KATARAK
Oleh:
Rosyita Rohmandani
010911179
Pembimbing:
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu pokok yang menjadi perhatian dalam bidang oftamologi adalah
masalah kebutaan dan penglihatan yang terbatas. Permasalahan ini menjadi
substansial sebab apabila tidak ditangani secara dini, akan sangat merugikan bagi
individual, terutama dalam hal produktivitas dan kualitas hidup seseorang secara
khusus serta kerugian nasional dalam skala yang lebih besar. Oleh karenanya itu,
hal ini menjadi perhatian WHO melalui program jangka panjang Vision 2020
Right to Sight yang meliputi pencegahan terhadap penyebab-penyebab yang
berpotensi menimbulkan tajam penglihatan yang tidak optimal. Beberapa masalah
utama secara statistik yang dapat menimbulkan kebutaan diantaranya adalah
Katarak (0,78%), Glaukoma (0,20%), Refraksi (0,14%), Retina (0,13%), Kornea
(0,10%), dan lain-lain (0,15%) (Depkes, 2004).
Katarak sebagai penyebab kebutaan terbanyak adalah suatu kelainan mata
akibat kekeruhan yang terjadi pada lensa mata. Kekeruhan yang terjadi
diakibatkan oleh proses degeneratif, tapi bisa saja disebabkan oleh faktor lain,
diantaranya trauma, toksin, penyakit sistemik misalnya diabetes, kebiasaan
merokok, dan keturunan. Namun demikian, katarak oleh sebab degeneratif
merupakan penyebab umum keterbatasan penglihatan (Eva PR, 2009).
Lensa mata merupakan media refraktori yang mempunyai peranan penting
dalam optimalitas penglihatan. Suatu proses yang terjadi pada lensa, misalnya
pengeruhan, dapat berakibat terganggunya tajam penglihatan sebagai kompensasi
minimal atau dalam tahap lebih lanjut bisa berakibat pada kebutaan. Penglihatan
terbatas sendiri secara definisi menurut WHO ialah kondisi mata dengan tajam
penglihatan 6/60-6/18, dan masih ada sisa penglihatan, sedangkan Kebutaan
menurut WHO adalah kondisi mata dengan refraksi terbaik 3/60 atau lapang
pandang 10 (WHO, 2010).
Secara epidemiologis, kasus penyakit katarak bertanggung jawab untuk
48% dari kasus kebutaan dunia, dimana hampir 20 juta orang mengalami kebutaan
akibat katarak dan hampir 90% kasus kebutaan berasal dari Asia dan Afrika.
Sementara itu, sepertiga dari seluruh kasus kebutaan terjadi di daerah Asia
Tenggara. Diproyeksikan pada tahun 2020, jumlah penderita katarak ini akan
meningkat menjadi 40 juta jiwa (WHO, 2010). Suatu penelitian di India
menunjukkan katarak dapat muncul 14 tahun lebih awal dibandingkan di Amerika
Serikat, sebagai perbandingan, prevalensi katarak yang sudah mengganggu visus
pada populasi berusia 78-83 tahun di India adalah sebesar 82% dibanding 46% di
Amerika Serikat (Khurana, 2007).
Di Indonesia sendiri, kasus katarak menjadi penyebab terbanyak kebutaan,
dari total angka kebutaan sebesar 1,47%. Peningkatan penduduk usia lanjut yang
diproyeksikan pada tahun 2025 sebesar 400% akan menjadi ancaman peningkatan
prevalensi katarak. Meningkatnya kasus kejadian penyakit kronik seperti DM dan
Hipertensi serta gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok juga memiliki faktor
terhadap peningkatan angka kejadian tersebut (Soehardjo, 2008).
Dampak kebutaan yang ditimbulkan oleh penyakit katarak selain pada
individu yang mengalami penurunan kualitas hidup dan produktivtas, juga
menjadi suatu masalah sosial yang memerlukan perhatian dari masyarakat.
Kondisi produktivitas yang menurun menjadi beban tersendiri bagi keluarga sebab
angka tanggungan hidup keluarga yang bersangkutan akan menjadi lebih besar,
lebih jauh kondisi ketergantungan yang ditimbulkan ini secara tidak langsung juga
akan berefek pada orang-orang di lingkungan sekitarnya. Bagi pemerintah kondisi
kebutaan merupakan suatu hal yang sangat merugikan dan bisa menjadi suatu
beban, terlebih apabila penderita termasuk golongan usia produktif yang
mempunyai potensi untuk kebaikan negara.
