaran cahaya, dan mengurangi kejernihan lensa.
Perubahan kimia pada protein inti lensa mengakibatkan pigmentasi
progresif menjadi kuning atau kecoklatan dengan bertambahnya umur,

juga terjadi penurunan konsentrasi glutation dan kalium, peningkatan


konsentrasi natrium dan kalsium serta peningkatan hidrasi lensa. Faktor
yang berperan pada pembentukan katarak antara lain proses oksidasi dari
radikal bebas, paparan sinar ultraviolet, dan malnutrisi (PDT,2006).
2.4.2.3 Klasifikasi
Katarak senilis dibagi menurut ketebalan dan kekeruhan lensa yaitu
katarak insipien, katarak imatur, katarak matur, dan katarak hipermatur.
Katarak Insipien yaitu kekeruhan lensa tampak terutama di bagian perifer
korteks berupa garis-garis yang melebar dan makin ke sentral menyerupai
ruji sebuah roda. Biasanya pada stadium ini tidak menimbulkan gangguan
tajam penglihatan dan masih bisa dikoreksi sampai visus mencapai 6/6.
Kekeruhan juga dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi
yang tidak sama pada semua bagian lensa (Ilyas, 2011).
Pada katarak imatur, terjadi kekeruhan lensa yang lebih tebal
terutama di bagian posterior tetapi tidak atau belum mengenai seluruh
lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Pada
stadium ini, terjadi peningkatan tekanan osmotik dan hidrasi korteks yang
mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa
ini akan memberikan perubahan indeks refraksi sehingga mata akan
menjadi miopik. Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris
ke depan sehingga bilik mata depan menjadi sempit dan dapat
menimbulkan hambatan pupil sehingga mudah terjadi penyulit glaukoma
sekunder. Uji bayangan iris pada keadaan ini positif. Lensa yang menjadi
cembung juga akan meningkatkan daya bias, sehingga kelainan refraksi
menjadi lebih miop (PDT, 2006).
Katarak matur yaitu kekeruhan sudah mengenai seluruh lensa,
warna menjadi putih keabu-abuan. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat
deposisi ion Ca yang menyeluruh. Tajam penglihatan menurun, tinggal
melihat gerakan tangan atau persepsi cahaya (Ilyas, 2011).
Katarak hipermatur terjadi apabila stadium matur dibiarkan, akan
terjadi pencairan korteks dan nukleus tenggelam ke bawah atau lensa akan

terus kehilangan cairan dan keriput atau biasa disebut Shrunken Cataract.
Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa (Ilyas,
2011).
2.4.2.4 Gejala Klinis
Gejala subjektif yang muncul yaitu tajam penglihatan menurun,
makin tebal kekeruhan lensa dan tajam penglihatan makin mundur.
Demikian pula bila kekeruhan terletak di sentral dari lensa penderita
merasa lebih kabur dibandingkan kekeruhan di perifer. Penderita merasa
lebih enak jika membaca dekat tanpa kaca mata. Hal ini terjadi karena
miopisasi. Kekeruhan di subkapsular posterior menyebabkan penderita
mengeluh silau dan penurunan penglihatan pada keadaan terang
(PDT,2006).
Gejala objektif yang ditemukan diantaranya leukokoria pada
katarak matur. Tes bayangan iris yang positif pada katarak immatur dan
egatif pada katarak matur. Refleks fundus yang berwarna jingga akan
menjadi gelap atau negatif pada katarak matur (PDT,2006).
2.4.2.5 Pemeriksaan dan Diagnosis (PDT,2006)
Optotip Snellen
Untuk Mengetahui tajam penglihatan penderita. Pada stadium
insipien dan immatur bisa dicoba koreksi dengan lensa kacamata yang
terbaik.
Lampu senter
Refleks pupil terhadap cahaya pada katarak masih normal. Tampak
kekeruhan pada lensa terutama bila pupil dilebarkan, berwarna putih
keabu-abuan yang harus dibedakan dengan refleks senil. Diperiksa
proyeksi iluminasi dari segala arah pada katarak matur untuk mengetahui
fungsi retina secara garis besar.
Oftalmoskopi
Untuk pemeriksaan ini sebaiknya pupil dilebarkan. Pada stadium
insipien dan immatur tampak kekeruhan kehitam-hitaman dengan latar

