Anda di halaman 1dari 29

KASUS PANJANG

PERDARAHAN SUBKONJUNGTIVA

Oleh :
Birgitta Stella Dewi 115070100111016
Nydia Ayu Ulima 115070107111014
Dea Syafira Mahlevi 125070107111009

Pembimbing :
dr. Aulia Abdul Hamid, MbiomedSc, Sp.M

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM Dr. SAIFUL ANWAR
2016

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Struktur bola mata manusia mempunyai sistem pelindung yang cukup
baik seperti rongga orbita yang dikelilingi oleh tulang - tulang kuat, kelopak mata
dengan refleks memejam atau mengedip, serta jaringan lemak retrobulbar.
Meskipun demikian, mata masih sering mendapatkan trauma dari dunia luar yang
dapat mengenai jaringan-jaringan mata seperti: palpebrae, konjungtiva, kornea,
uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan cavum orbita. (Ilyas S, 2006)
Perdarahan Subkonjungtiva dapat terjadi pada keadaan-keadaan dimana
pembuluh darah rapuh (umur, hipertensi, arteriosklerosis, konjungtivitis
hemoragic, anemia, pemakaian antikoagulan dan batuk rejan). Perdarahan
subkonjungtiva dapat juga terjadi akibat trauma langsung maupun tidak
langsung, yang kadang–kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang
terjadi. (Ilyas S, 2006)
Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi karena trauma mayor, minor,
atau sebab yang tidak dapat dideteksi yang terjadi pada mata bagian depan.
Secara klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang
datar, berwarna merah, di bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat
sehingga menyebabkan kemotik kantung darah yang berat dan menonjol di atas
tepi kelopak mata. Hal ini akan berlangsung lebih dari 2 sampai 3 minggu. (Ilyas
S , 2006)
Konjungtiva mengandung banyak pembuluh darah kecil dan rapuh yang
mudah pecah atau rusak. Ketika hal ini terjadi, darah bocor ke dalam ruang
antara konjungtiva dan sklera. Perdarahan subkonjungtiva merupakan akibat dari
rupturnya pembuluh darah konjungtivalis atau episklera. Penyebab lain meliputi
hipertensi dan gangguan fungsi koagulasi, misalnya karena obat antikoagulan
atau penyakit leukemia. Selain itu, infeksi umum yang berhubungan dengan
demam, defisiensi vitamin C (scurvy), trauma mata tumpul atau tajam, benda
asing, pembedahan pada mata, dan konjungtivitis juga dapat menjadi
kemungkinan penyebabnya. (Ilyas S, 2006)
Hematoma adalah terkumpulnya darah secara terlokalisir di luar
pembuluh darah dan biasanya merupakan akibat dari perdarahan dalam

2
jaringan.Hematoma biasanya muncul dalam otot-otot skelet dan dapat
membentuk massa di bawah kulit. Hematoma biasanya dapat menghilang,
namun ada juga yang tidak maupun semakin membesar. Hematoma palpebral
biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada daerah orbital, etiologi hematoma
palpebral non trauma sampai sekarang belum diketahui dan belum banyak
penelitian yang mengarah kearah sana. (Ilyas S, 2006)
Berdasarkan latar belakang ini maka akan dijabarkan lebih lanjut
mengenai perdarahan subkonjungtiva dan hematom palpebra sehingga apabila
terdapat kasus perdarahan subkonjungtiva dan hematom palpebra di prehospital
dapat melakukan penanganan awal terlebih dahulu sehingga dapat mencegah
komplikasi trauma mata yang lebih parah. (Ilyas S, 2006)

1.2 Rumusan masalah


1.2.1 Apakah Definisi dari Perdarahan subkonjungtiva ?
1.2.2 Apa saja yang dapat menjadi penyebab dari perdarahan Subkonjungtiva?
1.2.3 Apa saja Klasifikasi dari Perdarahan Subkonjungtiva?
1.2.4 Apa saja Manifestasi Klinis dari perdarahan Subkonjungtiva?
1.2.5 Bagaimana cara mendiagnosis perdarahan Sub konjungtiva?
1.2.6 Bagaimana Penatalaksanaan Perdarahan Subkonjungtiva?
1.2.7 Bagaimana cara mendiagnosis hematom Palpebra?
1.2.8 Bagaimana penatalaksanaan perdarahan Sub konjungtiva?
1.2.9 Apa saja komplikasi dari Perdarahan Subkonjungtiva?
1.2.10 Bagaiman prognosis dari Perdarahan Subkonjungtiva?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk Mengetahui Definisi dari Perdarahan Subkonjungtiva
1.3.2 Untuk mengetahui penyebab dari perdarahan Subkonjungtiva?
1.3.3 Untuk mengetahui Klasifikasi dari Perdarahan Subkonjungtiva?
1.3.4 Untuk mengetahui Manifestasi Klinis dari perdarahan Subkonjungtiva?
1.3.5 Untuk mengetahui cara mendiagnosis perdarahan Sub konjungtiva?
1.3.6 Untuk mengetahui Penatalaksanaan Perdarahan Subkonjungtiva?
1.3.7 Untuk mengetahui penatalaksanaan perdarahan Sub konjungtiva?
1.3.8 Untuk mengetahui komplikasi dari Perdarahan Subkonjungtiva?
1.3.9 Untuk mengetahui prognosis dari Perdarahan Subkonjungtiva

