Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

“DIABETES MELLITUS TIPE 2 TERKONTROL DENGAN


POLINEUROPATHY DM”
PUSKESMAS BANJAR 1

OLEH :
Farabillah Afifah
2014730027

PEMBIMBING
dr. Marwi Vina

KEPANITERAAN KLINIK
STASE IKAKOM 1
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2018
2

STATUS PASIEN
A. Anamnesis
a. Identitas
Nama : Ny. TY
Usia : 56 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Alamat : Krp. 34/11 Balokang
Pekerjaan : IRT
Status Perkawinan : Menikah
Jenis Anamnesis : Autoanamnesa
Tanggal Pemeriksaan : 20 April 2018
Jam Pemeriksaan : 10.00 WIB

b. Keluhan Utama
Pegal seluruh badan sejak 1 tahun yang lalu.

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Puskesmas Banjar 1 pada tanggal 20 April 2018 pukul 10.00
WIB dengan keluhan pegal seluruh badan. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 1 tahun
yang lalu. Pasien di diagnose diabetes mellitus sejak 2 tahun yang lalu, awalnya
pasien datang ke Rumah Sakit Banjar Patroman dengan muntah-muntah dan hasil
pemeriksaan GDS pasien 500 mg/dL. Pasien mengeluh sakit kepala dan merasa baal
pada kedua jari tangan dan kakinya. pasien tidak pernah bangun di malam hari karena
buang air kecil. Pasien tidak merasa cepat haus dan lapar. Di seluruh tubuh pasien
tidak terdapat luka. Pasien mengeluh kalau terdapat luka biasanya langsung sembuh.
Pasien rutin meminum obat DM. Pasien tidak pernah mengeluh terjadi penurunan
kesadaran. BAB dan BAK normal.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien dulu pernah merasakan hal yang sama.

e. Riwayat Pengobatan
Pasien sudah menjalani pengobatan DM sejak pasien di diagnose DM
3

f. Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu pasien memiliki riwayat penyakit DM. Riwayat hipertensi disangkal.

g. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, minuman, obat-obatan, dingin dsb.

h. Riwayat Psikososial
Pasien makan teratur 2-3 x sehari. Pasien biasanya makan nasi sebanyak 2
centong. Pasien suka makan sayuran dan sering minum air putih. Biasanya pasien
setelah sholat magrib sudah tidak makan lagi. Pasien sering berolah raga setelah
sholat subuh sebanyak 5 kali selama seminggu. Pasien mengeluh kurang tidur. Pasien
suka tidak memakai sandal saat beraktivitas.

i. Riwayat Lingkungan
Orang di sekitar pasien mengalami gejala yang sama (-)

B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum Sakit ringan

Kesadaran Composmentis

TANDA-TANDA VITAL

Suhu 36,3˚C

Tekanan Darah 113/69 mmHg

Pernafasan 20 x/menit

Nadi 90 x/menit

BB 52 Kg

TB 160 cm

IMT 20,3125 (Normal)


4

STATUS GENERALISATA

Kepala Normocephal

Mata Konjungtiva anemis -/-


Sklera ikterik -/-
Pupil isokor
Reflek Pupil +/+

Hidung Sekret/darah -/-

Mulut Bibir sianosis (-)


Faring & tonsil hiperemis (-)
Tonsil T1/T1

Telinga Sekret/darah -/-

Leher Pembesaran KGB (-)

Dada: Inspeksi :
a) Paru Dinding dada simetris +/+
Retraksi dinding dada -/-
Palpasi :
Vocal fremitus simetris
Nyeri tekan (-)
Perkusi :
Sonor di kedua lapang paru
Batas paru hepar setinggi ICS 5
Auskultasi :
Vesikuler, kanan = kiri
Wheezing -/-
Ronkhi -/-

