Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN KASUS

“GLAUKOMA”

Dokter Pembimbing :
dr. Rety Sugiarti, Sp. M
Disusun Oleh :
Melani Maharani (2018730061)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU MATA


RSUD KOTA BANJAR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHETAN
UNIVERSITAS MUHAMADIYYAH JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepada kita semua. Tak lupa salawat serta salam kepada junjungan besar
Rasulullah SAW beserta para sahabatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus:
Glaukoma,dalam rangka mengikuti kepaniteraan Klinik di bagian/SMF Ilmu Penyakit Mata
RSU Kota Banjar.

Pada kesempatan ini, penyusun ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar- besarnya
kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis:

1. dr. Rety Sugiarti, Sp.M selaku dokter pembimbing serta Dokter Spesialis Ilmu Penyakit
Mata RSU Kota Banjar

2. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah memberikan bantuan
kepada penyusun

Akhirnya penyusun menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan
pengetahuan khususnya kepada penyusun dan kepada pembaca. Terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb

Banjar, September 2022

Melani Maharani

i
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………………………i

DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………………………...ii

PENDAHULUAN……………………………………………………………………………..1

LAPORAN KASUS…………………………………………………………………………...2

TINJAUAN PUSTAKA
GLAUKOMA………………………………………………………………………………….6

TINJAUAN PUSTAKA KATARAK…………………………………………………………29

ANALISA KASUS……………………………………………………………………………36
ii
BAB I
PENDAHULUAN

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua terbanyak setelah katarak diseluruh


dunia. Kebutaan karena glaucoma bersifat permanen, atau tidak dapat diperbaiki (irreversible).
Berdasarkan data WHO 2010, diperkirakan sebanyak 3,2 juta orang mengalami kebutaan akibat
glaucoma. Glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi glaucoma primer, glaucoma sekunder dan
glaucoma kongenital. Glaukoma primer adalah glaucoma yang tidak diketahui penyebabnya.

Glaukoma primer sudut terbuka (primary open angle glaucoma) biasanya merupakan
glaucoma kronis, sedangkan glaucoma sudut tertutup (primary angle closure glaucoma) bisa akut
ataupun kronis. Prevalensi glaukoma sudut tertutup (ACG) di seluruh dunia diperkirakan 16 juta.
ACG lebih sering terjadi pada wanita dan pada kelompok etnis tertentu, seperti Asia dan
populasi Inuit. ACG diperkirakan menyebabkan lebih dari 90% kebutaan akibat glaucoma di
penduduk Cina.

Pada glaucoma primmer sudut tertutup, trabekulum tertutup oleh iris, sehingga cairan
aqueous humor terhambat. Faktor predisposisi keadaan ini antara lain bilik mata depan yang
dangkal misal pada penderita hyperopia dan sudut iridokorneal yang sempit, selain itu iris yang
bersinggungan dengan lensa akan meningkatkan resistensi aliran aqueous humor dari COP ke
COA. Akibatnya ada peningkatan tekanan di COP dan mendorong iris kedepan (iris bombe).
Faktor pencetus adalah peningkatan aqueos humor di COP. Tujuan terapi glaukoma adalah untuk
mempertahankan fungsi visual dengan menurunkan tekanan intraokular (TIO) untuk mencegah
kerusakan saraf optik lebih lanjut.

1
BAB II

LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 24 Desember 1978
Usia : 44 tahun
Alamat : Rajasari
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal pemeriksaan : 31 Agustus 2022
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis.
a. Keluhan Utama
Penglihatan mata kanan buram dan pusing dirasakan sejak ± 3 bulan yang
lalu.
b. Keluhan Tambahan
Pasien mengeluh pada mata kanan terasa berkabut
c. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien
Datang ke poli klinik mata Rumah Sakit Umum Daerah Banjar dengan
keluhan mata kanan buram dan pusing ± 3 bulan yang lalu. Pasien
mengeluhkan mata kanan disertai berkabut. Pasien mengatakan pegal pada
mata kanan. Pasien menyangkal adanya keluhan nyeri pada mata, rasa
mengganjal, mual dan muntah dan keluhan seperti melihat pelangi.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
• Riwayat Hipertensi (-)
• Riwayat DM (-)
• Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya

2
e. Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat Hipertensi pada keluarga disangkal
 Riwayat DM disangkal
 Riwayat penyakit serupa disangkal
f. Riwayat Psikososial
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Makan dan istirahat pasien
cukup baik. Pasien jarang berolahraga. Kebiasaan minum kopi disangkal
g. Riwayat Pengobatan
Pasien sudah pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya
h. Riwayat Alergi
Pasien tidak mempunyai alergi terhadap obat, makanan, cuaca maupun debu

III. PEMERIKSAAN FISIK

a. Status Generalisata
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital :
TD : 120/100
Nadi : 83 x/menit
RR : 22 x/menit

b. Status Ophtalmologikus

OCULI DEXTRA (OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA


(OS)
1/300 Visus 6/6
Ph : tidak maju Ph : 6/6
41 mmHg TIO 14
Esotropia Kedudukan Bola Mata Esotropia

PERGERAKAN BOLA
MATA Baik segala arah
Baik segala arah

Edema (-), hiperemis (-),


Edema (-), hiperemis (-), nyeri
Palpebra Superior nyeri tekan (-), etropion
tekan (-), etropion (-), trikiasis (-)
(-), trikiasis (-)
Edema (-), hiperemis (-),
Edema (-), hiperemis (-), nyeri   Palpebra Inferior nyeri tekan (-), etropion
tekan (-), etropion (-), trikiasis (-)
(-), trikiasis (-)

Edema (-), Injeksi siliar


Edema (-), Injeksi siliar (+), Konjungtiva (-), injeksi konjungtiva
injeksi konjungtiva (+)
(-)

Jernih,infiltrate(-), edema(-), Kornea Jernih,infiltrate(-),


ulkus(-) edema(-), ulkus(-)

Camera Oculi Anterior


Kedalaman : dalam Kedalaman : dalam
Hifema (-), Hipopion (-) (COA) Hifema (-), Hipopion (-)

Coklat Iris Coklat


Bulat, ± 3mm, Pupil Bulat, ±3mm.
Keruh
Iol (-) Jernih
Shadowtest (+) Lensa Iol (-)
Shadowtest (-)

4
IV. RESUME

Pasien perempuan usia dating ke poli klinik mata RSUD Kota Banjar dengan keluhan
penglihatan mata kanan buram dan pusing dirasakan sejak ± 3 bulan yang lalu. Pasien
mengeluhkan mata kanan disertai berkabut. Pasien mengatakan pegal pada mata kanan. Pasien
menyangkal adanya keluhan nyeri pada mata, rasa mengganjal, mual dan muntah dan keluhan
seperti melihat pelangi.

Pada pemeriksaan oftalmologikus didapatkan visus 1/300 (OD) dan visus 6/6, ph 6/6 (OS). Pada
pemeriksaan TIO didapatkan 41 mmHg (OS) dan 14 mmHg (OD). Terdapat injeksi konjungtiva
dan siliar. Shadowtest (+)

V. DIAGNOSA KERJA

Glaukoma primer sudut terbuka OS dan Katarak OD

VI. PENATALAKSANAAN

a. Medikamentosa
• Timolol 0,5% 2 tetes 2x1
• Cendoliter 3 tetes
• Glauxeta 3x1
• Ksr Tub

b. Non Medikamentosa
• Istirahatkan mata
• Gunakan obat tetes secara teratur

VII. PROGNOSIS

Quo Ad vitam : ad bonam

Quo Ad fungtionam : dubia ad bonam

Quo Ad sanationam : dubia ad bonam

5
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI

Humor aqueous (HA) adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera anterior dan
posterior mata. Volumenya adalah sekitar 250 uL, dan kecepatan pembentukannya, yang
bervariasi diurnal, adalah 1,5 -2 uL/menit. Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi daripada plasma.
Komposisi humor akueus serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi
askorbat, piruvat dan laktat yang lebih tinggi dan protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah.
Sekresi HA 80% oleh epitel siliaris non pigmentasi melalui proses metabolic aktif yang
bergantung pada banyaknya sistem enzimatik (enzim karbonik anhidrase) dan 20% oleh proses
pasif dari ultrafiltrasi dan difusi. Humor aqueous mengalir ke dalam bilik posterior kemudian
masuk diantara permukaan posterior iris dan selanjutnya masuk ke bilik anterior. HA keluar dari
bilik anterior melalui dua jalur, yaitu jalur konvensional (jalur trabekula) dan jalur uveosklera
(jalur non trabekula). Jalur trabekula pada bilik anterior dibentuk oleh dasar iris dan kornea
perifer, melewati trabecular meshwork (TM) dari sklera, masuk ke kanal schlemn (sekitar 30
saluran pengumpul dan 12 vena aqueous). Melalui kanal kolektor, HA dibawa ke pembuluh
darah sclera dimana HA bercampur dengan darah. Pada jalur uveosklera, HA mengalir melalui
korpus siliaris ke ruang supraarakhnoid dan masuk ke dalam sirkulasi pada vena. Humor aqueos
berperan sebagai pembawa zat makanan dan oksigen untuk organ didalam mata yang tidak
berpembuluh darah yaitu lensa dan kornea, disamping itu juga berguna untuk mengangkut zat
buangan hasil metabolism pada kedua organ tersebut. Adanya cairan tersebut akan
mempertahankan bentuk mata dan menimbulkan tekanan dalam bola mata/tekanan intra ocular.
Untuk mempertahankan keseimbangan tekanan di dalam bola mata dalam batas normal (10-20
mmHG), HA diproduksi secara konstan serta dialirkan keluar melalui system drainase
mikroskopik.
6

3.2 DEFINISI

Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata glaukoma
ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf papil saraf optic dan
menciutnya lapang pandang. Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai dengan
meningkatnya tekanan intraokuler secara patologis, kadang meningkat cepat sampai 60 sampai
70 mm Hg. Tekanan yang meningkat diatas 25 sampai 30 mm Hg dapat menyebabkan
hilangnya penglihatan apabila dipertahankan untuk jangka waktu yang lama.

