Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

SCABIES

Dosen Pembimbing :
dr. Tika Awalia Kamal

Disusun Oleh :
Melani Maharani
2018730061

Program Studi Profesi Kedokteran


Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta
202
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................................i
BAB I...............................................................................................................................................1
KASUS............................................................................................................................................1
Identitas Pasien..........................................................................................................................1
Hasil Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik.................................................................................1
BAB II.............................................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................6
1.1 Definisi dan Etiologi.........................................................................................................6
1.2 Epidemiologi.....................................................................................................................6
1.3 Patogenesis dan Transmisi Skabies...................................................................................7
1.4 Faktor Risiko.....................................................................................................................9
1.5 Varian Skabies..................................................................................................................9
1.6 Diagnosis Klinis..............................................................................................................10
1.7 Diagnosis Banding...........................................................................................................10
1.8 Tatalaksana.......................................................................................................................11
1.9 Komplikasi & Prognosis..................................................................................................12
BAB III.........................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................13

1
BAB I

KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. RF

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 19 th

Alamat : Sidamukti

Pekerjaan : Pelajar

Status Pernikahan : Belum Menikah

Tanggal Pemeriksaan : 9-Mei-2022

Nomor Rekam Medis : 996402

Hasil Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik


1.1.1 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Gatal-gatal pada jari – jari tangan sejak 3 mingggu yang lalu.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dating ke BP Umum BLUD UPTD Puskesmas Langensari 2 9 Mei 2022
dengan keluhan gatal dijari-jari tangan kanan. Awalnya bercak merah dan papul
muncul dibagian jari jempol lalu, kemudian menyebar keseluruh jari tangan kanan.
Gatal muncul sepanjang hari tetapi lebih gatal pada malam hari. Pasien menyangkal
adanya, sakit kepala,demam,batuk,pilek, nyeri tenggorokan,nyeri dada, sesak nafas,
mual dan muntah. BAK dan BAB pasien lancar.
c. Riwayat Penyakit dahulu
Pasien mengatakan tidak pernah mengalami keluhan serupa.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang mengalami gejala seperti ini.

2
e. Riwayat Pengobatan
Pasien sebelumnya belum diberi obat oral atau salep dari medis, tetapi pasien sudah
diberikan cream hangat seperti balsem.
f. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki alergi makanan.
g. Riwayat Psikososial
Pasien tinggal bersama saudaranya dan pasien mengeluh tidak nyaman pada kasur
yang ditempati pasien sewaktu tidur.

1.1.2 Pemerikaan Fisik


 Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
 Kesadaran : Compos mentis

TANDA – TANDA VITAL


 Suhu : 36.9
 Tekanan Darah : 109/69mmHg
 Pernafasan : 20x/menit
 Nadi : 80x/menit
 Berat Badan : 48kg

STATUS GENERALIS
 Kepala : Normocephal
 Mata : Konjungtiva anemis (-)/(-)
Sklera ikterik (-)/(-)
Pupil bulat isokor
 Hidung : Sekret atau darah (-)/(-)
 Mulut : Bibir sianosis (-)
Faring & tonsil hiperemis (-)
 Leher : Pembesaran KGB (-)
 Dada :

3
o Paru : Inspeksi :

Dinding dada simetris +/+

Retraksi dinding dada -/-

Palpasi :

Vocal premitus teraba sama dextra & sinistra

Nyeri tekan (-)

Perkusi :

Sonor dikedua lapang paru

Auskultasi :

Suara napas vesikuler atau tidak ada suara nafas tambahan

o Jantung : Inspeksi :
Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi :
Tidak dilakuka
Perkusi :
Tidak dilakukan
Auskultasi
Bunyi jantung I & II (+) regular, murmur(-), gallop(-)
 Abdomen : Inspeksi :
Distensi abdomen (-)
Asites(-)
Auskultasi :
Bising usus (+)
Palpasi :
Nyeri epigastrium (-)
Nyeri tekan 9 kuadran abdomen (-)
Hepatomegali(-)

4
Splenomegali (-)
Perkusi :
Timpani di kuadran 9 abdomen

 Esktremitas : Akral hangat


Sianois (-)
CRT <2 detik
Ekstremitas edema (-)

