OLEH:
dr. ERIANSA NUGROHO
PEMBIMBING:
Dr. ENDAH WORO UTAMI, MMRS
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi katarak
2. Mengetahui kriteria diagnosis katarak
3. Mengetahui penatalaksanaan katarak
4. Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada katarak
1.4 Manfaat
1. Meningkatkan pemahaman dokter internsip mengenai definisi, kriteria diagnosis,
penatalaksanaan, serta komplikasi katarak serta memahami kasus yang
diangkat pada tulisan ini.
2. Dokter internsip dapat menerapkan ilmu yang di pelajari pada saat pelayanan di
masyarakat sehingga status kesehatan masyarakat dapat menjadi lebih baik
pada masa yang akan datang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies dan Bahasa Latin Cataracta yang berarti
air terjun. Dalam Bahasa Indonesia disebut sebagai bular, penglihatan seperti tertutup
air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa
yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa,
atau terjadi akibat kedua-duanya. Kekeruhan ini dapat terjadi pada salah satu mata atau
kedua mata yang berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam
waktu yang lama (Ilyas, 2015).
Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan
lensa yang keruh, cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang
kabur pada retina. Katarak sering digambarkan sebagai mirip dengan melihat melalui air
terjun atau kertas lilin (Gupta et al, 2014).
Katarak dapat terjadi sebagai akibat dari proses penuaan atau proses sekunder
akibat faktor kelainan metabolik, nutrisi, trauma, inflamasi, keturunan, dan radiasi.
Kekeruhan lensa karena faktor umur adalah katarak yang paling sering terjadi (Ilyas,
2015).
2.2 Epidemiologi
Katarak merupakan penyebab paling umum gangguan mata di dunia terutama di
negara berkembang yang dapat berujung pada kebutan. Pada suatu studi di India
menunjukkan bahwa prevalensi kejadian katarak adalah tiga kali lipat jika dibandingkan
dengan Amerika Serikat, dengan pasien katarak berumur 75 hingga 83 tahun sebanyak
82% sedangkan di Amerika Serikat hanya sebesar 46% pada kelompok umur yang sama
(Murrill et al, 2004). Menurut data World Health Organization (WHO), katarak akibat
penuaan menyebabkan 48% kebutaan di seluruh dunia, yang mengenai sekitar 18 juta
orang (WHO, 2013).
Di Indonesia, prevalensi kebutaan pada tahun 2013 adalah sebesar 0,4% dengan
prevalensi katarak nasional sebesar 1,8%. Prevalensi katarak tertinggi berada di
Sulawesi Utara (3,7%) diikuti oleh Jambi (2,8%) dan Bali (2,7%). Perkiraan insiden
katarak adalah 0,1% per tahun atau setiap tahun di antara 1.000 orang terdapat seorang
penderita baru katarak. Penduduk Indonesia juga memiliki kecenderungan menderita
katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penduduk di daerah subtropis, sekitar 16-
22% penderita katarak yang dioperasi berusia di bawah 55 tahun (Kemenkes, 2014).
1. Pekerjaan
Pekerjaan dalam hal ini erat kaitannya dengan paparan sinar matahari. Suatu
penelitian yang menilai secara individual, menunjukkan nelayan mempunyai jumlah
paparan terhadap sinar ultraviolet yang tinggi sehingga meningkatkan risiko
terjadinya katarak kortikal dan katarak posterior kapsular.
2. Perokok
Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi stress oksidatif dan
dihubungkan dengan penurunan antioksidan, askorbat dan karetenoid. Merokok
menyebabkan penumpukan molekul berpigmen -3 hydroxykhynurine dan
chromophores, yang menyebabkan terjadinya penguningan lensa. Sianat dalam
rokok juga menyebabkan terjadinya karbamilasi dan denaturasi protein.
3. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi dan
amplitude akomodatif. Dengan meningkatnya kadar gula darah, maka meningkat
pula kadar glukosa dalam humor akuos. Keadaan hiperglikemia akan menyebabkan
glukosa ekstraseluler masuk secara difusi ke lensa yang dapat menyebabkan
modifikasi transisional. Sebagian glukosa tersebut dirubah oleh enzim aldose
reduktase menjadi sorbitol, yang tidak dimetabolisme tapi tetap berada dalam lensa.
