Anda di halaman 1dari 28

CASE REPORT SESSION (CRS)

RUPTUR KORNEA OKULI DEXTRA

EC. TRAUMA MEKANIK

Oleh:
Ika Puji Lestari, S.Ked
G1A218013

Pembimbing :
dr. Ameria Paramita, Sp. M. MARS

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA RSUD ABDUL MANAP
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

CLINICAL REPORT SESSION (CRS)

RUPTUR KORNEA OKULI DEXTRA

EC. TRAUMA MEKANIK

Disusun Oleh :
Ika Puji Lestari, S.Ked
G1A218013

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior

SMF/ Bagian Mata RSUD Abdul Manap Kota Jambi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada, Agustus 2019

Pembimbing

dr. Ameria Paramita, Sp. M. MARS

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan CRS yang berjudul “Ruptur
Kornea Okuli Dextra e.c. Trauma Mekanik” sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Program Studi Profesi Dokter di Bagian Ilmu Penyakit Mata di Rumah
Sakit Umum Abdul Manap Kota Jambi

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Ameria Paramita Sp, M.


MARS yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing
penulis selama menjalani Program Studi Profesi Dokter di Bagian Ilmu Penyakit
Mata Rumah Sakit Umum Abdul Manap Kota Jambi
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah ini,
sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah
ini.Penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca.

Jambi, Agustus 2019

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

Trauma mata merupakan salah satu masalah kesehatan dunia. Meskipun


termasuk kasus yang masih dapat dicegah, trauma mata tetapi menjadi salah satu
penyebab mortilitas, morbiditas dan disability. Dalam kenyataannya, trauma mata
menjadi kasus tertinggi penyebab kebutaan unilateral di seluruh dunia terutama
pada anak dan dewasa muda. Dewasa muda terutama laki-laki merupakan
kelompok yang kemungkinan besar mengalami trauma mata. Kejadian trauma
okuli dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. 1
Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti
rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks
memejam atau mengedip, mata masih sering mendapat trauma dari sunia luar.
Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata
dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberi
penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Trauma okuli paling banyak
terjadi di lokasi kerja seperti pabrik/bengkel, saat berolahraga, bermain kembang
api/petasan, bahan kimia dan peralatan rumah tangga. 1,2
Diketahui 90% kejadian trauma okuli dapat dicegah.Akan tetapi pada
kenyataan di lapangan, meningkatnya sosialisasi penggunaan alat pelindung mata
belum terlalu signifikan dalam mengurangi angka kejadian trauma okuli.Selain
itu, trauma okuli yang tidak ditangani dengan baik juga dapat mengarah kepada
komplikasi serius.Oleh karena itu perlu dilakukan pembahasan mengenai trauma
okuli secara lebih terperinci. 1,2

3
BAB II
LAPORAN KASUS
Anamnesis
Identifikasi Nama : Tn. R
Umur : 57 tahun
Alamat : Senaung, Seberang, Kota Jambi
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggal berobat : 30 Juli 2019
Keluhan utama Mata kanan merah sejak 3 minggu SMRS
Anamnesa Khusus Pasien datang ke poli mata Rumah Sakit Abdul Manap
dengan keluhan mata kanan merah yang sudah dirasakan
sejak 3 minggu SMRS. Keluhan diawali saat 3 minggu
yang lalu pasien mengalami kelilipan sesuatu yang
dirasakan seperti ada yang menabrak matanya dengan
cukup kuat saat mengendarai motor pada malam hari, dan
diketahui pasien tidak menggunakan pelindung mata. Pada
saat itu pasien tidak merasakan adanya keluhan, dan mata
hanya dikucek saja. Keesokan harinya pasien merasakan
gatal pada mata kanannya dan pasien menjadi sering
mengucek mata, keluhan ini disertai mata merah, perih dan
juga berair serta lebih silau. Setelah 4 hari kejadian pasien
merasakan pandangan menjadi kabur, kemudian pasien
berobat ke salah satu rumah sakit, dan diberikan obat tetes
mata. Namun pasien merasa keluhan tidak juga berkurang.
Keluhan demam (-), pusing (+), mual dan muntah (-)
Riwayat penyakit a. Riwayat keluhan serupa (-)
dahulu b. Riwayat operasi (-)
c. Trauma pada mata (-)
d. Hipertensi (-)
e. Diabetes melitus (-)
f. Alergi (-)
g. Riwayat memakai kaca mata (-)
Anamnesa keluarga Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang
sama seperti pasien

