Anda di halaman 1dari 26

LONG CASE

HORDEOLUM EKSTERNA

Pembimbing:
dr. Retna Gemala Dewi, Sp.M

Oleh:
Jessica Alexandria
2017.04.2.0087

SMF ILMU PENYAKIT MATA


RSU HAJI SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Judul long case “ HORDEOLUM EKSTERNA ” telah diperiksa dan disetujui


sebagai salah satu tugas baca dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan
Dokter Muda di bagian SMF Ilmu Kesehatan Mata RSU Haji Surabaya.

Mengetahui,
Dosen Pembimbing

dr. Retna Gemala Dewi, Sp. M

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkah dan rahmatNya, saya bisa menyelesaikan long case yang berjudul
“Hordelum Eksterna” lancar. Long case ini disusun sebagai salah satu tugas wajib
untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Penyakit MATA RSU Haji
Surabya, dengan harapan dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu yang bermanfaat
bagi pengetahuan penulis maupun pembaca.
Dalam penulisan dan penyusunan long case ini tidak lepas dari bantuan
dan dukungan berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada:
a. dr. Retna Gemala Dewi, Sp.M selaku Pembimbing.
b. Para dokter di bagian poli MATA RSU Haji Surabaya.
c. Para perawat dan pegawai di poli MATA RSU Haji Surabaya.
Saya menyadari bahwa long case yang saya susun ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat
diharapkan. Semoga referat ini dapat memberi manfaat.

Penyusun,

Jessica Alexandria

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………………. 1


KATA PENGANTAR ………………………………………………………….. 2
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. 3
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………… 5
BAB I - STATUS PASIEN
1.1 IDENTITAS PASIEN ……………………………………………………….. 6
1.2 ANAMNESIS ……………………………………………………………….. 6
1.3 PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI ………………………………………... 7
1.4 DAFTAR MASALAH ………………………………………………………. 8
1.5 DIAGNOSIS ………………………………………………………………… 9
1.6 RENCANA ………………………………………………………………….. 9
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI PALPEBRA …………………………………………………... 11
2.1.1 Palpebra …………………………………………………………………... 11
2.1.2 Glandula Zeis dan Moll …………………………………………………... 11
2.2 HORDEOLUM EKSTERNA …………………………………………….... 13
2.2.1 Definisi …………………………………………………………………… 13
2.2.2 Epidemiologi ………………………………………………….......……… 14
2.2.3 Etiologi …………………………………………………………………… 15
2.2.4 Faktor Resiko …………………………………………………………….. 15
2.2.5 Patofisiologi ……………………………………………………………… 15
2.2.6 Fase Klinis ……………………………………………………………...… 16
2.2.7 Presentasi Klinis ………………………………………………………….. 16
2.2.8 Diagnosis ……………………………………………………………….… 17
2.2.9 Diagnosis Banding ……………………………………………………..… 17
2.2.10 Tatalaksana …………………………………………………………….... 18
2.2.11 Komplikasi …………………………………………………………........ 20
2.2.12 Prevensi …………………………………………………………………. 20
2.2.13 Prognosis …….………………………………………………………….. 20

3
BAB III – PEMBAHASAN KASUS
3.1 Identifikasi Pasien ………………………………………………………….. 22
3.2 Anamnesa ………………………………………………………………...… 22
3.3 Pemeriksaan …………………………………………………………......…. 22
3.3.1 Tajam Penglihatan ………………………………………………………... 22
3.3.2 Segmen Anterior …………………………………………………………. 23
3.4 Kesimpulan ………………………………………………………………… 23
3.5 Planning …………………………………………………………………..... 24
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………..… 25

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 …………………………………………………………………….. 12


Gambar 2.2 …………………………………………………………………….. 13
Gambar 2.3 ……………………………………………………………………. 14
Gambar 2.4 ……………………………………………………………………. 14
Gambar 2.5 ………………………………………………………………….… 20