4. Alkohol
Peminum alkohol kronis mempunyai risiko tinggi terkena berbagai penyakit mata,
termasuk katarak. Pada peminum alkohol berat akan mengalami penurunan intake
nutrisi. Hal ini disebabkan oleh alkohol yang dapat menekan nafsu makan dan
mengganggu proses metabolisme serta absorpsi nutrisi. Pecandu alkohol juga
mengalami kekurangan vitamin. Normalnya vitamin A dan E sebagai antioksidan
berada di hati, namun kadar vitamin tersebut dapat berkurang dengan konsumsi
alkohol berat. Status nutrisi yang buruk telah diketahui sebagai faktor risiki katarak.
5. Kortikosteroid
Pada penelitian tahun 1960 menyatakn bahwa terdapat hubungan antara
penggunaan steroid ssistemik dengan perkembangan katarak subkapsular posterior.
Penggunaan kortikosteroid sebagai terapi inflamasi, kelainan sistem imun seperti
asma, rheumatoid arthritis, dan lupus menunjukkan peningkatan angka prevalensi
katarak subkapsular posterior, khususnya pada anak-anak.
6. Hipertensi
Studi Framingham menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tekanan darah
tinggi dengan katarak senil. Hal ini masih belum jelas bagaimana tekanan darah
tinggi dapat menyebabkan katarak senil.
7. Diare dan defek genetik
Pada pasien diare terjadi malnutrisi sekunder karena malabsorpsi nutrisi; alkalasi
relatif karena proses rehidrasi cairan bikarbonat; dan dehidrasi yang memicu
gangguan tekanan osmotik dan mengganggu metabolisme kolesterol. Defek genetik
contohnya Smith Lemli Opitz Syndrome dan Mevalonic aciduria menyebabkan
gangguan biosintesis kolesterol pada fase awal dan akhir. Sedangkan pada
Cerebrotendeous xanthomatosis terjadi akumulasi sterol di semua jaringan termasuk
pada lensa (Sujitha et al, 2013).
2.5 Patogenesis
Terdapat berbagai proses patogenesis katarak, antara lain:
2.5.1 Usia
Lensa yang normal adalah suatu struktur yang jernih dan transparan. Dengan
bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna dan menjadi coklat
kekuningan. Lensa akan mengalami pertumbuhan terus-menerus dan membentuk serat
lensa dengan arah pertumbuhan yang konsentris. Tidak ada sel yang mati ataupun
terbuang karena lensa tertutupi oleh serat lensa. Sehingga serat lensa paling tua berada
di pusat lensa (nukleus) dan serat lensa yang paling muda berada tepat di bawah kapsul
lensa (korteks). Dengan bertambahnya usia, lensa juga bertambah berat, tebal dan
keras terutama pada bagian nukleus yang sering disebut dengan nuklear sklerosis.
Selain itu fraksi protein lensa yang dahulunya larut air menjadi tidak larut air dan
beragregasi membentuk protein dengan berat molekul yang besar. Hal ini menyebabkan
transparansi lensa berkurang. Kelainan refraksi miopia juga menyebabkan progresivitas
proses nuklear sklerosis pada katarak (Sujitha et al, 2013).
3. Katarak kortikal, katarak yang melibatkan korteks lensa dan merupakan katarak
yang paling sering terjadi. Karatak kortikal sering disebabkan oleh usia dan
diabetes melituss.
4. Katarak nuklear, katarak yang melibatkan bagian nukleus lensa dan sering kali
disebabkan faktor usia. Katarak nuklear adalah sklerosis normal yang berlebihan
atau pengerasan dan penguningan nukleus pada usia lanjut.
5. Katarak supranuklear, katarak yang melibatkan bagian korteks lensa yang
paling dalam, tepat di atas nucleus.
6. Katarak polar, katarak yang melibatkan kapsul lensa dan superfisial korteks
lensa hanya di regio polar, dapat berupa katarak polar anterior dan katarak polar
posterior. Katarak polar sering kali terjadi pada katarak kongenital atau karena
trauma sekunder.
7. Katarak campuran, ketarak yang muncul lebih dari satu tipe katarak secara
bersamaan (Khurana, 2007).
