Januari 2019
GLAUKOMA SEKUNDER
OLEH :
Primadita Asis Pratiwi (G1A217055)
PEMBIMBING:
dr. Vonna Riasari, Sp.M
OLEH :
Primadita Asis Pratiwi (G1A217055)
Pembimbing
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Case Report Session (CRS) yang berjudul “Glaukoma Sekuder” untuk memenuhi
tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Jambi di
RSUD Abdul Manap.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak
kepada dr. Vonna Riasari, Sp.M selaku konsulen ilmu mata yang telah
membimbing dalam mengerjakan Case Report Session (CRS) ini sehingga dapat
diselesaikan tepat waktu.
Dengan laporan kasus ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi
penulis dan orang banyak yang membacanya terutama mengenai masalah
Glaukoma. Saya menyadari bahwa Case Report Session (CRS) ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu saya harapkan saran dan kritik yang membangun
untuk perbaikan yang akan datang.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Pemeriksaan Eksternal
Pemeriksaan Eksternal OD OS
Palpebra Superior Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)
Palpebra Inferior Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)
Silia Trichiasis (-) Trichiasis (-)
Konjungtiva tarsus Sup Papil(-), folikel (-), Papil(-),folikel(-),
& Inf
Konjungtiva Bulbi Injeksi siliar (-), Injeksi Injeksi siliar (-), Injeksi
Konjungtiva (-) Konjungtiva (-)
Kornea Infiltrat (-), sikatrik (-), Infiltrat (-), sikatrik (-), ulkus (-)
ulkus (-)
COA Sedang Sedang, terdapat internal
galucoma device/Ahmed valve
Pupil Bulat, Isokor Bulat, Isokor
Diameter 3mm 3mm
RCL/RCTL +/+ +/+
Iris Kripta iris normal, Kripta iris normal, warna coklat
warna coklat
Lensa IOL (+) sentral, glass IOL (+) sentral, glass effect (+)
effect (+)
PD 3 cm 3 cm
Pemeriksaan Slit Lamp
(Tidak dilakukan)
Tekanan Intra Okuler
Palpasi : N N
NCT: 13 mmHg 15 mmHg
Funduskopi (Tidak dilakukan)
VISUAL FIELD
Konfrontasi Sama dengan pemeriksa Menyempit
Pemeriksaan Umum
Tinggi badan 182 Cm
Berat badan 81 Kg
Tekanan darah 110/70 mmHg
Nadi 80 kali/menit
Suhu 36,70C
Pernapasan 20 kali/menit
Pengobatan :
- Timolol 0.5% 2x1 tetes (OS)
- asetazolamid tablet 3x250 mg
Prognosis :
Q Quoad vitam : dubia ad malam
Quoad functionam : malam
Quoad sanationam : malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.2 Glaukoma
3.2.1 Definisi Glaukoma
Glaukoma berasal dari kata Yunani ”Glaukos” yang berarti hijau kebiruan
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan pertama yang irreversibel.