1.1.3 Resume
Pasien dating ke Balai Pengobatan (BP) Umum BLUD UPTD Puskesmas Langensari 2
pada tanggal 9 Mei 2022 dengan keluhan gatal – gatal pada jari jari tangan kanan.
Awalnya muncul dijari jempol saja kemerahan disertai dengan papul. Lalu menyebar
keseluruh jari tangan kanan. Telah diberikan cream hangat seperti balsem dan keluhan
pasien menghilang tetapi setelah reaksi hangat menghilang kambuh lagi. Pasien tidak

5
pernah mengalami keluhan serupa. Dan pasien tidak memiliki alergi makanan maupun
cuaca.

Resume pemeriksaan fisik :


 Lesi berupa papula berbentuk bulat dengan diameter kurang lebih 0,5cm

1.1.4 Diagnosis Kerja


Scabies
Prurigo
Pedikulosis Kurpuro
Dermatitis

1.1.5 Penatalaksanaan
Scabimite 5% 1x1 pada malam hari.
Cetirizine 1x1

1.1.6 Pemeriksaan Penunjang.


Tidak dilakukan.

1.1.7 Prognosis
Prognosis sangat baik bila dilakukan tata laksana dengan tepat. Pruritus dapat bertahan
beberapa minggu setelah pengobatan akibat reaksi hipersensitif terhadap antigen tungau.
Skabies nodular dapat bertahan beberapa bulan setelah pengobatan. Skabies krustosa relatif
sulit diobati.
Quo ad vitam : bonam
Quo ad funtionam : bonam
Quo ad sanactionam : bonam

6
1.1.8 Lampiran Pasien

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi dan Etiologi
Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei varian hominis dan telurnya. Sinonim atau nama lain skabies adalah kudis,
the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo. Ditandai gatal malam hari, mengenai sekelompok
orang, dengan tempat predileksi di lipatan kulit yang tipis, hangat, dan lembab. Gejala klinis
dapat terlihat polimorfi tersebar di seluruh badan. Skabies terjadi baik pada laki-laki maupun
perempuan, di semua daerah, semua kelompok usia, ras, dan kelas sosial. Skabies ditularkan
melalui kontak fisik langsung (skin-to-skin) ataupun tidak langsung (pakaian, tempat tidur
yang dipakai bersama).
Skabies menjadi masalah utama pada daerah yang padat dengan masalah sosial, sanitasi
yang buruk, dan negara miskin(Sukmawati Tansil Tan and Angelina, 2017).

Etiologi

Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Acarina, famili
Sarcoptidae Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima,
super famili Sarcoptes, penemunya adalah seorang ahli biologi Diacinto Cestoni (1637-
1718). Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.hominis.
Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggung cembung, bagian
perut rata, dan mempunyai 8 kaki. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak
bermata. Ukuran yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan
yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa
mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang
kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki
ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.

8
1.2 Epidemiologi

Skabies dapat menjangkit semua orang pada semua umur, ras, dan tingkat ekonomi
sosial. Sekitar 300 juta kasus skabies di seluruh dunia dilaporkan setiap tahunnya. Menurut
Depkes RI, berdasarkan data dari puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 2008, angka
kejadian skabies adalah 5,6%-12,95%.
Di Indonesia, skabies merupakan salah satu penyakit kulit tersering di puskesmas. Pada
tahun 2008, prevalensi skabies di seluruh puskesmas di Indonesia adalah 5,6 - 12,9%,
merupakan penyakit kulit terbanyak urutan ketiga (Mutiara et al., 2016).
Angka kejadian skabies tinggi di negara dengan iklim panas dan tropis. Skabies endemik
terutama di lingkungan padat penduduk. Daerah endemik skabies adalah daerah tropis dan
subtropis seperti Afrika, Mesir, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Kepulauan Karibia,
India, dan Asia Tenggara.