3
1.4 Manfaat
Mengerti mengenai perdarahan sub konjungtiva dan hematom palpebra
sehingga dapat dengan segera memberikan penatalaksanaan tepat untuk
mencegah terjadinya komplikasi sehingga tidak terjadi penurunan fungsi mata
yang lebih parah.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi


Fungsi mata tergantung dari pertahanan anatomi yang berhubungan
antara palpebra, kornea, bilik mata depan, lensa, retina, otot-otot ekstraokuler
dan saraf. Kerusakan permanen yang terjadi pada komponen diatas dapat
menyebabkan penurunan bahkan dapat mengakibatkan kebutaan (Ilyas, 2006).
Fungsi dari palpebra ada lah memberikan proteksi mekanis pada bola
mata anterior, mensekresi bagian berminyak dari lapisan film air mata,
menyebarkan film air mata ke konjungtiva dan kornea, mencegah mata kering
dan memiliki puncta tempat air mata mengalir ke sistem drainase lakrimal
(Kanski, 2003).

Gambar 2.1. anatomi dan histologi palperbra.

Konjungtiva atau selaput lendir mata adalah membran yang menutupi


sklera dan kelopak bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin
yang bersifat membasahi bola mata terutama kornea dihasilkan oleh sel Goblet.
Terdapat tiga bagian konjungtiva yaitu ; konjungtiva tarsal yang menutup tarsus,
konjungtiva bulbi membungkus bulbi okuli serta menutupi sklera, dan konjungtiva
forniks sebagai tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi
Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata dibagian luar, yang
hampir seluruhnya terdiri atas kolagen. Jaringan ini padat dan berbatasan

5
dengan kornea disebelah anterior dan duramater nervus opticus di posterior.
Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah lapisan tipis jaringan
elastik halus, episklera yang mengandung banyak pembuluh darah yang
mengaliri sklera . (Kanski, 2003)
Kornea menempati pertengahan dari rongga bola mata anterior yang
terletak diantara sklera. Kornea sendiri merupakan lapisan avaskuler dan
menjadi salah satu media refraksi (bersama dengan humor aquous membentuk
lensa positif sebesar 43 dioptri). Kornea memiliki permukaan posterior lebih
cembung daripada anterior sehingga rata mempunyai ketebalan sekitar 11.5 mm
(untuk orang dewasa). Fungsi dari kornea adalah merefraksiakan cahaya dan
bersama dengan lensa memfokuskan cahaya ke retina serta melindungi struktur
mata internal. (Kanski, 2003)
Kornea memiliki lima lapisan yang berbeda dari anterior ke posterior,
yaitu : epitel., membrana Browman, stroma, membrana Descman dan endotel.
Kornea mendapat suplai makan dari humor aquous , pembuluh-pembuluh darah
sekitar limbus dan air mata. Perbedaan antara kapasitas regenarasi epitel dan
endotel sangat penting. Kerusakan lapisan epitel, misalnya karena abrasi,
dengan cepat diperbaiki. Endotel, yang rusak karena penyakit atau pembedahan
misalnya, tidak dapat bergeneras. Hilangnnya fungsi sawar dan pompa pada
endotel menyebakan hidrasi berlebihan, distorsi bentuk reguler serat kolagen
dan keruhnya kornea. (Kanski, 2003)
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan
hampir transparan. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9mm. Lensa terletak
dibelakang pupil yang dipegang didaerah ekuator pada badan siliar melalui
zonula zinni. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, atau saraf dilensa. Lensa
mata mempunyai perana pada akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar
dapat difokuskan didaerah makula lutea (Kansky, 2003; Vaugn, 2009).
Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan uvea dan sklera
dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah jika terjadi perdarahan
pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea ini terdiri
atas iris, badan siliar dan koroi. Pada iris didapatkan pupil yang oleh tiga susunan
otot dapat mengatur jumlah sinar masuk kedalam bola mata. Badan siliar yang
terletak dibelakang iris menghasilkan cairan bilik mata (aquos humor) yang
dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris dibatasi kornea
dan sklera. (Kanski, 2003)

6
Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan.
Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen
retina, sehingga juga bertumpuk dengan membrana Bruch, koroid dan sklera,
disebagian besar tempat, retina dan epitelium pigmen retina mudah terpisah
sehingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasio
retina. (Kanski, 2003)
Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam
mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membrane
neurosensoris yang merubah sinar menjadi rangsangan kesaraf optik dan
diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara retina dan koroid
sehingga retina dapat terlepas dari koroid yang disebut ablasi retina.
(Kanski,2003)

2.1.1 Anatomi Konjungtiva


Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebraris) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan
dengan kulit pada tepi pelpebra (suatu sambungan mukokutan) dan dengan
epitel kornea di limbus (Vaughan, 2000).
Konjungtiva pelpebraris melapisi permukaan posterior kelopak mata dan
melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke
posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera
menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum
orbitale di fronices dan melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini
memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva
sekretorik. Duktus-duktus kelenjar lakrimal bermuara ke forniks temporal
superior. Konjungtiva bulbaris melekat longgar pada kapsul tenon dan sklera di
bawahnya, kecuali di limbus (tempat kapsul tenon dan konjungtiva menyatu
sepanjang 3 mm) (Vaughan, 2000).