Glaukoma disebut sebagai “pencuri penglihatan“ sebab gejala glaukoma itu sendiri sering
tidak dirasakan oleh penderita. Proses hingga terjadinya kebutaan berjalan lama. Tetapi ketika
penderita sudah merasakan penglihatannya sudah sangat menurun, penyakit ini sudah terlanjur
parah. Akhirnya penderita menjadi benar-benar buta.

Pada glaucoma primmer sudut tertutup, trabekulum tertutup oleh iris, sehingga cairan
aqueous humor terhambat. Faktor predisposisi keadaan ini antara lain bilik mata depan yang
dangkal pada penderita hyperopia dan sudut iridokorneal yang sempit, selain itu iris yang
bersinggungan dengan lensa akan meningkatkan resistensi aliran aqueous humor dari COP ke
COA. Akibatnya ada peningkatan tekanan di COP dan mendorong iris kedepan (iris bombe).
Faktor pencetus adalah peningkatan aqueos humor di COP. Tujuan terapi glaukoma adalah
untuk mempertahankan fungsi visual dengan menurunkan tekanan (TIO) untuk mencegah
kerusakan saraf optic lebih lanjut.

Penutupan sudut mengacu pada konfigurasi anatomi sehingga terjadi penyumbatan


mekanis dari anyaman trabekula oleh iris perifer. Perubahan anatomi pada struktur segmen
anterior yang menghalangi sudut drainase iridokorneal melalui aposisi atau akibat pembentukan
sinekia anterior perifer (PAS). Keadaan ini dapat bermanifestasi sebagai suatu kedaruratan
oftalmologik atau dapat tetap asimptomatik sampai timbul penurunan penglihatan. Diagnosis
ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan segmen anterior dan gonioskopi yang cermat.
Istilah glaukoma sudut tertutup. Primer hanya digunakan bila penutupan sudut primer telah
menimbulkan kerusakan nervus opticus dan kehilangan lapangan pandang.
7
3.3 EPIDEMIOLOGI

World Health Organization (WHO) tahun 2002 mengungkapkan bahwa glaukoma


merupakan penyebab kebutaan paling banyak kedua dengan prevalensi sekitar 4,4 juta (sekitar
12,3% dari jumlah kebutaan di dunia). Pada tahun 2020 jumlah kebutaan akibat glaukoma
diperkirakan meningkat menjadi 11,4 juta. Prevalensi glaukoma juga diperkirakan meningkat,
dari 60,5 juta pada tahun 2010 menjadi 79,6 juta pada tahun 2020. Berdasarkan Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi glaukoma di Indonesia adalah 4,6%.

Pada tahun 2017 di Indonesia, jumlah kasus baru glaucoma pada pasien rawat jalan
dirumah adalah 80.548 kasus. Berdasarkan jenis kelamin, penderita glaucoma Wanita lebih
banyak daripada laki-laki. Pada data pasien rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit pada tahun
2017, glaucoma mayoritas diderita pada pasien kelompok umur 44-64 tahun, lebih dari 64 tahun,
dan 24-64 tahun.

Berdasarkan Survei Kesehatan sebesar 1,5% penduduk Indonesia mengalami kebutaan


dengan prevalensi kebutaan akibat glaucoma sebesar 0,20%. Prevalensi glaucoma hasil Jakarta
Urban Eye Health Study tahun 2008 adalah glaucoma primer sudut tertutup sebesar 1,89%,
glaucoma primer sudut terbuka 0,48% dan glaucoma sekunder 0,16% atau keseluruhan 2,53%.
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, responden yang pernah didiagnosis glaucoma
oleh tenaga kesehatan sebesar 0,46%, tertinggi di Provinsi Jakarta (1,85%), diikuti Aceh
(1,28%), Kepaluan Riau (1,26%), Sulawesi Tengah (1,21%) Sumatra Barat (1,14%) dan terendah
di Provinsi Riau (0,04%), dapat diduga bahwa sebagian besar penderita glaucoma belum
terdeteksi atau terdiagnosis dan tentunya belum tertangani. Gejala glaucoma sering tidak disadari
penderita atau menyerupai gejala penyakit lain, sehingga kebanyakan penderita kurang
menyadari bahwa dirinya menderita glaucoma dan baru terdiagnosis kektika telah lanjut bahkan
telah terjadi kebutaan total.

3.4 ETIOLOGI
Glaukoma terjadi karena peningkatan tekanan intraokular yang dapat disebabkan
bertambahnya produksi humor aqueous oleh badan sillier ataupun berkurangnya pengeluaran
humor aqueous di daerah sudut bilik mata depan atau di celah pupil.

Tekanan intraocular adalah keseimbangan antara produksi humour aqueous, hambatan


terhadap aliran aqueous, dan tekanan vena episklera. Ketidakseimbangan antara ketiga hal
tersebut dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraocular, akan tetapi hal ini lebih sering
disebabkn oleh hambatan terhadap aliran humour aqueous atau aliran humor aqueous yang
lemah.

Peningkatan tekanan intraocular akan mendorong perbatasan antara nervus optikus dan
retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah ke nervus optikus berkurang sehingga
sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami kemunduran, maka akan terbentuk bintik
buta pada lapang pandang mata. Yang pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti
oleh lapang pandang sentral. Jika tidak diobati glaukoma pada akhirnya menyebabkan kebutaan.
Pada glaucoma primmer sudut tertutup, trabekulum tertutup oleh iris, sehingga cairan aqueous
humor terhambat. Faktor predisposisi keadaan ini antara lain bilik mata depan yang dangkal ptic
pada penderita hyperopia dan sudut iridokorneal yang sempit, selain itu iris yang bersinggungan
dengan lensa akan meningkatkan resistensi aliran aqueous humor dari COP ke COA. Akibatnya
ada peningkatan tekanan di COP dan mendorong iris kedepan (iris bombe). Faktor pencetus
adalah peningkatan aqueos humor di COP.

3.5 FAKTOR RISIKO

1. Riwayat glaukoma di dalam keluarga, saudara sekandung lebih berisiko dibandingkan orang
tua dan anaknya

2. Usia. Prevalensi meningkat dengan usia lebih dari 40 tahun. Peningkatan insiden dengan usia
dapat dijelaskan karena dengan bertambah usia kedalaman dan volume bilik mata depan
berkurang, terjadi peningkatan ketebalan lensa yang dapat mendorong lensa ke depan sehingga
mengakibatkan peningkatan kontak iridolentikular.

3. Penyakit degenerative (diabetes/hipertensi)


4. Tekanan bola mata tinggi merupakan factor risiko utama pada glaukoma, walaupun terdapat
penderita yang terkena glaukoma pada tekanan bola mata yang normal

5. Migrain atau penyempitan pembuluh darah otak

6. Kecelakaan/operasi pada mata sebelumnya

7. Refraksi. Sudut tertutup primer lebih sering terjadi pada pasien dengan hipermetropia terlepas
dari golongan ras. Kedalaman dan volume bilik mata depan lebih kecil pada hipermetropia.

8. Panjang aksial. Pasien dengan sudut tertutup primer mempunyai segmen anterior yang kecil
dan padat serta axial length pendek. Faktor presdisposisi yang penting untuk terjadi sudut
tertutup adalah bilik mata depan dangkal, lensa tebal dan kurvatura anterior lensa meningkat,
axial length pendek dan diameter serta radius kurvatura kornea kecil. Kedalaman bilik mata
depan kurang dari 2.5 mm cenderung untuk menjadi sudut tertutup primer dan sebagian besar
pasien dengan sudut tertutup primer mempunyai kedalaman bilik mata depan kurang dari 2.1 mm

3.6 PATOGENESIS GLAUKOMA

Cairan aquos mengisi camera oculi anterior (COA) dan camera oculi posterior
(COP). Cairan akuos diproduksi oleh prosesus siliaris dan kemudian dicurahkan ke COP. COP
dibatasi oleh permukaan belakang iris, korpus siliaris, badan kaca, dan lensa. Dari COP, cairan
akuos dialirkan menuju ke COA melalui pupil. COA dibatasi oleh permukaan depan iris, kapsul
lensa, dan kornea. Pada tepi COA terdapat sudut iridokorneal (sudut antara iris dan kornea), dan
pada apeksnya terdapat kanalis Schlemm. COA dihubungkan dengan kanalis Schlemm melalui
anyaman trabekulum (trabeculum meshwork). Dari COA, cairan aquos dibuang melalui
trabekulum menuju kanalis Schlemm, kemudian ke system vena episklera untuk kembali ke
jantung. Adapun fungsi cairan aquos adalah memberikan nutrisi ke organ avascular yaitu kornea
dan lensa, serta mempertahankan bentuk bola mata.