5
BAB I
STATUS PASIEN

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Nn. N
Usia : 26 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Jl. Jenggolo, Sidoarjo
Status : Belum Menikah
Pekerjaan : PNS
Pemeriksaan : Kamis, 10 Agustus 2017

1.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Bengkak kelopak atas mata kanan sejak satu minggu yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke Poli Mata RSU Haji dengan keluhan bengkak pada
kelopak atas mata kanan sejak satu minggu yang lalu. Bengkak pada kelopak
atas mata kanan tersebut disertai nyeri seluruh kelopak mata dan lama-
kelamaan membesar dan terlokalisasi. Pasien menyatakan belum melakukan
apapun untuk mengatasi keluhannya. Bengkak yang ada di kelopak atas mata
pasien dirasakan semakin besar sehingga terasa mengganjal dan mengganggu,
sehingga pasien memutuskan untuk datang ke Poli Mata RSU Haji Surabaya.

Riwayat Penyakit Dahulu:


 Pasien menyatakan pernah mengalami hal serupa sebanyak 2x saat SMA,
dan dilakukan insisi.
 Diabetes Mellitus di sangkal, Allergi di sangkal

6
Riwayat Penyakit Keluarga:
Ayahnya dulu pernah mengalami hal serupa.

Riwayat Sosial:
Pasien adalah seorang PNS.

1.3 PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI


Visus:
OD: 0.1 cc km 0.8
OS: 0.08 cc km 0.5

Tonometri:
TOD: tidak dilakukan
TOS: tidak dilakukan

Pergerakan bola mata:

Segmen Anterior:

7
OD OS

OD KETERANGAN OS
Edema (-)
Hordeolum eksterna (+) Palpebra
Hiperemi (-)
Hiperemi (-) Konjungtiva Hiperemi (-)
Jernih (+) Kornea Jernih (+)
Dalam , jernih BMD Dalam, jernih
Reguler (+) Iris Reguler (+)
RCI (+), RCI (+),
Pupil
Bulat (Ø= 3 mm) bulat (Ø= 3 mm)
Jernih (+) Lensa Jernih (+)

Segmen Posterior:
Tidak dievaluasi

Pemeriksaan Lainnya:
-

1.4 DAFTAR MASALAH


 Bengkak kelopak atas mata sejak satu minggu yang lalu.
 Bengkak disertai dengan nyeri seluruh kelopak atas mata kanan dan
lama-kelamaan membesar dan terlokalisasi.
 Bengkak yang ada di kelopak atas mata kanan terasa mengganjal dan
mengganggu.
 Pasien menyatakan pernah mengalami hal serupa sebanyak 2x saat
SMA, dan dilakukan insisi.
 Pemeriksaan visus:
OD: 0.1 cc km 0.8

8
OS: 0.08 cc km 0.5
 Pada pemeriksaan segmen anterior di dapatkan palpebra OD yang
hiperemi dan edema.
 Nyeri tekan palpebra (+)

1.5 DIAGNOSA
 Hordeolum eksterna palpebra superior OD
 Anomali refraksi

1.6 RENCANA
Diagnostik: anamnesis dan pemeriksaan segmen anterior mata.
Terapi:
- Insisi dan drainase
- Antibiotik topikal: Gentamicin eye ointment 3dd OD
- Analgesik: Tab Metampiron 500mg 3dd tab 1
Monitoring:
- Tidak usah kontrol kecuali ada keluhan
Edukasi:
- Meminta pasien untuk menghindari air pada kelopak yang baru di insisi
kurang lebih selama 1 – 2 hari. Pasien tetap boleh mandi/terkena air,
namun harus menghindari air agar tidak trekena mata kanan.
- Tidak menggunakan make-up maupun lensa kontak sampai luka benar-
benar sembuh untuk menghindari infeksi. Jika sudah sembuh dan boleh
menggunakan make-up maupun lensa kontak, pastikan make-up
dibersihkan dan lensa kontak harus dalam keadaan bersih.
- Jika terjadi rekurens, pasien bisa melakukan kompres hangat 4x sehari
selama 10 menit dan segera ke dokter.
- Untuk pencegahan, pasien di edukasi mengenai kebersihan kelopak mata
(mencuci tangan sebelum memegang kelopak mata, menjaga kebersihan
lensa kontak jika menggunakan, menjaga kebersihan alat-alat make-up).
- Jika terjadi rekurens, instruksikan pasien untuk tidak memencet hordeolum
karena infeksi bisa menyebar ke jaringan yang berdekatan.