4
Riwayat gizi Baik
Keadaan sosial Menengah, pasien seorang pekerja swasta dan tinggal
ekonomi bersama keluarga

Penyakit sistemik
 Tractus respiratorius Tidak ada keluhan
 Tractus digestivus Tidak ada keluhan
 Kardiovaskuler Tidak ada keluhan

 Endokrin Tidak ada keluhan

 Neurologi Tidak ada keluhan

 Kulit Tidak ada keluhan


Tidak ada keluhan
 THT
Tidak ada keluhan
 Gigi dan mulut
Tidak ada keluhan
 Lain-lain

Pemeriksaan visus dan refraksi


OD OS
Visus : 1/60 Visus : 6/6

II. Muscle Balance


Kedudukan bola mata
Orthoforia Orthoforia

Pergerakan bola mata

5
Pemeriksaan Eksternal
OD OS

Palpebra superior Palpebra superior


Blefarospasme (-), benjolan(-), Blefarospasme (-), benjolan(-),
hiperemis(-) hiperemis(-)
Palpebra Inferior Palpebra Inferior
Benjolan(-),hiperemis(-) entropion(- Benjolan(-),hiperemis(-) entropion(-)
)
Cilia Cilia
Trikiasis(-) Trikiasis(-)
Ap. Lacrimalis Ap. Lacrimalis
Tampak normal Tampak normal
Conjugtiva tarsus superior Conjugtiva tarsus superior
Papil(-), folikel(-), litiasis (-), Papil(-), folikel(-), litiasis (-),
hiperemis (+) hiperemis (-).
Conjungtiva tarsus inferior Conjungtiva tarsus inferior
Papil(-), folikel(-), litiasis (-), Papil(-), folikel(-), litiasis (-),
hiperemis (-) hiperemis (-).
Conjungtiva Bulbi Conjungtiva Bulbi
Injeksi Siliar (+) Injeksi Siliar (-)
Injeksi Konjunctiva (+) Injeksi Konjunctiva (-)
Kimosis (-) Kimosis (-)
Kornea Kornea
Jernih Jernih
Corpal (-), ruptur (+) terepitelisasi Corpal (-)
Edema (-) Edema (-)
Infiltrat (-) Infiltrat (-)
Ulkus (-) Ulkus (-)
Makula (-) Makula (-)
Refleks kornea (+) Refleks kornea (+)

6
COA COA
Sedang Sedang
Pupil Pupil
Irregular Bulat, regular
Refleks Cahaya : Refleks Cahaya :
- Direct (+) - Direct (+)
- Indirect (+) - Indirect (+)
Diameter : ⼟ 2 mm Diameter : 3 mm

Iris Iris
Coklat, kripta normal, prolaps (-) Coklat, kripta normal, prolaps (-)
Sinekia anterior (+)
Lensa : Jernih Lensa : Jernih
Tekanan Intra Okuler
Palpasi : normal Palpasi : normal
TonometerSchiotz : tidak dilakukan Tonometer Schiotz : tidak dilakukan
Palpasi
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Massa (-) Massa (-)
Pembesaran Gl. Aurikuler (-) Pembesaran Gl. Aurikuler (-)
Funduskopi
Funduskopi: tidak dilakukan Funduskopi: tidak dilakukan

Ultrasonografi

Kesan : vitreous jernih, retina attached

7
Pemeriksaan Umum
Tinggi badan 162 Cm
Berat badan 54 Kg
Tekanan darah 110/70 mmHg
Nadi 80 kali/menit
Suhu 36,8 0C
Pernapasan 20 kali/menit
Kerdiovaskuler BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Traktus gastrointestinal Bising usus (+)
Paru-paru Vesicular (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Neurologi Tidak dilakukan

Diagnosis : Ruptur Kornea Okuli Dextra e.c. Trauma Mekanik

Anjuran Pemeriksaan :
- Slit Lamp
Pengobatan :
Medikamentosa :
- Levofloxacin eye drops 6 x 1 OD

- Dexamethasone eye drops 6 x 1 OD

- Timolol Maleate 0,5 % eye drops 2 x 1 OD

Pembedahan :