7
Gambar 2.2. Anatomi konjungtiva mata

2.2 Perdarahan sub konjungtiva

2.2.1 Definisi
Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rapuhnya
pembuluh darah konjungtiva (ilyas, 20008). Darah terdapat di antara konjungtiva
dan sklera. Sehingga mata akan mendadak terlihat merah dan biasanya
mengkhawatirkan bagi pasien (Vaughan, 2000).

Gambar 2.3 Perdarahan subkonjungtiva


2.2.2 Sinonim (Graham, 2009)
Beberapa istilah lain untuk perdarahan subkonjungtiva adalah:
1. bleeding in the eye
2. eye injury

8
3. ruptured blood vessels
4. blood in the eye
5. bleeding under the conjunctiva
6. bloodshot eye
7. pink eye

2.2.3 Epidemiologi
Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua
kelompok umur, namun hal ini dapat meningkat kejadiannya sesuai dengan
pertambahan umur (Graham, 2009). Penelitian epidemiologi di Kongo rata – rata
usia yang mengalami perdarahan subkonjungtiva adalah usia 30.7 tahun
(Kaimbo, 2008). Perdarahan subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral
(90%).
Pada perdarahan subkonjungtiva tipe spontan tidak ditemukan hubungan
yang jelas dengan suatu kondisi keadaan tertentu (64.3%). Kondisi hipertensi
memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan angka terjadinya perdarahan
subkonjungtiva (14.3%). Kondisi lainnya namun jarang adalah muntah, bersin,
malaria, penyakit sickle cell dan melahirkan.
Pada kasus melahirkan, telah dilakukan penelitian oleh oleh Stolp W dkk
pada 354 pasien postpartum dengan perdarahan subkonjungtiva. Bahwa
kehamilan dan proses persalinan dapat mengakibatkan perdarahan
subkonjungtiva (Stolp, 2013)

2.2.4 Manifestasi klinis perdarahan subkonjungtiva


Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan dengan
perdarahan subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian sklera.
 Sangat jarang mengalami nyeri ketika terjadi perdarahan
subkonjungtiva pada permulaan. Ketika perdarahan terjadi pertama
kali, akan terasa tidak nyaman, terasa ada yang mengganjal dan
penuh di mata.
 Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang
(tipis) atau merah tua (tebal).
 Tidak ada tanda peradangan, kalaupun adanya biasanya peradangan
yang ringan.

9
 Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu
kemudian akan berkurang perlahan ukurannya karena diabsorpsi
(American Academy, 2009).

2.2.5 Patofisiologi
Konjungtiva adalah selaput tipis transparan yang melapisi bagian putih
dari bola mata (sklera) dan bagian dalam kelopak mata.  Konjungtiva
merupakan lapisan pelindung terluar dari bola mata. Konjungtiva mengandung
serabut saraf dan sejumlah besar pembuluh darah yang halus. Pembuluh-
pembuluh darah ini umumnya tidak terlihat secara kasat mata kecuali bila mata
mengalami peradangan. Pembuluh-pembuluh darah di konjungtiva cukup rapuh
dan dindingnya mudah pecah sehingga mengakibatkan terjadinya perdarahan
subkonjungtiva. Perdarahan subkonjungtiva tampak berupa bercak berwarna
merah terang di sklera.
Karena struktur konjungtiva yang halus, sedikit darah dapat menyebar
secara difus di jaringan ikat subkonjungtiva dan menyebabkan eritema difus,
yang biasanya memiliki intensitas yang sama dan menyembunyikan pembuluh
darah. Konjungtiva yang lebih rendah lebih sering terkena daripada bagian atas.
Pendarahan berkembang secara akut, dan biasanya menyebabkan
kekhawatiran, meskipun sebenarnya tidak berbahaya. Apabila tidak ada kondisi
trauma mata terkait, ketajaman visual tidak berubah karena perdarahan terjadi
murni secara ekstraokulaer, dan tidak disertai rasa sakit (graham, 2009).
Secara klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan
yang datar, berwarna merah, di bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup
berat sehingga menyebabkan kemotik kantung darah yang berat dan menonjol di
atas tepi kelopak mata.
Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, akibat trauma,
ataupun infeksi. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah konjungtiva atau
episclera yang bermuara ke ruang subkonjungtiva.
Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi
dua, yaitu :
a. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan
Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi secara
tiba – tiba (spontan). Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh menurunnya
fungsi endotel sehingga pembuluh darah rapuh dan mudah pecah.

10
Keadaan yang dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh
adalah umur, hipertensi, arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik,
anemia, pemakaian antikoagulan dan batuk rejan (Ilyas, 2008).
Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini biasanya terjadi unilateral.
Namun pada keadaan tertentu dapat menjadi bilateral atau kambuh
kembali; untuk kasus seperti ini kemungkinan diskrasia darah
(gangguan hemolitik) harus disingkirkan terlebih dahulu (Vaughan,
2000).
b. Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami
trauma di mata langsung atau tidak langsung yang mengenai kepala
daerah orbita. Perdarahan yang terjadi kadang – kadang menutupi
perforasi jaringan bola mata yang terjadi.