1.3 Patogenesis dan Transmisi Skabies

Pada gambar 1 dideskripsikan siklus hidup Sarcoptes scabiei yang diawali oleh masuknya
tungau dewasa ke dalam kulit manusia dan membuat terowongan di stratum korneum sampai
akhirnya tungau betina bertelur. Sarcoptes scabiei tidak dapat menembus lebih dalam dari

9
lapisan stratum korneum. Telur menetas menjadi larva dalam waktu 2-3 hari dan larva
menjadi nimfa dalam waktu 3-4 hari. Nimfa berubah menjadi tungau dewasa dalam 4-7 hari.
Sarcoptes scabiei jantan akan mati setelah melakukan kopulasi, tetapi kadang-kadang dapat
bertahan hidup dalam beberapa hari. Pada sebagian besar infeksi, diperkirakan jumlah tungau
betina hanya terbatas 10 sampai 15 ekor dan kadang terowongan sulit untuk diidentifikasi.
Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas biasanya
dalam waktu 3 sampai 10 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini
dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi
nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki.
Siklus hidup Sarcoptes scabiei sepenuhnya terjadi pada tubuh manusia sebagai host,
namun tungau ini mampu hidup di tempat tidur, pakaian, atau permukaan lain pada suhu
kamar (210 celcius) selama 2-3 hari dan masih memiliki kemampuan untuk berinfestasi dan
menggali terowongan. Penularan skabies dapat terjadi melalui kontak dengan obyek
terinfestasi seperti handuk, selimut, atau lapisan furnitur dan dapat pula melalui hubungan
langsung kulit ke kulit. Berdasarkan alasan tersebut, skabies terkadang dianggap sebagai
penyakit menular seksual. Ketika satu orang dalam rumah tangga menderita skabies, orang
lain dalam rumah tangga tersebut memiliki kemungkinan yang besar untuk terinfeksi.
Seseorang yang terinfeksi Sarcoptes scabiei dapat menyebarkan skabies walaupun ia
tidak menunjukkan gejala. Semakin banyak jumlah parasit dalam tubuh seseorang, semakin
besar pula kemungkinan ia akan menularkan parasit tersebut melalui kontak tidak langsung.
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut; setelahkopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas
kulit, tungau jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam
terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali
terowongan dalam stratum komeum dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari sambil
meletakkan telumya 2 hingga 50.
Seluruh siklus hidup mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-
12 hari. Aktivitas S.scabiei di dalam kulit menyebabkan rasa gatal dan menimbulkan respons
imunitas selular dan humeral serta mampu meningkatkan lgE baik di serum maupun di kulit.
Masa inkubasi berlangsung lama 4-6 minggu. Skabies sangat menular, transmisi melalui
kontak langsung dari kulit ke kulit, dan tidak langsung melalui berbagai benda yang
terkontaminasi (seprei, sarung bantal, handuk dsb). Tungau skabies dapat hidup di luar tubuh

10
manusia selama 24-36 jam. Tungau dapat ditransmisi melalui kontak seksual, walaupun
menggunakan kondom, karena kontak melalui kulit di luar kondom.
Kelainan kulit dapat tidak hanya disebabkan oleh tungau skabies, tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap
sekreta dan eksreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah investasi. Pada
saat itu, kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika,
dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.
Cara Penularan (Transmisi) dan Daur Hidup Sarcoptes Scabiei
Skabies ditularkan melalui migrasi tungau betina yang telah dibuahi dari satu orang ke
orang lain yang dapat terjadi melalui kontak langsung maupun tidak langsung. Kontak
langsung dapat terjadi melalui jabat tangan, tidur bersama, skin-to-skin attachment, dan
hubungan seksual. Kontak tidak langsung terjadi bila individu yang menderita skabies
bertukar benda dengan individu sehat, seperti handuk, pakaian, selimut, bantai dan seprei.

1.4 Faktor Risiko


1. Keadaan sosial ekonomi yang rendah,
2. Personal hygiene yang buruk,
3. Masyarakat yang dalam kelompok yang padat, co : asrama, pesantren
4. Hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas

Disebabkan kontak interpersonal yang tinggi seperti asrama, panti asuhan, dan penjara.
Terjadi kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama,
dan hubungan seksual atau kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk,
sprei, bantal, dan lain-lain yang menyebabkan memiliki faktor risiko tinggi tertularnya
skabies.