Repair ruptur kornea + Release sinekia

Edukasi :
- Istirahat

- Menutup mata ketika keluar rumah

- Tidak mengucek mata

8
- Memakai obat secara teratur

- Lakukan kompres air hangat pada mata yang sakit

- Menggunakan kacamata atau Google saat bekerja

- Kontrol kembali untuk melihat perbaikan

Prognosis :
Quoad vitam : ad bonam

Quoad functionam : ad malam

Quoad sanationam : ad bonam

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Mata

Gambar 1. Anatomi mata

Secara konstan mata menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk,


memusatkan perhatian pada objek yang dekat dan jauh serta menghasilkan
gambaran yang kontinu yang dengan segera dihantarkan ke otak.3,4,5

Mata memiliki struktur sebagai berikut :

 Sklera (bagian putih mata) : merupakan lapisan luar mata yang


bewarna putih dan relatif kuat.
 Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata
dan bagian sclera.
 Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan
pembungkus dari iris, pupil dan bilik anterior serta membantu
memfokuskan cahaya.
 Pupil : daerah hitam ditengah-tengah iris.

10
 Iris : jaringan bewarna yag berbentuk cincin, menggantung di belakang
kornea dan di depan lensa, berfungsi mengatur jumlah cahaya yang
masuk ke mata dengan cara merubah ukuran pupil.
 Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor aquos
dan vitreus, berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke retina.
 Retina : lapisan jaringan peka cahaya yang terletak dibagian belakang
bola mata, berfungsi mengirimkan pesan visual melalui saraf optikus
ke otak.
 Saraf optikus : kumpulan jutaan serat saraf yang membawa pesan
visual ke otak.
 Humor aqueus : caian jernih dan encer yang mengalir diantara lensa
dan kornea (mengisi segmen anterior bola mata) serta merupakan
sumber makanan bagi lensa dan kornea, dihasilkan oleh processus
ciliaris.
 Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di
depan retina (mengisi segmen posterior mata).

3.2 Kornea5

Kornea adalah jaringan transparan, tembus cahaya, menutupi bola mata


bagian depan. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah,
sekitar 0,65 mm di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm.

Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-


beda : lapisan epitel (yang bersambung dengan lapisan epitel konjungtiva
bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan endotel. 4,5

Lapisan kornea :

1. Epitel
- Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.

11
- Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng, sel basal berkaitan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel
poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan
barrier.
- Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya.
Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
- Epitel berasal dari ektoderm permukaan.

2. Membran Bowman
- Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma.
- Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.

3. Stroma
- Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur,
sedangkan di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya
serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15
bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas
terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk
bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah
trauma.

4. Membran Descement
- Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.

12
- Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai
tebal 40 m.
5. Endotel
- Berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk heksagonal, besar 20-
40 m. Endotel melekat pada membran descement melalui
hemidesmosom dan zonula okluden. 5

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis
terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di
daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi
dalam waktu 3 bulan. 5

Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem


pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema
kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.

Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutupi bola mata
di bagian depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40
dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk dilakukan oleh kornea.

3.3 Trauma Okuli

3.3.1 Definisi dan Klasifikasi Trauma Okuli

Trauma okuli adalah trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata,dan rongga
orbita. Kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi
mata sebagai indra penglihatTrauma okuli dapat terjadi mulai trauma minor

13
seperti terkena sabun sampai trauma berat yang menyebabkan kehilangan
penglihatan bahkan sampai hilangnya mata.6

Trauma okuli

Closed globe Open Globe

Kontusio Laserasi lamelar Laserasi Ruptur

Perforasi IOFB Penetrasi

Bagan 3.1 Klasifikasi Trauma Okuli Berdasarkan BETT

Bola mata merupakan komponen yang terdiri dari lapisa fibrosa bagian
luar ( kornea dan sklera). berdasarkan hal tersebut Definisi yang diutarakan oleh
American Ocular Trauma Society mengenai trauma okuler mekanik membagi lagi
menjadi6,12

1. Closed-globe injury merupakan suatu keadaan dimana dinding mata


(sklera dan kornea) tidak memiliki luka yang sampai menembus seluruh
lapisan-lapisan ini namun tetap menyebabkan kerusakan intraokuler,
termasuk di dalamnya :
• Contusio.
Merupakan jenis closed-globe injury yang disebabkan oleh trauma
tumpul.Kerusakan yang timbul dapat ditemukan pada lokasi
benturan atau pada lokasi yang lebih jauh dari benturan.
• Laserasi lamellar.
Merupakan jenis closed-globe injury yang dicirikan dengan luka
yang tidak sepenuhnya menembus lapisan sklera dan kornea
(partial thickness wound) yang disebabkan oleh benda tajam
maupun benda tumpul.
2. Open-globe injury merupakan jenis trauma yang berkaitan dengan luka
yang sampai menembus seluruan lapisan dinding dari sklera, kornea,