belakang jingga sedangkan pada stadium matur hanya didapatkan warna


kehitaman tanpa latar belakang jingga atau refleks fundus negatif.
Slit lamp biomikroskopi
Dengan alat ini dapat dievaluasi luas, tebal, dan lokasi kekeruhan
lensa.
2.4.3 Katarak Traumatika
2.4.3.1. Definisi
Kekeruhan lensa trauma dapat terjadi akibat trauma tumpul atau
tajam. Trauma ini dapat mengakibatkan katarak pada satu mata atau
monokular katarak (PERDAMI,2002).
2.4.3.2 Patofisiologi
Pada trauma tumpul akan terlihat katarak subkapsular anterior
atapun posterior. Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti bintang, dan
dapat pula dalam bentuk katarak tercetak yang disebut cincin vosstus.
Luka perforasi mempunyai tendensi yang cukup tinggi untuk terbentuknya
katarak. Dampak setelah trauma bergantung pada usia pasien. Saat kapsul
lensa pada anak ruptur, maka akan diikuti oleh reaksi inflamasi di bilik
anterior dan masa lensa biasanya secara berangsur-angsur akan diserap,
jika tidak ditangani dalam waktu kurang lebih 1 bulan. Namun demikian,
pasien tidak dapat melihat dengan jelas karena sebagian besar kemampuan
refraktif mata tersebut hilang. Bila ruptur lensa terjadi pada dewasa, juga
diikuti dengan reaksi inflamasi seperti halnya pada anak namun tendensi
untuk fibrosis jauh lebih tinggi,dan jaringan fibrosis opak yang terbentuk
tersebut dapat bertahan dan menghalangi pupil (PERDAMI,2002).
Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat akibat
proliferasi epitel sehingga bentuk kekeruhan terbatas kecil. Trauma tembus
besar pada lensa akan mengakibatkan terbentuknya katarak dengan cepat
disertai

dengan

terdapatnya

masa

lensa

di

dalam

bilik

mata

(PERDAMI,2002).
Trauma basa pada permukaan

mata

sering menyebabkan

katarak,selain menyebabkan kerusakan kornea, konjungtiva, dan iris.


10

Komponen basa yang masuk mengenai mata menyebabkan peningkatan


pH cairan akuos dan menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini
dapat terjadi secara akut maupun perlahan. Trauma asam sukar masuk ke
bagian dalam mata dibandingkan basa maka jarang menyebabkan katarak
(PERDAMI,2002).
2.5 Katarak dan Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko timbulnya katarak senilis.
Patofisiologi dari hipertensi dan glaukoma pada katarak senilis adalah dengan
menginduksi perubahan konformasi struktur protein pada kapsul lensa yang
menyebabkan gangguan pada transport membran dan permeabilitas dari ionion

sehingga

terjadi

peningkatan

intrakranial

yang

berujung

pada

pembentukan katarak (Tjokroprawiro, 2007).


2.6 Katarak dan Diabetes
Diabetes berhubungan dengan dua jenis katarak yaitu katarak senil pada
diabetes dan true diabetic cataract. Katarak berkembang dengan cepat pada
pasien dengan diabetes karena kelainan metabolisme pada lensa (Khurana,
2007).
2.7 Terapi Pembedahan pada Katarak
Pembedahan pada kasus katarak dilakukan dengan beberapa indikasi.
Khurana (2007) membagi indikasi pembedahan menjadi tiga yaitu perbaikan
visus, indikasi medis, dan indikasi kosmetik.
Perbaikan Visus
Indikasi ini relatif bergantung pada tiap individu. pembedahan dilakukan
ketika penderita katarak merasa terganggu dalam beraktivitas.
Indikasi Medis
Pembedahan disarankan untuk segera dilaksanakan apabila terdapat tanda
glaukoma, endoftalmitis fakoanafilaktik, dan gangguan retina.
Indikasi Kosmetik