Sudut filtrasi berbatas dengan akar iris berhubungan dengan sclera kornea dan disini
ditemukan scleral spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan merupakan batas
belakang sudut filtrasi serta tempat insersi otot siliar longitudinal. Trabekular meshwork mengisi
kelengkungan sudut filtrasi yang mempunyai dua komponen yaitu badan siliar dan uvea. Pada
glaukoma, perjalanan cairan akuos tidak lancar sehingga terjadi ketidakseimbangan antara
produksi dan pembuangan. Volume cairan akuos sangat menentukan TIO, apabila produksinya
berlebih atau pembuangannya terganggu maka TIO akan meningkat. Sesuai dengan hukum
Pascal, tekanan yang tinggi dalam ruang tertutup akan diteruskan ke segala arah dengan besar
yang sama, termasuk ke belakang. Saraf optic yang berada di belakang akan terdesak dan lambat
laun akan mengalami atrofi. 10

Gangguan dinamika cairan akuos akan mengakibatkan perubahan TIO. Produksi


cairan akuos yang meningkat tetapi aliran dan pembuangannya normal, atau produksi berlebih
dan pembuangan terganggu dapat menaikkan TIO. Hambatan pada aliran humor aqueus juga
meningkatkan TIO, misalnya blokade (hambatan) pada pupil, dengan factor predisposisi yaitu
kontak iris dengan lensa luas sehingga terjadi blokade aliran dari COP ke COA (seperti pada
sinekia posterior), dan iris perifer terdesak kea rah sudut iridokorneal sehingga sudut tersebut
tertutup. Midriasis akan menyebabkan sudut iridokorneal tertutup. Pada pemberian sulfas
atropine yang menyebabkan midriasis, iris menutup sudut bilik mata depan sehingga aliran
cairan akuos terganggu. Selain itu, pada orang tua yang tenderita katarak imatur/insipiens yang
menyebabkan intumesensi lensa (lensa membengkak karena cairan meresap ke dalamnya), bilik
mata dipersempit ke depan dan mengakibatkan glaukoma sudut tertutup. Pembuangan cairan
akuos terdiri dari 2 aliran yaitu aliran trabecular (80 – 89%) dan aliran uveoskleral (5 – 15%).
Kenaikan TIO dapat juga terjadi karena adanya hambatan pada pembuangan cairan akuos.
Hambatan ini dapat terjadi sebelum anyaman trabekulum, pada anyaman trabekulum, kanalis
Schlemm (83-89%), saluran kolektor, dan vena episklera.

Yang ditimbulkan oleh glaukoma dapat dinilai dari kerusakan lapang pandangan.
Pada fase awal, yang terganggu adalah lapang pandang perifer. Pada saat ini umumnya penderita
tidak sadar akan kerusakan yang terjadi karena tidak mempengaruhi tajam penglihatan sentral.
Makin lama akan meluas ke tengah sampai lapang pandangan sangat sempit (penglihatan lubang
jarum / pinhole vision), sampai benar-benar hilang (buta). Glaukoma primer sudut tertutup
terjadi pada mata dengan predisposisi anatomis tanpa disertai kelainan lain. Kondisi ini terjadi
akibat tekanan intraocular meningkat karena sudut sempit atau tertutup dari ruang anterior.
Peningkatan tekanan intraocular terjadi karena sumbatan aliran keluar aqueous akibat adanya
oklusi anyaman trabecular oleh iris perifer. Keadaan ini dapat bermanifestasi sebagai suatu
kedaruratan oftalmologik atau dapat tetap asimptomatik sampai timbul penurunan penglihatan.

Hal ini biasanya terlihat di mata yaitu:

• Mata kecil dan hipermetropik

• Secara anatomis bilik mata depan memiliki sudut sempit

11

• Bilik mata depan yang dangkal

• Iris-diafragma lensa didorong ke depan

Mekanisme glaucoma primer sudut tertutup

Glaukoma primer sudut tertutup terjadi karena ruang anterior secara anatomis
menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat
aqueous humor mengalir ke saluran schlemm. Patogenesa yang mendasari terjadinya sudut
tertutup primer akut belum sepenuhnya dapat dijelaskan. Menurut Kanski (2003) terdapat dua
teori yakni teori muskulus dilator yang mengatakan bahwa kontraksi muskulus dilator pupil akan
meningkatkan aposisi iris dan anterior lensa, mempertinggi tingkat blok pupil fisiologis yang
secara simultan membuat iris perifer lebih flaccid sehingga mengakibatkan tekanan bilik mata
belakang meningkat dan iris perifer terdorong lebih ke anterior, akhirnya iris kontak dengan
permukaan kornea posterior dan TIO meningkat.

1. Blok pupil relative


Biasanya tepi pupil hanya menyentuh permukaan anterior lensa. Blok pupil merupakan
penyebab tersering penutupan sudut dan yang mendasari sebagian besar kasus glaucoma
primer sudut tertutup. Adanya blok pupil, aliran aqueous humor dari bilik mata belakang
ke bilik mata depan melalui pupil terganggu dan sumbatan tersebut menciptakan
perbedaan tekanan pada bilik mata depan dan belakang dimana TIO bilik mata belakang
lebih besar daripada bilik mata depan.
2. Iris bombe
Pada dilatasi pupil, iris berkerumun di sudut bilik mata depan menyebabkan obstruksi
aliran aqueous dari ruang posterior ke anterior. Iris membungkuk ke depan karena
peningkatan tekanan di ruang posterior.Jika blok pupil ini meningkat, iris akan lebih
terdorong kedepan atau sering disebut iris bombans (iris bombe). Hal ini diakibatkan iris
perifer yang lebih tipis disbanding iris central terdorong ke depan dan menutup trabecular
meshwork. Jika keadaan ini terjadi mendadak dan berat maka terjadi serangan akut yang
disebut sudut tertutup akut, bila penutupan sudut partial dan agak berat maka akan timbul
sudut tertutup intermitten atau subakut dan bila terjadi gradual serta peningkatannya TIO
meningkat pelan maka akan berkembang jadi sudut tertutup kronis.
12
Pada sudut tertutup akut bilik mata depan tertutup oleh aposisi iridokorneal sedangkan
sudut tertutup kronis penutupan bilik mata depan oleh sinekia anterior perifer sehingga
irreversible.

3. Kontak iridotrabekular
Hal Ini benar-benar memblok saluran drainase dengan membentuk sudut palsu. Dan
memicu serangan peningkatan tekanan intraocular secara cepat (serangan kongestif akut).