14
atau keduanya. Termasuk didalamnya ruptur dan laserasi dinding bola
mata.
• Ruptur merujuk pada luka pada dinding bola mata dengan
ketebalan penuh sebagai dampak dari trauma tumpul. Luka yang
timbul disebabkan oleh peningkatan tekanan intraokuler secara
tiba-tiba melalui mekanisme trauma inside-out.
• Laserasi merujuk pada luka pada dinding mata dengan ketebalan
penuh yang disebabkan oleh benda tajam. Luka yang dihasilkan
merupakan akibat mekanisme luar ke dalam (outside-in), termasuk
di dalamnya :
o Trauma penetrasi merujuk pada laserasi tunggal dari dinding
mata yang disebabkan oleh benda tajam
o Trauma perforasi merujuk pada dua laserasi pada dinding mata
dengan ketebalan penuh ( satu masuk dan satu keluar) yang
disebabkan oleh benda tajam. Dua luka yang terbentuk harus
disebabkan oleh benda yang sama.
o Trauma benda asing intraokuler merupakan suatu trauma
penetrasi ditambah dengan tertinggalnya benda asing
intraokuler.

1.3.2 Epidemiologi Trauma Okuli7


Insiden trauma okuli relatif sering terjadi meskipun secara anatomis dan
fungsional mata telah memiliki mekanisme perlindungan seperti bentuk orbital
rim yang mencegah terjadinya trauma langsung pada mata, refleks penutupan
palpebra untuk melindungi bola mata, rotasi mata ke atas saat berespon terhadap
stimulus yang tiba-tiba dan adanya lemak retrobular.

Trauma okuli adalah penyebab kebutaan cukup signifikan, terutama pada


golongan sosialekonomi rendah dan di negara-negara berkembang.Kejadian
trauma okuli dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Dari
data WHO, trauma okuli berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3
juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan
bilateral akibat cedera mata. Lebih banyak pada laki-laki (93%) dengan usia rata-

15
rata 31 tahun. Trauma okuli merupakan penyebab kebutaan terbanyak pada
individu di bawah usia 25 tahun.

Trauma okuli paling banyak terjadi di lokasi kerja seperti pabrik/bengkel,


saat berolahraga, bermain kembang api/petasan, bahan kimia dan peralatan rumah
tangga1 dari 5 kasus trauma okuli di rumah terjadi saat pasien memperbaiki
rumah Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di Amerika
Serikat mencapai 16% dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan di rumah.

Gambar 3.15 Prosentase Penyebab Trauma Okuli8

Gambar 3.16.Prosentase Kejadian Trauma Okuli yang Membutuhkan


Manajemen9

16
3.3.3 Etiologi Trauma Okuli6,10

Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah


tejadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan. Pada
mata dapat terjadi berbagai macam bentuk trauma yaitu:

1. Trauma Mekanik

 Trauma tumpul, misalnya terpukul, kena bola tenis atau bola bulu tangkis
 Trauma tajam, misalnya pisau dapur, gunting, garpu, dan peralatan
pertukangan

2. Trauma Kimia

 Trauma kimia basa, misalnya sabun cuci, sampo, bahan pembersih lantai,
kapur, lem
 Trauma kimia asam, misalnya cuka, bahan-bahan asam di laboratorium

3. Trauma Radiasi

 Trauma termal, misalnya panas api, listrik, sinar matahari


 Traums bahan radio aktif, misalnya sinar radiasi

3.3.4 Diagnosa Trauma Okuli


Diagnosa trauma okuli ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis9

Riwayat kondisi okular pasien perlu digali untuk mengetahui beratnya


trauma dan membantu dalam evaluasi pasien selanjutnya.Pada kasus eksposur
bahan kimia, terapi harus dimulai sesegera mungkin, anamnesis dan
pemeriksaan fisik dilakukan setelah atau saat irigasi mata.Anamnesis harus
memuat tentang kondisi visus pasien sebelum trauma, termasuk juga riwayat
penggunaan kacamata, riwayat pengobatan, status tetanus, dan adanya operasi
mata sebelumnya.Pasien trauma okular dengan riwayat pembedahan
sebelumnya memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadinya ruptur kornea atau

17
sklera bahkan pada trauma minor.Pada kasus trauma tumpul, mekanisme,
besarnya tekanan dan arah datangnya penyebab trauma penting untuk
mengetahui adanya kemungkinan kerusakan lebih berat.Untuk kasus trauma
penetrans, penting untuk mengetahui komposisi benda asing penyebab trauma,
memastikan potensi terdapat bagian dari benda asing yang masih tertinggal di
mata.