Penyakit katarak bukanlah penyakit yang tidak bisa dikendalikan, terlebih
komplikasi kebutaan yang ditimbulkan. Upaya pencegahan katarak difokuskan
pada penyebab dasar yang memicu timbulnya katarak, beberapa hal yang. bisa
dilakukan yaitu dengan memulai gaya hidup sehat dengan pola makan seimbang
dan menghindari rokok, menjaga kadar gula agar tidak terserang diabetes mellitus,
tidak membiarkan mata terkena paparan sinar ultraviolet, dan menjaga mata dari
trauma yang dapat berakibat fatal pada penglihatan, selain itu juga menghindari
konsumsi obat yang tidak sesuai, diantaranya pemakaian kortikosteroid dalam
jangka panjang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Lensa
Lensa adalah bentukan transparan bikonveks yang terletak antara iris dan
vitreus pada bilik mata belakang. Lensa tidak mempunyai vaskularisasi dan
memiliki diameter 9-10 mm dan ketebalan bervariasi menurut usia. Lensa
mempunyai ketebalan 3,5 mm saat bayi baru lahir dan 5 mm pada mayoritas
orang dewasa. Berat lensa adalah antara 135 mg pada usia 0-9 tahun sampai
255 mg pada usia 40-80 tahun. Lensa terdiri dari 65% air dan 35% protein dan
garam mineral (Khurana, 2007)
Lensa mempunyai dua permukaan, permukaan anterior lebih datar dengan
diameter kelengkungan 10 mm dan permukaan posterior dengan diameter
kelengkungan 6 mm. Dua permukaan ini bertemu pada garis ekuator. Indeks
refraksi lensa adalah 1,39 dan mempunyai kekuatan antara 15-16 D. kekuatan
akomodasi lensa juga dipengaruhi oleh usia, berkisar antara 14-16 D pada bayi
baru lahir, 7-8 D pada orang dewasa muda, dan 1-2 D pada usia lanjut
(Khurana, 2007).
yang avaskuler, protein penyusun, dan lapisan kapsul yang semi permeabel
(Khurana, 2007).
Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu kenyal atau lentur
karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi
cembung, jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,
terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous body
dan berada di sumbu mata (Ilyas, 2004)
Pada manusia muda, lensa terdiri dari kapsul elastis yang berisi cairan
transparan viskus yang kaya protein. Dalam keadaan tanpa akomodasi, lensa
menjadi semakin datar. Lapisan epitel lensa bertugas untuk memproduksi
energi dalam proses transpor asam amino dan cairan untuk mengontro kadar
cairan dalam lensa. Hanya 10-20% ATP yang dipergunakan dalam sintesis
protein. Lensa yang avaskular tergantung pada metabolisme aquoeus humour
untuk memperoleh nutrisi. Glukosa memegang peranan penting dalam kerja
lensa. Pada lensa, 80% glukosa dimetabolisasi secara anaerobik dalam
glikolisis, 15% secara HMP shunt, dan sebagian dalam siklus krebs. Jalur
metabolisme sorbitol memegang peranan penting terhadap terjadinya katarak
pada pasien dengan diabetes (Khurana, 2007).
2.3 Katarak
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya.
Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun
dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Katarak umumnya
merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat kelainan
kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun. Bermacam-macam
penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma, ablasi, uveitis,
dan retinitis pigmentosa. Katarak dapat berhubungan dengan proses penyakit
intraokular lainnya (Ilyas, 2011).
terus kehilangan cairan dan keriput atau biasa disebut Shrunken Cataract.
Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa (Ilyas,
2011).
2.4.2.4 Gejala Klinis
Gejala subjektif yang muncul yaitu tajam penglihatan menurun,
makin tebal kekeruhan lensa dan tajam penglihatan makin mundur.
Demikian pula bila kekeruhan terletak di sentral dari lensa penderita
merasa lebih kabur dibandingkan kekeruhan di perifer. Penderita merasa
lebih enak jika membaca dekat tanpa kaca mata. Hal ini terjadi karena
miopisasi. Kekeruhan di subkapsular posterior menyebabkan penderita
mengeluh silau dan penurunan penglihatan pada keadaan terang
(PDT,2006).