11

Meskipun tidak menegmbaikan visus secara normal, pembedahan


dilakukan agar pupil terlihat berwarna normal.
Saat ini terdapat beberapa metode pembedahan pada katarak, yaitu
ekstraksi ekstrakapsuler, ekstraksi intrakapsuler, dan fakoemulsifikasi.
2.7.1 Ekstraksi Ekstrakapsuler/ ECCE
Ekstraksi katarak ekstrakapsuler dilakukan dengan mengeluarkan
massa lensa dengan merobek kapsul bagian anterior dan meninggalkan
kapsul bagian posterior. Pembedahan ini dilakukan pada pasien dengan
katarak immatur, kelainan endotel, keratoplasti, implantasi lensa intraocular
posterior, implantasi sekunder lensa intraocular, kemungkinan dilakukan
bedah glaukoma, predisposisi prolaps vitreus, sebelumnya mata mengalami
ablasi retina, dan sitoid macular edema (Ilyas, 2011).
2.7.2 Ekstraksi Intrakapsuler/ ICCE
Ekstraksi katarak intrakapsuler dilakukan dengan mengeluarkan
seluruh massa lensa. Operasi ini tidak boleh dilakukan pada pasien berusia
kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligament hialoidea kapsular.
Penyulit yang dapat terjadi pada operasi antara lain astigmatisma, glaukoma,
uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan (Ilyas, 2011).
2.7.3 Fakoemulsifikasi
Fakoemulsifikasi dilakukan dengan cara menghancurkan inti lensa di
dalam kapsul. Sisa massa lensa dibersihkan dengan irigasi dan aspirasi atau
metode IA. Keuntungan dari operasi ini adalah pemulihan visus lebih cepat,
induksi agtismatisma akibat operasi minimal, dan meminimalisasi
komplikasi dan inflamasi pasca bedah (Ilyas, 2011).
2.8 Komplikasi Pembedahan Katarak
2.8.1 Komplikasi Preoperatif (PERDAMI,2002)
Glaukoma sekunder

12

Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma yang dapat terjadi


karena proses fakolitik, fakotopik, fakotoksik. Fakolitik yaitu pada lensa
yang keruh, substansi lensa akan keluar dan akan menumpuk di sudut
kamera okuli anterior terutama bagian kapsul lensa. Fagosit yang berfungsi
meresorbsi substansi lensa akan menumpuk pada kamera okuli anterior.
Tumpukan tersebut akan menutup kamera okuli anterior dan menyebabkan
glaukoma.
Fakotopik yaitu proses intumesensi pada lensa akanmendorong iris ke
depan sudut kamera okuli anterior. Kamera sudut okuli anterior menjadi
sempit sehingga aliran humor aqueaous tidak lancar. Produksi berjalan terus
sehingga tekanan intraokuler akan meningkat dan timbul glaukoma.
Fakotoksik terjadi karena substansi lensa di kamera okuli anterior
merupakan zat toksik bagi mata. Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga
timbul uveitis, yang kemudian akan menjadi glaukoma.
Uveitis fakotoksik
Uveitis fakotoksik terjadi pada stadium hipermatur sebagai akibat
massa lensa yang keluar dan masuk ke dalam bilik mata depan
Dislokasi lensa
2.8.2 Komplikasi Intraoperatif
Descemet fold
Paling sering disebabkan oleh trauma operasi pada endotel kornea.
Pencegahannya adalah penggunaan cairan viskoelastik untuk melindungi
kornea. Umumnya akan hilang spontan.
Edema kornea
Edema kornea biasanya terasorbsi sempurna 4-6 minggu setelah
operasi,tetapi edema menetap bila disebabkan perlekatan vitreus pada
endotel kornea.
Hilangnya vitreous
Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka gel
vitreousnya dapat masuk ke dalam bilik mata depan yang merupakan resiko
terjadinya glaukoma atau traksi pada retina.