2. Pemeriksaan Fisik9

Pemeriksaan oftalmologi

a. Pemeriksaan visus :

Visus adalah vital sign untuk mata oleh karena itu pengukuran visus
pasien merupakan tahap pertama dalam pemeriksaan oftamologi.Pengukuran
visus harus dilakukan pada semua pasien trauma okuli yang sadar dan responsif
sebagai faktor penting untuk menegakkan diagnosis dan membantu
memprediksi kondisi penglihatan pasien setelah manajemen terapi.Penggunaan
anestesi topikal saat pemeriksaan visus dapat membantu pada pasien dengan
nyeri okular akut atau blepharospasme.Pemeriksaan penglihatan sentral
mungkin mengalami penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous
dankerusakan pada sistem suplai untuk retina.

b. Pemeriksaan Lapang Pandang10 :

Pemeriksaan lapang pandang dapat mendeteksi adanya kelainan yang


melibatkan retina, nervus optikus, jalur anterior dan posterior penglihatan dan
korteks visual.Pasien dengan keluhan ganguan penglihatan harus selalu
diskirining untuk pemeriksaan lapang pandang.Lapang pandang dapat
mengalami penurunan akibat dari trauma.

c. Pemeriksaan Pupill0

Pemeriksaan pupil meliputi ukuran, bentuk, simetris dan reaksi terhadap


cahaya.Ukuran pupil menggunakan satuan milimeter.Trauma tumpul dapat
menyebabkan midriasis akibat trauma.Pupil yang berbentuk teardrop mengarah
pada kondisi ruptur bola mata, dimana apex dari teardrop menunjukkan lokasi
ruptur.Setiap pupil harus diperiksa respon langsung dan konsensual terhadap

18
stimulasi cahaya (refleks pupil).Penting juga dilakukan skirining untuk
kemungkinan adanya defek aferen pupil dengan pemeriksaan swinging
flashlight. Pemeriksaan ini berdasarkan asumsi bahwa kedua mata dengan jaras
nervus optikus yang normal memiliki respon konstriksi konsensual yang
samaterhadap cahaya. Ketika fungsi nervus optikus (jalur aferen) mengalami
gangguan, pupil mata yang sakit akan tetap berkonstriksi saat cahaya diarahkan
pada mata yang normal, akan tetapi, ketika cahaya diarahkan pada mata yang
abnormal, pupil akan berdilatasi akibat dari penurunan input nukleus Edinger-
Westphal. Defek dari aferen pupil harus diwaspadai terhadap kemungkinan
adanya patologis nervus optikus atau trauma berat retina.

Gambar 3.17. Pemeriksaan RAPD9

d. Motilitas Okular2,10

Normalnya, refleks cahaya kornea harus berada pada posisi yang relatif
sama antara kornea mata kanan dan kiri, pasien juga harus bisa menggerakkan
matanya pada semua arah (supraduksi, infraduksi, adduksi, abduksi). Adanya
keterbatasan ektraokular motilitas dapat mengindikasikan fraktur orbital,

19
kerusakan nervus kranial, tramat otot ekstraokular, pembatasana motilitas bola
mata akibat edema intraorbital atau darah.Pada pasien yang mengeluh diplopia,
penting untuk membedakan kondisi pasien adalah diplopia monokular atau
binokular.Diplopia yang menetap saat mata yang sehat ditutup (monokular
diplopia) mengarah pada kemmungkinan abnormalitas medial okular, seperti
iregularitas kornea, abnormalitas lensa, atau iridodialisis.Diplopia yang hilang
saat salah satu mata ditutup (binokular diplopia) mengindikasikan adanya defek
koordinasi pergerakan mata.