3.7 KLASIFIKASI GLAUKOMA


Glaukoma diklasifikasikan menjadi glaukoma primer sudut terbuka, glaukoma primer sudut
tertutup, glaukoma sekunder sudut terbuka, glaukoma sekunder sudut tertutup, glaukoma
kongenital dan glaukoma absolut.
1. Glaukoma Primer
a. Glaukoma Primer Sudut Terbuka
Keadaan ini disebut sebagai glaukoma primer karena sebabnya tidak jelas/idiopatik.
Kelainan biasanya bersifat idiopatik atau bersifat poligenik. Sedangkan yang dimaksud ‘sudut’
disini adalah sudut iridokorneal. Sekurang-kurangnya 90 % dari kasus glaukoma primer adalah
sudut terbuka. Jadi, pada glaukoma sudut terbuka iris tidak menutupi trabekulum. Hambatan
aliran cairan akuos terjadi pada trabekulum itu sendiri, yaitu pada celah-celah trabekulum yang
sempit sehingga cairan akuos tidak dapat keluar dari bola mata dengan bebas. Secara lebih detil
lagi, sempitnya celah-celah trabekulum itu disebabkan oleh timbunan-timbunan matriks
interseluler. Penyebab dari penyakit ini belum jelas, akan tetapi diketahui bahwa biasanya
diturunkan dalam keluarga yaitu diturunkan secara dominan atau resesif pada sekitar 50%
penderita, dan pticl penderitanya adalah homozigot.
Glaukoma primer sudut terbuka biasanya bersifat bilateral, perjalanannya progresif
sangat lamban, sifatnya tenang, dan sering tidak menimbulkan keluhan sehingga sulit untuk
menegakkan diagnosis pada stadium dini. Kalau penderita sudah mulai mengeluh dan datang ke
dokter, biasanya penyakitnya sudah dalam keadaan lanjut dimana lapangan pandangnya sudah
sangat sempit. Gejalanya tidak ada atau sangat ringan, biasanya keluhannya hanya rasa tidak
nyaman/pegal-pegal di mata.
13
Penglihatan tetap jelas pada fase awal, karena penglihatan sentral belum terlibat. Selanjutnya
lapangan pandang mulai menyempit. Gejala lain adalah kesulitan berjalan, misalnya sering
tersandung atau “kejeglong” kalau naik/ turun tangga atau tidak tahu benda disampingnya
(karena hilangnya lapangan pandang perifer). Di tahap akhir terjadi kebutaan.
Klasifikasi dalam menentukan sudut bilik mata depan menggunakan gonioskopi sehingga
nantinya dapat ditentukan glaukoma sudut terbuka atau glaukoma sudut tertutup. Glaukoma
primer sudut terbuka biasanya bersifat asimtomatis, meskipun terkadang disertai keluhan berupa
nyeri kepala, kesulitan melihat dalam gelap ataupun sering berganti-ganti kacamata baca.
Glaukoma primer sudut terbuka dapat ditegakkan jika terdapat dua dari tiga tanda
berikut, yaitu:
1. TIO lebih dari 21 mmHg atau selisih antara mata kanan dan kiri lebih dari 5 mmHg
2. Perubahan optic nerve head yang ditandai dengan peningkatan cup: disc ratio lebih dari 0,5
mmHg atau selisih antara mata kanan dan kiri lebih dari 0,2 mmHg
3. Terdapat penurunan lapangan pandang
Pemeriksaan dengan menggunakan optical coherence tomography (OCT) dan
biomikroskopi ultrasound dapat menjadi suatu alat untuk mengevaluasi konfigurasi atau bentuk
anatomis dari sudut bilik mata depan dan struktur penunjang lainnya untuk klasifikasi dari
patofisiologi glaukoma. Terapi medikasi topical merupakan suatu terapi inisial yang efektif pada
sebagain besar pasien tetapi pada beberapa penelitian menyebutkan kombinasi antar terapi
medikasi topical dapat mencapai target tekanan intra ocular yang diharapkan. Pemberian timolol
malekat pada kasus ini diindikasikan untuk menurunkan produksi cairan humor aqueous.
Timolol merupakan golongan beta bloker non selektif dengan aktivitas dan konsentrasi tertinggi
pada bilik mata belakang yang dicapai dalam waktu 30-60 menit setelah pemberian topikal.
Penggunaan beta bloker non selektif sebagai inisiasi terapi dapat diberikan 2 kali dengan interval
setiap 20 menit dan dapat diulang dalam 4, 8, dan 12 jam kemudian. Timolol termasuk beta
bloker non selektif sehingga perlu diperhatikan pemberiannya pada pasien dengan asma, PPOK,
dan penyakit jantung.
Penanganannya dengan menurunkan TIO dengan obat hingga ± 20 – 50% TIO awal.
Lapangan pandang perlu diperiksa tiap 6-12 bulan untuk mengontrol kerusakan lebih lanjut.
Kalau perlu operasi filtrasi (pembuatan saluran).
14
Operasi ini dilakukan bila TIO tidak dapat dikelola dalam batas-batas normal setelah pemberian
obatobatan, sementara lapang pandang terus memburuk. Cara filtrasi antara lain trepanasi,
sklerektomi, sklerostomi termal, dan trabekulektomi.
3.8 Glaukoma Primer Sudut Tertutup
Glaukoma sudut tertutup primer terjadi karena ruang anterior secara anatomis
menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabecular dan menghambat
humor akueus mengalir ke saluran Schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena peningkatan
tekanan vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua.
Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara saraf optikus dan retina di
bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah ke saraf optikus berkurang sehingga selsel
sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami kemunduran, maka akan terbentuk bitnik buta
pada lapang pandang mata. Yang pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh
lapang pandang sentral. Jika tidak diobati, glaukoma pada akhirnya bias menyebabkan kebutaan.
Faktor risiko glaukoma primer sudut tertutup meliputi ras, biometri mata, jenis kelamin, riwayat
keluarga, dan status refraksi. Prevalensi glaukoma primer sudut tertutup pada pasien di atas umur
40 tahun tertinggi ada pada ras Asia, Afrika, dan Inuit. Beberapa ras sering muncul kejadian
glaukoma primer sudut tertutup akut. Sedangkan ras Afrika dan Asia lebih sering muncul
kejadian glaukoma primer sudut tertutup yang kronik. Secara biometrik, risiko glaukoma sudut
tertutup meningkat pada COA yang dangkal, lensa yang tebal, peningkatan kurvatura anterior
lensa, panjang axial yang pendek, dan diameter serta jari-jari kurvatura kornea yang kecil.
Prevalensi glaukoma sudut tertutup meningkat mulai usia 40 tahun ke atas, dikarenakan lensa
yang semakin menebal dan semakin maju ke depan yang memicu kontak lensa dengan margo
pupil (kontak iridolentikular). Kejadian glaukoma sudut tertutup primer 2 sampai 4 kali lebih
banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria. Riwayat keluarga juga meningkatkan risiko
terjadinya glaukoma primer sudut tertutup, bahkan sampai 6 kali lipat pada ras Cina. Dan
kejadian glaukoma primer sudut tertutup lebih sering terjadi pada mata dengan
hipermetropi/rabun dekat.
a) Glaukoma Primer Sudut Tertutup Akut

Glaukoma primer akibat sudut bilik mata depan tertutup secara tiba-tiba oleh
jaringan iris sehingga TIO mendadak meningkat sangat tinggi.

15

Gejala yang timbul adalah sakit kepala hebat karena mengikuti jalannya N. V, visus menurun,
mual muntah karena reflex okulovagal, ada halo (pelangi) disekitar lampu karena edema kornea
yaitu karena aqueous humor masuk ke kornea, serangan berlangsung lama / dalam beberapa jam
saja. Manifestasi klinisnya adalah

• Palpebra hiperemis

• Edema cornea

• Pupil dilatasi sedang yang terfiksasi

• TIO yang mencolok

• Iris edema

• CoA dangkal

• Optic disc oedem & hiperemis

• Injeksi siliar

b) Glaukoma Primer Sudut Tertutup Kronik

Pada glaukoma ini, iris berangsur-angsur menutupi aliran keluar aqueous humor
tanpa gejala yang nyata akibat terbentuknya jaringan parut antara iris dan jalur keluar aqueous
humor. Biasanya bersifat herediter.

• Gejala timbul lebih lambat dan menahun


• Peningkatan TIO

• Sudut bilik mata yang sempit disertai sinekia anterior perifer

• Kerusakan saraf ptic juga terjadi perlahan-lahan. Bahkan hampirtanpa keluhan subjektif.

• Sehingga penderita glaukoma ini dating periksa bila telah terjadi gangguan penglihatan atau
glaukomanya sudah berat

2. Glaukoma Sekunder
16
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang disebabkan karena penyakit lain, pti penyakit local
pada mata atau penyakit sistemik
a. Glaukoma Sekunder
Sudut Terbuka Pada glaukoma ini terjadi sumbatan cairan akuos pada anyaman
trabekulum atau produksi cairan akuos yang berlebih dan pada glaukoma sekunder ditemukan
sebab yang jelas. Glaukoma sekunder sudut terbuka bias terjadi karena adanya sumbatan
sebelum trabekulum (misal oleh lapisan endotel, selaput peradangan, atau membran
fibrovaskular), sumbatan pada trabekulum (misal karena sumbatan darah, makrofag, sel
neoplastic partikel pigmen, protein, dan zonula lensa), serta sumbatan setelah trabekulum (misal
sumbatan di kanalis Schlemm, tekanan vena episklera yang meningkat karena thrombus atau
sumbatan lain).
Gejala yang timbul dapat akut misal yang disebabkan uveitis; dan dapat pula kronis. Yang
kronis dapat terjadi pada glaukoma karena pengobatan steroid jangka panjang atau pasca trauma.
Gejalanya seperti pada glaukoma primer sudut terbuka, antara lain: tidak terasa sakit, mata
tenang, sedikit atau tidak menimbulkan keluhan. Secara lebih spesifik, glaukoma sekunder dapat
disebabkan antara lain oleh:
• Uveitis Pada uveitis terjadi proses radang, termasuk terbentuknya eksudateksudat serta adanya
infltrasi sel radang sehingga celah-celah trabekulum dapat tertutup yang mengakibatkan aliran
keluar humor aqueus terhambat. Terjadinya sembab trabekulum, sembab badan siliar, dan iris
mengurangi kemampuan pengaliran humor aqueus keluar.
• Lensa hipermatur Pada katarak yang dibiarkan, lama kelamaan korteks lensa mencair kemudian
keluar dari kapsul. Produk protein lensa yang keluar dari kapsul dapat berperan sebagai antigen
yang kemudian mengakibatkan reaksi radang dalam mata (uveitis). Debris protein dan sel-sel
radang yang tersangkut dalam celah trabekulum mengakibatkan terhambatnya aliran keluar
humor aqueus. Glaukoma semacam ini disebut glaukoma fakolitik.
• Pengobatan steroid jangka Panjang Mekanisme steroid sebagai penyebab glaukoma masih
belum jelas. Diperkirakan penggunaan steroid jangka panjang (lebih dari 2 minggu) dapat
menimbulkan kerusakan pada trabekulum. Pengobatan steroid secara pada mata misalnya pada
anak-anak yang vernalis. Pada pasien dengan pengobatan steroid jangka panjang pticl atau
sistemik perlu dilakukan pengawasan tekanan bola mata secara berkala.
17
• Trauma Glaukoma terjadi apabila terdapat kerusakan jaringan trabekulum cukup luas sehingga
mengganggu aliran keluar cairan akuos. Misal trauma karena benturan/ lemparan bola.

b. Glaukoma Sekunder Sudut Tertutup


Pada glaukoma ini, aliran humor aqueus tidak lancar karena tertutupnya trabekulum
oleh iris oleh sebab yang jelas. Penyebabnya dijelaskan sebagai berikut:
• Uveitis
Pada uveitis, glaukoma dapat terjadi karena terbentuknya perlekatan iris dengan permukaan
depan lensa (sinekia posterior). Hal ini disebabkan oleh eksudat dari iris menghasilkan fibrin
yang lengket. Sinekia posterior menyebabkan aliran cairan akuos dari COP ke COA terhambat.
Selanjutnya akan terjadi iris bombe yang akan menutup sudut iridokorneal. Uveitis juga akan
menyebabkan perlekatan iris bagian perifer (sinekia anterior) sehingga iris menutupi jaringan
trabekulum. Pengelolaan glaukoma sekunder mencakup penanganan untuk glaukoma dan untuk
penyakit yang mendasari. Jadi penyakit uveitis yang mendasari juga ditangani.
• Lensa maju/membesar
Luksasi lensa ke depan menyebabkan COA menjadi dangkal. Iris akan terdorong ke kornea
sehingga menutup jaringan trabekulum. Pembengkakan lensa akibat meresapnya sejumlah cairan
ke dalam lensa pada proses katarak juga mempersempit COA. Penanganannya dapat dengan
pembedahan setelah glaukoma teratasi.
• Tumor intraokula
Tumor yang berasal dari uvea dapat menyempitkan rongga bola mata atau mendesak iris ke
depan dan menutup COA. Misal: melanoma maligna. Melanoma yang berasal dari uvea tumbuh
cepat dan dapat menyebabkan kenaikan TIO, karena perubahan volume, gangguan pada sudut
filtrasi, atau penyumbatan vena korteks. Diperlukan tindakan enukleasi.
• Neovaskularisasi sudut
Sering terjadi pada penderita retinopati DM dan penyakit-penyakit vascular retina. Bila retinopati
terus berlanjut, selanjutnya akan terjadi iskemik retina. Kondisi iskemik akan merangsang
terbentuknya pembuluh darah baru yang rapuh (neovaskularisasi).