Inspeksi :
- Jantung Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi :
5

Ictus cordis teraba


Perkusi :
Batas jantung kiri pada mid klavikula
sinistra.
Batas jantung kanan pada linea
parasternalis dextra.
Auskultasi :
Bunyi jantung I & II normal tidak ada
suara tambahan.

b) Abdomen Inspeksi :
Distensi abdomen (-)
Asites (-)
Auskultasi :
Bising usus (+) 15x/menit normal
Perkusi :
Timpani di 4 kuadran abdomen
Palpasi :
Nyeri epigastrium (-)
Nyeri tekan 4 kuadran abdomen (-)

Ektremitas Akral hangat


Edema tangan -/-
Edema tungkai -/-
Baal pada jari tangan dan tungkai
Kulit Tidak ada kelainan

C. Pemeriksaan Penunjang
 GDS : 218 mg/dL
6

D. Resume
Ny. TY Wanita berusia 56 tahun datang ke Puskesmas Banjar 1 pada tanggal 20
April 2018 pukul 10.00 WIB dengan keluhan pegal seluruh badan sejak 1 tahun yang lalu.
Pasien di diagnosa diabetes mellitus sejak 2 tahun yang lalu, awalnya pasien datang ke
Rumah Sakit Banjar Patroman dengan muntah-muntah dan hasil pemeriksaan GDS
pasien 500 mg/dL. Pasien mengeluh merasa baal pada kedua jari tangan dan kakinya.
pasien tidak pernah bangun di malam hari karena buang air kecil. Pasien tidak merasa
cepat haus dan lapar. Pasien mengeluh kalau terdapat luka biasanya langsung sembuh.
Pasien rutin meminum obat DM. Pasien tidak pernah mengeluh terjadi penurunan
kesadaran. Ibu pasien memiliki riwayat penyakit DM. Pasien makan teratur 2-3 x sehari.
Pasien biasanya makan nasi sebanyak 2 centong. Pasien sering berolah raga sebanyak 5
kali selama seminggu. Pasien mengeluh kurang tidur. Pasien suka tidak memakai sandal
saat beraktivitas. Pemeriksaan fisik ditemukan tanda vital TD = 113/69 mmHg, nadi =
90x/ menit, pernafasan = 20x/ menit dan suhu = 36,3oC. Pada pemeriksaan laboratorium,
didapatkan GDS 218 mg/dL.

E. Perencanaan Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan laboratorium: Harus diperiksa laboratorium dan menyingkirkan kausa-
kausa lain dari neuropati. Semua haril-hasil harus normal kecuali gula darah dan
HbA1c pada diabetes yang tidak terkontrol dengan baik atau yang belum diketahui
(undiagnosed diabetes). Eritrosit, leukosit, & diff, Elektrolit, gula darah puasa dan
HbA1c walaupun belum ada korelasi yang langsung antara beratnya peninggian
HbA1c dengan beratnya neuropati diabetika, vitamin B-12 dan kadar asam folat,
thyroid-stimulating hormone dan tiroksin, LED.
2. Diabetic Neuropathy Symptom (DNS) dan skor Diabetic Neuropathy Examination
(DNE)
3. Pemeriksaan elektrofisiologi: EMG (elektromiograf) dan kecepatan daya hantar saraf
(KHS/NCV)
4. Urinalisis

F. Diagnosis
Diabetes Mellitus Tipe 2 Terkontrol dengan Polineuropathy DM.
7

G. Diagnosis Banding
 Ketoasisdosis diabetikum
 Guillain-Barré syndrome
 Diabetic amyotrophy

H. Penatalaksanaan
a) Nonfarmakologi
 Olahraga teratur
 Jaga berat badan
 Menjaga pola makan
 Menjaga tubuh agar tidak ada luka

b) Farmakologi
 Metformin 500 mg
 B Complex 2 x 1 no. X
 B 1 2 x 1 no. X
 Ibuprofen 3 x 2 no. XX (bila nyeri)

