Pembimbing:
dr. Fitrika Wahyu L, Sp.M
Disusun Oleh:
Nurmalia Marina Adji Ningsih
201910401011096
RESPONSI
KATARAK DAN UVEITIS ANTERIOR
Makalah dengan judul “Katarak dan Uveitis Anterior” telah diperiksa dan
disetujui sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas responsi dengan
judul “Katarak dan Uveitis Anterior”. Penyusunan tugas ini merupakan salah satu
dokter pembimbing dalam penyelesaian tugas responsi ini, terima kasih atas
manfaat pada pembaca. Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas ini masih
jauh dari kesempurnaan. Dalam kesempatan ini penulis mengharapkan kritik dan
Penulis
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB 1 STATUS PASIEN.......................................................................................1
1.1 Identitas Pasien..........................................................................................1
1.2 Anamnesis.................................................................................................1
1.3 Pemeriksaan...............................................................................................2
1.4 Daftar Masalah..........................................................................................3
1.5 Diagnosis...................................................................................................3
1.6 Planning.....................................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5
2.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa....................................................................5
2.2 Katarak......................................................................................................7
2.3 Uveitis Anterior.......................................................................................25
BAB 3 PEMBAHASAN........................................................................................38
LAMPIRAN RESEP OBAT..................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................41
iv
BAB 1
STATUS PASIEN
Nama : Ny. SS
Usia : 56 tahun
Agama : Islam
1.2 Anamnesis
Pasien datang ke Poli Mata RSU Haji Surabaya dengan keluhan mata kanan
silau setelah operasi katarak 1 minggu yang lalu. Mata kanan juga terasa
penglihatan mata kanan membaik setelah dilakukan operasi, saat ini pasien
sudah bisa melihat dan membaca perlahan-lahan. Mata kiri terasa kabur,
masih bisa melihat gambaran tetapi sedikit-sedikit. Tidak ada keluhan pusing
dan nyeri.
1
1.3 Pemeriksaan
a. Tajam penglihatan
b. Segmen Anterior
OD OS
limbus (+) 4
Jernih, dalam Bilik Mata Depan Jernih, dalam
Reguler, berwarna coklat Iris Reguler, berwarna coklat
Bulat 3 mm, reflek cahaya Pupil Bulat 3 mm, reflek cahaya
(+) (+)
Lensa intra okular (+) Lensa Keruh, warna keabu-
c. Segmen Posterior
Tidak dievaluasi
2
- VOD 0,2 PH 0,4 f ; VOS 0,15 PH tetap
1.5 Diagnosis
OD Pseudofakia
OD Uveitis anterior
OS Katarak senilis stadium imatur
1.6 Planning
a. Diagnosis:
- Segmen posterior dengan midriatikum
- TIO
b. Terapi
- Cendo xytrol eye drops 6 x 1 tetes OD
c. Monitoring
- Keluhan pasien : mata kanan silau dan kemerahan, mata kiri kabur.
gambaran sel radang pada kornea atau BMD (flare and cell, keratic
d. Edukasi
- Menjelaskan kepada pasien bahwa keluhan silau dan mata merah pada
3
- Menjelaskan kepada pasien bahwa pasien diberikan obat tetes mata
dimiliki bisa berdampak pada mata dan organ lain, sehingga perlu
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
memfokuskan gambar pada retina. Lensa adalah bagian dari bola mata yang
vitreus. Lensa dipertahankan posisinya oleh zonula zinii, yang terdiri dari serat-
serat halus kuat yang melekat pada korpus siliaris. Serat-serat ini menyisip pada
susunan sel teratur sehingga bersifat jernih transparan. Lensa mata mampu
membiaskan cahaya karena memiliki indeks bias sekitar 1,4 di tengah dan 1,36 di
tepi, berbeda dengan indeks bias akuos humor dan korpus vitreus. Mata memiliki
adanya otot siliaris, yang akan menurun dengan bertambahnya usia, yaitu 8D pada
usia 40 tahun dan 1-2 D pada usia 60 tahun. Daya akomodasi lensa akan
Eva, 2010).
