PENDAHULUAN
1
Makalah ini diharapkan bermanfaat bagi:
a. Penyusun, sebagai wahana penambah pengetahuan dan konsep keilmuan tentang
perubahan sistem perkemihan pada waktu masa nifas
b. Pembaca, sebagai media informasi tentang perubahan sistem perkemihan pada waktu
masa nifas baik secara teoritis maupun secara praktis.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
3
Merupakan masa pemulihan yang dalam hal ini bu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan
– jalan. Dalam agama islam dianggap bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
2.2.2 Puerperium intermedial
Merupakan masa kepulihan menyeluruh alat – alat genetalia yang lamanya sekitar 6 – 8
minggu.
2.2.3 Remote puerperium
Merupakan masa yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila selam hamil
atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat
berlangsung selama berminggu – minggu, bulanan dan bahkan tahunan.
4
Sesudah 12 hari uterus tidak dapat diraba lagi diatas simfisis. Bagian bekas implantasi
plasenta merupakan suatu luka yang kasar dan menonjol ke dalam kavum uteri, segera
setelah persalinan. Penonjolan tersebut, dengan diameter kurang lebih 7,5 cm, sering
disangka sebagai suatu bagian plasenta yang tertinggal.
Sesudah 2 minggu diameternya menjadi 3,5 cm dan pada 6 minggu telah mencapai 2,4
cm.
5
2) Lochea sanguinolenta
Pada hari ke 4 sampai ke 7 keluar cairan berwarna merah kecoklatan berisi darah dan
lendir,
3) Lochea serosa
Pada hari ke 7 sampai ke 14 cairan yang keluar berwarna kuning kecoklatan, cairan ini
tidak berdarah lagi. Karena mangandung serum, leukosit atau laserasi plasenta.
4) Lochea alba
Setelah 2 minggu, lokea hanya merupakan cairan putih yang disebut dengan lokia alba.
Lokia ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lender serviks, dan serabut
jaringan yang mati. Mempunyai bau yang khas, tidak seperti bau menstruasi. Bau ini
lebih terasa tercium pada lokia serosa, bau ini juga akan semakin lebih keras jika
bercampur dengan keringat dan harus cermat membedakannya dengan bau busuk yang
menandakan adanya infeksi.
2.3.1.4 Endometrium
Perubahan pada endometrium adalah trombosis, degenerasi, dan nekrosis ditempat
implantasi plasenta. Pada hari pertama tebal endometrium 2,5 mm, mempunyai permukaan yang
kasar akibat pelepasan desidua, dan selaput janin. Setelah tiga hari mulai rata, sehingga tidak ada
pembentukan jaringan parut pada bekas implantasi plasenta (Saleha, 2009).
2.3.1.5 Serviks
Perubahan yang terjadi pada servik ialah bentuk servik agak mengangah seperti corong, segera
setelah bayi lahir. Bentuk ini disebabkan oleh corpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi,
sedangkan servik tidak berkontraksi sehingga seolah - olah pada perbatasan antara korvus dan
servik berbentuk semacam cincin (Sulistyawati, 2009) . Serviks berwana kehitam – hitaman
karena penuh dengan pembuluh darah. Konsistensinys lunk, kadang – kadang terdapat laserasi
atau perlukaan kecil. Karena robekan kecil yang terjadi selama berdilatasi maka serviks tidak
akan pernah kembali lagi ke keadaan sebelum hamil. Muara serviks yang berdilatasi sampai 10
cm sewaktu persalnan akan menutup secar perlahan dan bertaha. Setelah bayi lahir, tangan dapat
masuk ke dalam rongga rahim. Setelah 2 jam hanya dapat dimasuki 2 - 3 jari. Pada minggu ke –
6 post partum serviks sudah menuutup kembali.
2.3.1.6 Vulva dan vagina
Perubahan pada vulva dan vagina adalah :
6
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama
proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut,
kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur.
Setelah 3 minggu rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali
sementara labia menjadi lebih menonjol.
2.3.1.7 Perineum
Perubahan yang terjadi pada perineum adalah :
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh
tekanan kepala bayi yang bergerak maju.
Pada masa nifas hari ke 5, tonus otot perineum sudah kembali seperti keadaan sebelum
hamil, walaupun tetap lebih kendur dari pada kedaan sebelum melahirkan. Untuk
mengembalikan tonus otot perineum, maka pada masa nifas perlu dilakukan senam
kegel.
7
2.3.4 Perubahan sistem muskuloskeletal
Otot - otot uterus berkontraksi segera setelah partus. Pembuluh - pembuluh darah yang
berada diantara anyaman otot - otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan
pendarahan setelah plasenta dilahirkan. Ligamen - ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang
meregang pada waktu persalinan, secara berangsur - angsur menjadi ciut dan pulih kembali
sehingga tak jarang uterus jatuh kebelakang dan menjadi retropleksi karena ligamentum
rotundum menjadi kendor. Tidak jarang pula wanita mengeluh kandungannya turun setelah
melahirkan karena ligamen, fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi kendor. Stabilisasi
secara sempurna terjadi pada 6 - 8 minggu setelah persalinan (Sulistyawati, 2009).
8
2.3.6 Sistem Endokrin
1. Hormon plasenta
Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. Human chorionic
gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam
hingga hari ke 7 postpartum dan sebagai omset pemenuhan mammae pada hari ke 3
postpatum.
2. Hormon pituitary
Prolaktin darah akan meningkat dengn cepat. Pada wanitabyang tidak menyusui,
prolaktin menurun dalm waktu 2 minggu. FSH dan LH akan meningkat pad fase
konsentrasi folikuler ( mingu ke – 3 ) dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.
3. Hypotalamik pituitary ovarium
Lamanya seorang wanita mendapatkan menstruasi juga dipengaruhi oleh factor
menyusui. Sering kali menstruasi pertama ini bersifat anovulasi karena rendahnya kadar
estrogen dan progesteron.