e. Pengukuran Tekanan Intraokular10,11

Pengukuran tekanan intraokular (IOP) dapat dilakukan dengan aplanasi atau


schiotz.Diperlukan anestesi topikal untuk membantu pengukuran mata pada
pasien yang sadar. Normalnya IOP berada dalam range 10 – 21 mmHg.
Peningkatan IOP dapat terjadi pasca trauma okuli seperti akibat hifema, angle
closure, perdarahan retrobulbar, fistula carotis-caverneous.Penurunan IOP dapat
terjadi akibat trauma bola mata terbuka, uveitis, cyclodialysis, atau retinal
detachment.

f. Pemeriksaan Anterior Segmen2,10,11

Palpebra dan regio periokular harus diinspeksi secara seksama, untuk


melihat adakan asimetri, edema, ecchymosis, laserasi, atau posisi palpebra yang
abnormal. Ptosis sering terjadi pada trauma okular, secara tipikal disebabkan
oleh edema, penyebab potensial lain adalah nervus 3 palsy, trauma otot levator,
Sindroma Horner traumatika. Laserasi palpebra medial meningkatkan
kecurigaan pada trauma kanalikular.Keberadaan jaringan lemak pada laserasi
palpebra mengindikasikan adanya benturan pada septum orbital. Adanya
proptosis dapat mengarah pada perdarahan retrobulbar atau kondisi patologis
lain seperti infeksi, inflamasi dan tumor.

Pemeriksaan inspeksi dengan slit lamp dapat mendeteksi lebih akurat


adanya kelainan pada konjunctiva, sklera, kornea, iris, dan lensa. Pada
konjunctiva dan sclera dapat ditemukan adanya injection, perdarahan, laserasi,
kemosis, jaringan yang terekspos, dan benda asing.Adanya kemosis hemoragik

20
mengarah pada open-globe injury.Pada kasus kecurigaan perforasi kornea,
dapat dilakukan test seidel untuk mengidentifikasi kebocoran humor aqueous.
Seidel tes dilakukan dengan memberikan fluorescein pada daerah yang dicurigai
terjadi kebocoran, adanya kebocoran humor aqueous akan mendilusi warna
oranye dari fluorescein menjadi berwarna kuning kehijauan terang saat disinari
cahaya biru kobalt. Seidel test positif menandakan perforasi kornea, sementara
hasil yang negatif tidak selalu sebaliknya sebab beberapa luka pada kornea
dapat sembuh sendiri. Pemeriksaan pada iris meliputi warna, defek, bentuk yang
iregular.Adanya subluksasi lensa akibat trauma bermanifestasi berupa gambaran
bulan sabit di tengan pupil.Ditemukannya kedangkalan pada kamera okuli
anterior dapat mengarah pada open-globe injury atau dislokasi
lensa.Normalnya, COA terlihat jernih, tetapi pada kasus trauma dapat
ditemukan adanya darah (hifema) atau eksudat purulen (hipopion). Cell dan
flare adalah tanda inflamasi COA, dan dapat dilihat melalui slit lamp.

g. Pemeriksaan Segmen Posterior2,10,11

Vitreous, retina dan diskus optikus dapat diperiksa melalui


funduskopi.Pemeriksaan funduskopi dimulai dengan melihat refleks
fundus.Abnormalitas pada refleks fundus mengarah pada adanya edema
korneal, perdarahan vitreous, katarak, atau retinal detachment berat. Semua
opasitas yang mengganggu transmisi cahaya (misalnya adanya benda asing,
laserasi korneal, trauma lensa) akan memperlihatkan bayangan gelap.
Funduskopi secara lengkap dapat dilakukan dengan mendilatasikan pupil
menggunakan midriatil topikal, tetapi harus dilakukan skirining terlebih dahulu,
adakah kontraindikasi seperti angle-closure.

Kemungkinan kelainan yang dapat ditemukan :

 Defek epitel kornea: kerusakan epitel kornea dapat bervariasi mulai dari
keratitis epitel punctata yang ringan sampai defek kornea yang menyeluruh.
 Stroma yang kabur : kekaburan stroma bervariasi, mulai dari yang ringan
sampaimenyeluruh sehingga tidak bisa melihat COA

21
 Perforasi kornea: lebih sering dijumpai beberapa hari-minggu stelah trauma
yang berat
 Reaksi inflamasi KOA: tampak gambaran flare dan sel di KOA.
 Kerusakan kelopak mata
 Inflamasi konjunctiva
 Penurunan ketajaman penglihatan