Lensa terdiri dari kapsul, epitel, korteks dan nukleus. Lensa terus berkembang
sepanjang hidup. Kapsul lensa adalah suatu membran basalis yang mengelilingi
substansi lensa. Kapsul lensa berupa membrane basal yang transparan dan elastis
5
terdiri dari kolagen tipe IV, dibentuk oleh sel-sel epitel. Epitel lensa terletak
dibelakang kapsul lensa anterior berupa satu lapisan sel. Sel-sel epitel dekat
ekuator lensa membelah sepanjang hidup dan terus berdiferensiasi menjadi serat-
serat lensa baru sehingga serat-serat lensa yang lebih tua dimampatkan ke nukelus
korteks lensa. Tidak ada perbedaan morfologi antara korteks lensa dan nukleus
kecuali pada kondisi terdapat kelainan pada lensa mata dimana perbedaan antara
sampai ukurannya yang terkecil, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas
cahaya paralel atau terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda
dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula zinii berkurang. Kapsul
lensa yang elastis kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh
6
Akomodasi merupakan mekanisme perubahan fokus penglihatan mata dan
perubahan bentuk lensa oleh otot siliaris pada serat zonular. Setelah kira-kira usia
2013).
Otot siliaris melingkar berupa cincin, pada saat kontraksi memiliki efek
sebaliknya dari yang diharapkan seperti fungsi sebuah sfingter. Ketika terjadi
akomodasi dapat dirangsang oleh ukuran dan jarak dari obyek yang dilihat atau
dengan sesuatu yang kabur, aberasi kromatik, atau osilasi terus menerus dari tonus
otot siliaris. Akomodasi di mediasi oleh serat-serat parasimpatis dari saraf kranial
III. Kerjasama fisiologik tersebut antara korpus siliaris, zonula, dan lensa untuk
2013).
2.2 Katarak
a. Definisi
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies yang berarti air terjun.
Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air
terjun akibat lensa yang keruh. Proses degenerasi usia adalah faktor paling
sering terjadi pada penyakit katarak namun ada juga faktor lain yang dapat
Katarak kini masih menjadi penyakit paling dominan pada mata dan
7
merupakan penyebab utama dari kebutaan di seluruh dunia (Ilyas, 2010; Eva,
2010).
b. Epidemiologi
2014-2016 sebesar 1,9%. Katarak paling banyak mengenai ras putih (80%)
c. Patofisiologi
lensa atau migrasi sel epitel dan pembesaran sel-sel epitel yang menyimpang.
antara lain kerusakan oksidatif, sinar ultraviolet, dan malnutrisi (Eva, 2010).
8
konsentris, nucleus lensa akan mengalami kompresi dan pengerasan (nuclear
2013).
d. Klasifikasi
Ada 3 jenis utama dari katarak senilis: nuklear, kortikal dan subkapsular
posterior.
1. Nuklear
Inti lensa berisi semua serat yang telah ada sejak sebelum kelahiran.
Seperti serat korteks lensa yang lebih dalam, mereka kekurangan organel
9
menyebarkan cahaya. Selanjutnya, perubahan biokimia menghasilkan
produk coklat, jadi dengan penuaan, inti lensa menjadi keruh, kekuningan
dan kemudian berwarna coklat. Warna ini cukup untuk disebut katarak
2. Kortikal
korteks lensa. Karena serat ini disusun secara radial dalam pola yang
berkaitan dengan posisi kedalaman dan posisi jam, zona yang terkena
memiliki penampilan radial, seperti jeruji dan dapat bersifat perifer atau
10
3. Subkapsular posterior
posterior dapat diakibatkan radiasi X atau cedera tumpul pada operasi mata
atau vitreus dan jika terjadi secara bilateral, dapat menunjukkan katarak
1. Katarak insipien
garis yang melebar dan makin ke sentral menyerupai ruji sebuah roda.
dapat ditemukan iris normal, bilik mata depan normal, sudut bilik mata
11
Gambar 2.6 Katarak insipien (Khurana, 2015)
2. Katarak imatur
cairan, akan mendorong iris ke depan yang menyebabkan bilik mata depan
refraksi menjadi lebih miopi. Lensa tampak putih keabuan tetapi korteks
yang jernih masih ada dan iris shadow tampak. Visus mulai menurun
3. Katarak matur
12
Gambar 2.8 Katarak matur
4. Katarak hipermatur
Astari, 2018).