4. Kadar estrogen
Setelah persalinan, terjadi penurunan pada hormon estrogen yang bermakna sehingga
aktivitas prolaktin yang juga sedang meningkatkan dapat mempengaruhi kelenjar mamae
dalam menghasilkan ASI.
9
diakibatkan oleh imobilitas ralatif segara pada masa nifas. Terdapat sedikit peningkatan resiko
trombosis vena profunda dan embulus.
10
hari. Sebaiknya ibu nifas jangan mengurangi kebutuhan kalori, karena akan mengganggu
proses metabolisme tubuh dan menyebabkan ASI rusak.Makan dengan diet gizi seimbang
untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral
2) Minum sedikitnya 3 liter setiap hari
3) Mengkonsumsi tablet besi selama 40 hari post partum
4) Mengkonsumsi vitamin A 200.000 intra unit. Pemberian 1 kapsul vitamin A 200.000 SI
warna merah pada ibu nifas hanya cukup untuk meningkatkan kandungan vitamin A
dalam ASI selama 60 hari. Pemberian 2 kapsul vitamin A 200.000 SI warna merah di
harapkan dapat menambah kandungan vitamin A dalam ASI sampai bayi usia 6 bulan.
Pemberian kapsul vitamin A 200.000IU sebanyak dua kali,pertama segera setelah
melahirkan, kedua di berikan setelah 24 jam pemberian kapsul vitamin A pertama
5) Kebutuhan protein yang dibutuhkan adalah 3 porsi per hari. Satu protein setara dengan
tiga gelas susu, dua butir telur, lima putih telur, 120 gram keju, 1 ¾ gelas yoghurt, 120-
140 gram ikan/daging/unggas, 200-240 gram tahu atau 5-6 sendok selai kacang.
6) Kalsium dan vitamin D berguna untuk pembentukan tulang dan gigi. Kebutuhan kalsium
dan vitamin D didapat dari minum susu rendah kalori atau berjemur di pagi hari.
Konsumsi kalsium pada masa menyusui meningkat menjadi 5 porsi per hari. Satu setara
dengan 50-60 gram keju, satu cangkir susu krim, 160 gram ikan salmon, 120 gram ikan
sarden, atau 280 gram tahu kalsium.
7) Magnesium dibutuhkan sel tubuh untuk membantu gerak otot, fungsi syaraf dan
memperkuat tulang. Kebutuhan megnesium didapat pada gandum dan kacang-kacangan.
8) Sayuran hijau dan buah kebutuhan yang diperlukan sedikitnya tiga porsi sehari. satu porsi
setara dengan 1/8 semangka, 1/4 mangga, ¾ cangkir brokoli, ½ wortel, ¼-1/2 cangkir
sayuran hijau yang telah dimasak, satu tomat.
9) Karbohidrat kompleks selama menyusui, kebutuhan karbohidrat kompleks diperlukan
enam porsi per hari. Satu porsi setara dengan ½ cangkir nasi, ¼ cangkir jagung pipil, satu
porsi sereal atau oat, satu iris roti dari bijian utuh, ½ kue muffin dari bijian utuh, 2-6
biskuit kering atau crackers, ½ cangkir kacang-kacangan, 2/3 cangkir kacang koro, atau
40 gram mi/pasta dari bijian utuh
10) Lemak rata-rata kebutuhan lemak dewasa adalah 41/2 porsi lemak (14 gram perporsi)
perharinya. Satu porsi lemak sama dengan 80 gram keju, tiga sendok makan kacang tanah
11
atau kenari, empat sendok makan krim, secangkir es krim, ½ buah alpukat, dua sendok
makan selai kacang, 120-140 gram daging tanpa lemak, sembilan kentang goreng, dua
iris cake, satu sendok makan mayones atau mentega, atau dua sendok makan saus salad.
11) Garam selama periode nifas, hindari konsumsi garam berlebihan. Hindari makanan asin
seperti kacang asin, keripik kentang atau acar.
12) Konsumsi cairan sebanyak 8 gelas per hari. Minum sedikitnya 3 liter tiap hari. Kebutuhan
akan cairan diperoleh dari air putih, sari buah, susu dan sup.
13) Kebutuhan vitamin selama menyusui sangat dibutuhkan. Vitamin yang diperlukan antara
lain:
a) Vitamin A yang berguna bagi kesehatan kulit, kelenjar serta mata. Vitamin A terdapat
dalam telur, hati dan keju. Jumlah yang dibutuhkan adalah 1,300 mcg.
b) Vitamin B6 membantu penyerapan protein dan meningkatkan fungsi syaraf. Asupan
vitamin B6 sebanyak 2,0 mg per hari. Vitamin B6 dapat ditemui di daging, hati, padi-
padian, kacang polong dan kentang.
c) Vitamin E berfungsi sebagai antioksidan, meningkatkan stamina dan daya tahan tubuh.
Terdapat dalam makanan berserat, kacang-kacangan, minyak nabati dan gandum.
14) Zinc (Seng) berfungsi untuk kekebalan tubuh, penyembuhan luka dan pertumbuhan.
Kebutuhan Zinc didapat dalam daging, telur dan gandum. Enzim dalam pencernaan dan
metabolisme memerlukan seng. Kebutuhan seng setiap hari sekitar 12 mg. Sumber seng
terdapat pada seafood, hati dan daging.
15) DHA penting untuk untuk perkembangan daya lihat dan mental bayi. Asupan DHA
berpengaruh langsung pada kandungan dalam ASI. Sumber DHA ada pada telur, otak,
hati dan ikan.