18
Kalau neovaskularisasi ini mencapai iris, maka akan menutup sudut bilik mata sehingga aliran
cairan akuos terganggu dan TIO meningkat. Tindakan pencegahan dilakukan dengan terapi
fotokoagulasi retina untuk mengurangi respon iskemia, sehingga tidak terjadi neovaskularisasi.
Tanda dan gejala yang timbul seperti pada glaukoma primer sudut tertutup, khas disertai dengan
rasa sakit, mata merah, dll.
3. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongetinal terjadi karena saluran pembuangan tidak terbentuk dengan baik
atau bahkan tidak terbentuk sama sekali. Glaukoma kongenital dibagi menjadi dua, yaitu tipe
infantile dan tipe yang berhubungan dengan kelainan kongenital lainnya.
a. Glaukoma Kongenital Primer/Glaukoma
Infantil Biasanya sejak lahir bayi sudah menderita glaukoma, atau pada umur tahun
pertama. Kelainan ini terjadi karena terhentinya pertumbuhan struktur sudut sejak dalam
kandungan (kira-kira saat janin berumur 7 bulan). Pada glaukoma sekunder, sejak lahir penderita
memiliki bola mata besar (buftalmos) yang disebabkan kenaikan TIO saat masih dalam
kandungan dan mendesak batas luar mata bayi yang masih lentur. Bayi akan takut melihat cahay
karena kornea yang keruh memecah sinar yang dating sehingga bayi merasa silau. Bayi
cenderung rewel, karena peningkatan TIO menyebabkan rasa tegang/sakit pada mata; dan
apabila dilakukan pemeriksaan dengan tonometer, menunjukkan TIO > 21 mmHg.
b. Glaukoma Kongenital Berhubungan Dengan Kelainan Kongenital Lain
Yang termasuk kelompok ini adalah glaukoma berpigmen, aniridia, sindrom Axenfeld,
anomaly Peter, dan sindrom Rieger. Terapi yang dilakukan pada glaukoma kongential yaitu
membuat lubang supaya ada saluran pembuangan. Pembuatan lubang dapat dilakukan dengan
goniotomi, yaitu operasi membuat torehan sudut, dilakukan untuk sudut terbuka dan kedalaman
bilik depan mata yang normal. Selain itu dilakukan trabekulektomi, yaitu pembuatan fistula
antara COA dengan ruang subkonjungtiva melalui pengangkatan sebagian jaringan trabecular
secara bedah, dilakukan untuk memudahkan drainase humor aqueus pada glaukoma.
Trabekulotomi memiliki prinisip yang sama seperti goniostomi, tetapi pada trabekulotomi tidak
dilakukan pengangkatan jaringan trabekulum, namun trabekulumnya Cuma disobek sehingga
terjadi hubungan langsung dari COA ke kanalis Schlemm. Sebelum dilakukan operasi tetap
diberi obat untuk menurunkan TIO supaya kerusakan saraf optic tidak lebih parah. 4.
19
Glaukoma Absolut Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaucoma (sempit/terbuka)
dimana sudah menjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi
lanjut. Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan
ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dengan rasa sakit. Sering mata dengan but aini
mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa
neovaskularisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma
hemoragik. Pengobatan glaucoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan siliar
untuk menekan fungsi badan siliar, alcohol retrobulbar atau melakukan pengangkatan bola mata
karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.

3.9 MANIFESTASI KLINIS


Sebagian besar kasus glaucoma primer sudut tertutup intermiten atau peningkatan
TIO secara kronis tidak menunjukkan gejala. Pada gejala ringan secara intermiten timbul
keluhan penglihatan kabur (ruangan penuh asap) dan terdapat lingkaran cahaya (pelangi di
sekitar cahaya) hal ini disebabkan karena edema epitel kornea.
Sedangkan serangan akut sudut tertutup primer secara klinis disebut juga sudut
tertutup akut kongestif. Sebagian besar serangan akut hanya tejadi pada satu mata, sedangkan
kurang dari 10% dapat menyerang kedua mata. Serangan akut tersering pada usia 55-56 tahun
dan dilaporkan tiga kali lebih sering terjadi pada wanita. Serangan tersebut mendadak ketika
tekanan intraokuler meningkat cepat, karena terjadi blok relative meshwork oleh iris, dengan
manifestasi klinik berupa: nyeri mata mendadak , sakit kepala unilateral yang parah, penglihatan
kabur, melihat cahaya pelangi, mual, muntah. Gejala yang berat sering ditunjukkan dengan tiba-
tiba rasa sakit yang tak tertahankan dan hebat di mata karena peregangan saraf sensoris. Nyeri
tersebut dapat radier sepanjang distribusi cabang oftalmik saraf trigeminal yang ditandai nyeri di
sinus, telinga, kepala dan gigi. Nyeri yang hebat karena tingginya TIO dapat menimbulkan gejala
mual dan muntah. Kadang nyeri dada dan abdomen serta berkeringat dapat terjadi. Hal ini sering
menimbulkan misdiagnosa. Ada penurunan penglihatan yang nyata. Visus hanya gerakan tangan
atau persepsi lampu. Hal ini terutama karena neuropati optic karena iskemia dan sebagian karena
edema kornea statis dan peningkatan permeabilitas kapiler.

20
Kemerahan, lakrimasi, dan fotofobia muncul karena erosi edema kornea dan konjungtiva serta
kongesti silia. Pada glaucoma primer sudut tertutup absolut gejala yang timbul adalah penurunan
penglihatan parah dan menyakitkan dan visus tidak persepsi cahaya (NLP).

3.10 PEMERIKSAAN GLAUKOMA


1. Pemeriksaan Anterior Chamber
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menerangi dengan menggunakan cahaya ke
ruang anterior mata. Bila didapatkan ruang anterior memiliki kedalaman yang cukup atau normal
dengan keadaan iris tampak terang secara keseluruhan, maka keadaan ini menunjukkan sudut
terbuka. Sedangkan bila didapatkan ruang anterior rmemiliki kedalaman yang dangkal dan
keadaan iris tampak menonjol kearah depan dengan cahaya yang tidak seluruhnya dipantulkan
oleh iris, maka keadaan ini menujukkan sudut yang sebagian atau seluruhnya tertutup
21

2. Pemeriksaan Tekanan Intraokular


Tekanan intraokuli dapat diukur melalui pemeriksaan tonometry yang dapat
dilakukan melalui palpasi jari telunjuk, non-kontak pneumotonometri atau dengan menggunakan
alat berupa tonometer. Pemeriksan TIO dengan palpasi dilakukan dengan menggunakan dua jari
yang diletakkan diatas bola mata, bila didapatkan bola mata yang berfluktuasi di bawah palpasi
maka TIO kurang dari 20 mmHg. Namun bila bola mata teraba keras dan tegang maka TIO
diperkirakan sekitar 60 – 70 mmHg
Tonometer yang umumnya digunakan adalah tonometer Schiotz karena cukup sederhana, praktis,
mudah dibawa, relative murah, kalibrasi alat mudah dan tanpa komponen elektrik, tetapi
tonometer yang menjadi gold standar pemeriksaan tonometri adalah tonometer aplanasi
Goldmann yang dilekatkan ke slitlamp untuk mengukur besarnya gaya yang diperlukan untuk
meratakan daerah kornea tertentu. Ketebalan kornea pada masing-masing individu dapat
mempengaruhi biasnya penilaian. Semakin tebal kornea pasien maka tekanan intraokuli yang
dihasilkan cenderung tinggi, begitu pula sebaliknya, semakin tipis kornea pasien maka tekanan
intraokuli yang dihasilkan juga semakin rendah. Rentang tekanan intraokuli yang normal adalah
10-21 mmHg, namun pada usia yang lebih tua tekanan intraokuli dapat lebih tinggi, sehingga
batas maksimum tekanan intraokuli yang digunakan adalah 24 mmHg. Pada 32-50% individu
yang menderita glaukoma sudut terbuka primer akan menunjukkan tekanan intraokuli yang
normal saat pertama kali diperiksa, sehingga diperlukan pula pemeriksaan diskus optikus
glaukomatosa ataupun pemeriksaan lapangan pandang.
22