Glaukoma adalah suatu keadaan pada mata yang ditandai dengan kenaikan
tekanan intraokuli, penurunan visus, penyempitan lapang pandang, dan atropi
nervus optikus.5,6
Glaukoma merupakan kumpulan beberapa penyakit dengan tanda utama
tekanan intraokuler yang tinggi dengan segala akibatnya yaitu, penggaungan
dan atrofi papil saraf optik serta defek lapang pandang yang khas. Di dalam
bola mata (intraokular) terdapat cairan bola mata atau humor akuos yang setiap
saat mengalir dari tempat pembuatannya sampai berakhir disaluran keluar. Bila
dalam pengalirannya mengalami hambatan, maka akan terjadi peningkatan
tekanan bola mata sehingga menganggu saraf penglihatan dan terjadi
kerusakan lapang pandang mulai ringan sampai berat sesuai tinggi dan lamanya
tekanan tersebut mengenai saraf mata. 7
3.2.2 Epidemiologi
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia setelah
katarak. Penyakit mata ini biasanya terjadi pada usia 40 tahun ke atas. Etnis
Afrika dibandingkan etnis kaukasus pada glaukoma sudut terbuka primer
adalah 4:1. Glaukoma berpigmen terutama pada etnis Kaukasus. Pada orang
Asia lebih sering dijumpai glaukoma sudut tertutup. Berdasarkan Survei
Kesehatan Indera tahun 1993-1996, sebesar 1,5% penduduk Indoneisa
mengalami kebutaan dengan prevalensi kebutaan akhibat glaukoma sebesar
0,20%. Prevalensi glaukoma hasil Jakarta Urban Eye Helath Study tahun 2008
adalah 2,53% dengan prevalensi terjadinya glaukoma sekunder 0,16%.1
3.2.6 Penatalaksanaan
a. Beta blockers
Farmakodinamik : Menurunkan produksi humor aqueous
Reduksi TIO: 20-25%
Efek Samping : Toksisitas kornea, reaksi alergi, bronkospasme,
bradikardi, depresi, impotensi
Kontraindikasi : PPOK (nonselektif), asma (nonselektif), gagal
jantung kongestif, bradikardia, hipotensi, blok jantung lebih dari
derajat I
Contoh Obat :
Timolol larutan 0,25% dan 0,5%; gel 0,25% dan 0,5%; 1-
2x/hari,
12-24 jam
Betaksolol larutan 0,5%; suspensi 0,25%; 2x/hari, 12-18 jam
Levobunolol larutan 0,25% dan 0,5%; 1-2x/hari, 12-24 jam
Metipranolol 0,3%
b. Karbonik anhydrase inhibitor
Farmakodinamik : Menurunkan produksi humor aqueous
Reduksi TIO : 15-20%
Efek Samping :
Topikal : sensasi rasa metalik, dermatitis atau konjungtivitis
alergi, edema kornea
Oral : Sindrom Steven-Johnson, malaise, anoreksia, depresi,
ketidakseimbangan elektrolit serum, batu ginjal, diskrasia
darah (anemia aplastic, trombositopenia), rasa metalik
Kontraindikasi : Alergi sulfonamide, batu ginjal, anemia aplastic,
trombositopenia, penyakit anemia sel sabit
Contoh obat :
Topikal :
Dorzolamide larutan 2%; 2-3x/hari, 8-12 jam
Brinzolamide suspensi 1%; 2-3x/hari, 8-12 jam
Sistemik :
Asetazolamid 250 mg tab; ½-4 tab/hari, 6-12 jam
c. Agonis alfa adrenergic
Farmakodinamik :
Non-selektif : memperbaiki aliran aqueous
Selektif : menurunkan produksi aqueous humor, menurunkan
tekanan vena apisklera atau meningkatkan aliran keluar
uveosklera
Reduksi TIO : 20-25%
Efek Samping : Injeksi konjungtiva, reaksi alergi, kelelahan,
somnolen, nyeri kepala
Contoh obat :
Brimonidine 0,2% 2x/hari, 8-12 jam
Apraclonidine 1% dan 0,5%; jangka pendek
d. Agen Parasimpatomimetik (Miotika)
Farmakodinamik : meningkatkan aliran keluar trabekula
Reduksi TIO : 20-25%
Efek Samping : Peningkatan myopia, nyeri pada mata atau dahi,
penurunan tajam penglihatan, katarak, dermatitis kontak periokuler,
toksisitas kornea, penutupan sudut paradoksal
Kontraindikasi : Glaukoma neovskular, uveitis, atau keganasan
Contoh obat :
Pilocarpine larutan 0,5%, 1%, 2%, 3%, 4%, 6%; 2-4x/hari, 4-
12
jam