2.6.2 Berdasarkan Waktu Munculnya
1. Katarak kongenital, katarak yang terjadi pada bayi baru lahir hingga anak usia
kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan salah satu penyebab
kebutaan pada bayi yang cukup berarti. Sekitar 50% katarak kongenital bersifat
sporadik dengan etiologi yang belum jelas. Pada kasus katarak kongenital perlu
digali riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan trimester
pertama dan pemakaian obat selama kehamilan. Pada beberapa kasus
ditemukan ibu hamil dengan riwayat kejang, tetani, ikterus atau
hepatosplenomegali. Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang
dilhairkan oleh ibu yang menderita penyakit rubela, galaktosemia,
homosisteinuri, diabetes melitus, hipoparatiroidism, homosisteinuri,
toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan histoplasmosis. Katarak kongenital juga
sering ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti
retardasi mental.
2. Katarak juvenil, Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang
mulai terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak
juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital.
3. Katarak senilis, semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu
usia di atas 50 tahun (Ilyas, 2015).
Katarak senilis nuklear merupakan hasil proses penuaan lensa yang berlebihan,
yang melibatkan nukleus lensa yang berwarna kecoklatan. Korteks anterior dan posterior
cenderung jernih dan masih tipis. Bentuk kekeruhan nuklear ini dapat menyebabkan
terjadinya miopia berat yang memungkinkan penderita membaca jarak dekat tanpa
memakai kacamata koreksi seperti seharusnya (second sight of the aged) (Vaughan,
2012).
Pada katarak senilis kortikal kekeruhan lensa melibatkan korteks anterior,
posterior, serta ekuatorial. Pada awalnya katarak bermula dengan adanya vakuol air
pada korteks yang kemudian menyusup diantara lamelar korteks. Kekeruhan dimulai
pada daerah perifer dan menjalar menuju sentral dan sering digambarkan sebagai radial
spoke-like, atau shield-like configuration. Pada katarak kortikal terjadi peningkatan
cairan yang masuk pada lensa mengakibatkan separasi lamelar dan akhirnya terjadi
kekeruhan seluruh korteks berwarna abu-abu putih yang tidak merata. Kekeruhan ini
bisa terjadi cepat tetapi juga bisa tahunan. Derajat gangguan fungsi penglihatan
bervariasi, tergantung seberapa dekat kekeruhan lensa dengan sumbu penglihatan
(Vaughan, 2012).
Pada katarak senilis subkapsular anterior kekeruhan terjadi tepat dibawah kapsula
lensa dan dihubungkan dengan metaplasi fibrosa dari epitel anterior lensa. Sedangkan
tipe subkapsular posterior kekeruhan terjadi didepan kapsula posterior, dan
dihubungkan dengan migrasi sel epitel posterior dari lensa. Pasien katarak tipe ini
terutama berusia lebih muda dan mengalami kesulitan jika menghadapi cahaya lampu
mobil dari arah yang berlawanan dan juga oleh sinar matahari terik. Penglihatan jarak
dekat mereka lebih terganggu dibandingkan penglihatan jarak jauh. Tipe subkapsular
posterior sering dihubungkan dengan katarak akibat paparan sinar ultraviolet,
penggunaan kortikosteroid jangka panjang, trauma, peradangan, dan retinitis
pigmentosa (Mariannete, 1999).
2.8 Diagnosis
Banyak pasien dengan katarak yang terdiagnosis karena mereka datang untuk
melakukan pemeriksaan saat mengalami gejala penurunan kualitas penglihatan yang
berefek pada aktivitas sehari-hari.
2.8.1 Anamnesis
Dalam melakukan anamnesis perlu diketahui data demografi pasien sebelum
menggali riwayat penyakit sekarang (contohnya: umur, jenis kelamin, ras, dsb). Perlu
ditanyakan bagaimana pasien mengalami penurunan kualitas penglihatan apakah
secara tiba-tiba atau bertahap. Jarang dijumpai kasus penurunan tajam penglihat yang
terjadi mendadak pada pasien katarak. Pada beberapa kasus katarak telah terjadi
bertahun-tahun namun baru diketahui ketika pasien merasa penglihatannya terganggu
(Murril et al, 2004).
Keluhan yang membawa pasien datang berobat antara lain :
1. Penglihatan kabur atau berkabut
Kekeruhan lensa menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang
perlahan-lahan karena cahaya tidak dapat masuk ke retina. Bila diberikan pin-
hole, tidak mengalami kemajuan.
2. Penglihatan buruk di malam hari
Penderita mengaku penglihatan lebih menurun pada saat malam hari
dibandingkan dengan siang hari.
3. Penglihatan warna berkurang atau berubah
Lensa yang berubah menjadi berwarna karena umur, dapat menyebabkan
objek menjadi terlihat menjadi lebih kuning.