Gejala objektif yang ditemukan diantaranya leukokoria pada
katarak matur. Tes bayangan iris yang positif pada katarak immatur dan
egatif pada katarak matur. Refleks fundus yang berwarna jingga akan
menjadi gelap atau negatif pada katarak matur (PDT,2006).
2.4.2.5 Pemeriksaan dan Diagnosis (PDT,2006)
Optotip Snellen
Untuk Mengetahui tajam penglihatan penderita. Pada stadium
insipien dan immatur bisa dicoba koreksi dengan lensa kacamata yang
terbaik.
Lampu senter
Refleks pupil terhadap cahaya pada katarak masih normal. Tampak
kekeruhan pada lensa terutama bila pupil dilebarkan, berwarna putih
keabu-abuan yang harus dibedakan dengan refleks senil. Diperiksa
proyeksi iluminasi dari segala arah pada katarak matur untuk mengetahui
fungsi retina secara garis besar.
Oftalmoskopi
Untuk pemeriksaan ini sebaiknya pupil dilebarkan. Pada stadium
insipien dan immatur tampak kekeruhan kehitam-hitaman dengan latar
dengan
terdapatnya
masa
lensa
di
dalam
bilik
mata
(PERDAMI,2002).
Trauma basa pada permukaan
mata
sering menyebabkan
sehingga
terjadi
peningkatan
intrakranial
yang
berujung
pada
11
12
13
Prolaps iris.
Iris dapat mengalami protus melalui insisi bedah pada periode paska
operasi dini. Pupil mengalami distorsi.
2.8.3 Komplikasi Postoperasi Dini (AAO, 2011)
Hifema
Perdarahan terjadi dari insisi korneoskleral, korpus siliaris, atau
vaskularisasi iris abnormal. Bila perdarahan berasal dari luka, harus
dilakukan kauterisasi.
Iridodialisis
Iridodialisis terjadi pada waktu memperlebar luka operasi, iridektomi,
atau ekstraksi lensa. Perbaikan harus dilakukakan segeradengan menjahit iris
perifer pada luka.
Prolaps korpus vitreum
Prolaps korpus vitreum merupakan komplikasi yang serius pada operasi
katarak. Untuk menghindarinya, harus dilakukan vitrektomi anterior sampai
segmen anterior bebas dari korpus vitreum.
Perdarahan ekspulsif
Komplikasi yang jarang terjadi. Merupakan problem serius yang dapat
menimbulkan ekspulsi lensa, vitreus, dan uvea. Segera dilakukan tamponade
dengan jalan penekanan pada bolamata dan luka ditutup dengan rapat. Bila
perdarahan berhenti, luka dibuka kembali dan dilakukan vitrektomi.
2.8.4 Komplikasi Postoperasi Lanjut (AAO, 2011)
Edema makular sistik
Terjadi karena penumpukan cairan lapisan Henle makula.
Endoftalmitis kronis
Terjadi karena organisme memasuki rungga intrakapsuler. Onset antara 4
minggu pascaoperasi.
Keratopati bulosa pseudofakia
Retinal Detachment
14
15
BAB III
KASUS
3.1.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. M
Umur
: 69 th
Jenis Kelamin
:L
Alamat
: Surabaya
Pekerjaan
: pensiunan PNS
Agama
: Islam
Tanggal Pemeriksaan : 8 September 2014
3.2.
DATA DASAR
Anamnesa
Keluhan utama: Penglihatan kedua mata kabur
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh penglihatan kedua mata terasa kabur, dimana sebelah kiri
dirasakan lebih kabur. Mata kiri dirasa kabur sejak kurang lebih 6 tahun
yang lalu. Keluhan kabur seperti berkabut, dirasakan makin lama semakin
memberat. Sedangkan mata kanan mulai sedikit kabur dan berkabut sejak
1 tahun yang lalu. Pasien merasa lebih terang melihat pada malam hari
dibandingkan siang hari. Pasien merasa lebih enak membaca dengan jarak
dekat dibandingkan sebelumnya.
Didapatkan keluhan sering silau pada mata sebelah kiri, terutama siang
hari. Keluhan pandangan dobel disangkal, bayangan hitam melayanglayang disangkal, melihat pelangi disekitar sumber cahaya disangkal.