12
Mobilisasi dini mempunyai beberapa keuntungan yaitu :
Dapat melancarkan pengeluaran lochea
Mengurangi infeksi post partum
Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan
Meningkatkan kelancaran peredaran darah
Mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme
Sedangkan kerugian apabila tidak melakukan mobilisasi dini adalah :
Dapat menyebabkan aliran darah tersumbat
Dapat menyebabkan pemulihan kondisi akan lebih
Dapat menyebabkan infeksi
Dapat menyebabkan perdarahan
Tahap mobilisasi
1. Rentang gerak pasif
2. Rentang gerak aktif
3. Rentang gerak fungsional
• Miring ke kiri-kanan
• Menggerakkan kaki
• Duduk
• Berdiri atau turun dari tempat tidur
• Ke kamar mandi
2.5.3 Eliminasi
Ibu akan sulit untuk buang air kecil dalam 24 jam pertama. Akan terjadi spasme yang
berakibat oedem. Ureter akan kembali berdilatasi normal dalam 6 minggu. Kandung kemih
dalam masa nifas menjadi kurang sensitive. Ibu harus dapat berkemih dalam 6-8 jam setelah
persalinan.
13
pada ibu. Beberapa langkah penting dalam perawatan kebersihan diri ibu post partum, antara
lain:
1. Menjaga kebersihan seluruh tubuh untuk mencegah infeksi dan alergi kulit pada bayi.
2. Membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air dari arah depan (vulva) ke belakang
(anus).
3. Keringkan bibir vagina dengan handuk lembut, lalu ganti pembalut setelah BAB/BAK
minimal 2X sehari atau 3 jam sekali jika merasa tidak nyaman.
4. Mencuci tangan dengan sabun dan air setiap kali selesai membersihkan daerah
kemaluan.
5. Jika mempunyai luka episiotomy, hindari untuk menyentuh daerah luka.
2.5.5 Istirahat
Selama satu atau dua malam yang pertama, ibu yang baru mungkin memerlukan obat
tidur yang ringan. Setelah hari kedua postnatal, pemberian obat tidur pada malam hari biasanya
sudah tidak dibutuhkan lagi dan tidak dianjurkan jika ibu ingin menyusui bayinya pada malam
hari. Ibu harus dibantu agar dapat beristirahat lebih dingin dan tidak diganggu tanpa alasan.
Segera setelah melahirkan. 3 hari pertama dapat merupakan hari yang sulit bagi ibu akibat
penumpukan kelelahan karena persalinan dan kesulitan beristirahat karena perineum. Bidan
harus menyampaikan kepada pasien dan keluarga bahwa untuk kembali beraktifias harus
dilakukan secara perlahan dan bertahap. Pasien perlu diingatkan untuk selalu tidur siang atau
beristirahat selagi bayinya tidur. Kebutuhan istirahat bagi ibu menyusui minimal 8 jam sehari .
Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal:
Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi
Memperlambat proses involusio uterus dan meningkatkan perdarahan
Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri.
2.5.6 Seksual
Secara fisik aman begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu dua
jarinya kedalam vagina tanpa rasa nyeri, maka aman untuk melakukan hubungan seksual kapan
saja ibu siap. Banyak budaya yg mengatakan jika pada waktu 40 hari atau 6 minggu setelah
persalinan, keputusan ini tergantung kepada kesiapan ibu.
14
2.5.7 Latihan/Senam Nifas
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai
sampai alat-alat kaandungan kembali seperti pra-hamil, masa nifas ini yaitu 6 minggu (Mochtar,
1998:122). Senam nifas adalah latihan gerak yang dilakukan secepat mungkin setelah
melahirkan, supaya otot-otot yang mengalami peregangan selama kehamilan dan persalinan
dapat kembali kepada kondisi normal seperti semula(Ervinasby,2008). Sebelum memulai
bimbingan cara senam nifas, sebaiknya bidan mendiskusikan terlebih dahulu dengan pasien
mengenai pentingnya otot perut dan panggul untuk kembali normal. Dengan kembalinya
kekuatan otot perut dan panggul, akan mengurangi keluhan sakit punggungyang biasanya
dialami ibu nifas. Latihan tertentu beberap menit setiap hari akan sangat membantuuntuk
mngencangkan otot bagan perut.
15
Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup.
Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi.
Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
2.6.4 Kunjungan IV : Asuhan 6 minggu setelah persalinan
Menanyakan kepada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia alami.
Memberi konseling untuk KB secara dini, imunisasi, senam nifas, dan tanda-tanda
bahaya yang dialami ibu dan bayi.
16
Adalah hilangnya fungsi ginjal. Hal ini mengakibatkan terjadinya retensi garam, air, zat
buangan nitrogen (urea dan kreatini) dan penurunan drastic volume urine (oliguria). Melalui
pengobatan terhadap kondisi penyebab gagal ginjal, maka proknosisnya membaik. Gagal ginjal
yang tidak diobati dapat menyebabkan penghentian total gagal ginjal dan kematian.
2.7.5.1 Gagal ginjal akut, terjadi secara tiba – tiba dan biasanya berhasil diobati.
Penyakit ini ditandai dengan oliguria mendadak yang diikuti dengan
penghentian produksi urine (anuria) secara total. Hal ini disebabkan oleh
penurunan aliran darah ke ginjal akibat trauma atau cidera,
glomerulonephritis akut, himoragi, tranfusi darah yang tidak cocok atau
dehidrasi berat.
2.7.5.2 Gagal ginjal kronik, adalah kondisi progesif parah karena penyakit yang
mengakibatkan kerusakan parenkim ginjal, seperti glomeluronefritis
krokik atau pieloneftritis, trauma, atau diabetes nefropati (penyakit ginjal
akibat diabetes melitus ). Penyakit ini diobati melalui hemodialysis
(“ginjal buatan” atau transplantasi ginjal).
17
2.8.2 Etiologi
Secara umum, retensio urine post partum dapat disebabkan oleh trauma intra partum,
reflek kejang sfingter uretra, hipotonia selama hamil dan nifas, ibu dalam posisi tidur terlentang,
peradangan, psikogenik dan umur yang tua (Winkjosastro, 2007).