4. Penglihatan silau dan halo
Penderita katarak sering mengeluh silau ketika melihat cahaya terutama
pada malam hari. Penderita juga bisa melihat pelangi di sekitar cahaya lampu.
5. Diplopia atau poliplopia
Bayangan yang terlihat lebih dari satu akibat kekeruhan lensa yang ireguler
pada katarak kortikal menyebabkan poliplopia atau diplopia. Sedangkan pada
katarak nuklear biasanya pasien mengeluh diplopia.
2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Indikasi Operasi Katarak
Bedah katarak telah mengalami perubahan dramatis selama 30 tahun terakhir
dengan adanya mikroskop operasi dan peralatan bedah mikro, perkembangan lensa
intraokular dan perubahan-perubahan teknik anestesi lokal (Vaughan, 2012).
Operasi katarak dapat dipertimbangkan bagi penderita yang tajam penglihatannya
menurun pada satu atau kedua mata. Tidak ada angka yang mutlak untuk indikasi
dilakukannya operasi. Katarak matur adalah indikasi dilakukannya operasi. Katarak
matur yang tidak dioperasi dapat menimbulkan komplikasi seperti uveitis dan glaukoma
(Jackson, 2008).
2.9.2 Teknik Pembedahan Katarak
Metode operasi yang umum dipilih untuk katarak dibagi menjadi 4 teknik :
1. Ekstraksi Katarak Intra Kapsular (ICCE)
Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama dengan
kapsul. Dapat dilakukan pada zonula zinn yang telah rapuh atau berdegenerasi
dan mudah diputus. Pada katarak ini tidak akan terjadi katarak sekunder dan
merupakan tindakan pembedahan yang lama populer. Pembedahan ini dilakukan
dengan mempergunakan mikroskop dan pemakaian alat khusus. Kontraindikasi
operasi ini adalah pasien yang usianya kurang dari 40 tahun karena masih
memiliki ligamen hialoidea kapsular. Penyulit pada operasi ini adalah astigmat,
glaukoma, uveitis, endoftalmus, dan pendarahan (Sidarta, 2015).
2.10 Komplikasi
Komplikasi pascaoperasi dapat terjadi secara dini, beberapa minggu setelahnya,
dan komplikasi yang muncul lambat. Komplikasi tersebut dijabarkan sebagai berikut:
1. Komplikasi dini pascaoperasi
Hipertensi okular, glaukoma maligna, COA dangkal, endophthalmitis, iris atau
vitreous prolaps, dislokasi lensa intra okular, retina robek dan lepas.
2. Komplikasi awal pascaoperasi
Ptosis, diplopia, luka yang bocor dengan COA normal, edema kornea akut,
hifema, uveitis anterior, lepasnya koroidal, iskemik neuropati optik anterior.
3. Komplikasi lambat pascaoperasi
Ptosis, diplopia, hipertensi okular atau glaukoma, edema kornea kronis, hifema
lambat, uveitis anterior kronis, kekeruhan kapsul posterior, pseudophakic cystoid
macular edema.
Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma yang dapat terjadi karena
proses fakolitik, fakotopik, fakotoksik.
a. Fakolitik
Pada lensa yang keruh terdapat kerusakan maka substansi lensa akan
keluar yang akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior terutama
bagian kapsul lensa.
Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli anterior akan
bertumpuk pula serbukan fagosit atau makrofag yang berfungsi
merabsorbsi substansi lensa tersebut.
Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehingga timbul
glaukoma.
b. Fakotopik
Berdasarkan posisi lensa
Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut kamera
okuli anterior menjadi sempit sehingga aliran humor aqueous tidak
lancar sedangkan produksi berjalan terus, akibatnya tekanan intraokuler
akan meningkat dan timbul glaukoma
c. Fakotoksik
Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi mata
sendiri (auto toksik)
3.1 Identitas
Nama : Ny. M
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 72 tahun
Alamat : Beru, Wlingi, Kabupaten Blitar
Pekerjaan : Tidak bekerja
Agama/ Suku : Islam/ Jawa
No. Register : 091xxx
3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan utama
Mata kiri kabur
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan mata kiri kabur sejak 1 tahun yang lalu. Kabur
yang dirasakan perlahan-lahan dan semakin bertambah kabur. Awalnya seperti
melihat kabut berwarna putih. Kabur dirasakan saat melihat jauh maupun dekat
dan di seluruh lapang pandang. Keluhan mata merah (-), mata silau (+) saat
melihat cahaya, mata nyeri (-), mata cekot-cekot (-),sulit buka mata (-), nyerocoh
(-), nyeri kepala (-).