I. Prognosis
a) ad Vitam : Bonam
b) ad Functionam : Bonam
c) ad Sanationam : Bonam
8

Tinjauan Pustaka

1. Definisi
Diabetes Mellitus tipe 2 adalah kumulan gejala yang ditandai oleh
hiperglikemia akibat defek pada kerja insulin (resistensi insulin) dan sekresi insulin
atau kedua-duanya. Polineuropati merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
diabetes mellitus. Polineuropati diabetes adalah suatu kondisi yang mempengaruhi
berberapa saraf perifer yang disebabkan oleh degenerasi saraf perifer akibat langsung
dari peningkatan kadar glukosa darah pada pasien diabetes mellitus

2. Epidemiologi
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, terjadi
peningkatan dari 1,1% (2007) menjadi 2,1% (2013). Proporsi penduduk ≥15 tahun
dengan diabetes mellitus (DM) adalah 6,9%. WHO memprediksi kenaikan jumlah
penyandang DM tipe 2 di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar
21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Federation
(IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0 juta
pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan
angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah
penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030. Prevalensi neuropati pada
pasien DM sekitar 66%. Sekitar 8% sudah menderita neuropati pada saat didiagnosa
DM, 50% setelah 25 tahun didiagnosa DM, 45% pada pasien NIDDM, 54% pada
pasien IDDM.

3. Klasifikasi
Diabetes Mellitus
 Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut
 Autoimun
 Idiopatik
 Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi
insulin genetic sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi
insulin
 Tipe lain
9

 Defek genetic fungsi sel beta: MODY (Maturity Onset Diabetic of


Young)
 Defek genetic kerja insulin
 Penyakit eksokrin genetic pancreas: pankreatitis, tumor pankreas
 Endokrinopati: akromegali, hipertiroidism
 Karena obat atau zat kimia: asam nikotinat, glukokortikoid
 Infeksi: rubella kongenital
 Sebab imunologi yang jarang
 Sindrom genetic lain yang berkaitan dengan DM: sindrom turner
 Diabetes mellitus gestasional

Neuropati Diabetik
National Diabetes Information Clearinghouse tahun 2013 mengelompokkan
neuropati diabetik berdasar letak serabut saraf yang terkena lesi menjadi:
1) Neuropati Perifer
Neuropati Perifer merupakan kerusakan saraf pada lengan dan tungkai.
Biasanya terjadi terlebih dahulu pada kaki dan tungkai dibandingkan pada tangan
dan lengan. Gejala neuropati perifer meliputi:
o Mati rasa atau tidak sensitif terhadap nyeri atau suhu
o Perasaan kesemutan, terbakar, atau tertusuk-tusuk
o Nyeri yang tajam atau kram
o Terlalu sensitif terhadap tekanan bahkan tekanan ringan
o Kehilangan keseimbangan serta koordinasi

Gejala-gejala tersebut sering bertambah parah pada malam hari.


Neuropati perifer dapat menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya refleks,
terutama pada pergelangan kaki. Hal itu mengakibatkan perubahan cara berjalan
dan perubahan bentuk kaki, seperti hammertoes. Akibat adanya penekanan atau
luka pada daerah yang mengalami mati rasa, sering timbul ulkus pada kaki
penderita neuropati diabetik perifer. Jika tidak ditangani secara tepat, maka dapat
terjadi infeksi yang menyebar hingga ke tulang sehingga harus diamputasi.
2) Neuropati Autonom
Neuropati autonom adalah kerusakan pada saraf yang mengendalikan fungsi
jantung, mengatur tekanan darah dan kadar gula darah. Selain itu, neuropati
10