(Khurana, 2015).
13
Katarak hipermatur sklerotik
padat dapat terbentuk pada area pupil. Dikarenakan lensa menciut, bilik
2014).
e. Gejala Klinis
Secara subyektif gejala klinis yang dapat muncul pada penderita antara
lain:
silau pada siang hari atau pada arah datangnya sinar pada malam hari.
penderita melihat jauh kabur dan akan merasa lebih enak membaca dekat
14
tanpa kacamata. Hal ini terjadi karena proses pembentukan katarak
(Ocampo, 2017).
2013).
- Tes iris shadow (bayangan iris pada lensa): yang positif pada katarak
- Reflek fundus yang berwarna jingga akan menjadi gelap (refleks fundus
f. Diagnosis
lensa pada area pupil yang mana bervariasi tergantung tipe katarak.
3. Tes iris shadow. Ketika cahaya oblique dari sinar diarahkan ke pupil,
15
lensa dengan opasitas keabu-abuan selama korteks yang jernih ada
diantara opasitas dan batas pupil. Ketika lensa telah opaque seluruhnya,
tidak ada bentukan iris shadow. Adanya iris shadow merupakan tanda
katarak immatur.
area katarak. Lensa katarak komplit bahkan tidak ada menunjukkan sinar
merah.
opasitas lensa (tempat, ukuran, bentuk, pola warna dan kekerasan dari
g. Diagnosis Banding
Selain dikarenakan faktor usia dan trauma, katarak dapat terbentuk pada
orang dewasa karena uveitis kronik, penggunaan steroid jangka panjang atau
h. Tatalaksana
16
couchinghingga teknik modern fakoemulsifikasi.Berdasarkan integritas
kapsul lensa posterior, ada 2 tipe utama operasi lensa yaitu intracapsular
seluruh lensa beserta kapsulnya, dan jarang digunakan saat ini. ICCE telah
digunakan secara luas selama sekitar 100 tahun di seluruh dunia (1880-1980).
limbal yang lebih besar, seringkali 160°-180°, dikaitkan dengan risiko berikut:
Edema kornea adalah komplikasi umum intraoperatif dan komplikasi segera pasca
operasi. Sel endotel yang hilang lebih besar pada ICCE daripada ECCE. Insiden
cystoid macular edema (CME) dan retinal detachment pasca operasi juga lebih
tinggi. Akhirnya, karena kapsul posterior tidak intak, IOL ditanamkan pada bilik
mata depan, dijahit pada iris atau secara bedah difiksasi pada bilik mata belakang.
Teknik tersebut susah untuk dilakukan dan berkaitan dengan komplikasi pasca
(PBK). Kontraindikasi absolut ICCE adalah katarak pada anak-anak atau dewasa
17
muda dan kasus traumatik dengan pecahya kapsul. Kontraindikasi relatif meliputi
miopia tinggi, sindroma marfan, katarak morgagnian dan vitreus yang sudah
(Chuck, 2017).
menghasilkan:
pendek dan panjang dikaitkan perlekatan vitreus dengan iris, kornea dan
adalah integritas zonular dan kapsul posterior utuh. Dengan demikian, bila
18
ekstraksi katarak yang aman melalui ECCE, ICCE atau pars plana lensectomy
sekunder, operasi filtrasi, transplantasi kornea dan perbaikan luka lebih mudah
dan aman dikerjakan pada kapsul posterior lensa yang tetap utuh (Chuck, 2017;
Muslimah, 2013).