3. Pemeriksaan Penunjang11
a. Ocular Imaging

Foto polos, CT, USG, dan MRI dapat digunakan untuk evaluasi trauma
okuli. CT saat ini lebih menjadi pilihan menggantikan foto polos dalam
mengevaluasi trauma okular.CT dapat menunjukkan fraktur orbital, benda
asing pada intraokular dan orbital, rupture bola mata dan perdarahan
retrobulbar.Meskipun begitu, benda asing yang bersifat radioluscent seperti
kaca, plastik, kayu sulit untuk dideteksi dengan CT atau foto polos.Standar
pemeriksaan CT meliputi potongn axial dan koronal, penggunaan kontras
sering tidak dibutuhkan.Jika CT tidak ada, foto polos dapat menjadi alat
untuk skrining benda asing berbahan metalik atau mengevaluasi fraktur
orbital dan trauma pada sinus. Dalam waktu 24 sampai 72 jam setelah trauma,
modalitas yang paling berfungsi utama adalah CT scan. Apabila pemeriksaan
okular ditutupi oleh media opak seperti darah, B-scan ultrasound dapat
memberikan anatomi intraokular secara lebih baik daripada CT. USG dapat
mendeteksi adanya benda asing intraokular, retinal detachment, perdarahan
koroidal, perdarahan vitreous, dan perdarahan orbital. Karena
penggunaantransducer dapat menekan bola mata, USG harus dihindari pada
kasus dengan kecurigaan kerusakan bola mata.

b. Hematologi

Pemeriksaan hematologi utamanya melihat adakah infeksi sistemik


mengikuti trauma okuli.

22
PATOFISIOLOGI

Terdapat empat mekanisme yang menyebabkan terjadi trauma okuli yaitu


coup, countercoup,equatorial, global reposititioning: 4

Coup adalah kekuatan yang disebabkan langsung oleh trauma. Countercoup


merupakan gelombang getaran yang diberikan oleh cuop, dan diteruskan melalui
okuler dan struktur orbita. Akibat dari trauma ini, bagian equator dari bola mata
cenderung mengambang dan merubah arsitektur dari okuli normal. Pada akhirnya,
bola mata akan kembali ke bentuk normalnya, akan tetapi hal ini tidak selalu
seperti yang diharapkan.4

Trauma mata yang sering adalah yang mengenai kornea dan permukaan luar
bola mata (konjungtiva) yang disebabkan oleh benda asing. Meskipun demikian
kebanyakan trauma ini adalah kecil, seperti penetrasi pada kornea dan
pembetukan infeksi yang berasal dari terputusnya atau perlengketan pada kornea
yang mana hal ini dapat menjadi serius. Benda asing dan aberasi di kornea
menyebabkan nyeri dan iritasi yang dapat dirasakan sewaktu mata dan kelopak
mata digerakkan. Defek epitel kornea dapat menimbulkan keruhan serupa.
Fluoresens akan mewarnai membran basal epitel yang terpajan dan dapat
memperjelas kebocoran cairan akibat luka tembus (uji Seidel positif)2

Direct impact Compression Reflected Rebound compression


wave force compression wave force
wave force

23
3.3.5 Management Trauma Okuli12,13

Pasien trauma okuli harus menjalani pemeriksaan oftamologi secara


lengkap. Meskipun di beberapa tempat tidak disediakan slit lamp, paling tidak
terdapat pemeriksaan visus, pupil, motilitas ekstraokular, dan lapang pandang.
Inspeksi palpebra, konjuntiva, sklera, kornea dan COA dapat memperlihatkan
laserasi, kerusakan anatomis, perdarahan dan adanya benda asing.Terapi
trauma okuli didasarkan pada kondisi trauma.Bila dicurigai ada cedera bola
mata, manipulasi mata harus dihindari sampai saat pembedahan, pasien
dipasang balutan ringan dengan balutan bilateral untuk meminimalkan gerakan
bola mata.Antibiotik, analgesik, dan antitetanus dapat diberikan sesuai
kebutuhan.Apabila terdapat laserasi pada kelopak mata dapat dijahit dan diberi
salep antibiotik kemudian di balut. Pada dasarnya terdapat 6 tahapan
penatalaksanaan trauma mata, yaitu:

1. Irigasi
2. Reepitelisasi kornea
3. Mengendalikan proses peradangan
4. Mencegah terjadinya infeksi
5. Mengendalikan TIO
6. Menurunkan nyeri : siklopegik

3.3.6 Komplikasi Trauma Okuli12,13


Komplikasi yang biasa terjadi :