autonom juga terjadi pada organ dalam lain sehingga menyebabkan masalah
pencernaan, fungsi pernapasan, berkemih, respon seksual, dan penglihatan.
3) Neuropati Proksimal
Neuropati proksimal dapat menyebabkan rasa nyeri di paha, pinggul, pantat
dan dapat menimbulkan kelemahan pada tungkai.
4) Neuropati Fokal
Neuropati fokal dapat menyebabkan kelemahan mendadak pada satu atau
sekelompok saraf, sehingga akan terjadi kelemahan pada otot atau dapat pula
menyebabkan rasa nyeri. Saraf manapun pada bagian tubuh dapat terkena,
contohnya pada mata, otot-otot wajah, telinga, panggul dan pinggang bawah, paha,
tungkai, dan kaki.
Subekti (2009) mengelompokkan neuropati diabetik menurut perjalanan
penyakitnya menjadi:
1) Neuropati Fungsional
Neuropati ini ditandai dengan gejala yang merupakan manifestasi
perubahan kimiawi. Pada fase ini belum ditemukan kelainan patologik sehingga
masih bersifat reversible.
2) Neuropati Struktural/ Klinis
Pada fase ini gejala timbul akibat kerusakan struktural serabut saraf dan
masih ada komponen yang reversible.
3) Kematian Neuron/ Tingkat Lanjut
Kematian neuron akan menyebabkan penurunan kepadatan serabut saraf.
Kerusakan serabut saraf biasanya dimulai dari bagian distal menuju ke
proksimal, sebaliknya pada proses perbaikan dimulai dari bagian proksimal ke
distal. Sehingga lesi paling banyak ditemukan pada bagian distal, seperti pada
polineuropati simetris distal. Pada fase ini sudah bersifat irreversibel.

4. Patofisiologi
Diabetes mellitus tipe 2
Pada DM tipe 2 jumlah insulin berkurang atau dapat normal, namun reseptor
di permukaan sel berkurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan lubang kunci
masuk pintu ke dalam sel. Meskipun anak kuncinya (insulin) cukup banyak, namun
karena jumlah lubangnya (reseptornya) berkurang maka jumlah glukosa yang masuk
11

ke dalam sel akan berkurang juga (resistensi insulin). Sementara produksi glukosa
oleh hati terus meningkat, kondisi ini menyebabkan kadar glukosa meningkat.

Neuropati DM
Proses kejadian neuropati berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang
berakibat terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, pembentukan radikal bebas dan
aktivasi Protein Kinase C (PKC), sintesis advance glycosilation end products (AGEs).
Aktivasi berbagai jalur tersebut berujung pada kurangnya vasodilatasi, sehingga aliran
darah ke saraf menurun bersama rendahnya mioninositol dalam sel terjadilah
neuropati diabetik. Berbagai penelitian membuktikan bahwa kejadian neuropati
diabetik sangat berhubungan dengan lama dan beratnya diabetes melitus.

5. Factor risiko DM
 Berat badan lebih dan obese (IMT ≥ 25 kg/m2)
 Riwayat penyakit DM di keluarga
 Mengalami hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg atau sedang dalam terapi hipertensi)
 Riwayat melahirkan bayi dengan BBL > 4000 gram atau pernah didiagnosis DM
Gestasional
 Perempuan dengan riwayat PCOS (polycistic ovary syndrome)
 Riwayat GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) / TGT (Toleransi Glukosa
Terganggu)
 Aktifitas jasmani yang kurang

6.Gejala Klinis
Diabetes Mellitus
Keluhan
1. Polifagia
2. Poliuri
3. Polidipsi
4. Penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya
Keluhan tidak khas:
1. Lemah
2. Kesemutan (rasa baal di ujung-ujung ekstremitas)
3. Gatal
12