Carbachol larutan 1,5%, 3%; 2-4x/hari, 4-12 jam
e. Analog prostaglandin
Farmakodinamik : meningkatkan aliran keluar uveosklera atau
trabecular
Reduksi TIO : 25-33%
Efek Samping : cystoid macular edema (CME), injeksi konjungtiva,
peningakatan pertumbuhan bulu mata, hiperpigmentasi periokular,
perubahan warna iris, uveitis, kemungkinan aktivasi virus herpes
Kontraindikasi : macular edema, riwayat keratitis herpes
Contoh obat :
Latanoprost, 0.005%, 1X/hari, 24-36 jam
Travoprost, 0.004%, 1X/hari, 24-36 jam
Bimstoprost, 0.03%, 1X/hari, 24-36 jam
Unoprostone, 0.15%, 1X/hari, 12-18 jam
f. Obat lainnya :
Dipivefrine, larutan 0,1%, 2/hari, 12-18 jam; adrenergic;
meningkatkan keluarnya aquos humor melalui saluran
uveosklera
g. Gabungan tetap
Timolol/dorzolamide, 0,5%/2%, 2/hari, 12 jam
Timolol/latanoprost, 0,5%/0.005%, 1X/hari, 24 jam
h. Neuroprotektor
Obat neuroprotektif dimasukkan kedalam kelompok berikut :
Anti radikal bebas
Obat anti eksitotoksik
Anti apoptosis
Obat anti radang
Faktor neurotrofik
Metal ion chelators
Ion channel modulators
Terapi gen
2. Terapi Bedah
Indikasi terapi bedah :
TIO tidak dapat dipertahankan dibawah 22 mmHg
Lapang pandang terus mengecil
Pasien yang tidak dapat dipercaya pengobatannya
Tidak mampu membeli obat seumur hidup
Tidak tersedia obat yang diperlukan
Prinsip operasi : fistulasi, mebuat jalan baru untuk mengeluarkan
humor aqueous, kaena jalan yang normal tidak dapat digunakan lagi
a. Trabekulopati Laser (LTP)
Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan luka
bakar pada trabecular meshwork dan kanal Schlemm sehingga
mempermudah aliran keluar humor aqueous. Rediksi tekanan yang
terjadi membuat berkurangnya terapi obat-obatan serta penundaan
operasi glaukoma. Teknik ini biasanya digunakan sebagai terapi awal
glaukoma sudut terbuka primer.
Indikasi :
Glaukoma sudut terbuka dengan TIO yang masih belum
terkontrol setelah pemberian terapi medikamentosa yang
maksimal
Terapi primer pada pasien dengan kepatuhan terhadap
pengobatan medikamentosa rendah
Untuk glaukoma sudut terbuka bersamaan dengan
dilakukannya
bedah drainase dimana diperlukan penurunan TIO lebih lanjut.
Sebelum ekstrasi katarak pada pasien glaukoma sudut terbuka
dengan control yang buruk
Kontraindikasi :
Sudut tertutup atau sangat sempit
Edema kornea yang menutupi pandangan sehingga sudut tidak
dapat dinilai
Glaukoma lanjut dan progresif cepat dengan kepatuhan
medikamentosa rendah
Inflamasi intraocular atau terdapat darah pada bilik mata
anterior
Usia kurang dari 25 tahun
b. Iridektomi dan Iridotomi perifer
Sumbatan pupil pada glaukoma sudut tertutup dapat
ditatalaksana dengan membentuk komunikasi langsung antara kamera
okuli anterior dan posterior yang menghilangkan perbedaan tekanan
di antara keduanya. Hal ini dapat dicapai dengan laser neodinium :
YAG atau argon (iridotomi perifer) atau dengan tindakan iridektomi
perifer. Cincin laser membakar iris perifer sehingga
mengkontraksikan stroma it is, membuka kamera okuli anterior secara
mekanis.
Indikasi :
Glaukoma sudut tertutup
Mata yang lain dimana mata yang satu telah terserang
glaukoma akut
Sudut sempit
Penutupan sudut sekunder dengan sumbatan pupil
Glaukoma sudut terbuka dengan sudut sempit
Kontraindikasi :
Edema kornea
Bilik mata depan dangkal
c. Bedah drainase
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase
normal, sehingga terbentuk akses langsung humor aqueous dari
kamera anterior ke jaringan subkonjungtiva atau orbita dapat dibuat
dengan trabekulotomi atau insersi selang drainase.