2.8.3 Patofisiologi
Kegagalan pengosongan kandung kemih disebabkan oleh karena menurunnya
kontraktilitas kandung kemih, meningkatnya tahanan keluar, atau keduanya. Kontraktilitas otot
kandung kemih dihasilkan karena adanya perubahan sementara atau permanen mekanisme
neuomuskular yang diperlukan untuk menimbulkan dan mempertahankan kontraksi detrusor
normal atau bisa karena mekanisme refleks sekunder terhadap rangsang nyeri khususnya di area
pelvis dan perineum. Penyebab non neurogenik termasuk kerusakan fungsi otot kandung kemih
yang bisa disebabkan karena peregangan berlebih, infeksi atau fibrosis.
Pada keadaan post partum, kapasitas kandung kemih meningkat, tonus menurun, kurang
sensitif terhadap tekanan intra vesikal, serta cepatnya pengisian kandung kemih karena
penggunaan oksitosin yang anti diuretik, menyebabkan peregangan kandung kemih secara
berlebihan. Kapasitas kandung kemih bertahan sekitar 200 cc.
Retensio urine post partum dapat terjadi akibat edema periurethra, laserari obstetrik, atau
desensitifitas vesika urinaria oleh anestesi epidural. Pada persalinan dengan tindakan bedah
obstetri sering di jumpai retensio urine post partum. Luka pada daerah perineum yang luas,
hematoma, trauma saluran kemih bagian bawah, dan rasa sakit akan mengakibatkan retensio uri.
Rasa nyeri yang hebat pada perlukaan jalan lahir akan mengakibatkan otot dasar panggul
mengadakan kontraksi juga sfingter uretra eksterna sehingga pasien tidak sadar menahan proses
berkemih.
Edema uretra dan trigonum yang disertai ekstravasasi darah di sub mukosa dinding
kandung kemih menyebabkan retensio urine. Hal ini bisa disebabkan karena penekanan kepala
janin pada dasar panggul terutama partus kala II yang terlalu lama. Lama persalinan lebih dari
atau sama dengan 800 menit berhubungan dengan retensio urine post partum. Hal lain yang
menjadi penyebab edema uretra dan trigonom adalah trauma kateteritasi yang berulang-ulang
dan kasar, dan infeksi saluran kemih yang akan menimbulkan kontraksi otot detrusor yang tidak
18
adekuat. Pemakaian anastesi dan analgesik pada persalinan seksio sesaria dapat menyebabkan
terganggunya kontrol persyarafan kandung kemih dan uretra.
2.8.4 Diagnosa
Diagnosa retensio post partum umumnya mudah ditegakkan dari anamnesis. Sesuai
dengan definisinya yaitu ketidak mampuan berkemih secara spontan dalam 24 jam post partum
dengan atau tanpa rasa nyeri di suprasimpisis atau keinginan berkemih dengan atau tanpa disertai
kegelisaan tapi tidak dapat berkemih secara sepontan sehingga memerlukan upaya untuk
mengatasi gangguan.
Pemeriksaan klinik pada pasien dengan retensio urin akan memberikan informasi adanya
massa yang keras atau tidak keras pada sekitar pelvis dengan perkusi yang pekak. Vesika
urinaria mungkin dapat teraba transabdominal jika isinya berkisar antara 150-300 cc.
Pemeriksaan bimanual biasanya dapat meraba vesika urinaria bila terisi lebih dari 200 cc.
Pemeriksaan spesimen urin porsi tengah dilakukan secara mikroskopik, kultur dan
sensitifitas, mengingat infeksi traktus urinarius dapat mengakibatkan retensio urine akut. Infeksi
traktus urinarius yang berulang dapat merupakan komplikasi dari gangguan miksi yang lama dan
merupakan salah satu indikasi untuk melakukan manajemen aktif guna menghindari kerusakan
lebih lanjut pada traktus urinarius bagian atas.
Residu urin adalah sisa volume urin dalam kandung kemih setelah penderita berkemih
setelah penderita berkemih spontan. Pada pasien post partum spontan dan seksio sesarea, setelah
kateter di lepas, bila setelah 4 jam tidak dapat berkemih spontan, dilakukan pengukuran volume
residu urin, retensio urin terjadi bila volume residu > 200 cc.
2.8.5 Penatalaksanaan
Terapi yang tepat untuk pasien dengan retensio urine akut tidak hanya untuk mengurangi
gejala tetapi juga untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada fungsi vesika urinaria. Peregangan
yang berlebihan pada vesika urinaria dapat menyebabkan dilatasi dari traktus urogenitalia bagian
atas yang selanjutnya dapat mempengaruhi fungsi ginjal. Karena itu tujuan utama kasus ini
adalah membuat drainase vesika urinaria. Tindakan drainase mungkin dapat diawali dengan
pemasangan kateter transurethral. Kateter harus ditinggalkan sampai pasien bisa buang air kecil
spontan. Pada beberapa pasien dengan retensio urine akut mungkin hanya membutuhkan
19
pemasangan kateter satu kali, tetapi pada pasien lain (khususnya post operasi) membutuhkan
pemasangan kateter dalam jangka waktu yang lama.
Untuk menghilangkan gejala overdistensi vesika urinaria biasanya kateter dipasang dan
ditinggal selama paling sedikit 24 jam untuk mengosongkan vesika urinaria. Jika kateter sudah
dilepas harus segera di nilai apakah pasien sudah buang air kecil secara spontan. Bila pasien
tidak bisa buang air kecil secara spontan setelah 4 jam, kateter harus dipasang kembali dan
volume residu urin harus di ukur. Apabila volume residu urin > 200 cc atau 100 cc pada post
operasi ginekologi, kateter harus di pasang kembali.
Pada retensio urine digunakan obat-obatan yang dapat meningkatkan kontraksi kandung
kemih dan yang menurunkan resistensi uretra.
2.8.5.1 Obat yang kerjanya di sistem saraf parasimpatis
Biasanya digunakan obat kolinergik, yaitu obat-obatan yang kerjanya menyerupai
asetilkolin. Asetilkolin sendiri tidak digunakan dalam klinik mengingat efeknya
difus/non spesifik dan sangat cepat di metabolisir sehingga efeknya sangat pendek.