Tidak didapatkan riwayat mata merah berulang, cekot-cekot pada mata,
maupun melihat seperti tirai sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Didapatkan riwayat penggunaan kacamata baca (pasien tidak tahu
ukurannya) sejak 1 tahun. Pasien tidak pernah memakai kacamata untuk
melihat jauh.
Didapatkan riwayat penyakit kencing manis, diketahui 1 minggu SMRS,
pasien rutin minum obat.
Riwayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal
Riwayat trauma pada mata disangkal
Riwayat operasi mata disangkal
Riwayat alergi disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
16
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama, tidak ada
orang tua dan keluarga yang mengalami keluhan penglihatan
Riwayat Psikososial
Pasien merupakan pensiunan pegawai negeri. Saat ini tidak bekerja,
sehari-hari berada di rumah. Pasien sering mengkonsumsi jamu-jamuan.
3.3.
PEMERIKSAAN FISIK
3.3.1. Status Generalis
Keadaan Umum
: baik
Kesadaran
: compos mentis
Tensi
: 130/80 mmHg
Nadi
: 88 x / menit
3.3.2. Status Lokalis
Foto Pasien
OS
OD
Refraksi
VOD 6/75
S 075 6/6
Segmen Anterior
Palpebra
Konjungtiva
Kornea
BMD
Iris
Pupil
Kiri
edema - spasme hiperemi jernih +, arcus senilis +
dalam +
radier + iris shadow +
bulat + 6mm (on
midiriasil), RC
17
Sedikit keruh
17,3 mmHg
menurun
Keruh + di tengah
17,3 mmHg
Lensa
TIO
Funduskopi
OD:
refleks fundus (+), pupil N.II batas tegas, warna normal, retina sulit dievaluasi
karena pupil kecil (+)
OS
: refleks fundus (+) jingga , segmen posterior sulit dievaluasi karena tertutup
katarak
OS:
Skema Mata
Hasil Lab
Nilai Rujukan
: 101 mg/dL
: 151 mg/dL
SGOT
: 29 U/L
15-37
SGPT
: 26 U/L
12-78
BUN
: 7 mg/dL
P: 7,0-18,7 mg/dL
Kreatinin Serum
: 0.9 mg/dL
P: 0,51-1,11 mg/dL
Kalium
: 42 mmol/L
Natrium
: 134 mmol/L
Klorida
: 103 mmol/L
Kalsium
: 9,1 mg/dL
18
3.4.
PROBLEM LIST
3.4.1. Temporary Problem List
- Penurunan penglihatan kiri seperti berkabut sejak 6 tahun yang lalu
- Penurunan penglihatan kanan sejak 1 tahun yang lalu
- Melihat lebih terang pada malam hari (+)
- Fotofobia (+)
- VOD 6/75
S 075 6/6
- VOS 1/60
- Iris shadow ODS +/+
- OS Lensa keruh central
- OD lensa keruh minimal
- Funduskopi OS : Fundus reflek (+), segmen posterior sulit dievaluasi
3.4.2. Permanent Problem List
- OD katarak insipien
- OS katarak imatur
3.5.
PLANNING
Diagnosis:
Foto thorax, konsul jantung ECG, USG mata kiri, keratometri dan
biometri
Terapi:
Pro ekstraksi katarak OS + IOL dengan lokal anestesi
Resep kacamata
Edukasi:
a. Menjelaskan kepada pasien bahwa penglihatan pasien kabur karena
lensa mata kiri pasien mengalami kekeruhan terutama pada bagian
tengah lensa.
b. Menjelaskan tentang pemeriksaan-pemeriksaan yang akan dilakukan
selanjutnya diantaranya biometri, pemeriksaan laboratorium lengkap
dan X-ray thorax untuk persiapan preoperasi.
c. Menjelaskan penyulit yang bisa terjadi pada katarak yaitu tekanan bola
mata menjadi meningkat dan mata menjadi sulit melihat jauh.
d. Menjelaskan bahwa mata pasien perlu dilakukan operasi untuk
menghilangkan kekeruhan pada lensa dan diganti dengan lensa buatan.
e. Menjelaskan komplikasi yang mungkin bisa terjadi setelah operasi
seperti infeksi, glaucoma sekunder, dan komplikasi lainnya.
f. Menjelaskan prognosis dari penyakit yang diderita pasien
19
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien Tn. M, 69 tahun, datang ke Poli Mata RSUD Dr. Soetomo dengan
keluhan penglihatan mata kiri kabur. Penglihatan kabur dapat disebebkan oleh
berbagai penyebab, oleh karena itu dilakukan anamnesis lebih lanjut apakah
kaburnya penglihatan disertai mata merah atau tidak, mendadak atau perlahan.