13

Prolaps iris.
Iris dapat mengalami protus melalui insisi bedah pada periode paska
operasi dini. Pupil mengalami distorsi.
2.8.3 Komplikasi Postoperasi Dini (AAO, 2011)
Hifema
Perdarahan terjadi dari insisi korneoskleral, korpus siliaris, atau
vaskularisasi iris abnormal. Bila perdarahan berasal dari luka, harus
dilakukan kauterisasi.
Iridodialisis
Iridodialisis terjadi pada waktu memperlebar luka operasi, iridektomi,
atau ekstraksi lensa. Perbaikan harus dilakukakan segeradengan menjahit iris
perifer pada luka.
Prolaps korpus vitreum
Prolaps korpus vitreum merupakan komplikasi yang serius pada operasi
katarak. Untuk menghindarinya, harus dilakukan vitrektomi anterior sampai
segmen anterior bebas dari korpus vitreum.
Perdarahan ekspulsif
Komplikasi yang jarang terjadi. Merupakan problem serius yang dapat
menimbulkan ekspulsi lensa, vitreus, dan uvea. Segera dilakukan tamponade
dengan jalan penekanan pada bolamata dan luka ditutup dengan rapat. Bila
perdarahan berhenti, luka dibuka kembali dan dilakukan vitrektomi.
2.8.4 Komplikasi Postoperasi Lanjut (AAO, 2011)
Edema makular sistik
Terjadi karena penumpukan cairan lapisan Henle makula.
Endoftalmitis kronis
Terjadi karena organisme memasuki rungga intrakapsuler. Onset antara 4
minggu pascaoperasi.
Keratopati bulosa pseudofakia
Retinal Detachment

14

Insidensi retinal detachment meningkat pada pasien afakia. Faktor risiko


terkait retinal detachment adalah operasi ICCE, hilangnya vitreous saat
operasi, dan miopia yang diderita sebelum operasi.
Epithelial ingrowth
Epitel konjungtiva dapat tumbuh dan menginvasi bilik mata depan karena
defek pada insisi. Membran abnormal ini tumbuh perlahan melingkari
kornea dan trabecular meshwork dan menjadi pemicu glaukoma.
Fibrous downgrowth
Dapat menimbulkan glaukoma sekunder.
Secondary Cataract
Disebabkan oleh kekeruhan lensa karena pertumbuhan atau kekambuhan
setelah operasi.

15

BAB III
KASUS

3.1.

IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. M
Umur
: 69 th
Jenis Kelamin
:L
Alamat
: Surabaya
Pekerjaan
: pensiunan PNS
Agama
: Islam
Tanggal Pemeriksaan : 8 September 2014

3.2.

DATA DASAR
Anamnesa
Keluhan utama: Penglihatan kedua mata kabur
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh penglihatan kedua mata terasa kabur, dimana sebelah kiri
dirasakan lebih kabur. Mata kiri dirasa kabur sejak kurang lebih 6 tahun
yang lalu. Keluhan kabur seperti berkabut, dirasakan makin lama semakin
memberat. Sedangkan mata kanan mulai sedikit kabur dan berkabut sejak
1 tahun yang lalu. Pasien merasa lebih terang melihat pada malam hari
dibandingkan siang hari. Pasien merasa lebih enak membaca dengan jarak
dekat dibandingkan sebelumnya.
Didapatkan keluhan sering silau pada mata sebelah kiri, terutama siang
hari. Keluhan pandangan dobel disangkal, bayangan hitam melayanglayang disangkal, melihat pelangi disekitar sumber cahaya disangkal.
Tidak didapatkan riwayat mata merah berulang, cekot-cekot pada mata,
maupun melihat seperti tirai sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Didapatkan riwayat penggunaan kacamata baca (pasien tidak tahu
ukurannya) sejak 1 tahun. Pasien tidak pernah memakai kacamata untuk
melihat jauh.
Didapatkan riwayat penyakit kencing manis, diketahui 1 minggu SMRS,
pasien rutin minum obat.
Riwayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal
Riwayat trauma pada mata disangkal
Riwayat operasi mata disangkal
Riwayat alergi disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
16

Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama, tidak ada
orang tua dan keluarga yang mengalami keluhan penglihatan
Riwayat Psikososial
Pasien merupakan pensiunan pegawai negeri. Saat ini tidak bekerja,
sehari-hari berada di rumah. Pasien sering mengkonsumsi jamu-jamuan.
3.3.
PEMERIKSAAN FISIK
3.3.1. Status Generalis
Keadaan Umum
: baik
Kesadaran
: compos mentis
Tensi
: 130/80 mmHg
Nadi
: 88 x / menit
3.3.2. Status Lokalis
Foto Pasien

OS

OD
Refraksi
VOD 6/75

S 075 6/6

VOS 1/60 sulit koreksi pin hole tetap


Pemeriksaan Segmen Anterior
Kanan
edema - spasme hiperemi jernih +, arcus senilis +
dalam+
radier + iris shadow +
Bulat+, 3mm , RC +