4. Mata kabur
5. Disfungsi ereksi pada pria
6. Pruritus vulvae pada wanita
7. Luka yang sulit sembuh

Polineuropati DM
Gejala bergantung pada tipe neuropati dan saraf yang terlibat. Gejala bisa tidak
dijumpai pada beberapa orang. Kesemutan, tingling atau nyeri pada kaki sering
merupakan gejala pertama. Gejala bisa melibatkan sistem saraf sensoris, motorik atau
otonom.
1) Tanda pertama muncul pada tungkai bawah.
2) Parestesia selalu terjadi pada jari kaki atau telapak kaki, terutama pada malam hari.
Ada rasa tebal atau kesemutan, terutama pada tungkai bawah
3) Sensasi sarung pada kaki “seperti kaos kaki”
4) Kehilangan refleks Achilles
5) Penyusutan atau kehilangan perasaan getar, dimulai dari distal.
6) Saat kondisi berkembang, terjadi paresis extensor jari kaki pada dorsum kaki.
7) Makin lama, paresis sepanjang extensor jari dan kaki.
8) Kedua kaki terkulai.
9) Sensasi seperti terbakar.
10) Gangguan sensoris dan kelemahan menyebar ke tungkai atas.

7.Diagnosis
Diabetes Mellitus
a) Kriteria Diagnosis
 Gejala klasik DM (poliuria, polidipsia, polifagi) + glukosa plasma sewaktu ≥
200 mg/dL (11,1 mmol/L). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil
pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan
terakhir atau
 Gejala Klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa
diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam ATAU
 Kadar glukosa plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa oral (TTGO)> 200
mg/dL (11,1 mmol/L) TTGO dilakukan dengan standard WHO,
menggunakan beban glukosa anhidrus 75gram yang dilarutkan dalam air.
13

b) Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM


digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa
terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
 Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma
puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam
<140 mg/dl;
 Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 -
jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100
mg/dl
 Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.

Polineuropati DM
a) Konsensus San Antonio
Penegakan neuropati diabetik dapat ditegakkan berdasarkan konsensus San
Antonio. Pada konsensus tersebut telah direkomendasikan bahwa paling sedikit 1
dari 5 kriteria dibawah ini dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis neuropati
diabetika, yakni:

a) Symptom scoring;
b) Physical examination scoring;
c) Quantitative Sensory Testing (QST)
d) Cardiovascular Autonomic Function Testing (cAFT)
e) Electro-diagnostic Studies (EDS).
Pemeriksaan symptom scoring dan physical examination scoring telah terbukti
memiliki sensitifitas dan spesifitas tinggi. Instrumen yang digunakan adalah
Diabetic Neuropathy Symptom (DNS) dan skor Diabetic Neuropathy Examination
(DNE).

b) Diabetic Neuropathy Examination (DNE)


Alat ini mempunyai sensitivitas sebesar 96% dan spesifisitas sebesar 51%.
Skor Diabetic Neuropathy Examination (DNE) adalah sebuah sistem skor untuk
mendiagnosa polineuropati distal pada diabetes melitus. DNE adalah sistem skor
yang sensitif dan telah divalidasi dengan baik dan dapat dilakukan secara cepat
14

dan mudah di praktek klinik. Skor DNE terdiri dari 8 item, yaitu: A) Kekuatan
otot: (1) quadrisep femoris (ekstensi sendi lutut); (2) tibialis anterior (dorsofleksi
kaki). B) Relfeks: (3) trisep surae/ tendo achiles. C) Sensibilitas jari telunjuk: (4)
sensitivitas terhadap tusukan jarum. D) Sensibilitas ibujari kaki: (5) sensitivitas
terhadap tusukan jarum; (6) sensitivitas terhadap sentuhan; (7) persepsi getar ; dan
(8) sensitivitas terhadap posisi sendi. Skor 0 adalah normal; skor 1: defisit ringan
atau sedang (kekuatan otot 3-4, refleks dan sensitivitas menurun); skor 2: defisit
berat (kekuatan otot 0-2, refleks dari sensitivitas negatif/ tidak ada). Nilai
maksimal dari 4 macam pemeriksaan tersebut diatas adalah 16. Sedangkan kriteria
diagnostik untuk neuropati bila nilai > 3 dari 16 nilai tersebut.