9
- Meminta pasien untuk melakukan cek kacamata setelah sembuh
- Memberi edukasi bahwa salah satu faktor penyebab hordeolum berulang
adalah alergi sehingga sebisa mungkin pasien diminta menjauhi makanan
tertentu seperti telur, susu, kacang, cokelat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Palpebra


2.1.1 Palpebra

10
Ketika tertutup, kelopak mata (palpebra) menutup bola mata di anterior
secara keseluruhan, sehingga melindunginya dari injuri dan sinar yang berlebihan.
Palpebra juga menjaga kelembaban kornea dengan menyebarkan cairan lakrimal.
Palpebra merupakan lipatan yang dapat digerakkan dan di bagian eksterna
terbungkus oleh kulit tipis dan di interna oleh membrane mukosa transparan, yaitu
konjungtiva palpebra. Konjungtiva palpebra di refleksikan kedalam bola mata,
dimana akan berlanjut menjadi konjungtiva bulbar. Konjungtiva bulbar bersifat
longgar dan mengkerut pada sclera dan memiliki pembuluh-pembuluh darah kecil.
Konjungtiva bulbar lengket pada bagian perifer dari kornea. Garis dari refleksi
konjungtiva palpebral dalam bula mata membentuk recessus yang dalam, yaitu
fornix konjungtiva superior dan inferior. Saccus konjungtiva merupakan bentuk
terspesialisasi dari “bursa” mukosa yang membuat bola mata dapat bergerak bebas
pada seluruh permukaan bola mata ketika membuka dan menutup. (Moore, Ketih
L., Agur, A. M. R., dan Dalley, A. F., 2011)
Palpebra superior dan inferior diperkuat oleh pita padat jaringan ikat, yaitu
tarsi superior dan inferior. Serat m. orbicularis oculi pars palpebral ada dalam
jaringian subkutan yang terletak superficial dari tarsi tersebut dan di dalam kulit
palpebra. Kelenjar tarsal, yang merupakan sekresi lipid yang melubrikasi sisi-sisi
kelopak mata dan mencegahnya agar tidak melekat saat menutup mata, melekat
pada tarsal plates. Sekresi ini juga membentuk batas dimana cairan lakrimal tidak
lewat saat di produksi dalam jumlah yang normal. Ketika produksinya berlebihan,
maka sekresinya akan melewati batas sampai mengalir ke pipi sebagai air mata.
(Moore, Ketih L., Agur, A. M. R., dan Dalley, A. F., 2011)

2.1.2 Glandula Zeis dan Moll

11
Glandula sebacea (glandula Zeis) bermuara langsung kedalam folikel bulu mata.
Sedangkan glandula ciliaris (glandula Moll) merupakan modifikasi kelenjar
keringat, yang bermuara secara terpisah di antara bulu mata yang berdekatan.

(Snell, 2012)

Gambar 2.1 Orbit, Bola Mata, dan Palpebra . (Moore, Ketih L., Agur, A. M. R.,
dan Dalley, A. F., 2011)

12
Gambar 2.2 Anatomi Kelenjar Zeis dan Moll (Mogdil, P., Borchman, D.,
Gerlach, D., dan Yappert, M. C., 2016)

2.2 Hordeolum
2.2.1 Definisi
Hordeolum merupakan inflamasi nodular yang akut, suppuratif, yang
terjadi pada palpebra yang berhubungan dengan rasa nyeri, kemerahan, dan abses
purulen yang terlokalisasi. (Weingeist, Thomas A., Liesegang, T. J., Grand, M.
G., 2005)
Menurut Riordan-Eva, Paul., dan Whitcher, John. P, 2007, berdasarkan
keterlibatan kelenjar, hordeolum dibagi menjadi 2:
 Hordeolum interna: ketika ada keterlibatan kelenjar Meibomian
sehingga terdapat pembengkakan di interna.