Segmen Anterior
Palpebra
Konjungtiva
Kornea
BMD
Iris
Pupil

Kiri
edema - spasme hiperemi jernih +, arcus senilis +
dalam +
radier + iris shadow +
bulat + 6mm (on
midiriasil), RC

17

Sedikit keruh
17,3 mmHg

menurun
Keruh + di tengah
17,3 mmHg

Lensa
TIO

Funduskopi
OD:

refleks fundus (+), pupil N.II batas tegas, warna normal, retina sulit dievaluasi
karena pupil kecil (+)

OS

: refleks fundus (+) jingga , segmen posterior sulit dievaluasi karena tertutup
katarak

Hasil Pemeriksaan Slitlamp


OD:

OS:

Skema Mata

Hasil Lab

Nilai Rujukan

Glukosa Darah Puasa

: 101 mg/dL

< 100 mg/dL

Glukosa Darah 2 JPP

: 151 mg/dL

< 140 mg/dL

SGOT

: 29 U/L

15-37

SGPT

: 26 U/L

12-78

BUN

: 7 mg/dL

P: 7,0-18,7 mg/dL

Kreatinin Serum

: 0.9 mg/dL

P: 0,51-1,11 mg/dL

Kalium

: 42 mmol/L

Natrium

: 134 mmol/L

Klorida

: 103 mmol/L

Kalsium

: 9,1 mg/dL

18

3.4.
PROBLEM LIST
3.4.1. Temporary Problem List
- Penurunan penglihatan kiri seperti berkabut sejak 6 tahun yang lalu
- Penurunan penglihatan kanan sejak 1 tahun yang lalu
- Melihat lebih terang pada malam hari (+)
- Fotofobia (+)
- VOD 6/75
S 075 6/6
- VOS 1/60
- Iris shadow ODS +/+
- OS Lensa keruh central
- OD lensa keruh minimal
- Funduskopi OS : Fundus reflek (+), segmen posterior sulit dievaluasi
3.4.2. Permanent Problem List
- OD katarak insipien
- OS katarak imatur
3.5.

PLANNING
Diagnosis:
Foto thorax, konsul jantung ECG, USG mata kiri, keratometri dan
biometri
Terapi:
Pro ekstraksi katarak OS + IOL dengan lokal anestesi
Resep kacamata
Edukasi:
a. Menjelaskan kepada pasien bahwa penglihatan pasien kabur karena
lensa mata kiri pasien mengalami kekeruhan terutama pada bagian
tengah lensa.
b. Menjelaskan tentang pemeriksaan-pemeriksaan yang akan dilakukan
selanjutnya diantaranya biometri, pemeriksaan laboratorium lengkap
dan X-ray thorax untuk persiapan preoperasi.
c. Menjelaskan penyulit yang bisa terjadi pada katarak yaitu tekanan bola
mata menjadi meningkat dan mata menjadi sulit melihat jauh.
d. Menjelaskan bahwa mata pasien perlu dilakukan operasi untuk
menghilangkan kekeruhan pada lensa dan diganti dengan lensa buatan.
e. Menjelaskan komplikasi yang mungkin bisa terjadi setelah operasi
seperti infeksi, glaucoma sekunder, dan komplikasi lainnya.
f. Menjelaskan prognosis dari penyakit yang diderita pasien