3. Pemeriksaan Slit Lamp


Kedalaman pusat dan perifer dari ruang anterior harus dinilai melalui ketebalan
kornea. Bila ruang anterior memiliki kedalaman yang tiga kali kurang dari ketebalan kornea baik
di tengah maupun di bagian perifer maka keadaan ini menunjukkan sudut sempit. Maka,
pemeriksaan Gonioscopy sangat penting untuk evaluasi keadaan yang lebih lanjut.
4. Pemeriksaan Oftalmoskopi
Pemeriksaan oftalmoskopi pada penderita glaukoma digunakan untuk menilai diskus
optikus (papil saraf optic). Komponen yang dinilai adalah warna dari diskus optikus dan lebarnya
ekskavasi (penggaungan). Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya
(depresi sentral). Atrofi optikus akibat glaukoma menimbulkan kelainan-kelainan diskus khas
yang terutama ditandai oleh pembesaran cawan diskus optikus dan pemucatan diskus di daerah
cawan. Selain itu, dapat pula terjadi pembesaran konsentrik cawan optic atau pencekungan
(cupping) superior dan inferior dan disertai pembentukan takik (notching) fokal di tepi diskus
optikus.
23
Kedalaman cawan optic juga meningkat karena lamina kribrosa tergeser ke belakang dan terjadi
pergeseran pembuluh darah di retina di hidung. Hasil akhirnya adalah cekungan bean-pot, yang
tidak memperlihatkan jaringan saraf di bagian tepinya. Pada penilaian glaukoma, rasio cawan-
diskus adalah cara yang berguna untuk mencatat ukuran diskus optikus. Apabila terdapat
kehilangan lapangan pandang atau peningkatan tekanan intraokuli, rasio cawan-diskus lebih dari
0,5 atau terdapat asimetri yang bermakna antara kedua mata sangat diindikasikan adanya atrofi
glaukomatosa.

5. Pemeriksaan Gonioskopi
Gonioskopi merupakan pemeriksaan sudut kamera okuli anterior dengan alat yang
menggunakan lensa khusus untuk melihat aliran keluar aqueous humor. Fungsi dari gonioskopi
secara diagnostic dapat membantu mengidentifikasi sudut yang abnormal dan menilai lebar sudut
kamera okuli anterior. Lebar sudut kamera okuli anterior dapat diperkirakan dengan pencahayaan
oblik kamera okuli anterior. Apabila keseluruhan trabecular meshwork, scleral spur dan prosesus
siliaris dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka. Apabila hanya Schwalbe’s line atau sebagian
kecil dari trabecular meshwork yang dapat terlihat, dinyatakan sebagai sudut sempit. Apabila
Schwalbe’s line tidak terlihat, sudut dinyatakan tertutup.
24
6. Pemeriksaan Lapangan Pandang (Kampimeter)
Pemeriksaan lapangan pandang digunakan untuk mengetahui ada-tidaknya pulau-
pulau lapangan pandang yang menghilang (skotoma) dan untuk mengetahui progresivitas dari
kerusakan visual yang terjadi. Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai
30 derajat lapangan pandang bagian sentral. Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya
bintik buta. Perluasan akan berlanjut ke lapangan pandang Bjerrum (15 derajat dari fiksasi)
membentuk skotoma Bjerrum yang kemudian membentuk skotoma arkuata. Daerah-daerah
penurunan lapangan pandang yang lebih parah di dalam daerah Bjerrum dikenal sebagai skotoma
Seidel. Skotoma arkuata ganda di atas dan di bawah meridian horizontal sering disertai oleh
nasal step (Roenne) karena perbedaan ukuran kedua defek arkuata tersebut. Pengecilan lapangan
pandang cenderung berawal di perifer nasal sebagai konstriksi isopter. Selanjutnya, mungkin
terdapat hubungan ke defek arkuata yang menimbulkan breakthrough perifer. Lapangan pandang
perifer temporal dan 5-10 derajat sentral baru terpengaruh pada stadium lanjut penyakit. Pada
stadium akhir, tajam penglihatan sentral mungkin normal, tetapi hanya 5 derajat lapangan
pandang. Alat-alat yang dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan lapangan pandang pada
glaukoma adalah automated perimeter (misalnya Humphrey, Octopus, atau Henson), perimeter
Goldmann, Friedmann field analyzer, dan layar tangent.

25
3.11 TATALAKSANA GLAUKOMA
Pada dasarnya, terapi glaukoma dibagi menjadi terapi medikamentosa dan operatif.
Tujuan terapi glaukoma adalah untuk mempertahankan fungsi visual dengan menurunkan
tekanan tekanan intraokular (TIO) untuk mencegah kerusakan saraf optic lebih lanjut. Rejimen
pengobatan yang dipilih harus mencapai tujuan ini dengan risiko terendah, efek samping paling
sedikit, dan gangguan minimal terhadap kehidupan pasien, dengan mempertimbangkan biaya
pengobatan. Meskipun tujuan pengobatan adalah untuk mencegah kehilangan penglihatan,
pengobatan saat ini ditujukan untuk menurunkan TIO dan, dalam jangka pendek, kemanjuran
pengobatan diukur menurut tingkat TIO.

26
1. Medikamentosa
a. Sistemik/Oral
• Analgesik kuat (bahkan petidin injeksi) dan antiemetic mungkin diberikan pada PACG
kongestiv akut.
• Inhibitor karbonat anhydrase. Mengurangi pembentukan akuos dengan menghambat aksi enzim
karbonatanyhidrase . Dengan demikian, terjadi penurunan pembentukan bikarbonat.
Asetazolamid 500 mg intravena dan 500 mg oral dan/atau manitol intravena diberikan setelah
memastikan bahwa pasien tidak menderita penyakit kardiovaskular. Kemudian acetazolamide
250 mg mungkin diberikan secara oral empat kalisehari.
• Mengurangi tekanan intraocular yang meningkat
• Mengurangi perubahan iskemik pada iris
• Mengurangi edema kornea.
• Tekanan dengan kapas basah dapat diterapkan pada bagian tengah kornea jika pupil tetap
terblokir. Ini membantu mendorong iris secara mekanis menjauh dari kornea.
3.12 Topikal
• Pilocarpine (2%) harus dimulai setengah sampai satu jam setelah dimulainya pengobatan
sistemik, yaitu setelah TIO diturunkan sedikit. Pada tekanan yang lebih tinggi, sfingter iris
iskemik dan tidak responsive terhadap pilokarpin. Awalnya pilocarpine diberikan setiap 30 menit
dan kemudian setiap jam sampai miosis maksimum tercapai. Setelah itu digunakan empat kali
sehari. Efektif dalam menarik iris menjauh dari sudut dan membuka saluran drainase. Cara
kerjanya meningkatkan aliran keluar (outflow)akuos dengan aksi miotik.
• Timolol maleate. Awalnya tetes mata 0,25-0,5% sering diberikan. Setelah itu digunakan dua
kali sehari-hari. Cara kerja dengan mengurangi sekresi aqueous humor dari epitel siliaris.
• Betaxolol dan antagonis beta adrenergic non-selektif lainnya juga dapat digunakan.
• Pemberian cytrol yang berisikan topical dengan antibiotic digunakan untuk mengurangi
inflamasi dan kerusakan saraf optic.
c.Agent Hiperosmotik
Awalnya diberikan 20% manitol IV (1-2 g / kg) selama 45 menit atau gliserol oral 50% (1 g/kg)
atau isosorbid dapat untuk menurunkan tekanan yang meningkat.
27
Cara kerjanya dengan menarik air keluar dari mata dan dengan demikian mengurangi TIO.
Ketika tekanan intraocular telah berkurang dengan terapi medis dan mata menjadi tenang,
pengobatan selanjutnya adalah iridotomi laser atau iridektomi peripheral bedah (PBI).
2. Tindakan operatif
a. Peripheral Iridotomy, Iridectomy, and Iridoplasty
Terapi bedah dan laser merupakan terapi yang paling efektif dalam menurunkan tekanan
intraokuli karena tindakannya relative aman dan tidak menimbulkan banyak komplikasi. Pada
glaukoma sudut tertutup, tindakan iridoplasti, iridektomi, iridotomi perifer merupakan cara yang
efektif mengatasi blokade pupil, sedangkan pada glaukoma sudut terbuka, penggunaan laser
(trabekuloplasti) merupakan cara yang efektif untuk memudahkan aliran keluar aqueous humor.
3.13 Laser Trabeculoplasty
Tindakan membakar trabecular meshwork sehingga dapat memfasilitasi aliran air berdasarkan
dampaknya pada trabecular meshwork dan Schlemm atau peristiwa seluler yang meningkatkan
fungsi trabecular meshwork tersebut. Teknik laser trabekuloplasty ini berlaku untuk jenis
glaukoma dengan sudut terbuka, dan hasilnya bervariasi tergantung pada penyebab yang
mendasari terjadinya glaukoma. Penurunan tekanan intraocular biasanya memungkinkan
penurunan terapi medis dan penundaan operasi glaukoma.
c.Glaukoma Drainase (Trabekulektomi)
Trabekulektomi adalah prosedur yang paling sering digunakan untuk memintas saluran-saluran
drainase normal sehingga terbentuk akses langsung aqueous humor dari bilik mata depan ke
jaringan subkonjungtiva dan orbita. Tindakan laser dilakukan untuk membuka system drainase
aqueous humor sehingga tekanan di dalam bola mata dapat turun ke batas normal. Setelah
tindakan laser dan operasi dilakukan tetap dilakukan pemantauan oleh dokter yang lamanya
bergantung pada keadaan tekanan intraokuli. Apabila keadaan terkontrol dengan baik, dapat
dilakukan control 6 bulan sekali namun bila keadaan tidak terkontrol, dilakukan pengawasan
yang ketat.
28
3.14 PROGNOSIS
Diagnosis yang lebih awal dan penanganan dini pada glaukoma dapat memberikan hasil yang
memuaskan. Prognosis buruk pada glaukoma yang terlambat disadari oleh penderita sehingga
terlambat didiagnosis dan telah menyebabkan gangguan penglihatan yang berat hingga kebutaan
yang sifatnya permanen (tidak dapat diperbaiki).