1.5 Varian Skabies

1. Skabies Norwegia (skabies berkrusta)

11
Bentuk skabies ini ditandai dengan dermatosis berkrusta pada tangan dan kaki, kuku yang
distrofik, serta skuama yang generalisata. Bentuk ini sangat menular,tetapi rasa gatalnya
sangat sedikit.
Tungau dapat ditemukan dalam jumlah yang sangat banyak. Penyakit terdapat pada
pasien dengan retardasi mental, kelemahan fisis, gangguan imunologik dan psikosis.
2. Skabies nodular
Skabies dapat berbentuk nodular bila lama tidak mendapat terapi, sering terjadi pada bayi
dan anak, atau pada pasien dengan imunokompremais.

1.6 Diagnosis Klinis


Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal sebagai berikut:

1. Pruritus noktuma, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan oleh aktivitas
tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang sekelompok manusia, misalnya dalam sebuah keluarga,
sehingga seluruh keluarga terkena infeksi, di asrama, atau pondokan. Begitu pula
dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang
berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Walaupun seluruh anggota keluarga
mengalami investasi tungau, namun tidak memberikan gejala. Hal ini dikenal sebagai
hiposensitisasi. Penderita bersifat sebagai pembawa (carrier).
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwama putih
atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada
ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel.
4. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulit menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan
lain-lain). Namun, kunikulus biasanya sukar terlihat, karena sangat gatal pasien selalu
menggaruk, kunikulus dapat rusak karenanya. Tempat predileksinya biasanya
merupakan tempat dengan stratum komeum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan,
pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola
mame (perempuan), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (laki-laki), dan perut
bagian belakang. Pada bayi, dapat menyerang telapak tangan, telapak kaki, wajah dan
kepala.

12
5. Menemukan tungau merupakan hal yang paling menunjang diagnosis. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau. Selain tungau dapat ditemukan telur
dan kotoran(skibala).

1.7 Diagnosis Banding


Skabies meliputi hampir semua dermatosis dengan keluhan pruritus, yaitu
dermatitis atopik, dermatitis kontak, prurigo, urtikaria papular, pioderma, pedikulosis,
dermatitis herpetiformis, ekskoriasi-neurotik, liken planus, penyakit Darier, gigitan
serangga, mastositosis, urtikaria, dermatitis eksematoid infeksiosa, pruritis karena
penyakit sistemik, dermatosis pruritik pada kehamilan, sifilis, dan vaskulitis.
Oleh karena itu skabies disebut juga “the greatest imitator”. Sebagai diagnosis
banding ialah prurigo, pedikulosis korporis, dan dermatitis.

1.8 Tatalaksana
Farmakologi
Terdapat beberapa obat yang dapat dipilih sesuai dengan indikasi sebagai berikut:

1. Topikal
 Krim permetrin 5% dioleskan pada kulit dan dibiarkan selama 8 jam. Dapat
diulang setelah satu pekan.
 Krim lindane 1% dioleskan pada kulit dan dibiarkan selama 8 jam. Cukup sekali
pemakaian, dapat diulang bila belum sembuh setelah satu pekan. Tidak boleh
digunakan pada bayi, anak kecil, dan ibu hamil.
 Salep sulfur 5-10%, dioleskan selama 8 jam, 3 malam berturut-turut.
 Krim krotamiton 10% dioleskan selama 8 jam pada hari ke-1,2,3, dan 8.
 Emulsi benzil benzoat 10% dioleskan selama 24 jam penuh.

2. Sistemik
 Antihistamin sedatif (oral) untuk mengurangi gatal.
 Bila infeksi sekunder dapat ditambah antibiotik sistemik.

13
 Pada skabies krustosa diberikan ivermektin (oral) 0,2 mg/kg dosis tunggal, 2-3
dosis setiap 8-10 hari. Tidak boleh pada anak-anak dengan berat kurang dari 15
kg, wanita hamil dan menyusui.