19

BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien Tn. M, 69 tahun, datang ke Poli Mata RSUD Dr. Soetomo dengan
keluhan penglihatan mata kiri kabur. Penglihatan kabur dapat disebebkan oleh
berbagai penyebab, oleh karena itu dilakukan anamnesis lebih lanjut apakah
kaburnya penglihatan disertai mata merah atau tidak, mendadak atau perlahan.
Penglihatan kabur disertai mata merah dapat disebabkan oleh konjungtivitis akut,
uveitis anterior akut, glaukoma akut, keratitis, ulkus kornea, endoftalmitis, dan
trauma. Penglihatan kabur tanpa mata merah terbagi menjadi dua, yaitu:
mendadak dan perlahan. Penglihatan kabur mendadak pada mata putih daoat
disebabkan oleh perdarahan vitreus, retinal detachment, neuritis optik, obstruksi
vena sentral, oklusi arteri sentral, dan uveitis posterior. Penglihatan kabur
perlahan pada mata putih dapat disebabkan oleh kelainan refraksi, katarak senilis,
retinopati, dan glaukoma.
Pada kasus ini, pasien mengeluh didapatkan keluhan mata kiri kabur
seperti berkabut sejak 6 tahun yang lalu. Pasien kesulitan melihat benda di depan
mata kirinya tapi bisa melihat benda di samping pasien. Penglihatan pasien lebih
terang ketika malam hari. Pasien juga sering silau ketika melihat. Pasien juga
mengeluh penglihatan mata kanan sedikit kabur sejak 1 tahun yang lalu. Tidak
ditemukan riwayat mata merah. Tidak ditemukan riwayat mata berair. Riwayat
diabetes mellitus baru diketahui seminggu SMRS. Tidak ada riwayat hipertensi.
Riwayat memakai kacamata tapi tidak diketahui ukurannya.
Pemeriksaan visus menunjukkan visus oculi dextra (OD) 6/7,5 dengan
koreksi S 0,75 visus 6/6. Visus okuli sinistra (OS) 1/60. Pada pemeriksaan
segmen anterior didapatkan kekeruhan pada lensa. Sedikit kekeruhan pada lensa
OD dan kekeruhan total di tengah pada lensa OS mendukung diagnosis katarak.
Hasil pemeriksaan visus OS mendukung diagnosis kelainan katarak imatur
dengan ditemukannya kekeruhan pada tengah lensa Sedangkan hasil pemeriksaan
visus OD mendukung diagnosis kelainan katarak insipient dengan ditemukannya
sedikit kekeruhan. Diperlukan pemeriksaan tambahan seperti biometri untuk

20

mengukur panjang sumbu bola mata, kelengkungan kornea dan kedalaman bilik
mata depan.
Funduskopi OS didapatkan hasil fundus refleks + namun detail segmen
posterior sulit dilihat sehingga diperlukan pemeriksaan USG untuk mengevaluasi
segmen posterior.
Berdasarkan data anamnesis dan usia pasien, diagnosis mengarah pada
katarak presenilis bilateral dengan stadium yang berbeda. Katarak presenilis
adalah katarak yang terjadi pada usia mendekati 50 tahun. Pada pemeriksaan
tambahan, katarak OD berada dalam stadium insipien dan OS berada dalam
stadium imatur.
Pengobatan yang dipilih untuk pasien ini menurut kami adalah operasi
ekstraksi katarak ekstra kapsuler. ECCE merupakan metode operasi katarak
dengan membuat insisi tepi limbus pada kornea inferior dan melebarkannya
dengan gunting kornea, merobek dan melakukan insisi pada kapsul anterior serta
mengeluarkan nucleus lensa melalui irisan kornea yang

telah

dibuat.

Keuntungan dari teknik ini adalah bisa untuk semua stadium dan biayanya relatif
murah. Dengan teknik ini seberapapun derajat ketipisan katarak operasi dapat
dilakukan tanpa harus menunggu matang. Teknik operasi ini dipilih karena
katarak dalam stadium yang berbeda antara kedua mata dan mempertimbangkan
keuntungan yang dapat diperoleh dari teknik ini.

21

KEPUSTAKAAN

American Academy of Ophtalmology,Basic and Clinical Science Course. Lens


and Cataract,Section 11, 2011-2012. San Fransisco: American Academy of
Ophtalmology
PDT, S, Djiwatmo. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit
Mata, 3rd ed, RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya pp. 47-49
Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asburys General Ophthalmology. Edisi 17.
Jakarta: 2009
Ilyas, Sidharta, dkk. 2011. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Keempat. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Khaw, P.T. 2005. ABC of Eyes. BMJ Publishing Group.
Khurana, A.K. 2007. Komprehensive Ophthalmology. New Age International.
PERDAMI. 2002. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: C.V Sagung Seto
Soehardjo. Kebutaan katarak, gejala klinis, dan pengendalian [disertasi].
Jogjakarta: Universitas Gajah Mada. 2005
Tjokroprawiro, Askandar. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:
Airlangga University Press.
WHO.

Cataract.
Available
http://www.who.int/blindness/causes/priority/en/index1.html
thursday, 11 September 2014)

(cited

from:
on

22

Anda mungkin juga menyukai