GLAUKOMA SEKUNDER
Oleh :
Pembimbing :
dr. Romi Yusardi, Sp.M
SMFMATA
RSUD Dr. ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
2020
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus ini dengan judul
“Glaukoma” yang merupakan salah satu tugas kepaniteraan klinik dari bagian mata.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada dr. Romi
Yusardi,Sp.M selaku pembimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan
kasus ini tepat waktu demi memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Senior.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna,
karena itu penulis mengharapkan masukan dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan
laporan kasu sini. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1 LatarBelakang....................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan...................................................................................2
i
BAB I
PENDAHULUAN
Kebutaan akibat Glaukoma disebabkan oleh kurangnya kesadaran akan faktor risiko.
Sehingga berpengaruh terhadap kualitas hidup seperti berjalan, berkendara, berpergian,
membaca, dan pada Lansia terjadi peningkatan gangguan psikologi, depresi, ketakutan,
penarikan diri dari lingkungan sosial.2
i
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Glaukoma adalah suatu neuropati optic (kerusakan saraf mata) disebabkan oleh
tekanan intraokular (TIO) yang tinggi dan ditandai dengan penyempitan lapangan pandang
dan berkurangnya serabut saraf optik. Tekanan intraokular ditentukan oleh
kecepatanpembentukan humour aqueos dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata,
tekanan intraokular diangap normal bila <20mmhg pada pemeriksaan dengan Tonometer1
2.2 Etiologi
Glaucoma terjadi karena peningkatan tekanan intraokular yang menyebabkan
bertambahnya produksi humor aqueous oleh badan silier ataupun berkurangnya pengeluaran
humour aqueous didaerah sudut bilik mata atau dicelah pupil, tekanan intraokular adalah
keseimbangan antara produksi humour aqueous, hambatan terhadap aliran aqueous dan
tekanan vena episklera. Ketidak seimbangan antara ketigahal tersebut dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intraokular. Peningkatan intraokular akan mendorong perbatasan antara
nervus optikus dan retina dibagian belakang mata akibatnya pasokan darah ke nervus optikus
mengalami kemunduran maka akan terbentuk bintik buta pada lapangan pandang mata, jika
tidak diobati glaukoma akan menyebabkan kebutaan 3
i
2.3 Patofisiologi Glaukoma
Penurunan penglihatan pada glaukoma terjadi karena adanya apoptosis sel ganglion
retina yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan lapisan inti dalam retina serta
berkurangnya akson di nervus optikus. Diskus optikus menjadi atrofi disertai pembesaran
cawan optik.Kerusakan saraf dapat dipengaruhi oleh peningkatan tekanan intraokuler.
Semakin tinggi tekanan intraokuler semakin besar kerusakan saraf pada bola mata. Pada bola
mata normal tekanan intraokuler memiliki kisaran 10-22 mmHg. Tekanan intraokuler pada
glaukoma sudut tertutup akut dapat mencapai 60-80 mmHg, sehingga dapat menimbulkan
kerusakan iskemik akut pada iris yang disertai dengan edema kornea dan kerusakan nervus
optikus.3
i
2.4.4 Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang terjadi akibat penyakit mata yang lain
atau penyakit sistemik yang menyertainya, seperti :
a. Akibat perubahan lensa (dislokasi lensa, intumesensi lensa, glaukoma fakolitik dan
fakotoksik pada katarak, glaukoma kapsularis / sindrom eksfoliasi).
c. Akibat trauma (hifema, kontusio bulbi, robeknya kornea atau limbus yang disertai prolaps
iris)
d. Akibat post operasi (pertumbuhan epitel konjungtiva, gagalnya pembentukan bilik mata
depan post-operasi katarak, blok pupil post operasi katarak).
e. Akibat pemakaian kortikosteroid sistemik atau topikal dalam jangka waktu yang lama.4
2.5 Gejala
i
-Sakit kepala ringan
-Gejala ini apabila diabaikan hingga pasien merasakan kehilangan pandangan tingkat berat,
yang mempengaruhi penglihatan pusat dan menandakan penyakit glaukoma stadium akhir,
glaukoma akut ditandai dengan mata merah yang tiba-tiba terasa sakit,penglihatan kabur,
5
sakit kepala parah, mual dan muntah
i
Untuk menentukan kondisi segmen anterior mata, dengan pemeriksaan ini dapat
ditentukan apakah glaukomanya merupakan glaukoma primer atau sekunder.6
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Terapi Medikamentosa
a. Supresi Pembentukan Humor Aqueus
1) Karbonik anhidrase inhibitor Asetazolamid, merupakan pilihan yang tepat untuk
pengobatan darurat pada glaukoma akut. Efeknya dapat menurunkan tekanan dengan
menghambat produksi humour akuos, sehingga sangat berguna untuk menurunkan tekanan
intraokular secara cepat. Asetazolamid dengan dosis inisial 2x250 mg oral, dapat diberikan
kepada pasien yang memiliki fungsi ginjal normal dan tidak terdapat kelainan lambung.
2) Beta bloker Merupakan terapi tambahan yang efektif untuk menangani serangan sudut
tertutup. Beta bloker dapat menurunkan tekanan intraokular dengan cara mengurangi
produksi humor akuos. Beta bloker tetes mata nonselektif sebagai inisial terapi dapat
diberikan 2 kali dengan interval setiap 20 menit dan dapat diulang dalam 4, 8, dan 12 jam
kemudian.