Obat kolinergik bekerja di ganglion atau di organ akhir (end organ) tetapi lebih
banyak di sinaps organ akhir, yaitu yang disebut dengan efek muskarinik. Obat–
obatan tersebut antara lain : betenekhol, karbakhol, metakholin dan furtretonium.
2.8.5.2 Obat yang bekerja pada sistem saraf simpatis
Obat yang menghambat (antagonis) reseptor ẞ diperlukan untuk menimbulkan
kontraksi kandung kemih, sedangkan obat antagonis α di pergunakan untuk
menimbulkan relaksasi uretra. Yang telah digunakan secara klinis adalah antagonis
α, yaitu fenoksibemzamin. Penghambat reseptor ẞ belum tersedia penggunaannya
dalam klinik.
2.8.5.3 Obat yang bekerja langsung pada otot polos
Beberapa obat yang telah di coba adalah : barium klorida, histamin, ergotamin dan
polipeptida aktif, akan tetapi belum dapat digunakan secara klinis karena efeknya
tidak spesifik.
Prostagladin telah terbukti dapat mempengaruhi kerja otot-otot detrusor. Desmond
menyatakan bahwa pengaruh prostaglandin terhadap kandung kemih adalah
meningkatkan sensitifitas kandung kemih, meningkatkan tonus dan kontraktilitas otot
20
detrusor, dan juga dapat dipergunakan untuk mengembalikan otot-otot ini jika
terganggu kemampuannya dalam menanggapi stimulusi berkemih normal.
Selama pemasanggan kateter menetap ini pasien disuruh minum banyak kurang dari
3000 ml selama 24 jam, mobilisasi dan di periksa urinalisis. Selanjutnya di lakukan
kateter buka tutup tiap 4 jam kecuali jika ada perasaan Pasien ingin berkemih kateter
dibuka. Apabila tidak ada rasa ingin berkemih selama 6 jam maka keteter di buka
dan di ukur volumenya. Proses buka tutup kateter ini dilakukan selama 24 jam dan
pasien tetap minum banyak berkisar 3000 ml/24 jam. Setelah itu kateter di lepas dan
pasien minum biasa 50-100 ml/jam. Diharapkan dalam waktu 6 jam pasien dapat
berkemih spontan. Bila tidak bisa pasien dikateter intemitten untuk mengetahui
volume urin sisa. Bila volume urin sisa kurang dari 200 ml pasien boleh pulang.
Tetapi apabila volume urin sisa lebih dari 200 ml dan kurang dari 500 ml maka
dilakukan katetrisasi intermitten pasien disuruh minum biasa (50-100 ml/jam)
(Winkjosastro, 2007).
21
Sedangkan umur lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi perdarahan
dalam masa nifas.
Agama
Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk membimbing atau
mengarahkan pasien dalam berdoa.
Pendidikan
Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui sejauh mana
tingkat intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai
dengan pendidikannya.
Suku/bangsa
Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari.
Pekerjaan
Gunanya untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonominya, karena
ini juga mempengaruhi dalam gizi pasien tersebut.
Alamat
Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila diperlukan.
2. Keluhan Utama
Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan masa nifas,
misalnya pasien merasa mules, sakit pada jalan lahir karena adanya jahitan pada
perineum.
3. Riwayat Kesehatan
22
Data-data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang
diderita pada saat ini yang ada hubungannya dengan nifas dan bayinya.
7. Riwayat Perkawinan
Yang perlu dikaji adalah berapa kali menika, status menikah syah atau tidak,
karena bila melahirkan tanpa status yang jelas akan berkaitan dengan
psikologisnya sehingga akan mempengaruhi proses nifas.
8. Riwayat Obstetrik
11.Riwayat KB
Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan kontrasepsi jenis apa,
berapa lama, adakah keluhan selama menggunakan kontrasepsi serta rencana KB
setelah masa nifas ini dan beralih ke kontrasepsi apa.
23
12.Kehidupan Sosial Budaya
Untuk mengetahui pasien dan keluarga yang menganut adat istiadat yang akan
menguntungkan atau merugikan pasien khususnya pada masa nifas misalnya pada
kebiasaan pantang makan.
24
e) Aktivitas
Menggambarkan pola aktifitas pasien sehari-hari. Pada pola ini perlu dikaji
pengaruh aktifitas terhadap kesehatannya.
2) Data Obyektif
Dalam menghadapi masa nifas dari seorang klien, seorang bidan harus
mengumpulkan data untuk memastikan bahwa keadaan klien dalam keadaan
stabil. Yang termasuk dalam komponen-komponen pengkajian data obyektif ini
adalah ;
1. Vital sign
Ditujukan untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan kondisi yang
dialaminya.
Temperatur/suhu
Peningkatan suhu badan pada 24 jam pertama masa nifas pada umumnya
disebabkan oleh dehidrasi, yang disebabkan oleh keluarnya cairan pada waktu
melahirkan dll. Tetapi pada umunya setelah 12 jam postpartum suhu tubuh
kembali normal. Kenaikan suhu yang mencapai >380C adalah mengarah ke
tanda-tanda infeksi.