1. Jaringan parut pada kornea, konjunctiva


2. Ulkus kornea
3. Dry eyes
4. Simblefaron
5. Katarak traumatika
6. Glaukoma sekunder

24
BAB IV

ANALISIS KASUS

Pada laporan kasus ini, anamnesis dilakukan secara autoanamnesis. Pasien

datang ke poli mata Rumah Sakit Abdul Manap dengan keluhan mata kanan

merah yang sudah dirasakan sejak 3 minggu SMRS. Keluhan diawali saat 3

minggu yang lalu pasien mengalami kelilipan sesuatu yang dirasakan seperti ada

yang menabrak matanya dengan cukup kuat saat mengendarai motor pada malam

hari, dan diketahui pasien tidak menggunakan pelindung mata. Pada saat itu

pasien tidak merasakan adanya keluhan, dan mata hanya dikucek saja. Keesokan

harinya pasien merasakan gatal pada mata kanannya dan pasien menjadi sering

mengucek mata, keluhan ini disertai mata merah, perih dan juga berair dan terasa

silau. Setelah 4 hari kejadian pasien merasakan pandangan menjadi kabur,

kemudian pasien berobat ke salah satu rumah sakit, dan diberikan obat tetes mata.

Namun pasien merasa keluhan tidak juga berkurang. Keluhan demam (-), pusing

(+), mual dan muntah (-).

Kemudian dilakukan pemeriksaan ofthalmologi didapatkan visus OD 1/60

dan OS 6/6, pupil dextra irregular, terdapat ruptur kornea dextra terepitelisasi dan

sinekia anterior dextra.

Penatalaksanaan pada pasien berupa terapi medikamentosa dan non-

medikamentosa. Terapi medikamentosa yang diberikan berupa pemberian

Levofloxacin eye drops 6 x 1 OD, Dexamethasone eye drops 6 X 1 OD, serta

Timolol Maleate 0,5 % eye drops 2 X 1 OD. Tindakan pembedahan yang

dilakukan berupa Repair ruptur kornea + Release sinekia.

25
BAB V

KESMIPULAN

Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang
dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan
rongga orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu
fungsi mata sebagai indra penglihat. Trauma okuli merupakan salah satu
penyebab yang sering menyebabkan kebutaan unilateral pada anak dan dewasa
muda, karena kelompok usia inilah yang sering mengalami trauma okuli yang
parah. Dewasa muda (terutama laki-laki) merupakan kelompok yang paling sering
mengalami trauma okuli. Penyebabnya dapat bermacam-macam.

Secara umum trauma okuli dibagi menjadi dua yaitu trauma okuli
perforans dan trauma okuli non perforans. Sedangkan klasifikasi trauma okuli
berdasarkan etiologi trauma terbagi atas trauma mekanik (trauma tumpul dan
trauma tajam), trauma radiasi (sinar inframerah, sinar ultraviolet, dan sinar X) dan
trauma kimia (bahan asam dan basa).

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI
Jakarta. 2008
2. Vaughan, Daniel. Oftalmologi Umum, Edisi 17. Widya Medika Jakarta.
2010
3. Guython, Arthur C. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
4. Bashour M., 2008.Corneal Foreign Body.
https://emedicine.medscape.com/article/1195581-overview
5. Stephen, Sue. 2005. How to remove a corneal foreign body.Comm eye
health. 18 (55): 110.https://www.cehjournal.org/article/how-to-remove-a-
corneal-foreign-body/
6. Lang, GK. Ocular Trauma. In Opthamology 2nd Edition Stuttgart, New
York: Thieme. 2006
7. Yunker, JJ. Ocular Trauma and Emergencies. Retina and Vitreous Surgery
Macular Disease and Degeneration. 2010
8. Cho, RI and Savitsky E. Ocular Trauma. Opthalmology 2008
9. Thach AB, Johnson AJ, Carroll RB, et al. Severe eye injuries in the war in
Iraq, 2003-2005. Ophthalmology; 2008
10. Ilyas S. Trauma Mata Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta:
Fakultas kedokteran Universitas Indonesia: 2006.
11. Kanski, JJ. Clinical Opthamology. A Approach Fifth Edition. Butterworth
Heinemann. Edinburg.2003
12. Khurana, AK. Ocular Injuries. In Comprehensive Opthamology 4th
Edition. India : New Age International (P) Ud.2007
13. Nichols, BD. Ocular Trauma: Emergency and Management. Can Fam
Physician. 2009

27

Anda mungkin juga menyukai