Trabekulektomi adalah prosedur yang paling sering dilakukan.
Komplikasi trabekulektomi adalah kegagalan fibrosis pada jaringan
episklera menutup jalur drainase yang baru. Biasanya terjadi pada
pasien berusia muda, berkulit hitam dan pasien yang pernah menjalani
bedah drainase atau tindakan bedah lain yang melibatkan jarngan
episklera. Terapi ajuvan dengan antimetabolite biasanya fluorourasil
dan mitomisin berguna untuk memperkecil risiko ini.
Apabila trabekulektomi tidak efektif, dapat dilakukan penanaman
suatu selang silicon untuk membentuk saluran keluar permanen humor
aqueous.
Jenis operasi lainnya yaitu sklerostomi, goniotomi, viskokanalostomi
untuk menatalaksana glaukoma kongenital dimana terjadi sumbatan
drainase humor aqueous di bagian dalam jaringan trabecular.
d. Siklodestruktif
TIO diturunkan dengan cara merusak epitel sekretorik dari badan
siliar. Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi pertimbangan
untuk dilakukannya destruksi korpus siliaris dengan laser atau bedah
untuk mengontrol tekanan intraocular. Metode yang digunakan adalah
: krioterapi, diatermik, utrasonografi frekuensi tinggi, terapi laser
neodinium : YAG termal mode atau laser diode.
Komplikasi pembedahan antara lain:
Penyempitan bilik anterior pada masa pascaoperasi dini yang beresiko
merusak lensa dan kornea.
Infeksi intraokular
Kemungkinan percepatan perkembangan katarak
Kegagalan mengurangi tekanan intraokular yang adekuat.
Bagan 1. Tatalaksana Glaukoma
2.2.7 Komplikasi
Jika pengobatan terlambat akan cepat berlanjut pada tahap akhir glukoma
yaitu gloukoma absolut.8
2.2.8 Prognosis
Diagnosis yang lebih awal dan penanganan dini pada glaukoma dapat
memberikan hasil yang memuaskan.8
Resume Kasus
Pasien datang ke poli mata RSUD Abdul Manap dengan keluhan luas
lapangan pandang mata kiri menyempit sejak 2 tahun yang lalu. Keluhan
dirasakan terus menerus. Pasien mengaku dapat melihat jelas hanya pada titik
tengah pandangannya namun disekitarnya terlihat buram dan semakin ke tepi
semakin gelap. Keluhan ini mulai dirasakan sekitar 5 tahun yang lalu dan dirasa
semakin berat, kemudian pasien memeriksakan diri ke dokter mata dan di
diagnosis dengan glaukoma sekunder, dan pasien sudah pernah menjalai operasi
pemasangan implant mata untuk mengobati keluhan tersebut. Setelah operasi
pasien mengaku pandangannya membaik namun keluhan kemudian keluhannya
muncul kembali. Keluhan yang dirasakan ini tidak membaik dengan penggunaan
kacamata.. mata berair (-), gatal (-), keluar kotoran air mata(-), Riwayat konsumsi
obat-obatan warung (+). Pasien emmiliki riwayat operasi katarak pada maa kiri
tahun 2011 dan mata kanan 2012, serta operasi pemasangan implanr ahmed pada
mata kiri tahun 2016
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan penurunan visus yaitu VOD 6/12 dan
VOS 6/15. Hasil dari pemeriksaan NCT didapatkan TIO OD 13mmHg, dan OS
15mmHg
Analisis Kasus
Hasil anamnesis yang mendukung glaukoma sekunder pada mata kiri adalah :
Lapangan pandang mata kiri menyempit
Penurunan fungsi penglihatan dirasakan pasien seteah pasien
menjalani operasi katarak, dimulai sekitar 5 tahun yang lalu. Glaukoma
sekunder juga yang terjadi pasca pembedahan mata, hal ini sering
disebabkan oleh pertumbuhan epitel di COA setelah insisi kornea atau
sklera sehingga menutup COA yang dapat menimbulkan glaukoma. Selain
itu gagalnya pertumbuhan COA posca operasi karena adanya kebocoran
pada luka operasi juga bisa menimbulkan terjadinya glaukoma. Pada
anamnesis tidak ditemukan adanya penyebab lain dari glaukoma misalnya
adanya riwayat penyakit sistemik, trauma, tumor, maupun pemakaian
kortikosteroid jangka panjang.