2.2.6 Etiologi
a. Idiopatik, suatu penelitian oleh Parmeggiani F dkk di Universitas
Ferara Itali mengenai kaitan genetik polimorfisme faktor XIII Val34Leu
dengan terjadinya perdarahan subkonjungtiva didapatkan kesimpulan
baik homozigot maupun heterozigot faktor XIII Val34Leu merupakan
faktor predisposisi dari perdarahan subkonjungtiva spontan, alel
Leu34 diturunkan secara genetik sebagai faktor resiko perdarahan
subkonjungtiva terutama pada kasus yang sering mengalami
kekambuhan (Parmeggiani, 2013). Mutasi pada faktor XIII Val34Leu
mungkin sangat berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
episode perdarahan subkonjungtiva (Incovaia, 2013).
b. Manuver Valsalva (seperti batuk, tegang, muntah – muntah, bersin)
c. Traumatik (terpisah atau berhubungan dengan perdarahan
retrobulbar atau ruptur bola mata)
d. Hipertensi (Pitts, 2013).
e. Gangguan perdarahan (jika terjadi berulang pada pasien usia muda
tanpa adanya riwayat trauma atau infeksi), termasuk penyakit hati
atau hematologik, diabetes, SLE, parasit dan defisisensi vitamin C.

11
f. Berbagai antibiotik, obat NSAID, steroid, kontrasepsi dan vitamin A
dan D yang telah mempunyai hubungan dengan terjadinya
perdarahan subkonjungtiva, penggunaan warfarin (Leiker, 2013).
g. Sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi
pada konjungtiva.
h. Beberapa infeksi sistemik febril dapat menyebabkan perdarahan
subkonjungtiva, termasuk septikemia meningokok, demam scarlet,
demam tifoid, kolera, riketsia, malaria, dan virus (influenza, smallpox,
measles, yellow fever, sandfly fever).
i. Perdarahan subkonjungtiva telah dilaporkan merupakan akibat
emboli dari patahan tulang panjang, kompresi dada, angiografi
jantung, operasi bedah jantung.
j. Penggunaan lensa kontak, faktor resiko mayor perdarahan
subkonjungtiva yang diinduksi oleh penggunaan lensa kontak adalah
konjungtivakhalasis dan pinguecula (Mimura, 2013).
k. Konjungtivokhalasis merupakan salah satu faktor resiko yang
memainkan peranan penting pada patomekanisme terjadinya
perdarahan subkonjungtiva.

2.2.7 Diagnosis
Diagnosis dibuat secara klinis dan anamnesis tentang riwayat dapat membantu
penegakan diagnosis dan terapi lebih lanjut. Ketika ditemukan adanya trauma,
trauma dari bola mata atau orbita harus disingkirkan. Apabila perdarahan
subkonjungtiva idiopatik terjadi untuk pertama kalinya, langkah-langkah
diagnostik lebih lanjut biasanya tidak diperlukan. Dalam kejadian kekambuhan,
hipertensi arteri dan kelainan koagulasi harus disingkirkan.
Pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan memberi tetes mata
proparacaine (topikal anestesi) jika pasien tidak dapat membuka mata karena
sakit; dan curiga etiologi lain jika nyeri terasa berat atau terdapat fotofobia.
Memeriksa ketajaman visual juga diperlukan. Selanjutnya, periksa reaktivitas
pupil dan mencari apakah ada defek pupil, bila perlu, lakukan pemeriksaan
dengan slit lamp. Curigai ruptur bola mata jika perdarahan subkonjungtiva terjadi
penuh pada 360°. Jika pasien memiliki riwayat perdarahan subkonjungtiva
berulang, pertimbangkan untuk memeriksa waktu pendarahan, waktu

12
prothrombin, parsial tromboplastin, dan hitung darah lengkap dengan jumlah
trombosit, serta protein C dan S (Chern, 2002).
Pasien dengan pendarahan berulang, tes laboratorium seperti
Prothrombin Time (PT), Activated Partial Thromboplastin Time (APTT) dan hitung
darah lengkap harus diperiksa untuk menyingkirkan penyakit sistemik. Tes
laboratorium ini juga penting untuk pasien yang menggunakan obat antikoagulan
seperti heparin dan warfarin, penyakit von Willebrand's, hemofili, dan defisiensi
vitamin K. Tes laboratorium PT adalah untuk protrombin, yang merupakan
protein yang diproduksi oleh hati dan yang produksinya tergantung pada vitamin
K. PT mengevaluasi mekanisme pembekuan ekstrinsik, termasuk faktor I, II, V,
VII dan X (Graham, 2009).
Memeriksa ketajaman visual juga diperlukan, terutama pada perdarahan
subkonjungtiva traumatik. Salah satu studi mengenai perdarahan subkonjungtiva
traumatik dan hubungannya dengan luka / injuri lainnya oleh Lima dan Morales di
rumah sakit Juarez Meksiko tahun 1996 – 2000 menyimpulkan bahwa sejumlah
pasien dengan perdarahan subkonjungtiva disertai dengan trauma lainnya
(selain pada konjungtiva), ketajaman visus < 6/6 meningkat dengan adanya
kerusakan pada selain konjungtiva. Maka dari itu pemeriksaan ketajaman visus
merupakan hal yang wajib pada setiap trauma di mata sekalipun hanya didapat
perdarahan subkonjungtiva tanpa ada trauma organ mata lainnya (Graham,
2009).
Selanjutnya, periksa reaktivitas pupil dan mencari apakah ada defek
pupil, bila perlu, lakukan pemeriksaan dengan slit lamp. Curigai ruptur bola mata
jika perdarahan subkonjungtiva terjadi penuh pada 360°. Jika pasien memiliki
riwayat perdarahan subkonjungtiva berulang, pertimbangkan untuk memeriksa
waktu pendarahan, waktu prothrombin, parsial tromboplastin, dan hitung darah
lengkap dengan jumlah trombosit (Chern, 2002).