3.2.3 Riwayat Penyakit Terdahulu
Riwayat penyakit mata : Pasien pernah mengalami katarak sebelumnya pada
mata kanan. Sudah di operasi di RSUD Ngudi Waluyo ± 3 bulan yang lalu.
Riwayat penyakit sistemik : DM (-), Hipertensi (-), PJK (-)
3.2.4 Riwayat Terapi
Tidak terdapat riwayat berobat untuk keluhan saat ini, tidak meminum obat atau
memakai obat tetes mata.
3.2.5 Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga dengan keluhan serupa
3.2.6 Riwayat Alergi
Disangkal
3.2.7 Riwayat Trauma
Disangkal
3.2.8 Riwayat Sosial
Pasien seorang petani ladang, suami pasien juga bekerja sebagai petani ladang.
Pasien mempunyai 1 orang anak laki-laki.
(1)
(2) (3)
3.5 Rencana
3.5.1 Rencana Diagnosis Pre Op
Keratometri, biometri, USG
3.5.2 Rencana Terapi:
Pro OS ECCE + IOL implantation/LA (21 Desember 2017)
3.5.3 Rencana Monitoring Post Op
Keluhan subyektif
Pemeriksaan visus
COA: - Kedalaman
- Kebocoran aquous humour
- Tanda - tanda inflamasi
- Lensa : letak IOL
Tekanan intra okuli
3.5.4 Rencana KIE Pre Op
Memberitahukan kepada pasien bahwa keluhan penglihatan kabur pre operasi
karena kekeruhan pada lensa matanya (katarak matur kiri)
Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah dengan operasi untuk
mengangkat lensa mata yang keruh dan diganti dengan lensa mata buatan
untuk mencegah penurunan tajam penglihatan
Tujuan operasi adalah untuk merehabilitasi tajam penglihatan.
Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan dan infeksi.
Seorang wanita usia 72 tahun, dengan pekerjaan sebagai petani datang dengan
keluhan utama pandangannya kabur pada mata kiri sejak 1 tahun yang lalu. Kabur yang
dirasakan perlahan-lahan dan semakin bertambah kabur. Awalnya seperti melihat kabut
berwarna putih. Kabur dirasakan saat melihat jauh maupun dekat dan di seluruh lapang
pandang. Pasien juga merasa mata silau saat melihat cahaya.
Menurut teori katarak sendiri adalah adanya kekeruhan lensa yang mengarah
pada penurunan ketajaman visual dan/ atau cacat fungsional yang dirasakan pasien.
Pada pasien ini keluhan utama yang membawa pasien adalah kabur pada penglihatan,
sehingga katarak dapat dijadikan salah satu differential diagnosis pada pasien ini. Usia
pasien 72 tahun juga dapat mengarahkan diagnosis katarak hal ini dikarenakan menurut
peneitian prevalensi ini meningkat sampai 50% pada mereka yang berusia 65-75 tahun
dan meningkat lagi sekitar 70% pada usia 75 tahun. Sebenarnya, patogenesis katarak
terkait usia belum sepenuhnya dimengerti dan diduga multifaktorial. Lensa mata
mempunyai bagian yang disebut pembungkus lensa atau kapsul lensa, korteks lensa
yang terletak antara nukleus lensa atau inti lensa dengan kapsul lensa. Semakin
meningkatnya usia, berat dan ketebalan lensa semakin meningkat tetapi kemampuan
akomodasinya menurun. Pada anak dan remaja nukleus bersifat lembek sedang pada
orang tua nukleus ini menjadi keras. Dengan menjadi tuanya seseorang, maka lensa
mata akan kekurangan air dan menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi keras pada
bagian tengahnya, sehingga kemampuannya memfokuskan benda dekat berkurang.
Dengan bertambahnya usia, lensa mulai berkurang kebeningannya, keadaan ini akan
berkembang dengan bertambah beratnya katarak.