c) Skor Diabetic Neuropathy Symptoms (DNS)


Diabetic Neuropathy Symptom (DNS) merupakan 4 poin yang bernilai untuk
skor gejala dengan prediksi nilai yang tinggi untuk menyaring polineuropati pada
diabetes. Gejala jalan tidak stabil, nyeri neuropatik, parastesi atau rasa tebal. Satu
gejala dinilai skor 1, maksimum skor 4. Skor 1 atau lebih diterjemahkan sebagai
positif polineuropati diabetik.
Asad dkk tahun 2010, dalam uji reabilitas neurologikal skor untuk penilaian
neuropati sensorimotor pada pasien DM tipe 2 mendapatkan skor DNS
mempunyai sensitivitas 64,41% dan spesifitas 80,95 % dan menyimpulkan bahwa
dalam semua skor, DNE yang paling sensitif dan DNS adalah paling spesifik.
Kesimpulan perbandingan studi konduksi saraf dengan skor DNE dan DNS pada
neuropati diabetes tipe-2 adalah Skor DNE dan Skor DNS dapat di gunakan untuk
deteksi neuropati diabetika.

d) Pemeriksaan Elektrodiagnostik
Elektromiografi (EMG) adalah pemeriksaan elektrodiagnosis untuk
memeriksa saraf perifer dan otot. Pemeriksaan EMG adalah obyektif, tak
tergantung input penderita dan tak ada bias. EMG dapat memberi informasi
kuantitatif funsi saraf yang dapat dipercaya. EMG dapat mengetahui denervasi
parsial pada otot kaki sebagai tanda dini neuropati diabetik. EMG ini dapat
menunjukkan kelaianan dini pada neuropati diabetik yang asimptomatik.
Kecepatan Hantar Saraf (KHS) mengukur serat saraf sensorik bermyelin besar dan
serat saraf motorik sehingga tidak dapat mengetahui kelainan pada neuropati
15

selektif serat bermielin kecil. Pemeriksaan KHS sensorik mengakses integritas


sel-sel ganglion radiks dorsalis dan akson perifernya. KHS sensorik berkurang
pada demielinisasi serabut saraf sensorik. KHS motorik biasanya lambat dibagian
distal lambat, terutama bagian distal. Respon motorik mungkin amplitudonya
normal atau berkurang bila penyakitnya bertambah parah. Penyelidikan kecepatan
hantar saraf sensorik biasanya lebih jelas daripada perubahan KHS motorik.
EMG jarang menimbulkan aktivitas spontan abnormal dan amplitude motor
unit bertambah, keduanya menunjukkan hilangnya akson dengan dengan
reinervasi kompensatoris. Bila kerusakan saraf kecil memberi keluhan nyeri
neuropatik, kecepatan hantar sarafnya normal dan diagnosis memerlukan biopsi
saraf. Hasil-hasil EMG saja tidak pernah patognomonik untuk suatu penyakit,
walau ia dapat membantu atau menyangkal suatu diagnosis klinis. Oleh karena itu,
pemeriksaan klinis dan neurologik serta amamnesis penting sekali untuk
membantu diagnosis pasti suatu penyakit.

e) Visual Analoque Scale (VAS)


Banyak metode yang lazim diperkenalkan untuk menentukan derajat nyeri,
salah satunya adalah Visual Analoque Scale (VAS). Skala ini hanya mengukur
intensitas nyeri seseorang. VAS yang merupakan garis lurus dengan ujung sebelah
kiri diberi tanda 0 = untuk tidak nyeri dan ujung sebelah kanan diberi tanda
dengan angka 10 untuk nyeri terberat yang terbayangkan. Cara pemeriksaan VAS
adalah penderita diminta untuk memproyeksikan rasa nyeri yang dirasakan
dengan cara memberikan tanda berupa titik pada garis lurus Visual Analoque
Scale antara 0-10 sehingga penderita dapat mengetahui intensitas nyeri. VAS
dapat diukur secara kategorikal. Meliala mengemukakan nyeri ringan dinilai
dengan VAS :0-<4, sedang nilai VAS: >4-7, berat dengan nilai VAS >7-10.