2.2.8 Diagnosis banding (Graham, 2009)


1. Konjungtivitis, hal ini dikarenakan memiliki kesamaan pada klinisnya
yaitu mata merah.
2. Konjungtivitis hemoragik akut
3. Sarcoma kaposi

2.2.9 Penatalaksanaan

13
Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan.
Pengobatan dini pada perdarahan subkonjungtiva ialah dengan kompres dingin.
Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1- 2 minggu tanpa
diobati (Ilyas, 2008).
Pada bentuk-bentuk berat yang menyebabkan kelainan dari kornea,
dapat dilakukan sayatan dari konjungtiva untuk drainase dari perdarahan.
Pemberian air mata buatan juga dapat membantu pada pasien yang simtomatis.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dicari penyebab utamanya, kemudian
terapi dilakukan sesuai dengan penyebabnya. Tetapi untuk mencegah
perdarahan yang semakin meluas beberapa dokter memberikan vasacon
(vasokonstriktor) dan multivitamin. Air mata buatan untuk iritasi ringan dan
mengobati faktor risikonya untuk mencegah risiko perdarahan berulang (Rifki,
2010).
Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata jika
ditemukan kondisi berikut ini :
1. Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan.
2. Terdapat perubahan penglihatan (pandangan kabur, ganda atau
kesulitan untuk melihat)
3. Terdapat riwayat gangguan perdarahan
4. Riwayat hipertensi
5. Riwayat trauma pada mata.
2.2.10 Komplikasi
Perdarahan subkonjungtiva akan diabsorpsi sendiri oleh tubuh dalam
waktu 1 – 2 minggu, sehingga tidak ada komplikasi serius yang terjadi. Namun
adanya perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke dokter spesialis mata
jika ditemui berbagai hal seperti yang telah disebutkan diatas (Ilyas, 2008)
Pada perdarahan subkonjungtiva yang sifatnya menetap atau berulang
(kambuhan) harus dipikirkan keadaan lain. Penelitian yang dilakukan oleh Hicks
D dan Mick A mengenai perdarahan subkonjungtiva yang menetap atau
mengalami kekambuhan didapatkan kesimpulan bahwa perdarahan
subkonjungtiva yang menetap merupakan gejala awal dari limfoma adneksa
okuler (Graham, 2009).

2.2.11 Prognosis

14
Secara umum prognosis dari perdarahan subkonjungtiva adalah baik.
Karena sifatnya yang dapat diabsorpsi sendiri oleh tubuh. Namun untuk keadaan
tertentu seperti sering mengalami kekambuhan, persisten atau disertai gangguan
pandangan maka dianjurkan untuk dievaluasi lebih lanjut lagi (Ilyas, 2008).

15
BAB III

LAPORAN KASUS

I.1. Identitas

• Nama : An. A A L
• Umur : 4 tahun 10 bulan
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Agama : Islam
• Suku : Jawa
• Pekerjaan : Belum bekerja
• Alamat : Sidomulyo, Malang

I.2. Anamnesis

I.2.1. Keluhan Utama

Kedua Mata berdarah

I.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang

(Autoanamnesa dan Heteroanamnesa)

Pasien diantar oleh kedua orang tuanya ke IGD RSSA dikeluhkan


kedua mata berdarah sejak 2 hari yang lalu. Perdarahan pada mata tetepi tidak
menetes. Awalnya perdarahan dimulai dari samping kanan dan kiri mata
kemudian melebar ke tengah mata. Menurut orang tua pasien, tidak ada keluhan
mata dari pasien semenjak matanya berdarah. Pasien hanya mengeluhkan
kedua kedua matanya seperti ada yang ‘ngganjel’ . Penglihatan kabur (-),
belekan (-), berair (+) di pagi hari saja, riwayat memakai obat mata dalam jangka
waktu yang lama (-), riwayat kaca mata (-), riwayat trauma disangkal.

16
Pasien dikeluhkan batuk lama sejak 1 minggu yang lalu. Batuk ‘ngikil’,
seperti orang tua, jika sudah batuk lama berhentinya hingga pasien seringseperti
mau muntah karena batuknya. Batuk Berdahak (-), batuk berdarah (-), selain
batuk pasien dikeluhkan sumer-sumer dan pilek sejak 1 minggu yang lalu. Orang
tua pasien kemudian membawa pasien k e dokter umum untuk mengobati
batuknya 4 hari yang lalu. oleh dokter, pasien diberikan obat puyer dan sirup,
tetapi orang tua pasien tidak tahu namanya, diminum 3x sehari sebanyak 1
sendok sirup dan 1 bungkus puyer, tetapi keluhan batuk tidak berkurang.

I.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Trauma mata (-), infeksi mata (-),operasi mata (-),


penggunaan obat obat mata (-)

I.2.4. Riwayat Penyakit Lain-Lain

Riwayat Lebam-lebam dibadan sebelumnya (-), Riwayat Kelainan


darah (-).