3) Agen osmotic efektif untuk menurunkan tekanan intra okular dengan cepat,
pemberiannya dianjurkan kepada pasien yang tidak mengalami emesis. ▪ Gliserin, dosis
efektif 1 - 1,5 gr/kg BB dalam 50% cairan. Dapat menurunkan tekanan intraokular dalam
waktu 30-90 menit setelah pemberian, dan durasi efek selama 5 - 6 jam.7
i
laser dilaksanakan melalui lens kontak yang berkaca pada sudut mata (angle of the eye).
Microscopic laser yang membakar sudut
mengizinkan cairan keluar lebih leluasa dari kanal-kanal pengaliran.6
c. Trabeculectomy
Adalah suatu prosedur operasi mikro yang sulit digunakan untuk merawat glaukoma.
Pada operasi ini, suatu potongan kecil dari trabecular meshwork yang tersumbat dihilangkan
untuk menciptakan suatu pembukaan dan suatu jalan kecil penyaringan yang baru dibuat
untuk cairan keluar dari mata. Untk jalan-jalan kecil baru, penyaringan kecil diciptakan dari
jaringan conjunctiva (conjunctival tissue). Conjunctiva adalah penutup bening diatas putih
mata.7
2.8 Diagnosis Banding
1. Hipertensiokular
Pasien dengan hipertensi ocular memperlihatkan peningkatan tekanan intraocular
secara significan dalam beberapa tahun tanpa memperlihatkan tanda-tanda adanya kerusakan
nervus optic ataupun gangguan lapangan pandang. Diagnosis ini secara umum ditegakkan
jika didapatkan kenaikan TIO di atas 21 mmHg sesuai dengan rata-rata TIO dalam populasi.
Beberapa dari pasien ini akan menunjukan peningkatan tekanan intraocular tanpa lesi
glaukoma, tetapi beberapa dari mereka akan menderita glaucoma sudut terbuka.3
2. Glaukomatekanan normal (tekanan rendah)
Pasien dengan glaucoma tekanan rendah memperlihatkan peningkatan perubahan
glaukomatosa pada diskus optic dan defek lapangan pandang tanpa peningkatan tekanan
intraokular. Kamal dan Hitchings menetapkan beberapa kriteria yaitu:
Tekanan intraocular rata-rata adalah 21 mmHg dan tidak pernah melebihi 24
mmHg.
Pada pemeriksaan gonioskopi didapatkan sudut bilik mata depan terbuka.
Gambaran kerusakan diskus optikus dengan cupping glaumatosa yang disertai
defek lapangan pandang.
Kerusakan glaumatosa yang progressive.
Pasien-pasien ini susah diterapi karena penanganan terapinya tidak berfokus pada control
tekanan intraokular.3
2.9 Komplikasi
i
Kontrol tekanan intraokular yang jelek akan menyebabkan semakin rusaknya nervus
optic dan semakin menurunnya visus sampai terjadi kebutaan.3
3.0 Prognosis
Apabila terdeteksi dini, sebagian besar pasien glaucoma dapat ditangani dengan baik
secara medis. Tanpa pengobatan, glaucoma dapat berkembang secara perlahan sehingga
akhirnya menimbulkan kebutaan total. Apabila obat tetes antiglaukoma dapat mengontrol
tekanan intaokular pada mata yang belum mengalami kerusakan glaumatosa luas, prognosis
akan baik (walaupun penurunan lapangan pandang dapat terus berlanjut).3
BAB III
i
LAPORAN KASUS
3.1 IdentitasPasien
Nama : Tn.E
Usia : 59 tahun
JenisKelamin : Laki-Laki
3.2 Anamnesis
Keluhan utama : Pandangan kabur pada mata kanan.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan mata perih ketika terkena cahaya matahari. Mata merah (-), air mata
berlebih (-), kotoran mata berlebih (-), gatal (-), nyeri (-).
Riwayat penyakit dahulu :
- Diabetes
- Hipertensi
Riwayat penyakit keluarga
- Tidak ada
Riwayat pemakaian kaca mata
- Memakai kaca mata 2 bulan yang lalu
Riwayat pengobatan
- Pernah beli obat diapotik dengan resep dokter
3.3 Status Generalisata
Kesadaran : Composmentis cooperative
Tekanan darah: Tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi : Tidak dilakukan pemeriksaan
i
Palpebra superior Edema (-) hiperemis (-)
Edema (-)hiperemis (-)
Palpebra inferior Edema (-) hiperemis (-) Edema (-) hiperemi (-)
Konjungtiva Hiperemi (+) Hiperemis(-)
Kornea Jernih, sikatrik (-) ulkus Jernih, sikatrik (-)
(-) ulkus (-)
Iris Coklat Coklat
Pupil Bulat Bulat
Lensa Keruh Keruh
Kedudukan bola mata Normal Normal
Visus
OD : 20/150
OS : 20/30 F1
Tonometri
OD : 42 mmHg
OS : 19 mmHg
2.6 Diagnosis
- Glaukoma Sekunder OD
3.6 Medikamentosa
3.7 Prognosis
- Quo ad vitam : Bonam
- Quo ad functionam : Dubai et Bonam
- Quo ad sanam : Dubia et Malam
- Quo ad cosmesticam : Dubia et bonam
i
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
i
mengalami kemunduran maka akan terbentuk bintik buta pada lapangan pandang mata, jika
tidak diobati glaukoma akan menyebabkan kebutaan.
Daftar pustaka
1. Sinta.Definisi Glaucoma fakultas kedokteran universitas undayana,http://sinta.unud.ac.id
2. Asbury, Vaughan. Glaukoma. Dalam: Oftalmologi Umum. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran ECG; 2010.
i
4. Ilyas, S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2003.
5. Khaw T, Shah P. ABC of Eyes 4 th Edition. London: BMJ Publishing Group; 2005. 52-59.
6. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology 3th Ed. Oxford: Butterworth-Heinermann 1994. 234-
248.