Pekerjaan pasien yang merupakan petani dapat menjadi salah satu faktor
predisposisi terjadinya katarak, dalam hal ini dikarenakan pekerjaan pasien yang lebih
banyak diluar rumah dan terpapar sinar matahari. Banyak ilmuan yang sekarang ini
mencurigai bahwa salah satu sumber radikal bebas penyebab katarak adalah sinar
ultraviolet yang terdapat dalam jumlah besar di dalam sinar matahari. Memang sudah
diketahui bahwa radiasi ultraviolet menghasilkan radikal bebas di dalam jaringan.
Jaringan di permukaan mata yang transparan sangat peka terhadap sinar ultraviolet.
Pada mereka yang mempunyai riwayat terpajan sinar matahari untuk waktu lama dapat
mempercepat terjadinya katarak
Gejala lain yang dirasakan pasien, menurut anamnesa pasien merasakan
penglihatnnya menurun perlahan lahan sejak 1 tahun terakhir dan penglihatannya silau
jika terkena cahaya matahari. Gejala yang bisa dirasakan pada pasien katarak sendiri
antara lain pandangan kabur, penglihatan silau, sensitifitas terhadap kontras, miopisasi,
variasi diurnal penglihatan, Distorsi, Halo, diplopia monokuler, perubahan persepsi
warna, bintik hitam.
Pada peneriksaan fisik pasien didapatkan untuk visus OD 5/6,6 cor(-), ph (-) dan
visus OS LP (+) semua arah , ulang 1/300. Pada lensa OD didapatkan IOL on place
dan pada lensa OS didapatkan keruh rata. Katarak senilis secara klinik dikenal dalam 4
stadium yaitu insipien, imatur, matur, dan hipermatur.
Katarak Insipien merupakan stadium dengan kekeruhan lensa tidak teratur,
tampak seperti bercak-bercak yang membentuk gerigi dangan dasar di perifer dan
daerah jernih di antaranya. Kekeruhan biasanya terletak di korteks anterior dan
posterior. Pada katarak imatur terjadi kekeruhan yang lebih tebal, tetapi belum mengenai
seluruh lapisan lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa.
Terjadi penambahan volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa
yang degeneratif. Pada keadaan lensa yang mencembung akan dapat menimbulkan
hambatan pupil, mendorong iris ke depan, mengakibatkan bilik mata dangkal sehingga
terjadi glaukoma sekunder. Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau sahadaw test,
maka akan terlihat bayangn iris pada lensa, sehingga hasil uji shadow test (+). Pada
stadium intumesen kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang
degeneratif menyerap air. Masuknya air ke dalam lensa menyebabkan lensa menjadi
bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal
dibandingkan dalam keadaan normal. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak
yang berjalan cepat dan menyebabkan myopia lentikular. Pada katarak matur kekeruhan
telah mengenai seluruh lensa. Proses degenerasi yang berjalan terus maka akan terjadi
pengeluaran air bersama hasil disintegrasi melalui kapsul, sehingga lensa kembali ke
ukuran normal.
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Proses degenerasi
yang berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama hasil disintegrasi melalui
kapsul, sehingga lensa kembali ke ukuran normal. Bilik mata depan akan berukuran
kedalaman normal kembali. Tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh,
sehingga uji bayangan iris negative. Tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh,
sehingga uji bayangan iris negatif. Katarak hipermatur merupakan proses degenerasi
lanjut lensa, sehingga masa lensa yang mengalami degenerasi akan mencair dan keluar
melalui kapsul lensa. Lensa menjadi mengecil dan berwarna kuning. Bila proses katarak
berjalan lanjut disertai kapsul yang tebal, maka korteks yang berdegenerasi dan cair
tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan sekantong susu dengan nukleus
yang terbenam di korteks lensa. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni. Uji
bayangan iris memberikan gambaran pseudopositif. Pada pasien dapat didiagnosis
dengan OS katrak senilis Matur dikarenakan pada pemeriksaan fisik ditemukan
penurunan visus OS LP (+) semua arah , ulang 1/300. pada lensa OS didapatkan keruh
rata.
Penatalaksanaan terapi pada katarak adalah dengan dilakukan pembedahan,
Indikasi dari pembedahan sendiri ada 3 yaitu indikasi optik, Indikasi medis dan Indikasi
kosmetik. Pada pasien ini indikasi boleh dilakukannya operasi adalah indikasi optik. Hal
ini dikarenakan penglihatan pasien sudah menurun dan dapat mengganggu penglihatan
sehari-hari.