3. Fakoemulsifikasi
luka sayatan yang lebih rendah, penyembuhan, dan rehabilitasi visual lebih cepat
daripada prosedur yang memerlukan sayatan yang lebih besar. Teknik ini juga
2013).
Teknik ECCE telah dikembangkan menjadi suatu teknik operasi dengan irisan
sangat kecil (7-8 mm) dan hampir tidak memerlukan jahitan, teknik ini dinamakan
SICS. Oleh karena irisan yang sangat kecil, penyembuhan relatif lebih cepat dan
mengeluarkan nukleus lensa secara utuh atau dihancurkan. Teknik ini populer di
19
mahal, dilakukan dengan anestesi topikal, dan bisa dipakai pada kasus nukleus
yang padat. Beberapa indikasi SICS adalah: sklerosis nukleus derajat 2 dan 3,
i. Komplikasi
Protein lensa dapat keluar dari bilik mata depan pada katarak hipermatur.
2015).
- Lens-induced glaukoma.
20
astigmatisme kornea dilaporkan stabil dalam waktu 2 minggu (APACRS,
2020).
antibiotik topikal dan tetes mata steroid segera setelah operasi selesai, dan
Hal ini dapat terjadi karena cairan yang masuk ke BMD tidak cukup,
kebocoran melalui insisi yang terlalu besar, tekanan dari luar bola mata,
(Astari, 2018).
PCR dengan atau tanpa vitreous loss adalah komplikasi intraoperatif yang
21
3. Nucleus drop
nucleus drop, yaitu jatuhnya seluruh atau bagian nukleus lensa ke dalam
rongga vitreus. Jika tidak ditangani dengan baik, lensa yang tertinggal
1. Edema kornea
Edema stromal atau epitelial dapat terjadi segera setelah operasi katarak.
Kombinasi dari trauma mekanik, waktu operasi yang lama, trauma kimia,
2. Perdarahan
3. Glaukoma sekunder
sampai 6 jam setelah operasi, umumya dapat hilang sendiri dan tidak
sekunder sudut terbuka dalah hifema, TASS, endoftalmitis, serta sisa masa
22
lensa. Penyebab glaukoma sekunder sudut tertutup adalah blok pupil, blok
4. Uveitis
10% pasca ICCE, 1-2% pasca ECCE dan <1% pasca fakoemulsifikasi
(Astari, 2018).
6. Ablasio retina
Ablasio retina terjadi pada 203% pasca ICCE, 0,5-2% pasca ECCE, dan
7. Endoftalmitis
namun sangat berat. Gejala terjdiri dari nyeri ringan hingga berat,
palpebra atau periorbita, injeksi siliar, kemosis, rekais bilik mata depan,
2018).
23
8. Toxic Anterior Segment Syndrome
TASS merupakan inflamasi pasca operasi yang akut dan non infeksius.
kadang disertai hipopion. TASS onset lebih akut yaitu dalam 24 jam pasca
operasi. TASS juga menimbulkan keluhan nyeri minimal atau tanpa nyeri
(Astari, 2018).
setelah lima tahun pasca operasi katarak. Mekanisme PCO adalah karena
2018).
dapat terjadi di dalam kapsul atau di luar kapsul. Penyebab dislokasi IOL
24
2.3 Uveitis Anterior
a. Definisi Uveitis
Uveitis adalah inflamasi atau keradangan pada traktus uvea. Uveitis adalah
penyakit yang kompleks oleh karena banyak penyebab reaksi radang di dalam
mata baik itu infeksius dan non infeksius. Selain itu, keradangan tersebut
b. Epidemiologi Uveitis
kejadian 15 kasus baru setiap 100.000 orang setiap tahunnya. Insiden paling
rendah pada kelompok pediatrik dan tertinggi pada umur lebih dari 65 tahun.
c. Klasifikasi Uveitis
Berdasarkan anatomi atau bagian traktus uvea yang terkena, maka dibagi:
(Budiono, 2013).