3.15 Katarak
Definisi
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa dan terjadi akibat dari kedua-duanya.
Penurunan kemampuan tajam penglihatan ini terjadi karena lensa merupakan sebua organ
transparan yang
memiliki fungsi optik untuk memfokuskan sinar masuk kedalam mata sehingga jatuh tepat pada
retina, baik dari jarak jauh maupun jarak dekat.

Epidemiologi
Menurut WHO pada tahun 2015, terjadi gangguan penglihatan yang cukup besar di seluruh
dunia, dengan negara terbanyak kasus gangguan penglihatan adalah Afganishtan. Sementara itu,
5 negara dengan jumlah penduduk yang mengalami gangguan penglihatan terbanyak meliputi
Cina, India, Pakistan, Indonesia dan Amerika Serikat. Katarak sendiri menjadi penyebab
terbanyak gangguan penglihatan kedua setelah gangguan refraksi yang tidak terkoreksi. Dari
Hasil survey Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) pada tahun 2014 - 2016 oleh
Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) dan Balitbangkes di 15 provinsi yakni
di Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Bali, NTT, NTB, Sulawesi Utara,Sulawesi Selatan, Maluku,
dan Papua dengan sasaran populasi usia di atas 50 tahun diketahui angka kebutaan mencapai 3
persen. Dari angka tersebut katarak merupakan penyebab tertinggi dengan angka sekitar 81
persen. Dengan daerah terbanyak yaitu di NTB dan daerah paling sedikit angka katarak adalah di
Sulawesi Utara dan Sumatera Barat. Angka CSC (Cataract Surgical Coverage), yaitu jumlah
orang yang telah menjalani operasi dibandingkan dengan jumlah orang yang memerlukan operasi
katarak ditemukan yaitu 52,7%.
29
Klasifikasi Katarak
• Klasifikasi berdasarkan usia
a. Katarak kongenital
Merupakan katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang
dari 1 tahun. Katarak kongenital termasuk pula kekeruhan lensa yang timbulsebagai kejadian
primer atau berhubungan dengan penyakit ibu dan janin lokal. Untuk mengetahui penyebabnya
perlu dilakukan pemeriksaan prenatal infeksi ibu seperti rubella yang dapat dengan mudah
melewati barrier plasenta ibu dan masuk ke vesikel lensa serta bertahan sampai 3 tahun,
galaktosemia, DM serta toksoplasmosis. Hampir 50% katarak kongenital tidak diketahui
penyebabnya. Pada bayi akan ditemukan pupil bercak putih atau leukoria. Pada katarak ini dapat
ditemukan komplikasi berupa nystagmus dan strabismus.

b. Katarak juvenile
Katarak yang terdapat pada orang muda, biasanya terjadi pada anak kurang dari 9 tahun dan
terbentuk lebih dari 3 bulan. Biasanya merupakan kelanjutan dari katarak kongenital.

c. Katarak senilis
Katarak senilis merupakan kekeruhan pada lensa yang mengakibatkan gangguan penglihatan
akibat proses degenerasi pada usia tua. Katarak senilis biasanya terjadi bilateral namun pada
beberapa kasus dapat terjadi pada salah satu mata lebih dahulu kemudian disusul oleh mata yang
lainnya. Prevalensi usia pada katarak senilis adalah di atas 50 tahun, dan hampir 90% orang
mengalami katarak senilis pada usia 70 tahun. Penyebab pasti dari katarak senilis hingga kini
belum diketahui secara pasti.

• Klasifikasi berdasarkan morfologi katarak


a. Katarak nuclear
Pada katarak ini ditemukan proses kondensasi normal pada lensa yang dimulai dari bagian inti
lensa. Katarak ini biasanya disebabkan bertambahnya usia. Mula-mula menyebabkan myopia
yang meningkat.

30
b. Katarak subkapsular
Pada katarak subkapsular posterior, terjadi kekeruhan lensa yang dimulai dari bagian kapsul
posterior dan katarak tipe ini berkembang secara cepat dan progresif. Penglihatan dekat biasanya
lebih terganggu dibanding penglihatan jauh.
c. Katarak kortikal
Bentuk kuneiform lebih sering ditemukan dibandingkan dengan kupuliform. Pada katarak ini,
kekeruhan lensa terjadi di bagian perifer dengan bagian sentral lensa yang relative jernih.
Progesifitas dari perkembangan katarak kortikal biasanya lambat. Penyebab terseringnya adalah
pada pasien DM

• Klasifikasi berdasarkan stadium maturasi katarak


a. Katarak insipient
Merupakan stadium yang paling awal yang ditandai dengan adanya kekeruhan dengan beberapa
area jernih diantaranya. Katarak insipient dapat dibedakan menjadi 2, yaitu katarak senilis
cuneiform dan cupuliform. Pada tipe cuneiform, terjadi kekeruhan lensa di kuadran nasal bawah
bagian perifer yang meluas ke bagian sentral, dimana kekeruhan baru dapat terlihat bila pupil
berdilatasi maksimal. Kekeruhan akan tampak seperti duri berwarna putih keabuan yang tersebar
radial. Sedangkan pada tipe cupuliform, terjadi kekeruhan lensa pada bagian korteks posterior
yang menyebar ke arah luar. Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks
refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa.

b. Katarak Immatur
Katarak immatur merupakan kelanjutan dari katarak insipient dimana kekeruhannya sudah difus
dan ireguler sehingga tampak lensa berwarna putih keabuan dengan bagian korteks yang masih
jernih. Pada tahap ini terjadi peningkatan tekanan osmotik lensa dan hidrasi korteks sehingga
lensa menjadi bengkak dan mencembung. Lensa yang mencembung dapat mendorong iris ke
depan dan
memperkecil sudut bilik mata depan. Bilik mata depan yang dangkal akan meningkatkan resiko
terjadinya glaukoma sekunder. Selain itu, lensa yang mencembung mengakibatkan miopisasi
dimana penglihatan pasien akan membaik dibanding sebelumnya (second sight) dan shadow test
menjadi positif. Sebagian lensa keruh.
31
c. Katarak matur
Pada tahap ini, terjadi kekeruhan lensa secara keseluruhan sehingga berwarna putih seperti
mutiara. Pada katarak matur, terjadi pengeluaran cairan dari dalam lensa disertasi dengan
kalsifikasi yang mengakibatkan pemadatan lensa dan bilik mata depan kembali normal sehingga
shadow test kembali menjadi negatif.
d. Katarak hipermatur
Pada katarak hipermatur, katarak mengalami proses degenerasi lanjut sehingga menjadi keras
atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa
menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering.

2.2.4. Etiologi
Katarak senilis disebabkan oleh proses degeneratif yang terjadi pada serabut lensa akibat usia
tua.
• Usia
Usia merupakan faktor risiko paling berpengaruh. Biasanya katarak senilis muncul pada individu
dengan usia diatas 50 tahun. Diprediksi 90% dari penderita akan mempunyai katarak senilis
matur pada usia 70 tahun.
• Jenis Kelamin
Katarak dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Namun, berdasarkan beberapa studi
ditemukan prevalensi katarak lebih tinggi pada perempuan dibandingkan pada laki-laki. Dengan
prevalensi di Indonesia sendiri katarak menjadi penyebab utama pada sekitar 71,7% laki-laki dan
80% perempuan
• Radiasi sinar UV
Paparan sinar UV yang berkepanjangan, seperti dari matahari, mempunyai peran terhadap onset
awal dan maturasi katarak senilis.
• Dehidrasi
Dehidrasi yang berat, seperti pada diare dan kolera, mempunyai peran terhadap onset usia dan
maturase dari katarak.

32
• Katarak komplikata
Katarak akibat penyakit lainnya seperti radang dan proses degenerasi seperti ablasi retina,
retinitis pigmentosa, glaukoma, tumor intraocular maupun penyakit endokrin seperti contohnya
DM dan galaktosemia. Katarak komplikata memiliki tanda khusus dimana mulai katarak berada
di bawah kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan dapat bersifat difus. Pada katarak akibat
DM,didapatkan gambaran khas yaitu snow flake atau bentuk piring subkapsular. Beberapa
pendapat menyatakan bahwa pada keadaan hiperglikemi terdapat penimbunan sorbitol dan
fruktosa di lensa.
• Katarak trauma
Merupakan kerusakan lensa yang dapat trauma pada kapsul lensa.Penderita biasanya bekerja di
tempat yang berbahaya, seperti contohnya pemagangan dan pembakaran kaca.
• Katarak toksik
Merupakan katarak yang disebabkan oleh karena penggunaan obat lama atau bahan kimia yang
bersifat beracun. Contohnya adalah pada pasien yang memakai steroid jangka lama dan perokok,
dimana berdasarkan penelitian, pada individu perokok ditemukan peningkatan prevalensi dari
katarak nuklear. Merokok juga berpengaruh terhadap onset usia dari katarak senilis. Hal ini
disebabkan oleh akumulasi dari molekuk-molekul berpigmen (3-hydroxykynurenine dan
chromophores) yang menyebabkan perubahan warna lensa menjadi kekuningan. Selain itu,
merokok juga dapat menyebabkan denaturasi protein.
• Katarak Sekunder
Terjadi akibat dari terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa lensayang tertinggal, biasanya
keadaan ini terlihat pada 2 hari sesudah dilakukannya EKEK.
33

Patofisiologi

• Katarak immature

Pada tahap ini, kekeruhan lensa sudah bertambah tebal, dimana pada tahap lanjut (kekeruhan
sudah difus dan ireguler) sudah mulai dapat dibedakan jenis cuneiform ataupun cupuliform.
Gambaran khas pada tahap ini adalah lensa putih keabuan, area korteks yang jernih, dan nampak
bayangan iris (shadow test +). Pada beberapa pasien, lensa dapat bengkak karena adanya hidrasi
yang kontinu sehingga lensa menjadi bengkak dan bertambah cembung (katarak intumesen).
Pencembungan lensa mengakibatkan perubahan indeks refraksi sehingga terjadi miopisasi mata,
dan juga menyebabkan iristerdorong ke depan sehingga bilik mata depan akan lebih sempit dan
shadow test +.