Nadi dan pernafasan
Nadi berkisar antara 60-80x/menit. Denyut nadi diatas 100x/menit pada masa
nifas adalah mengindikasikan adanya suatu infeksi, hal ini salah satunya bisa
diakibatkan proses persalinan sulit atau karena kehilangan darah yang
berlebihan. Jika takikardia tidak disertai panas kemungkinan disebabkan karena
adanya vitium kordis. Beberapa ibu postpartum kadang-kadang mengalami
bradikardi puerperal, yang denyut nadinya mencapai serendah-rendahnya 40-
50x/menit, beberapa alasan telah diberikan sebagai penyebab yang mungkin,
tetapi belum ada penelitian yang membuktikan bahwa hal itu adalah suatu
kelainan. Pernafasan harus berada dalam rentang yang normal, yaitu sekitar 20-
30x/menit
Tekanan darah
25
Pada beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi postpartum, tetapi keadaan
ini akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak ada penyakit-penyakit
lain yang menyertainya dalam 2 bulan pengobatan.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dari ujung rambut sampai ujung kaki. Menjelaskan
pemeriksaan fisik
1) Keadaan buah dada dan puting susu
Simetris/tidak
Konsistensi, ada pembengkakan/tidak
Putting menonjol/tidak, lecet/tidak
2) Keadaan abdomen
Uterus
Normalnya : kokoh, berkontraksi baik, tidak berada di atas ketinggian
fundal saat masa nifas segera
Abnormalnya : lembek, diatas ketinggian fundal saat masa postpartum
segera
Kandung kemih : bisa buang air/tak bisa buang air
3) Keadaan genitalia
Lochea
Normal : merah hitam (lochea rubra), bau biasa, tidak ada bekuan darah
atau butir-butir darah beku (ukuran jeruk kecil), jumlah perdarahan yang
ringan atau sedikit (hanya perlu mengganti pembalut setiap 3-5 jam).
Abnormalnya : merah terang, bau busuk, mengeluarkan darah beku,
perdarahan hebat (memerlukan penggantian pembalut setiap 0-2 jam).
4) Keadaan perineum : oedema, hematoma, bekas luka episiotomy/robekan,
heacting.
5) Keadaan anus : hemoroid
6) Keadaan ekstremitas : varises oedema, refleks patella
26
2.9.1.2 Interpretasi Data
Interpretasi data merupakan langkah yang dilakukan untuk mengidentifikasi data
secara benar terhadap diagnosis atau masalah kebutuhan pasien. Masalah atau
diagnosis yang spesifik dapat ditemukan berdasarkan interpretasi yang benar
terhadap data dasar. Dalam langkah ini data yang telah dikumpulkan
diinterpretasikan menjadi diagnosa kebidanan dan masalah (Sudarti 2010; h. 34).
Mengidentifikasi diagnosa kebidanan dan masalah berdasarkan interpretasi yang
benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Dalam langkah ini data yang telah
dikumpulkan diinterpretasikan menjadi diagnosa kebidanan dan masalah.
Keduanya digunakan karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan seperti
diagnosa tetapi membutuhkan penanganan yang dituangkan dalam rencana asuhan
terhadap pasien, masalah sering berkaitan dengan pengalaman wanita yang
diidentifikasikan oleh bidan.
1) Diagnosa kebidanan
Diagnosa dapat ditegakkan yang berkaitan dengan Para, Abortus, Anak hidup,
umur ibu dan keadaan nifas. Data dasar meliputi :
Data Subyektif
Pernyataan ibu tentang jumlah persalinan, apakah pernah abortus atau tidak,
keterangan ibu tentang umur, keterangan ibu tentang keluhannya.
Data Obyektif
Palpasi tentang tinggi fundus uteri dan kontraksi hasil pemeriksaan tentang
pengeluaran pervaginam, hasil pemeriksaan tanda-tanda vital.
2) Masalah
Permasalahan yang muncul berdasarkan pernyataan pasien. Data dasar meliputi :
Data Subyektif
Data yang didapatkan dari hasil anamnesa pasien
Data Obyektif
Data yang didapatkan dari hasil pemeriksaan
27
3) Kebutuhan
Berdasarkan atas keadaan umum dan keadaan fisik ibu biasanya dibutuhkan
konseling lebih lanjut
2.9.1.5 Perencanaan
Langkah-langkah ini ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya yang
merupakan lanjutan dari masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau
diantisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang
sudah dilihat dari kondisi pasien atau dari setiap masalah yang berkaitan dengan
kerangka pedoman antisipasi bagi wanita tersebut yaitu apa yang akan terjadi
berikutnya. Penyuluhan, konseling, dari rujukan untuk masalah-masalah sosial,
ekonomi atau masalah psikososial.
2.9.1.6 Pelaksanaan
Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan penyuluhan pada klien dan
keluarga. Mengarahkan atau melaksanakan rencana asuhan secara efisien dan
aman.
28
2.9.1.7 Evaluasi
Langkah ini merupakan langkah terakhir guna mengetahui apa yang telah
dilakukan bidan. Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang diberikan, ulangi
kembali proses manajemen dengan benar terhadap setiap aspek asuhan yang
sudah dilaksanakan tapi belum efektif atau merencanakan kembali yang belum
terlaksana (Yetti, 2010).
Evaluasi sebagai bagian dari proses yang dilakukan terus-menerus untuk
meningkatkan pelayanan secara komprehensif dan selalu berubah sesuai dengan
kondisi atau kebutuhan klien (Sudarti, 2010; h. 37).
29
BAB III
TINJAUAN KASUS
30
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
5.1.1 PENGKAJIAN
1) Biodata
Nama istri : Ny.”W” Nama Suami : Tn.”A”
Umur : 21 tahun Umur : 24 tahun
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Suku/Bangsa : Jawa
/Indonesia
Agama : Islam Agama :Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan Wiraswasta
Penghasilan :- Penghasilan :4 juta/bulan
Alamat : Jalan wanaraja no.25 Alamat : Jalan wanaraja
Lamongan no.25Lamongan
Status pernikahan : ................ Status Pernikahan : ................
Nikah ke :1 Nikah Ke :1
Usia menikah : 20 tahun Usia Menikah : 23 tahun
Lama menikah : 1 tahun Lama Menikah : 1 tahun
2) Keluhan Utama
Mengeluh nyeri pada bagian bawah perut, tidak adanya kemampuan sensasi untuk BAK,
sulit untuk buang air kecil
31
3) Riwayat Keluhan Utama
PQRST
4) Riwayat Menstruasi
Menarche : 14 tahun
Siklus : 28 hari
Teratur/tidak : teratur
Lama : 7 hari
Jumlah : Normal
Warna darah : Merah segar
Dismenorhe : ya
Flour albus : tidak
HPHT : 2 Januari 2016
5) Riwayat Obstetri
(1) Riwayat kehamilan sekarang
Hamil Ke : pertama
Umur Kehamilan : 38 minggu
Gerakkam janin : aktif
ANC
TM I : Ibu mengatakan periksa 2x pada usia kehamilan 1 bulan dan 3 bulan,
mendapatkan vitamin diminum sampai habis dan penyuluhan
makanan sehat.