25
Uveitis posterior Retina dan koroid Koroiditis fokal,
multifokal dan difus
Chorioretinitis
Retinochoroiditis
Retinitis
Neuroretinitis
Panuveitis Bilik mata depan,
vitreus dan retina atau
koroid
Salmon, 2020).
a) Onset
- Sudden/mendadak
- Insidious
b) Durasi/lama waktu
c) Perjalanan penyakit
waktu terbatas
26
- Uveitis kronis adalah uveitis menetap yang ditandai dengan
d. Patofisiologi Uveitis
ruangan yang berisi cairan humor akuos. Humor akuos yang bersirkulasi di
imun serta merupakan tempat sel-sel jaringan iris, badan silier dan endotel
kornea. Iris dan badan silier mengandung banyak sekali makrofag dan sel-sel
imun tidak terjadi lokal di dalam mata, tetapi APC meninggalkan mata
melalui trabecular meshwork dan bermigrasi menuju lien (proses ini disebut
respons imun intraokuler. Mekanisme ini disebut immune previlige. Pada saat
antigen masuk ke dalam BMD, maka dimulai fase aferen, yaitu ketika
mengambilnya. Fungsi APC makrofag yang ada di uvea tersebut dapat diubah
27
fungsinya oleh sitokin modulator, yaitu transforming growth factor B2 (TGF-
B2) yang dalam keadaan normal berada di humor akuos dan uvea. TGF-B2
lien. Di dalam lien, sinyal antigen diproses, yang diaktivasi oleh limfosit T-
mengubah CD4 limfosit T-helper agar merespon di dalam lien dan mengatur
Uveitis anterior adalah inflamasi pada traktus uvea, bilik mata depan
dengan inflamasi pada iris dan badan silier serta struktur di sekitarnya yang
mempunyai gejala klinis yang berbeda, walaupun ada juga beberapa yang
oleh karena adanya inflamasi di daerah iris dan atau badan silier
- Nyeri, sebagai akibat inflamasi akut pada daerah iris atau iritis akut atau
28
spasme siliar dapa iritis biasanya referred pain akibat dari inervasi saraf
Trigeminus.
dari iris dan badan silier yang sedang dalam keadaan inflamasi. Hal ini
mengindarinya.
penumpukan sel-sel inflamasi, fibrin dan protein di bilik mata depan serta
- Aqueous cells (Sel di BMD), adalah kumpulan sel radang berada di BMD.
Apabila sel radang ini sangat banyak akan mengendap di bawah BMD
membentuk hipopion.
29
Gambar 2.10 Tanda uveitis anterior (a) Injeksi silier/perikornea, (b) Pupil miosis, (c)
Sel radang menempel pada endotel kornea. (d) Hipopion pada uveitis akibat inflamasi
- Sinekia anterior dan posterior. Sinekia adalah perlekatan antara iris dengan
kapsul lensa (sinekia posterior) atau perlekatan iris dengan kornea di dekat
(Budiono, 2013).
30
- Penurunan tekanan intra okuli. Umumnya terjadi akibat penurunan
produksi humor akuos di badan silier akibat adanya reaksi inflamasi yang
Gambar 2.11 Tanda uveitis anterior (a) Sinekia posterior dan pigmen iris
menempel pada lensa, (b) Sinekia anterior, (c) Iris nodul Busaca nodul, (d) Iris
nodul Koppe nodul (Budiono, 2013)
Keluhan
- Mata kemerahan
- Flare dan sel di BMD. Pada uveitis kronis, flare tampak lebih jelas
31
- Iris nodule, khas terjadi pada penyakit granulomatous. Biasanya ada 2
jenis iris nodul yaitu Koeppe nodules (berada di tepi iris) dan Busaca
- Iris bombans, yaitu iris menggelembung. Hal ini terjadi akibat adanya
terjadi blok pupil. Akibatnya iris akan terdorong oleh aliran humor akuos
rasa tidak nyaman yang dialami pasien, dan jika memungkinkan untuk
1. Midriatikum
Pada hampir semua kasus uveitis anterior akut, hanya memerlukan short
acting midriatikum. Hal ini bertujuan menjaga agar pupil masih dapat
a) Short acting
32
- Phenylephrine 2,5% dan 10% durasi 3 jam
b) Long acting
(Budiono, 2013).