Kekeruhan lensa dapat terjadi akibat hidrasi dan denaturasi protein lensa. Dengan bertambahnya
usia, ketebalan dan berat lensa akan meningkat sementara daya akomodasinya akan menurun.
Dengan terbentuknya lapisan konsentris baru dari kortek, inti nucleus akan mengalami
penekanan dan pengerasan. Proses ini dikenal sebagai sklerosis nuclear. Selain itu terjadi pula
proses kristalisasi pada lensa yang terjadi akibat modifikasi kimia dan agregasi protein menjadi
high- molecular-weight-protein. Hasil dari agregasi protein secara tiba tiba ini mengalami
fluktuasi refraktif index pada lensa sehingga menyebabkan cahaya menyebar dan penurunan
pandangan. Modifiksi kimia dari protein nukleus lensa juga menghasilkan pigmentasi progresif
yang akan menyebabkan warna lensa menjadi keruh. Perubahan lain pada katarak terkait usia
juga menggambarkan penurunan konsentrasi glutatin dan potassium serta meningkatnya
konsentrasi sodium dan kalsium. Terdapat berbagai faktor yang ikut berperan dalam hilangnya
transparasi lensa. Sel epitelium lensa akan mengalami proses degeneratif sehingga densitasnya
akan berkurang dan terjadi penyimpangan diferensiasi dari sel-sel fiber. Akumulasi dari sel-sel
epitel yang hilang akan meningkatkan pembentukan serat-serat lensa yang akan menyebabkan
penurunan transparasi lensa. Selain itu, proses degeneratif pada epithelium lensa akan
menurunkan
permeabilitas lensa terhadap air dan molekul-molekul larut air sehingga transportasi air, nutrisi
dan antioksidan kedalam lensa menjadi berkuran Peningkatan produk oksidasi dan penurunan
antioksidan seperti vitamin dan enzim-enzim superoxide memiliki peran penting pada proses
pembentukan katarak.
34
2.2.6. Manifestasi Klinis
• Silau.
Tingkat keparahan silau biasanya dipengaruhi oleh letak danukuran dari kekeruhan lensa.
• Melihat halo sekitar sinar
• Terganggunya penglihatan warna
• Melihat ganda (diplopia monokuler)
• Penurunan penglihatan tidak disertai nyeri dan bersifat progresif: Bila kekeruhan lensa terjadi
di sentral, maka visus akan menurun sejak awal dan dapat melihat lebih baik jika pupil dilatasi
yang
disebabkan oleh cahaya yang redup pada sore atau malam hari. Sedangkan pada pasien dengan
kekeruhan lensa di perifer, penurunan visus terjadi lebih lambat dan penglihatan lebih baik pada
sinar yang terang saat pupil kontraksi.

• Miopisasi: Pada pasien dengan sklerosis nuklear, kemampuan penglihatan jarak jauh akan
menurun karena terjadinya miopisasi, tetapi kemampuan melihat jarak dekatnya membaik,
sehingga pasien dapat membaca tanpa menggunakan kacamata untuk presbiopia. Seiring dengan
berlanjutnya kekeruhan pada lensa, penglihatan akan terus menurun, sampai hanya persepsi
cahaya.
35
BAB IV
ANALISA KASUS

4.1 ANALISA ANAMNESIS

 Perempuan, th Glaukoma
 Ku: OD buram dirasakan sejak ± 3  Glaukoma adalah suatu neuropati
bulan lalu. optic yang ditandai dengan
 Keluhan Tambahan : pencekungan “cupping” diskus

 Pusing, pegal, menurut pasien optikus dan penyempitan lapang

pandangannya seperti berkabut. pandang, disertai dengan adanya


peningkatan TIO.
 Keluhan utama pasien katarak adalah
penurunan tajam penglihatan (buram)
yang disebabkan pengeluaran aquous
humor terhambat dan menekan saraf
optik sehingga timbul gejala
pandangan buram.
 Gejala yang timbul pada glaukoma
primer sudut biasanya biasanya
keluhannya hanya rasa tidak
nyaman/pegal-pegal di mata,
meskipun terkadang disertai keluhan
berupa nyeri kepala,

36
4.2 ANALISA PEMERIKSAAN STATUS OFTALMIKUS

 Terjadi penurunan visus  Peningkatan tekanan intraocular


OD 1/300 adalah proses degenerative dijalinan
OS 6/6, Pinhole 6/6 dan dibawah kanalis Schlemm.
 Pemeriksaan TIO Akibatnya adalah penurunan drainase
OD : 41 mmHg humor akueus yang menyebabkan
OS : 14mmHg peningkatan TIO
 Shadow Test (OD) (+)  Terjadi gangguan visus karena adanya
kekeruhan pada lensa yang
menghalangi media refraksi. Temuan
klinis yang ditemukan keruh lensa
sebagian, shadowtest, visus menurun.
37
4.3 TATALAKSANA

a. Medikamentosa  Timolol maleate. Awalnya tetes mata 0,25-


• Timolol 0,5% 2 tetes 2x1 0,5% sering diberikan. Setelah itu
• Cendoliter 3 tetes digunakan dua kali sehari-hari. Cara kerja
• Glauxeta 3x1 dengan mengurangi sekresi aqueous humor
• Ksr Tub dari epitel siliaris.

b. Non Medikamentosa  Asetazolamid 500 mg intravena dan 500


• Istirahatkan mata mg oral dan/atau manitol intravena
• Gunakan obat tetes secara diberikan setelah memastikan bahwa
teratur pasien tidak menderita penyakit
kardiovaskular. Kemudian acetazolamide
250 mg mungkin diberikan secara oral
empat kalisehari.
• Mengurangi tekanan intraokular yang meningkat
• Mengurangi perubahan iskemik pada iris
• Mengurangi edema kornea.
• Tekanan dengan kapas basah dapat diterapkan
pada bagian tengah kornea jika pupil tetap
terblokir. Ini membantu mendorong iris secara
mekanis menjauh dari kornea.

 Ksr digunakan untuk mencegah


hypokalemia yang merupakan efek
samping asetazolamide

38
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. 2002. Glaucoma; available at : http://who.int.
2. Situasi Glaukoma Di Indonesia. Pusat Data Dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infoDatin_glauk
oma_2019.pdf 3. Sidarta Ilyas SRY. ; 2019. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima FKUI. Vol 5.
Kelima. Badan Penerbit FKUI 5. Ilyas S, Yulianti SR. 2015. Ilmu Penyakit Mata. Ed.
4. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
5. Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC
6. Suhardjo. 2007. Ilmu Kesehatan Mata, Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM, Yogyakarta;
Riset Kesehatan Dasar. 2007.
7. James B, Chew C, Bron A. 2005. Lecture Notes Oftalmologi ed
8. Jakarta. EMS. P2PTM Kemenkes RI. 2018 9. Wijaya Nana. 1993.Ilmu Penyakit Mata. Abadi
Tegal. Jakarta.
9. Yanoff M, Sassani JW. 2020. Glaucoma. In: Ocular Pathology. 8th ed.
10. Vaughan, Daniel. 2007. General Ophthalmology 16th edition. Stanford: Appleton & Lange.
11. Razeghinejad R, Lin MM, Lee D, Katz LJ, Myers JS. Pathophysiology and management of
glaucoma and ocular hypertension related to trauma. Surv Ophthalmol
12. Rajurkar K, Dubey S, Gupta PP, John D, Chauhan L. Compliance to topical anti glaucoma
medications among patients at a tertiary hospital in North India. J Curr Ophthalmol
13. Kulkarni K, Mayer J, Lorenzana L, Myers J, Spaeth G. Visual field staging systems in
glaucoma and the activities of daily living. Ophthalmology.
14. Yadav KS, Rajpurohit R, Sharma S. 2019. Glaucoma: Current treatment and impact of
advanced drug delivery systems. Life Sci [Internet].
15. Sambhara D, Aref AA. 2014. Glaucoma management: relative value and place in therapy of
available drug treatments.Ther Adv Chronic Dis
16. Hingginbotham EJ, Lee DA. 2004. Clinical Guide to Glaucoma Management. Butterworth
Heinemann. 17. Jogi R. Basic Ophthalmology. 4 ed. Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd;
2009.
18. Karpecki PM. Kanski’s Clinical Ophthalmology. Vol 92.; 2015.
doi:10.1097/opx.0000000000000737 19. Suryani PT, Doemilah R. Ilmu Penyakit Mata FK Unair
I RSU Dr . Soetomo, Surabaya. J Oftalmol Indones. 2007;5(2):15.

Anda mungkin juga menyukai