13
 Hordeolum eksterna: ketika ada infeksi dari kelenjar Zeis atau Moll.

Gambar 2.3 Hordeolum Interna


(http://webeye.ophth.uiowa.edu/eyeforum/atlas/pages/internal-hordeolum-a-
meibomian-abscess.html)

Gambar 2.4 Hordeolum Eksterna


(http://www.medicalnewstoday.com/articles/220551.php)

2.2.2 Epidemiologi
Data epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa hordeolum dapat dialami
semua orang. Insidens hordeolum tidak bergantung dengan ras maupun jenis
kelamin, dan dapat mengenai semua usia. (Domino, Frank. J., dan Baldor, Robert
A., 2011)

14
2.2.3 Etiologi
Hordeolum bias bersifat steril, namun seringkali mengandung sel-sel
inflamatori dan juga bakteri, paling sering adalah Staphylococcus aureus, yang
mendapat akses ke kelenjar Meibomian (hordeolum interna) atau folikel bulu
mata / kelenjar Zeis (hordeolum eksterna), sehingga menyebabkan inflamasi akut
yang nyeri dan purulen pada palpebra. (Ehrenhaus, Michael P., 2016)

2.2.4 Faktor Resiko (Domino, Frank. J., dan Baldor, Robert A., 2011)
 Kebersihan mata yang kurang baik
 Hordeolum sebelumnya
 Penggunaan lensa kontak
 Aplikasi make-up
 Adanya blepharitis
 Ocular Rosacea

2.2.5 Patofisiologi
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang bertanggung jawab
terhadap mayoritas kasus hordeolum. Hordeolum eksterna terjadi karena blockade
yang disebabkan oleh inflamasi sekunder dari kelenjar Zeiss atau Moll pada
palpebra. Sedangkan hordeolum intera merupakan inflamasi sekunder dari
kelenjar Meibomian pada tarsus. Jika tidak diobati, kondisi ini bias sembuh secara
spontan atau bisa berlanjut menjadi granulasi kronis dengan formasi benjolan
pada palpebra yang tidak nyeri yang dikenal sebagai Kalazion. Kalazion bisa
berkembang menjadi besar dan mengakibatkan gangguan penglihatan dengan
menyebabkan deformitas pada kornea, sehingga meyebabkan terjadinya
astigmatisme atau berkurangnya lapang pandang perifer superior. Walaupun
jarang, selulitis orbita bisa terjadi jika hordeolum interna dibiarkan tanpa
diobati.Morbiditas yang paling sering biasanya disebabkan oleh drainase yang
tidak benar dari jaringan yang terinflamasi. (Baharestani, S., 2017)

15
2.2.6 Fase Klinis Hordeolum (Ehrenhaus, Michael P., 2012)
 Fase Inisial
Pada fase ini, pasien mengalami gatal yang berat pada area yang nantinya
akan menjadi abses dan pasien mengalami kemerahan pada palpebra.
Secara gradual, edema pada palpebra mulai terjadi. Fase ini terjadi sekitar
dua sampai tiga hari.
 Fase Purulen
Pada fase ini terdapat infiltrat purulent, dimana dibatasi oleh jaringan yang
sehat oleh kapsul. Dari luar, abses tampak berwarna kemerahan, dan
pasien akan mengeluhkan nyeri pada abses, dan jika parah, pasien akan
mengalami demam. Fase ini berlangsung selama tiga sampai empat hari.
 Fase Abses
Pada periode ini, kapsul yang berisi pus akan ‘pecah’ dan isinya akan
keluar. Setelah pus keluar pasien akan merasa lebih baik dan masuk ke
fase penyembuhan. Tetapi jika pus yang keluar masih tersisa, maka dapat
terjadi kemungkinan infeksi dan komplikasi yang membahayakan pasien.
Oleh karena itu, pada fase ini seharusnya dilakukan insisi oleh dokter
sehingga meminimalkan resiko terjarinya komplikasi.
 Fase Penyembuhan
Pada fase ini, keluhan pasien hilang. Pada lokasi terjadiny abses, terjadi
proses regenerasi jaringan.