Non-Farmakologi

Edukasi pasien skabies:


1. Menjaga higiene individu dan lingkungan
2. Dekontaminasi pakaian dan alas tidur dengan mencuci pada suhu 60°C atau
disimpan dalam kantung plastik tertutup selama beberapa hari. Karpet, kasur,
bantal, tempat duduk terbuat dari bahan busa atau berbulu perlu dijemur di bawah
terik matahari setelah dilakukan penyedotan debu.
3. Pemakaian obat secara benar dan kepada seluruh orang yang kontak secara
serentak.

1.9 Status Dermatologis / Lokalisasi


Status dermatologis didapatkan pada regio sela-sela jari tangan kanan didapatkan
effloresensi berupa papul, berbentuk bulat, berbatas tegas, penyebaran diskrit dan multipel
berukuran 0,5 x 0,5cm.

1.10 Pemeriksaan Penunjang


Penemuan tungau pada pasien merupakan suatu hal yang paling diagnostik, maka dari itu

14
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan penunjang untuk menemukan tungau jika kondisi
pasien masih meragukan. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan tungau karena anamnesis
dan pemeriksaan fisik saja sudah dapat menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis
banding dan juga karena terdapat keterbatasan alat. Adapun cara yang bisa dilakukan sesuai
dengan tinjauan pustaka yakni:
1. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat papul atau vesikel
dicongkel dengan jarum dan diletakkan diatas sebuah kaca obyek, lalu ditutup dengan
kaca penutup dan dilihat dengan mikroskop cahaya.
2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung di atas selembar kertas putih dan
dilihat dengan kaca pembesar.
3. Dengan membuat biopsy irisan. Caranya: lesi dijepit dengan 2 jari kemudian
dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa denga mikroskop cahaya.
4.Dengan biopsy eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan H.E.
5. BIT (Burrow Ink Test) bisa juga menjadi indikasi terdapatnya scabies.

1.11 Komplikasi & Prognosis


Komplikasi
Kerusakan epidermis pada infeksi skabies, memudahkan infeksi Streptococcus
pyogenes (Group A Streptococcus [GAS]) atau Staphylococcus aureus.
Keduanya dapat menyebabkan infeksi lokal jaringan seperti impetigo, selulitis, dan
abses, serta dapat menyebar sistemik lewat aliran darah dan limfe (terutama pada skabies
berkrusta dapat terjadi limfadenitis dan septikemia). Infeksi kulit pada GAS dapat
menimbulkan komplikasi akhir berupa post-streptococcal glomerulonephritis yang dapat
berkembang menjadi gangguan ginjal kronis.

Prognosis
Prognosis sangat baik bila dilakukan tata laksana dengan tepat. Pruritus dapat
bertahan beberapa minggu setelah pengobatan akibat reaksi hipersensitif terhadap antigen
tungau. Skabies nodular dapat bertahan beberapa bulan setelah pengobatan. Skabies
krustosa relatif sulit diobati.
Ad vitam : bonam
Ad funtionam : bonam

Ad sanactionam : bonam

15
BAB III

DAFTAR PUSTAKA

Mutiara, H. et al. (2016) ‘Infeksi Pada Skabies Melalui Jalur Kulit’, Jurnal Kedokteran Unila,
5(April), pp. 37–42.
Sukmawati Tansil Tan, T. and Angelina, J. (2017) ‘Scabies: Terapi Berdasarkan Siklus Hidup’,
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara, Jakarta, 44(7), p. 2017. Available at:
cdk.journal.com.
Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 7th ed. Jakarta: FKUI;
2016. p. 137-40

In : Panduan praktik klinis bagi dokter spesialis kulit dan kelamin di Indonesia.
PERDOSKI;2017. p.131-4.

Burkhart CG, Burkhart CN. Scabies, other mites, and pediculosis.. In : Fitzpatricks dermatology
in general medicine. 8th ed. Mc-Graw Hill;2012. p.2569-71.

Chosidow O. Scabies [Internet]. 2006. [cited 2015 Sep 15]. Available from:
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp052784

American Academy of Dermatology. Scabies [Internet]. 2015. [cited 2015 Sep 15]. Available
from: https://www.aad.org/dermatology-a-to-z/diseases-andtreatments/q---t/scabie

16

Anda mungkin juga menyukai