I.2.5. Riwayat Terapi

Pasien belum berobat untuk keluhan mata merahnya.

I.2.6. Riwayat kelahiran

Pasien lahir spontan ditolong bidan dengan berat badan lahir 3500
gram, langsung menangis. Biru (-), kuning (-), sesak (-).

I.2.7. Riwayat Tumbuh Kembang

Pasien tidak mengalami masalah tumbuh kembang

I.2.8. Riwayat Keluarga

ITP (-), Leukemia (-), kelainan darah (-), DM (-), HT (-).

I.2.9. Riwayat Kacamata

Pasien tidak menggunakan kacamata maupun lensa kontak

17
I.3. Pemeriksaan Fisik

20/30 ph 30/25 Visus 20/30 ph 20/25

Orthophoria Kedudukan Orthophoria


Gerakan Bola
Mata

Spasme (-), Edema (-) Palpebra Spasme (-), Edema (-),


Hematom palpebra inferior Hematom palpebra inferior
CI (-), PCI (-),SCH (+) Konjungtiva CI (-), PCI (-), SCH (+)
Jernih Kornea Jernih
dalam C.O.A dalam
Radline Iris Radline
Bulat, Ø 3 mm, RP (+) Pupil Bulat, Ø 3 mm, RP (+)
Jernih Lensa Jernih
n/p TIO n/p
OD OS
FR (+) Funduscopy FR (+)

18
I.4. Status Generalis

GCS 456
Tanda –Tanda Vital :
Tekanan Darah : 110/80 mmHg.
Nadi : 105x/menit
RR : 36x/menit
Temperatur Axilla : 37,5 C

I.5. Status Lokalis Mata

Gambar 3.1 Pada Pemeriksaan Fisik didapatkan kedua mata merah dan
terdapat hematom pelpebra inferior

19
Gambar 3.2 Pada kedua mata terlihat perdarahan subkonjungtiva dan
hematom palpebra inferior dengan luas perdarahan antara mata kanan
dan mata kiri sama

Gambar 3.3 pemeriksaan segmen anterior menunjukan perdarhan


subkonjungtiva

Assesment
 OD SCH Hematom Palpebra

I.6. Planning Terapi

Vasacon ED 4X1 ODS


Cendo Lyteers ED 6X1 ODS
Kompres dingin ODS
Konsul TS IKA
Kontrol Poli Mata Anak 28/11/2016

20
I.7. Catatan Perkembangan Medis

I.7.1. Catatan Perkembangan Medis

 (28 November 2016)


 Kontrol Poli Mata Anak
Keluhan : Perdarahan Meluas ketengah, nyeri (-)
Pemeriksaan Fisik : Foto klinis

Gambar 3.4 perdarahan masih terlihat dan bertambah luas pada kontrol
pertama dipoli anak 1 hari setelah pengobatan

21
Segmen Anterior

5/85 ph 5/5 Visus 5/75 ph 5/6

Orthophoria Kedudukan Orthophoria


Gerakan Bola
Mata

Spasme (-), Edema (-) Palpebra Spasme (-), Edema (-),


Hematom palpebra inferior Hematom palpebra inferior
CI (-), PCI (-),SCH (+) Konjungtiva CI (-), PCI (-), SCH (+)
Jernih Kornea Jernih
Dalam C.O.A Dalam
Radline Iris Radline
Bulat, Ø 3 mm, RP (+) Pupil Bulat, Ø 3 mm, RP (+)
Jernih Lensa Jernih
n/p TIO n/p

OD OS
FR (+) Funduscopy FR (+)

22
 Assesment : ODS SCH + Hematoma palpebra
Terapi : Vasacon ED 4X1 ODS
Cendo Lyteers ED 6X1 ODS
Konsul TS IKA untuk keluhan batuk pilek
Cek Lab (DL, LED, FH)

23
BAB IV
PEMBAHASAN

Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua


kelompok umur, namun hal ini dapat meningkat kejadiannya sesuai dengan
pertambahan umur (Graham, 2009). Pada Kasus ini, perdarahan sub konjungtiva
terjadi pada pasien anak berusia 4 tahun 10 bulan. Sesuai dengan teori
perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi pada seluruh kelompok umur.
Perdarahan subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral (90%). Teori
menurut Graham (2009), kurang sesuai, karena pada kasus ini perdarahan
subkonjungtiva terjadi pada kedua mata atau disebut juga bilateral.