2.2.7 Presentasi Klinis


Hordeola tampak sebagai massa nodular yang nyeri, lunak, dan berwarna
kemerahan pada eyelid margin. Hordeola bisa ruptur, sehingga mengakibatkan
drainase purulen. Secara umum, hordolum bersifat self-limited, dan dapat sembuh
spintan selama 1 – 2 minggu. Terkadang, hordeolum interna berkembang menjadi
Kalazion, yang merupakan nodul granulomatus kronis yang berpusat pada
glandula sebasea, biasanya kelenjar Meibomian. (Weingeist et al., 2005).

16
2.2.8 Diagnosis
o Riwayat (Baharestani, S., 2017)
- Pasien biasanya melaporkan adanya pembengkakan nyeri yang
terlokalisasi pada baik itu satu maupun kedua palpebra. Pada
beberapa kasus, keluhan dimulai dari adanya edema dan secara
umum pada palpebra yang nantinya akan terlokalisasi.
- Riwayat hordeolum sebelumnya umum terjadi.
o Pemeriksaan Fisik (Domino et al, 2011)
- Inflamasi terlokalisasi pada daerah bulu mata atau pustul kecil pada
margin dari palpebra.
- Pembengkakan terlokalisasi dan nyeri tekan pada aspek interna
atau eksterna dari palpebra.
- Untuk mengetahui bahwa hordeolum interna terobstruksi atau
tidak, palpebra harus di eversi secara perlahan untuk memeriksa
akan adanya pustul pada konjungtiva tarsalis.
- Scaling atau gatal pada palpebra; adanya discharge, warna
kemerahan, dan iritasi, yang menyebabkan nyeri tekan terlokalisasi
dan nyeri
o Tes Diagnostik dan Pemeriksaan Lab
Kultur tidak diindikasikan untuk kasus hordeolum terisolasi dengan tidak
ada komplikasi. (Weingeist et al., 2005)
o Temuan Patologis
Kontaminasi bakteri dan sel-sel darah putih pada discharge palpebra.
(Baharestani, S., 2017)

2.2.9 Diagnosis Banding


Kalazion:
Kalazion merupakan suatu peradangan granulomatosa kelenjar Meibom
yang tersumbat. Kalazion memberikan gejala benjolan pada kelopak mata,
tidak hiperemi, dan tidak ada nyeri tekan, serta adanya pseudoptosis. Hal

17
yang membedakan antara kalazion dan hordeolum adalah pada hordeolum
terdapat hiperemi palpebra dan nyeri tekan. (Ehrenhaus, Michael P., 2012)
Selulitis Preseptal
Selulitis preseptal merupakan infeksi umum pada kelopak mata dan
jaringan lunak periorbital yang dikarakteristikkan denan adanya eritema
pada kelopak mata yang akut dan edema. Yang membedakan selulitis
preseptal dengan hodeolum adalah perjalanan penyakitnya, yang ditandai
dengan adanya demam yang diikuti oleh pembengkakan. (Ehrenhaus,
Michael P., 2012)
Tumor Palpebra
Tumor palpebra merupakan suatu pertumbuhan sel yang abnormal pada
kelopak mata. Adapun gejala yang membedakan antara tumor palpebra
dengan hordeolum adalah tidak adanya tanda-tanda peradangan seperti
hiperemi dan hangat. Tumor palpebra harus ditegakkan diagnosisnya
dengan pemeriksaan biopsy. (Ehrenhaus, Michael P., 2012)
Blepharitis
Blepharitis merupakan infeksi palpebra kronis berkepanjangan yang
biasanya melibatkan folikel bulu mata dan terdapat krusta. (Ehrenhaus,
Michael P., 2012)