TM II : Ibu mengatakan periksa 3x di bidan, ibu mengalami pusing, lemah,
letih, lesu, mendapatkan tablet Fe serta anjuran untuk istirahat. Ibu
mendapatkan imunisasi TT1 dan TT2 pada bulan ke – 5 dan 6
kehamilan.
TM III : Ibu mengatakan periksa 2x mendapatkan asam folat 1x1 dan
peyuluhan perawatan diri.
32
(2) Riwayat Kehamilan , Persalinan, Anak Dan Nifas yang lalu
Kelaianan ketuban
Pecah tanggal/jam : 9 Oktober 2016/08.45 WIB
Warna : Jernih
Bau air ketuban : Anyir
Keadaan bayi
Jenis kelamin : laki - laki
BB/PB : 3000 grm/51 cm
Hidup/mati : hidup
Apgar score : 7-8
Ada kelainan/tidak : tidak
33
Keadaan plasenta
Lahir tanggal/ jam : 9 Oktober 2016/09.15 WIB
Berat/panjang : 1500 grm/25 cm
Jumlah kotiledon : ................
Insersi tali pusat : ................
34
6) Pola kebiasaan Sehari-hari
(1) Pola Nutrisi
Selama Hamil : ................
Nifas Hari Ke : ................
35
Ibu mengatakan mengetahui mobilisasi yang akan dilakukan seperti berjalan ringan
dan senam nifas.
(3) Perawatan bayi dan tali pusat :
Ibu mengatakan dapat merawat bayinya dan tahu bagaimana merawat tali pusat bayi
agar tidak terjadi infeksi.
(4) Memandikan bayi
Ibu mengatakan dapat memandikan bayinya
(5) Cara Meneteki yang benar
Ibu mengatakan mengetahui cara meneteki dengan benar
(6) Perawatan Payudara
Ibu mengatakan mengetahui perawatan payudara seperti menjaga payudara agar tetap
bersih dan kering, menggunakan BH yang menyokong payudara, apabila putting
lecet oleskan ASI yang keluar pada sekitar putting setiap kali selesai menyusui
(7) Hubungan seksual
Ibu mengatakan ..................
(8) Perawatan Perineum
Ibu mengatakan ..................
(9) Pakaian
Ibu mengatakan mengatahui kapan akan mengganti pakaian dan berapa kali akan
mengganti pakaian.
(10) Pola Istirahat :
Ibu mengatakan mengethui waktu istirahat yang dibutuhkan dan pola istirahat yang
baik.
(11) Tanda- tanda bahaya nifas
Ibu mengatakan mengetahui cirri – cirri dari tanda bahaya pada masa nifas pada ibu
seperti sakit kepala dan penglihatan kabur, perdarahan pervaginam pembengkakan
pada wajah dan suhu tubuh meningkat.
(12) Pemeriksaan ulang
Ibu mengatakan tahu kapan kan melakukan pemeriksaan ulang
(13) Rencana KB
36
Ibu mengatakan mengetahui tentang macam – macam KB dan akan menggunakan
alat kontrasepsi implant
6. PEMERIKSAAN
1) Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis
TTV : TD : 120/90 mmHg
N : 80x/menit
S : 37 ⁰C
RR : 24x/menit
2) Pemeriksaan Fisik
Kepala :
Inspeksi : Bersih, warna rambut hitam, tidak ada ketombe, distribusi merata.
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
Muka :
Inspeksi : Simetris, tidak pucat, tidak terdapat cloasma gravidarum.
Palpasi : Tidak ada odem pada tulang frontle, zigomaticum dan mandibula.
Mata :
Inspeksi : Konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterus.
Hidung :
Inspeksi : Lubang hidung simetris, tidak ada polip, terdapat skat antara kedua lubang
hidung,
Palpasi : Tidak ada benjolan
Telinga :
Inspeksi : Kedua telinga simetris, ujung kedua telinga sejajar dengan epikantus mata,
bentuk telinga sempurna
Leher :
Inspeksi : Tidak ada kelainan
37
Palpasi : Tidak ada bendungan pada kelenjar imfe, tidak ada pembesaran pada
kelenjar tiroid
Mulut : Terdapat caries pada gigi
Dada : Tidak pembesaran pada dada, bentuk dada simetris
Payudara :
Inspeksi : Kedua payudara simetris, putting susu menonjol, tidak terdapat
retraksi/dimpling.
Palpasi : Tidak terdapat benjolan abnormal
Abdomen :
Inspeksi : Terdapat striae
Palpasi ; TFU 2 jari dibawah pusat, blass penuh, terdapat nyeri tekan
Genetalia :
Inspeksi : Vulva kotor
Anus : Tidak ada hemoroid
Ekstremitas :
Atas : tidak ada oedema, kuku bersih dan tidak pucat
Bawah : tidak ada oedema, refleks patela positif.
3) Pemeriksaan penunjang :
HB : 9,7 gr/dl
38
S : 37 ⁰C
Abdomen : TFU 2 jari diatas pusat, nyeri tekan
Lochea : ±10 cc
Perineum : tidak ada jaringan parut serta tidak ada jahitan bekas operasi SC
Kebutuhan : pemenuhan cairan yang banyak serta pemasangan kateter
Masalah : gangguan pola eliminasi
3.5 PERENCANAAN
Tanggal : 19 Oktober 2016 jam : 10.00 WIB
DX : Retensio Urin
3.5.1 Tujuan Jangka Pendek
Setelah dilakukan Asuhan kebidanan pemasangan kateter diharapkan ibu dapat melakukan
BAK dengan kriteria hasil:
K : Ibu mengatakan mengerti dengan apa yang dijelaskan
A : Ibu bersedia untuk dilakukan pemasangan kateter
P : Ibu dapat mengulangi apa yang dijelaskan oleh petugas
3.5.2. Tujuan Jangka Panjang
Setelah dilakukan Asuhan kebidanan ………. yang cukup diharapkan ibu dapat ………..
dengan kriteria hasil:
K :
A :
P :
P :
3.5.2 Intervensi
39
1) Ciptakan suasana terapeutik dengan Ibu dan keluarga
R/ agar ibu dapat merasa tenang dan nyaman
2) Memberitahu ibu hasil pemeriksaan yang didapatkan bahwa keadaan umum ibu baik.