Penglihatan kabur disertai mata merah dapat disebabkan oleh konjungtivitis akut,
uveitis anterior akut, glaukoma akut, keratitis, ulkus kornea, endoftalmitis, dan
trauma. Penglihatan kabur tanpa mata merah terbagi menjadi dua, yaitu:
mendadak dan perlahan. Penglihatan kabur mendadak pada mata putih daoat
disebabkan oleh perdarahan vitreus, retinal detachment, neuritis optik, obstruksi
vena sentral, oklusi arteri sentral, dan uveitis posterior. Penglihatan kabur
perlahan pada mata putih dapat disebabkan oleh kelainan refraksi, katarak senilis,
retinopati, dan glaukoma.
Pada kasus ini, pasien mengeluh didapatkan keluhan mata kiri kabur
seperti berkabut sejak 6 tahun yang lalu. Pasien kesulitan melihat benda di depan
mata kirinya tapi bisa melihat benda di samping pasien. Penglihatan pasien lebih
terang ketika malam hari. Pasien juga sering silau ketika melihat. Pasien juga
mengeluh penglihatan mata kanan sedikit kabur sejak 1 tahun yang lalu. Tidak
ditemukan riwayat mata merah. Tidak ditemukan riwayat mata berair. Riwayat
diabetes mellitus baru diketahui seminggu SMRS. Tidak ada riwayat hipertensi.
Riwayat memakai kacamata tapi tidak diketahui ukurannya.
Pemeriksaan visus menunjukkan visus oculi dextra (OD) 6/7,5 dengan
koreksi S 0,75 visus 6/6. Visus okuli sinistra (OS) 1/60. Pada pemeriksaan
segmen anterior didapatkan kekeruhan pada lensa. Sedikit kekeruhan pada lensa
OD dan kekeruhan total di tengah pada lensa OS mendukung diagnosis katarak.
Hasil pemeriksaan visus OS mendukung diagnosis kelainan katarak imatur
dengan ditemukannya kekeruhan pada tengah lensa Sedangkan hasil pemeriksaan
visus OD mendukung diagnosis kelainan katarak insipient dengan ditemukannya
sedikit kekeruhan. Diperlukan pemeriksaan tambahan seperti biometri untuk
20
mengukur panjang sumbu bola mata, kelengkungan kornea dan kedalaman bilik
mata depan.
Funduskopi OS didapatkan hasil fundus refleks + namun detail segmen
posterior sulit dilihat sehingga diperlukan pemeriksaan USG untuk mengevaluasi
segmen posterior.
Berdasarkan data anamnesis dan usia pasien, diagnosis mengarah pada
katarak presenilis bilateral dengan stadium yang berbeda. Katarak presenilis
adalah katarak yang terjadi pada usia mendekati 50 tahun. Pada pemeriksaan
tambahan, katarak OD berada dalam stadium insipien dan OS berada dalam
stadium imatur.
Pengobatan yang dipilih untuk pasien ini menurut kami adalah operasi
ekstraksi katarak ekstra kapsuler. ECCE merupakan metode operasi katarak
dengan membuat insisi tepi limbus pada kornea inferior dan melebarkannya
dengan gunting kornea, merobek dan melakukan insisi pada kapsul anterior serta
mengeluarkan nucleus lensa melalui irisan kornea yang
telah
dibuat.
Keuntungan dari teknik ini adalah bisa untuk semua stadium dan biayanya relatif
murah. Dengan teknik ini seberapapun derajat ketipisan katarak operasi dapat
dilakukan tanpa harus menunggu matang. Teknik operasi ini dipilih karena
katarak dalam stadium yang berbeda antara kedua mata dan mempertimbangkan
keuntungan yang dapat diperoleh dari teknik ini.
21
KEPUSTAKAAN
Cataract.
Available
http://www.who.int/blindness/causes/priority/en/index1.html
thursday, 11 September 2014)
(cited
from:
on
22