2.2.10 Penatalaksanaan
 Umumnya, kesembuhan spontan sering terjadi. (Weingeist et al, 2005)
 Medikamentosa
- Kompres hangat 3 – 4 kali sehari selama 10 menit untuk
mempercepat drainase lesi. (Baharestani, S., 2017)
- Antibiotik Sistemik (Ehrenhaus et al, 2012)
o Cephalexin (Keflex)
Cephalosporin generasi pertama yang seringkali digunakan
pada infeksi kulit atau strukturnya (contoh: hordeolum
akut) yang disebabkan oleh staphylococci atau streptococci.
o Eritromisin

18
Menghambat pertumbuhan baketri, dengan memblokade
disosiasi dari peptidil t-RNA dari ribosom, yang
menyebabkan penghentian sintesis protein-bergantung-
RNA.
Eritromisin diindikasikan untuk infeksi yang disebabkan
oleh mikroorganisme dan untuk prevensi infeksi korneal
dan konjungtiva.
o Amoxicillin/clavulanate (Augmentin, Amoclan)
Amoxicillin menghambat sintesis dinding sel bakteri
dengan megnikat protein-pengikat-penicillin. Tambahan
clavulanate menginhibisi bakteria-pemroduksi-beta-
lactamase. Obat ini merupakan antibiotik alternative yang
baik untuk pasien yang alergi atau intoleran terhadap
makrolid. Biasanya obat ini di toleransi dengan baik dan
memberikan cakupan yang luas untuk sebagian besar agen
infeksius.
o Doxycycline (Mogidox, Adoxa, Oracea)
Menginhibisi sintesis protein dan pertumbuhan bakteri
dengan berikatan dengan subunit ribosomal 30S dan 50S.
Obat ini bisa diberikan jika ada riwayat lesi multipel atau
berulang atau jika ada meibomitis kronis.
- Antibiotik Topikal (Soewono, W., Oetomo, M. M., dan Eddyanto.,
2006)
Neomicyn, Polymyxin B, Gentamycin, Chlorampenicol,
Ciprofloxacin, Dibekacin, Tobramycin, Fucidic acid, Bacitracin,
diberikan selama 7 – 10 hari, pada fase inflamasi.6
 Insisi dan Drainase
Insisi dan drainase dilakukan apabila dengan terapi medikamentosa tidak
berespon dengan baik dan hordeolum tersebut sudah masuk dalam stadium
supuratif, maka prosedur pembedahan diperlukan untuk membuat drainase
pada hordeolum. Pada insisi hordeolum terlebih dahulu diberikan anestesi
topikal dengan pantokain tetes mata. Dilakukan anestesi filtrasi dengan

19
prokain atau lidokain di daerah hordeolum. Hordeolum internum dibuat
insisi pada daerah fluktuasi pus, tegak lurus (vertikal) pada margo

palpebral dan pada hordeolum eksternum dibuat insisi sejajar (horizontal)


dengan margo palpebra. (Crick dan Khaw, 2003)
Gambar 2.5 Insisi Hordeolum (Crick dan Khaw, 2003)

2.2.11 Komplikasi
Memburuk menjadi Kalazion dan/atau periorbital selulitis. (The University
of Chicago Pediatrics Clerkship, 2013)

2.2.12 Prevensi
Menurut The University of Chicago Pediatrics Clerkship, 2013, ada
beberapa prevensi yang dapat dilakukan untuk hordeolum:
- Hindari menggosok mata
- Cuci tangan sebelum memegang mata
- Cuci tangan sebelum memakai lensa kontak
- Pastikan lensa kontak bersih
- Lindungi mata dari polusi dan debu
- Ganti make-up secara rutin (mascara) karena bakteri dapat tumbuh
disana
- Jika terjadi rekurens, cuci palpebra secara rutin dengan air hangat dan
sampo bayi.