Metode pembedahan pada pasien katarak sendiri bermacam – macam, yang
umum digunakan, yaitu ICCE, ECCE, SICS dan phacoemulsifikasi. Operasi katarak
intrakapsular/ Ekstraksi katarak intrakapsular dengan metode yang mengangkat seluruh
lensa bersama kapsulnya melalui insisi limbus superior 140-160 derajat. Metode ini
sekarang sudah jarang digunakan. Masih dapat dilakukan pada zonula Zinn yang telah
rapuh atau berdegenerasi atau mudah putus. Keuntungannya adalah tidak akan terjadi
katarak sekunder. Meskipun demikian, terdapat beberapa kerugian dan komplikasi post
operasi yang mengancam dengan teknik ICCE. Insisi limbus superior yang lebih besar
160-180º dihubungkan dengan penyembuhan yang lebih lambat, rehabilitasi tajam
penglihatan yang lebih lambat, angka kejadian astigmatisma yang lebih tinggi,
inkarserata iris, dan lepasnya luka operasi. Edema kornea juga dapat terjadi sebagai
komplikasi intraoperatif dan komplikasi dini. Operasi katarak ekstrakapsular yaitu
dengan mengangkat isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior,
sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel,
bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa okuler posterior. Keuntungan dari metode
ini adalah karena kapsul posterior untuh maka dapat dimasukan lensa intraokuler ke
dalam kamera posterior serta insiden komplikasi paska operasi (ablasi retina dan edema
makula sistoid) lebih kecil jika dibandingkan metode intrakapsular. Penyulit yang dapat
terjadi yaitu dapat timbul katarak sekunder. Fakoemulsifikasi merupakan modifikasi dari
metode ekstrakapsular karena sama-sama menyisakan kapsul bagian posterior. Insisi
yang diperlukan sangat kecil yaitu 5 mm yang berguna untuk mempercepat kesembuhan
paska operasi. Kemudian kapsul anterior lensa dibuka. Dari lubang insisi yang kecil
tersebut dimasukan alat yang mampu mengeluarkan getaran ultrasonik yang mampu
memecah lensa menjadi kepingan-kepingan kecil, kemudian dilakukan aspirasi. Metode
pembedahan lain yang saat ini sering digunakan adalah SICS (Small Incision Cataract
Surgery) yaitu insisi dilakukan pada sklera dengan ukuran insisi bervariasi dari 5-8 mm.
Namun tetap dikatakan SICS sejak design arsiteknya tanpa jahitan, Penutupan luka
insisi terjadi dengan sendirinya (self-sealing). Teknik operasi ini dapat dilakukan pada
stadium katarak immature, mature, dan hypermature. Pada pasien ini dilakukan
pembedahan ECCE.
Untuk prognosis pasien pada saat ini Visam : bonam, sanam : bonam , vitam :
bonam, kosmetik: bonam, fungtionam : bonam
BAB V
KESIMPULAN
American Academy of Opthalmology. 2007. Lens and Cataract Section 11. San
Fransisco.
American Optometric Association. 2004. Care of The Adult Patient with Cataract.
Practice Guideline.
Duker, Myron Yanoff, Jay S. 2008. Ophthalmology (3rd ed.). Edinburgh: Mosby. p. 382.
ISBN 978-0323057516.
Ilyas H, Sidarta., Yulianti, SR. 2015. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jackson, C.R.S., Finlay, R.D. 2008. The Eye In General Practice. Textbook. Hal.74-8.
Khurana, A.K. 2007. Comprehensive Ophtamology. 4th ed. New Delhi: New Age
International (P) Limited.
LifeMap. 2015. The Anatomy and Structure of the Adult Human Lens.
https://discovery.lifemapsc.com/library/images/the-anatomy-and-structure-of-the-
adult-human-lens. Diakses pada tanggal 28 Agustus 2017.
Murrill, Cynthia A et al. 2004. Optometric Clinical Practice Guideline Care of The Adult
Patient with Cataract. U.S.A: American Optometric Association.
Salmon, J F. 2010. Glaukoma. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta:
EGC. Hal. 212 – 229.
Setiohadji, B. 2006. Community Opthalmology. Cicendo Eye Hospital/Dept of
Ophthalmology Medical Faculty of,Padjadjaran University.
Sujitha et al. 2013. Risk Factors Associated with The Development of Cataract: A
Prospective Study. Palakkad: World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical
Science. Vol 2, Issue 1, 544-553.
Zorab, A et al. 2005. Lens and cataract. Chapter 5 Pathology. Hal: 45-46.