R/ agar ibu dapat merasa tenang dengan kondisinya
3) Menjelaskan kepada ibu dan keluarga bahwa ibu mengalami retensio urine
R/ agar ibu dapat mengetahui nyeri yang dialami dinamaka dengan retensio urin
4) Melakukan advise dokter yakni memasang kateter tetap dalam 24 jam dan memasang
infus RL serta memberi injeksi Zibac 1 gr/IV setelah dilakukan skin test.
R/ agar ibu tidak merasakan nyeri yang disebakan oleh urine yang tertahan dikandung
kemih
5) Menganjurkan ibu untuk banyak minum.
R/ untuk mengurangi retensio urin pada ibu
6) DST
3.6 IMPLEMENTASI
DX : Retensio urin
Tanggal : 19 Oktober 2016 jam: 10.00 WIB
Pukul Implementasi Paraf
1. Menginformasikan kepada ibu tentang hasil pemeriksaan
bahwa keadaan umum ibu baik, TD: 110/70 mmHg, Nadi :
84x/ menit, Respirasi: 24x/ menit, Suhu: 37°C, Lochea ±
10 cc. Ibu mengetahui hasil pemeriksaan dan keadaan
dirinya.
2. Menjelaskan kepada ibu dan keluarga bahwa ibu
mengalami retensio urine yaitu ketidakmampuan untuk
mengosongkan kandung kemih atau buang air kecil secara
spontan. Ibu mengerti dengan apa yang di sampaikan.
Kemudian dilakukan penandatanganan inform consent dan
persetujuan tindakan medik.
3. Melakukan advice dokter yaitu memasang kateter tetap
40
dalam 24 jam dan memasang infus RL serta memberikan
injeksi zibac 1 gr/iv setelah dilakukan skin test.
4. Menganjurkan ibu untuk banyak minum air putih minimal
8 gelas/hari.
5. Menganjurkan ibu untuk mobilisasi dini.
6. Mengajarkan ibu cara menyusui yang benar yaitu lengan
ibu menopang kepala, leher dan seluruh tubuh bayi (kepala
dan tubuh berada pada satu garis lurus), perut bayi
menempel pada perut ibu, muka bayi menghadap ke perut
ibu, hidung bayi didepan puting susu ibu, dan mulut bayi
menghisap sampai bagian hitam disekitar puting ibu agar
puting ibu tidak lecet.
3.7 EVALUASI
Tanggal : 19 Oktober 2016 jam: 10.00 WIB
S : ibu mengatakan sudah mulai merasa sedikit lega pada perut bagian bawah.
O : Keadaan umum baik, TD: 120/90 mmHg, N: 80x/menit, S:37⁰C, RR :
24x/menit
TFU 3 jari bawah pusat, kontraksi uterus baik
sudah terdapat cairan Kemih pada kantong urin (urin bag)
ASI belum keluar
A : P1000 post partum hari ke 10
Dasar : P1000 post partum 10 hari dengan retensio urine.
Masalah : gangguan pola eliminasi
Kebutuhan : makanan berserat, buah-buahan, minum air putih 8 gelas / hari,
mobilisasi dini
41
b. Banyak makan-makanan berserat seperti sayur-sayuran, buah-buahan seperti
pepaya, jeruk juga perbanyak minum air putih minimal 8 gelas per hari
c. Anjurkan ibu untuk melakukan personal hygiene
CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal : 20 Oktober 2016 Jam : 09.00
42
BAB V
PENUTUP
5.1. KESIMPULAN
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan
darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan
menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan
lagi oleh tubuh larut dlam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
Sistem perkemihan terdiri dari: a) dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, b) dua
ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), c) satu vesika
urinaria (VU), tempat urin dikumpulkan, dan d) satu urethra, urin dikeluarkan dari vesika
urinaria.
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada kedua
sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji
kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis
dexter yang besar.
Fungsi ginjal adalah a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat
toksis atau racun, b) mempertahankan suasana keseimbangan cairan, c) mempertahankan
43
keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan d) mengeluarkan sisa-sisa
metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.
5.2. SARAN
Menyarankan khusunya buat ibu nifas untuk banyak minum air putih minimal 8
gelas setiap hari. Dan jangan suka menahan kencing karena sangat mengganggu terhadap
sitem perkemihan.
DAFTAR PUSTAKA
http://djibrilnursemind.blogspot.com/2008/12/anatomi-fisiologi-sistem-perkemihan.html
Luvina, Evi Dwisang, (2003), Inti Sari Biologi Untuk SMA, Jakarta : Gramedia.
Prawirohartono Slamet, (1991), IPA Biologi SMP, Jakarta : Gramedia.
yamsuri Istamar, (2004), Biologi Untuk SMA, Jakarta : Erlangga.
Syarifuddin, (1992), Anatomi dan Fisiologi Untuk Keperawatan, Jakarta : EGC.
http://asuhankebidanand3.blogspot.co.id/2013/08/manajemen-7-langkah-varney.html
Gegor L Rolyn, Kriebs M Jan. 2004. Buku saku asuhan kebidanan varney, Jakarta : EGC
Dunstall Melvyn, Coad Jane. 2004. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Bidan. Jakart : EGC
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/113/jtptunimus-gdl-rizkinuraf-5617-4-bab2.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19116/4/Chapter%20II.pdf
44