Penatalaksanaan
Medikamentosa
Glaukoma primer terutama jika sudah kronis dengan penyempitan lapang
pandang dan peningkatan TIO yang signifikan harus diberikan terapi untuk
menurunkan tekanan bola mata serta mencegah kebutaan maupun
mempertahankan fungsi penglihataan yang masih baik.
Obat-obatan biasanya diberikan satu persatu atau kalau perlu dapat
dikombinasi. Kalau tidak berhasil, dapat dinaikkan frekuensi penetesannya atau
persentase obatnya, ditambah dengan obat tetes yang lain atau tablet.Monitoring
semacam inilah yang mengharuskan penderita glaukoma sudut terbuka selalu
dikelola oleh dokter dan perlu pemeriksaan yang teratur.
Pada kasus ini, pasien diberikan obat topikal tetes mata Timolol 0.5% 2x1
tetes (OS) sedangkan untuk pengobatan sistemik diberikan asetazolamid tablet
3x250 mg.
Asetazolamid adalah yang paling banyak digunakan, tetapi terdapat
alternatif yaitu diklorfenamid dan metazolamid digunakan untuk glaukoma kronik
apabila terapi topical tidak memberi hasil memuaskan dan pada glaukoma akut
dimana tekanan intraocular sangat tinggi perlu segera dikontrol. Obat ini dapat
diberikan dengan dosis 125-250 mg sampai 3x sehari peroral atau 500 mg sekali.
Pemberian obat ini memberikan efek samping hilangnya kalium tubuh, parastesi,
anoreksia, diarea, hipokalemia, batu ginjal dan miopia sementara. Untuk
mencegah efek samping tersebut, pada pasien ini diberikan pemberian KCL tablet.
Timolol merupakan beta bloker non selektif dengan aktivitas dan
konsentrasi tertinggi pada camera occuli posterior (COP) yang dicapai dalam
waktu 30-60 menit setelah pemberian topikal. Beta bloker dapat menurunkan
tekanan intraokular dengan cara mengurangi produksi humor aquos. Penggunan
beta bloker non selektif sebagai inisiasi terapi dapat diberikan 2 kali dengan
interval setiap 20 menit dan dapat diulang dalam 4, 8, dan 12 jam kemudian.
Pemberian Timolol 0.5% 2x1 tetes (OS) sudah tepat. Timolol termasuk beta
bloker non selektif sehingga perlu diperhatikan pemberiannya pada pasien dengan
asma, PPOK, dan penyakit jantung. Polynel tetes mata steril ini mengandung
Fluoromethasone 1 mgdan Neomycin Sulfate diberi untuk mengurangi reaksi
peradangan yang terjadi akibat proses akut.
BAB V
KESIMPULAN
Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus, pengecilan lapangan pandang disertai
peningkatan tekanan intraokuler. Galukoma sekunder merupakan keadaan dimana
glaukoma yang terjadi dipredisposisi oleh suatu keadaan kesehatan atauun
keadaan mata yang dapat meningkatkan tekanan bola mata. Mekanisme utama
penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atropi sel ganglion difus, yang
menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan
berkurangnya akson disaraf optikus. Diskus optikus menjadi atropik, disertai
pembesaran cekungan optikus, iris dan korpus siliaris juga. Etiologi Glaukoma
sekunder terbagi menjadi glaukoma sekuner akibat perubahan lensa, akibatuveitis
anterior, akibat trauma, akibat pembedahan, akibat adanya tumor, dan akibat dari
penggunaan steroid jangka panjang Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan oftalmologi. Tatalaksana meliputi non-bedah dan bedah. Apabila
proses penyakit terdeteksi dini sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani
dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
5. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2015.
222-29
6. Ilyas, S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.
2008.