8. Penatalaksanaan
Strategi pengelolaan pasien diabetes melitus dengan keluhan neuropati diabetes
dibagi ke dalam 3 bagian. Strategi pengelolaan pertama adalah diagnosis nd sedini
mungkin, strategi kedua yaitu dengan kendali glikemik dan perawatan kaki sebaik-
baiknya, dan strategi yang ketiga yaitu pengendalian keluhan neuropati/nyeri neuropati
diabetik. Selain itu pengendalian neuropati diabetik perlu melibatkan banyak seperti
perawatan umum, pengendalian glukosa darah dan parameter metabolik lain.
16

1. Perencanaan makan :
Menganjurkan pasien untuk mengikuti pola makan gizi seimbang dengan prinsip 3J
 Jumlah kalori (Karbohidrat sekitar 45-65%, lemak sekitar 20-25%, protein 10-
20%)
 Jenis makanan: kacang-kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat
yang tinggi serat
 Jadwal makan
2. Aktifitas fisik/olahraga teratur
 Berolahraga teratur dengan prinsip
 Frekuensi : 3-5 kali per minggu
 Instensitas : ringan dan sedang yaitu 60%-70%
 Time/waktu : 30-60 menit per kali latihan
 Jenis olahraga: jalan,jogging,berenang,senam,bersepeda
3. Periksa gula darah dan konsultadi medis
 Gula darah sewaktu
 Gula darah puasa
 HbA1c
4. Intervensi medikamentosa:
 Insulin
Pada tahun 1978, para peneliti menemukan cara memaksa bakteri E.
coli untuk membuat insulin manusia. Kini hampir semua insulin telah murni
seperti insulin manusia (Soegondo, 2008). Pada tubuh manusia insulin secara
merespons secara konstan merespon naik-turunnya glukosa darah. Saat ini
belum ada alat sederhana yang dapat mengukur kadar glukosa darah dan
memberi insulin sebagaimana dilakukan pancreas. Berbagai bentuk insulin
telah ditemukan dan bekerja pada waktu yang berbeda yaitu:
 Insulin kerja cepat merupakan sedian terbaru dan paling cepat waktu
kerjanya. Insulin mulai menurunkan gula darah dalam waktu 5 menit
setelah diberikan, waktu puncak sekitar 1 jam. Insulin kerja cepat
merupakan kemajuan yang mutakhir karena membebaskan orang dengan
diabetes untuk menyuntikan insuli sesaat sebelum makan.
17

 Insulin regular kerja pendek merupakan insulin regular yang


membutuhkan 30 menit untuk mulai menurunkan glukosa darah,
puncaknya 3 jam dan hilang efeknya setelah 6-8 jam.
 Insulin kerja menengah merupakan insulin yang menurunkan gula darah
setelah waktu 2 jam setelah pemberian dan melanjutkan kerjanya selama
10-12 jam. Insulin ini aktif seampai 24 jam.
 Insulin kerja panjang merupakan insulin yang mulai bekerja 6 jam dan
mulai menyediakan insulin intensitas ringan selama 24 jam.
 Insulin premix merupakan insulin yang mengandung NPH insulin 70%
dan regular 30%, insulin ini membantu sangat membantu bagi orang yang
memiliki kesulitan mencampur insulin dan mempunyai penglihatan yang
buruk. Pada usia anak-anak dan remaja sebaiknya segera memulai
menyunyikan insulin untuk menghindari komplikasi kronis walaupun
belum terjadi gejala-gejala yang disebabkan oleh konsentrasi glukosa
darah yang tinggi.
 Pengobatan dengan obat oral
Pada kenyataan tidak semua orang menyukai suntikan. Tetapi
sebenarnya suatu saat penderita diabetes membutuhkannya. Sampai saat ini
masih ada obat berbentuk tablet yang digunakan. Pada beberapa penelitian,
penderita diabetes mendapat 4-5 obat termasuk obat diabetes sering kali
berintraksi dan dapat menimbulkan keracunan obat. Kadangkala dokter
memahami tidak memahami adanya intraksi obat tersebut. Macam-macam
obat diabetes yang dilakukan dengan oral, antara lain:
 Obat insulin sekretagok
 Obat insulin biguanid
 Obat golongan glitazone
 Obat golongan alpha glukosidae
 Obat golongan incretin
5. Menganjurkan pasien untuk:
 Melakukan pemantauan berat badan dan lingkar pinggang secara mandiri
 Melakukan perawatan kaki secara berkala
6. Menginformasikan tanda-tanda kondisi akut
7. Memotivasi pasien agar kontrol dengan teratur
18