2.2.13 Prognosis

20
Walaupun hordeolum tidak berbahaya dan komplikasinya sangat jarang,
tetapi hordeolum sangat mudah kambuh. Hordeolum biasanya sembuh sendiri
atau pecah dalam beberapa hari sampai minggu. Dengan pengobatan yang baik
hordeolum cenderung sembuh dengan cepat dan tanpa komplikasi. Prognosis baik
apabila hordeolum tidak ditekan atau ditusuk karena infeksi dapat menyebar ke
jaringan sekitar. (Ehrenhaus, Michael P., 2012).

21
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN


Berdasarkan hasil anamnesis di dapatkan identitas pasien adalah seorang
wanita berusia 26 tahun.

3.2 ANAMNESIS
Pasien datang ke Poli Mata RSU Haji dengan keluhan bengkak pada
kelopak mata kanan sejak satu minggu yang lalu. Bengkak pada kelopak mata
kanan tersebut disertai nyeri seluruh kelopak mata dan lama-kelamaan membesar
dan terlokalisasi.
Dari anamnesis singkat tersebut di dapatkan diagnosis banding berupa:
kalazion, blepharitis, selulitis preseptal, maupun tumor palpebra.
Pasien menyatakan belum melakukan apapun untuk mengatasi
keluhannya. Bengkak yang ada di kelopak mata pasien dirasakan semakin besar
sehingga terasa mengganjal dan mengganggu, sehingga pasien memutuskan untuk
datang ke Poli Mata RSU Haji Surabaya. Pasien juga mengakut bahwa pernah
mengalami hal serupa sebanyak 2x saat SMA dan keduanya dilakukan terapi
pembedahan.
Dari hasil pemeriksaan fisik dengan melakukan pemeriksaan visus, di
dapatkan baik VOD maupun VOS pasien tidak mencapai 1,0. Hal ini
menunjukkan bahwa pasien mengalami kelainan refraksi, yang baru dapat
diperiksa lebih lanjut setelah keluhan utama pasien diobati. Sedangkan pada
pemeriksaan segmen anterior, di dapatkan palpebra OD hiperemi (+), edema (+),
dan lunak pada perabaan (+), serta nyeri tekan (+).

3.3 PEMERIKSAAN
3.3.1 TAJAM PENGLIHATAN
VOD : 0.1 cc km 0.8

22
VOS : 0.08 cc km 0.5

3.3.2 SEGMEN ANTERIOR


OD: Hordeolum eksterna palpebra superior.

3.4 KESIMPULAN
Kesimpulan dari gejala klinis pasien dan pemeriksaan menunjukkan bahwa:
 Pasien mengeluh bengkak pada kelopak mata sebelah kanan sejak satu
minggu yang lalu. Bengkak pada kelopak mata kanan tersebut disertai
nyeri seluruh kelopak mata dan lama-kelamaan membesar dan
terlokalisasi. Pada mata kanan terdapat edema pada palpebra yang disertai
dengan hiperemi, lunak pada palpasi, serta ada nyeri tekan. Bengkak yang
ada di kelopak mata pasien dirasakan semakin besar sehingga terasa
mengganjal dan mengganggu.
 Dari hasil pemeriksaan fisik dengan melakukan pemeriksaan visus, di
dapatkan baik VOD maupun VOS pasien tidak mencapai 1,0. Hal ini
menunjukkan bahwa pasien kemungkinan mengalami kelainan refraksi,
yang baru dapat diperiksa lebih lanjut setelah keluhan utama pasien
diobati. Sedangkan pada pemeriksaan segmen anterior, di dapatkan
palpebra OD hiperemi (+), edema (+), dan lunak pada perabaan (+), serta
nyeri tekan (+).
 Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan, di simpulkan bahwa pasien terkena
hordeolum eksterna pada kelopak mata kanan.