2. Kortikosteroid
(CME)
a) Kortikosteroid topikal
demikian masih memiliki efek terapi pada vitritis dan macular edema
- Prednisolone acetate 1%
33
- Fluorometholone 0,1%
- Difluprednate 0,05%
ringan inflamasi. Pada ueitis anterior akur dengan gejala hebat, dapat
diberikan 1 tetes tiap satu menit selama 5 menit pertama pada tiap
jam. Pemberian diturunkan bertahap mulai dari 1 tetes tiap jam, setiap
b) Kortikosteroid periokuler
topikal
posterior
- Triamcinolon acetonide 40 mg
34
Injeksi silakukan setiap 1-2 minggu sebanyak 2 sampai 4 kali injeksi
(Budiono, 2013).
c) Kortikosteroid sistemik
a. Antimetabolit
- Azathioprine
35
Dosis awal 1 mg/kg/hari (50 tablet) diberikan sekali sehari atau
1 tahun
- Methotrexate
1 mg/hari.
- Mycophenolate
- Cyclosporin
- Tacrolimus
c. Alkylating agents
- Cyclophosphamide
36
Diberikan peroral dosis 2 mg/kg/hari, biasanya diberikan selama
1 tahun.
- Chlorambucil
i. Komplikasi Uveitis
glaukoma karena sinekia perifer anterior (15%) dan keratopati pita atau band
37
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Anamnesis
atau lebih.
Pasien mengeluh mata kiri kabur, tidak ada mata merah. Keluhan mata
3.2 Pemeriksaan
Pada pemeriksaan visus mata kanan didapatkan VOD 0,2 PH 0,4 f. Tajam
katarak. Sedangkan pada visus mata kiri didapatkan VOS 0,15 PH tetap yang
38
menunjukkan kelainan organik, hal ini ditegaskan pada pemeriksaan segmen
terjadi pasca operasi katarak. Namun pada pasien tidak ditemukan keluhan
Pada pemeriksaan segmen anterior mata kiri didapatkan iris shadow (+)
pemeriksaan visus mata kiri 0,15 ph tetap merupakan gejala dari katarak
3.3 Diagnosis
OD Pseudofakia
OD Uveitis anterior
3.4 Terapi
Terapi yang diberikan adalah antibiotik topikal dan tetes mata steroid yaitu
dengan pemberian Cendo xytrol 6x1 tetes per hari setelah operasi selesai,
39
LAMPIRAN RESEP OBAT
Dokter : DM Nurmalia
Unit pelayanan : Poli Mata
-------------------------------------------------------------------
Bismillahirrohmaanirrahiim
Surabaya, 3 Maret 2021
40
DAFTAR PUSTAKA
Budiono S, Saleh TT, Moestidjab, dan Eddyanto, 2013, Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Mata, Surabaya: Airlangga University Press
Chuck, RS, Deborah SJ, Jimmy KL, Natalie AA, et al, 2017, AAO: Refractive
Errors & Refractive Surgery Preferred Practice Pattern. America: Elsevier.
Eva PR, Whitcher JP, 2010, Vaughan & Asbury: Oftamologi Umum Edisi 17,
Jakarta: EGC
Ilyas S, Yulianti SR, 2010, Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat, Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Muslimah, Ratna, 2013, Kelainan Refraksi dan Akomodasi, dalam Buku Ajar
Kepanitraan Klinik SMF MATA RSU Haji Surabaya, Surabaya
41
Ocampo VVD, 2017, Senile Cataract, eMedicine Journal Update:
https://emedicine.medscape.com/article/1210914.
Salmon JF, 2020, Kanski’s Clinical Ophthalmology, 9th Ed, Elsevier, pp. 424
Suhardjo SU, Sasongko MB, 2007, Uveitis, Dalam: Ilmu Kesehatan Mata,
Universitas Gadjah Mada
42