Penegakan diagnosis perdarahan subkonjungtiva ditentukan dari hasil


anamnesis dan pemeriksaan mata. Keluhan utama atau gejala-gejala penderita
Dari perdarahan subkonjungtiva biasanya terdapat rasa mengganjal dan dan
jarang didapatkan nyeri (Kansky, 2007; Vaugn, 2009).
Anamnesis yang didapatkan dari pasien, dikeluhkan kedua mata
berdarah sejak 2 hari yang lalu, tetapi tidak menetes, perdarahan dimulai dari
samping kedua mata dan meluas ketengah mata. Keluhan mata lain hanya
didapatkan mata mengganjal, dan tidak didapatkan nyeri.
Perdarahan subkonjungtiva merupakan akibat dari rupturnya pembuluh
darah konjungtivalis atau episklera. Namun kadang tidak dapat ditemukan
penyebabnya (perdarahan subkonjungtiva idiopatik). Manuver Valsava
sebelumnya (misalnya, batuk, tegang, muntah-muntah, mengejan) juga bisa
menjadi penyebab perdarahan subkonjungtiva. Penyebab lain meliputi hipertensi
dan gangguan fungsi koagulasi, misalnya karena obat antikoagulan atau
penyakit leukemia. Selain itu, infeksi umum yang berhubungan dengan demam,
defisiensi vitamin C (scurvy), trauma mata tumpul atau tajam, benda asing,
pembedahan pada mata, dan konjungtivitis juga dapat menjadi kemungkinan
penyebabnya. Berbagai macam obat-obatan seperti obat antiinflamasi
nonsteroid, aspirin, kontrasepsi, vitamin A dan D juga berhubungan dengan
terjadinya perdarahan subkonjungtiva. (Kansky, 2007; Vaugn, 2009). Sehingga
perlu ditanyakan pada pasien terkait kemungkinan penyebab seperti diatas.
Pada pasien ini riwayat trauma disangkal, riwayat mengangkat benda berat

24
disangkal, riwayat hipertensi disangkal, pemakaian obat-obatan pengencer darah
disangkal, tetapi pasien dikeluhkan batuk sejak 1 minggu yang lalu. Batuk pasien
jika kambuh lama berhentinya, batuk hebat, terkadang hingga menyebabkan
pasien muntah. Pasien tidak ada riwayat operasi mata sebelumnya.

Pemeriksaan fisik Pada perdarahan subkonjungtiva antara lain


ketajaman visual, reaktivitas pupil dan mencari apakah ada defek pupil, bila
perlu, lakukan pemeriksaan dengan slit lamp. (Kansky, 2007; Vaugn, 2009).
Pada kasus ini, pemeriksaan didapatkan visus pasien menurun, yaitu 5/85
dengan pinhole menjadi 5/5 untuk mata kanan, dan 5/75 dengan pinhole menjadi
5/6. Pada pemeriksaan segmen anterior didapatkan hematoma pada palpebra
inferior dan perdarahan pada subkonjungtiva. Pada pemeriksaan funduskopi
dalam batas normal.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada perdarahan


subkonjungtiva antara lain waktu pendarahan, waktu prothrombin, parsial
tromboplastin, dan hitung darah lengkap dengan jumlah trombosit, serta protein
C dan S. Pasien dengan pendarahan berulang, tes laboratorium seperti
Prothrombin Time (PT), Activated Partial Thromboplastin Time (APTT) dan hitung
darah lengkap harus diperiksa untuk menyingkirkan penyakit sistemik. Tes
laboratorium ini juga penting untuk pasien yang menggunakan obat antikoagulan
seperti heparin dan warfarin, penyakit von Willebrand's, hemofili, dan defisiensi
vitamin K. Tes laboratorium PT adalah untuk protrombin, yang merupakan
protein yang diproduksi oleh hati dan yang produksinya tergantung pada vitamin
K. PT mengevaluasi mekanisme pembekuan ekstrinsik, termasuk faktor I, II, V,
VII dan X. (Kansky, 2007; Vaugn, 2009). Pada pasien ini direncankan
pemeriksaan DL, LED, FH untuk mengetahui kemungkinan penyebab dari
perdarahan subkonjungtiva yang dialami pasien.

Berdasarkan Anamnesis, Pemeriksaan fisik serta pemeriksaan


penunjang, keluhan pasien ini sesuai dengan gambaran perdarahan
subkonjungtiva dan untuk etiologinya masih dilakukan observasi.

Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan,


karena darah akan terabsrorbsi dengan baik selama 3-4 minggu. Pada bentuk-

25
bentuk berat yang menyebabkan kelainan dari kornea, dapat dilakukan sayatan
dari konjungtiva untuk drainase dari perdarahan. Pemberian air mata buatan juga
dapat membantu pada pasien yang simtomatis selain itu untuk iritasi ringan.
Dapat juga diberikan vasokonstriktor.
Prinsip pengobatan dari perdarahan subkonjungtva adalah dicari
penyebab utamanya, kemudian terapi dilakukan sesuai dengan
penyebabnya.Pada pasien ini untuk mencari penyebabnya dlakukan
pemeriksaan darah lengkap, Laju endap darah dan Faal Homeostasis, serta
pasien dikonsulkan ke TS IKA mengenai keluhan batuk yang diderita pasien
sejak 1 minggu yang lalu untuk mengetahui apakah kemungkinan penyebab dari
perdarahan adalah batuk dan untuk mengobati keluhan batuk pasien. Untuk
medikamentosa yang diberikan adalah Vasacon ED 6X1 ODS yaitu berupa
dekongestan yang berfungsi mengurangi kepekaan terhadap cahaya sehingga
akan mengurangi nyeri, agar dapat mempercepat penyembuhan. Cendo Lyteers
ED6X1 ODS yaitu air mata buatan, dan diberikan KIE untuk tidak mengucek
mata, dan menyentuh lokasi perdarahan.
Prognosis pada umumnya bonam, namun hal ini tergantung dari
penyebab, kondisi pasien, ada/tidaknya komplikasi, serta pengobatannya. (PPK,
2014) . Pada pasien ini prognosis yang ada dubia ad bonam karena masih
tergantung dari penyebab dari perdarahan yang masih dilcari penyebabnya,
serta kepatuhan pasien untuk menghindari komplikasi seperti mengucek-ucek
mata agar tidak terjadi iritasi pada mata.