3.5 PENATALAKSANAAN
Diagnostik: anamnesis dan pemeriksaan segmen anterior mata.
Terapi:
- Insisi dan drainase
- Antibiotik topikal: Gentamicin eye ointment 3dd OD
- Analgesik: Tab Metampiron 500mg 3dd tab 1
Monitoring:
- Tidak usah kontrol kecuali ada keluhan

23
Edukasi:
- Meminta pasien untuk menghindari air pada kelopak yang baru di insisi
kurang lebih selama 1 - 2 hari. Pasien tetap boleh mandi/terkena air,
namun harus menghindari air agar tidak trekena mata kanan.
- Tidak menggunakan make-up maupun lensa kontak sampai luka benar-
benar sembuh untuk menghindari infeksi. Jika sudah sembuh dan boleh
menggunakan make-up maupun lensa kontak, pastikan make-up
dibersihkan dan lensa kontak harus dalam keadaan bersih.
- Jika terjadi rekurens, pasien bisa melakukan kompres hangat 4x sehari
selama 10 menit dan segera ke dokter.
- Untuk pencegahan, pasien di edukasi mengenai kebersihan kelopak mata
(mencuci tangan sebelum memegang kelopak mata, menjaga kebersihan
lensa kontak jika menggunakan, menjaga kebersihan alat-alat make-up).
- Jika terjadi rekurens, instruksikan pasien untuk tidak memencet hordeolum
karena infeksi bisa menyebar ke jaringan yang berdekatan.
- Meminta pasien untuk melakukan cek kacamata setelah sembuh
- Memberi edukasi bahwa salah satu faktor penyebab hordeolum berulang
adalah alergi sehingga sebisa mungkin pasien diminta menjauhi makanan
tertentu seperti telur, susu, kacang, cokelat.

24
DAFTAR PUSTAKA

Baharestani, S. (2017). Stye. http://eyewiki.aao.org/Stye diakses pada Agustus


2017.
Crick dan Khaw. (2003). A Textbook of Clinical Ophtalmology, 3rd Edition.
USA: World Scientific Publishing.
Domino, Frank. J., dan Baldor, Robert A. (2011). The 5-Minute Clinical Consult
2012, 20th Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins.
Ehrenhaus, Michael P. (2012). Hordeolum.
http://emedicine.medscape.com/article/1213080-overview#a5 diakses pada
Agustus 2017.
Mogdil, P., Borchman, D., Gerlach, D., dan Yappert, M. C. (2016). Sebum /
Meibum Surface Film Interactions and Phase Transitional Differences.
Investigative Ophtalmology and Visual Sciences, Vol. 57, No. 6, p. 2401 –
2411.
Moore, Ketih L., Agur, A. M. R., dan Dalley, A. F. (2011). Essential Clinical
Anatomy. USA: Lippincott Williams & Wilkins.
Riordan-Eva, Paul., dan Whitcher, John. P. (2007). Vaughan & Asbury’s General
Ophtalmology. USA: The McGraw-Hill Companies.
Snell, Richard. (2012). Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, Edisi 6.
Penerbit Buku Kedoktran ECG: Jakarta
Soewono, W., Oetomo, M. M., dan Eddyanto. (2006). Pedoman Diagnosis dan
Terapi Bag / SMF Ilmu Penyakit Mata, Edisi III. Surabaya: Rumah Sakit
Umum Dokter Soetomo.
The University of Chicago Pediatrics Clerkship. (2013). Hordeolum (Stye) vs
Chalazion. https://pedclerk.bsd.uchicago.edu/page/hordeolum-stye-
chalazion diakses pada Agustus 2017.
Weingeist, Thomas A., Liesegang, T. J., Grand, M. G. (2005). Basic and Clinical
Science Course: External Disease and Cornea. USA: American Academy
of Ophtalmology.

25

Anda mungkin juga menyukai