8. Pedoman pengelolaan dengan nyeri


Sedangkan untuk mengatasi berbagai keluhan nyeri, sangat dianjurkan untuk
memahami mekanisme yang mendasari keluhan nyeri tersebut, antara lain aktivasi
reseptor n-methyl-d-aspartate (NMDA) yang berlokasi di membran post spinatik
spinal cord dan pengeluaran substance p dari serabut saraf besar a yang berfungsi
sebagai neuromodulator nyeri. Manifestasi nyeri dapat berupa rasa terbakar,
hiperalgesia, alodinia, nyeri menjalar, dll. Pemahaman terhadap mekanisme nyeri
penting agar dapat member terapi yang lebih rasional, meskipun terapi nyeri neuropati
diabetik pada dasarnya bersifat simtomatis. Pengelolaan dengan nyeri yang
dianjurkan ialah:
o NSAID (ibuprofen 600 mg 4 x/hari, sulindac 200 mg 2 x/hari).
o Antidepresan trisiklik (amitriptilin 50-150 mg malam hari, imipramin 100 ng/hari,
nortriptilin 50-150 mg malam hari, paroxetine 40 mg/hari).
o Antikonvulsan (gabapentin 900 mg 3 x/hari, karbamazepin 200 mg 4 x/hari).
o Antiaritmia (mexilletin 150-450 mg/hari)
o Topical: capsaicin 0,075 % 4x/hari, fluphenazine 1 mg 3x/hari, transcutaneous
electrical nerve stimulation.
Dalam praktek sehari-hari, jarang ada obat tunggal yang mampu mengatasi nyeri
neuropati diabetes. Meskipun demikian, pengobatan nyeri umumnya dimulai dengan
obat anti-depresan atau anti-konvulsan tergantung ada tidaknya efek samping. Dosis
obat dapat ditingkatkan hingga dosis maksimum atau sampai efek samping muncul.
Kadang-kadang kombinasi anti-depresan dan anti-konvulsan cukup efektif. Bila dengan
regimen ini belum atau kurang ada perbaikan nyeri, dapat ditambahkan obat topikal.
Bila tetap tidak atau kurang berhasil, kombinasi obat yang lain dapat dilakukan.

9. Komplikasi
Kehilangan sensasi menyebabkan cedera pada sendi, desktruksi sendi
permanen (Charcot joint), ulser pada kaki dan amputasi. Dapat menyebabkan
ketidakmampuan, isolasi sosial dan kehilangan kemandirian terutama pada pasien
usia tua.

10. Prognosis
ad Vitam: Bonam, ad Functionam: Bonam, ad Sanationam: Bonam
19

REFERENSI

 PERKENI. 2015. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan Diabetes melitus


tipe 2 Di Indonesia.
 http://eprints.undip.ac.id/
 PKK Dokter di Fasyankes Primer
 Kapita Selekta

Anda mungkin juga menyukai