26
BAB V
KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien anak laki-laki berusia 4tahun 10 bulan dengan


keluhan kedua mata berdarah sejak 2 hari yang lalu dan ada rasa mengganjal.
Pasien mengeluhkan hal tersebut tanpa diawali dengan riwayat trauma. Keluhan
lain yang dirasakan pasien adalah batuk batuk, demam, dan pilek sejak 1
minggu sebelum terjadinya perdarahan mata. Pasien tidak memiliki riwayat
sering lebam-lebam sebelumnya maupun ada kelainan darah, serta tidak ada
riwayat dikeluarga hal yang serupa. Pasien belum berobat untuk keluhan ini. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan visus ODS 20/30 ph 30/25, segmen anterior
didapatkan hematom palpebra inferior pada kedua mata dan perdarahan
subkonjungtiva. Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik pasien
didiagnosa dengan ODS Subconjungtica hemmorhage, dan untuk etiologi masih
dilakukan observasi dan pemeriksaan lebih lanjut. Penatalaksanaan pada pasien,
adalah menangani penyebab perdarahan dan melakukan observasi pada
perdarahan.Pengobatan suportif seperti Vascon dan Cendo Lyteers diberikan
untuk mengurangi nyeri dan mempercepat penyembuhan,dikarenakan
perdarahan yang terjadi dapat diabsorbsi oleh tubuh sendiri. KIE diberikan pada
keluarga mengenai penyakit , kemungkinan penyebab , rencana penanganan,
dan hal- hal yang harus dihindari untuk mencegah komplikasi.

27
DAFTAR PUSTAKA

American Academy. 2009. Subconjunctival Haemorrhages. Amerika Chern, K. C.


Emergency Ophthalmology: A Rapid Treatment Guide. 1st ed. 2002. McGraw-
Hill, Massachusetts.

Graham, R. K. Subconjuntival Hemorrhage. 1st Edition. 2009. Medscape’s


Continually Updated Clinical Reference. Diakses tanggal 28 November 2016, dari
http://emedicine.medscape.com/article/1192122-overview

Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. 2008. FK UI. Jakarta

Incorvaia C et all. Recurrent episodes of spontaneous subconjunctival


hemorrhage in patients with factor XIII Val34Leu mutation. Ferrara, Itali. Diakses
pada tanggal 28 November 2016, dari http//pubmed.com/ac12/ Recurrent
episodes of spontaneous subconjunctival hemorrhage in patients with factor XIII
Val34Leu mutation/9372

Kaimbo D, Kaimbo Wa. Epidemiology of traumatic and spontaneous


subconjunctival haemorrhages in Congo. Congo. 2008. Diakses pada tanggal 28
November 2016, dari http//pubmed.com/ Epidemiology of traumatic and
spontaneous subconjunctival haemorrhages in Congo/943iure

Leiker LL, Mehta BH, Pruchnicki MC, Rodis JL. Risk factors and
complications of subconjunctival hemorrhages in patients taking warfarin.
Kansan. USA. Diakses pada tanggal 28 November 2016, dari http//pubmed.com/
Risk factors and complications of subconjunctival hemorrhages in patients taking
warfarin/3i2r43

Mansjoer, Arif, Kuspuji Triyanti et al. 2005. Kapita Selekta Kedokteran


edisi ketiga. Jakarta: Media Aesculapius
Mimura T, Yamagami S et all. Contanc lens-Induced Subconjuntival
Hemorrhage. 2010. Tokyo, japan. Diakses pada tanggal 28 November 2016, dari
http//pubmed.com

28
Parmeggiani F et all. Prevalence of factor XIII Val34Leu polymorphism in
patients affected by spontaneous subconjunctival hemorrhage. Ferrara, Itali.
Diakses pada tanggal 28 November 2016, dari http//pubmed.com/Prevalence of
factor XIII Val34Leu polymorphism in patients affected by spontaneous
subconjunctival hemorrhage/42u3-upr2

Pitts JF, Jardine AG, Murray SB, Barker NH. Spontaneous


subconjunctival haemorrhage--a sign of hypertension?. Western Infirmary,
Glasgow. Diakses pada tanggal 28 November 2016, dari
http//pubmed.com/aihds. Spontaneous subconjunctival haemorrhage--a sign of
hypertension?.id

Rifki, M. 2010. Perdarahan Subkonjungtiva. Jakarta Diakses pada tanggal


28 November 2016/www.medicastore/ Perdarahan Subkonjungtiva.3ii04308azs

Stolp W, Kamin W, Liedtke M, Borgmann H. [Eye diseases and control of


labor. Studies of changes in the eye in labor exemplified by subconjunctival
hemorrhage (hyposphagmas)] . Johanniter-Krankenhauses Bonn. Jerman.
Diakses pada tanggal 28 November 2016

Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum,2000. Widia Meka. Jakarta

Bruce, Chris, dan Anthony. 2006. Lecture Notes : Oftalmologi. Edisi 9.


Jakarta : Penerbit Erlangga.

29

Anda mungkin juga menyukai