Anda di halaman 1dari 49

GA-NASAL PADA FRAKTUR

MANDIBULA
ANESTESI
Anestesi secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur
lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada
tubuh. Anestesi yang sempurna harus memenuhi
3 syarat (Trias Anestesi) yaitu :
 Hipnotik, hilang kesadaran

 Analgetik, hilang perasaan sakit

 Relaksan, relaksasi otot-otot


ANESTESI UMUM
Anestesi umum atau general anestesi
merupakan suatu keadaan dimana hilangnya
kesadaran disertai dengan hilangnya perasaan sakit
di seluruh tubuh akibat pemberian obat-obatan
anestesi dan bersifat reversible. Anestesi umum
dapat diberikan secara intravena, inhalasi dan
intramuskular.
INDIKASI ANESTESI UMUM
 Pada bayi dan anak-anak
 Pembedahan pada orang dewasa dimana
anestesi umum lebih disukai oleh ahli bedah
walaupun dapat dilakukan dengan anestesi lokal
 Operasi besar

 Pasien dengan gangguan mental

 Pembedahan yang lama

 Pembedahan yang dengan lokal anestesi tidak


begitu praktis dan memuaskan
 Pasien dengan obat-obatan anestesi lokal pernah
mengalami alergi.
PERSIAPAN PRE-ANESTESI
 Anamnesis :
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat
anestesia sebelumnya, alergi, mual-muntah, nyeri
otot, gatal-gatal atau sesak nafas.
 Pemeriksaan fisik :
Pemeriksaan keadaan gigi, tindakan buka mulut,
lidah yang relatif besar sangat penting untuk
mengetahui apakah akan menyulitkan tindakan
laringoskopi intubasi. Pemeriksaan rutin lain secara
sistematik tentang keadaan umum.
LANJUTAN...
 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin yang sebaiknya
dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap (Hb,
leukosit, masa perdarahan dan masa pembekuan)
dan urinalisis. Pada pasien yang berusia di atas 50
tahun sebaiknya dilakukan pemeriksaan foto toraks
dan EKG.
 Klasifikasi status fisik

Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik


seseorang ialah yang berasal dari The American Society of
Anesthesiologists (ASA) :
 ASA 1 : pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik,
biokimia
 ASA 2 : pasien dengan penyakit sistemik ringan atau
sedang
 ASA 3 : pasien dengan penyakit sistemik berat,
sehingga aktivitas rutin terbatas
 ASA 4 : pasien dengan penyakit sistemik berat tak
dapat melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya
merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.
 ASA 5 : pasien sekarat yang diperkirakan dengan
atau tanpa pembedahan kehidupannya tidak akan lebih
dari 24 jam.
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat
dengan mencantumkan tanda darurat ( E = EMERGENCY ),
misalnya ASA IE atau IIE
 PenilaianMallampati
Dalam anestesi, skor Mallampati,
digunakan untuk memprediksi kemudahan intubasi.
Mallampati dibagi menjadi 4 grade :
 Grade I :Pilar faring, uvula, dan palatum mole
terlihat jelas
 Grade II :Uvula dan palatum mole terlihat
sedangkan pilarg faring tidak terlihat
 Grade III : Hanya palatum mole yang terlihat

 Grade IV :Pilar faring, uvula, dan palatum mole


tidak terlihat
PREMEDIKASI ANESTESIA
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum
induksi anestesi. Tujuan premedikasi:
 Meredakan kecemasan dan ketakutan
 Memperlancar induksi anestesi
 Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
 Mengurangi refleks yang tidak diharapkan
 Mengurangi isi cairan lambung
 Mengurangi rasa sakit
 Menghilangkan efek samping dari obat sebelum dan selama
anestesi
 Menurunkan basal metabolisme tubuh
OBAT-OBATAN PREMEDIKASI
 Obat-obat premedikasi yang sering digunakan:
 Sulfas atropin
Dosis dewasa 0,025-0,5 mg, dosis anak < 3 tahun : 1/8 mg
 Valium
Dosis 0,2-0,6 mg/kgBB
 Pethidine
Dosis i.v 0,2-0,5 mg/kgBB, dosis i.m 1-2 mg/kgBB
INDUKSI ANESTESIA
Induksi anestesi ialah tindakan untuk membuat
pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga
memungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan.
persiapan induksi anestesi sebaiknya kita ingat kata STATICS
:
S = Scope
Stetoskop, untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-
Scope, pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien.
Lampu harus cukup terang
T = Tubes
Pipa trakea, pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan
> 5 tahun dengan balon (cuffed)
A = Airway
Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-
faring (naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat
pasien tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat
jalan nafas
T = Tape
Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut
I = Introducer
Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastik (kabel) yang
mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah
dimasukkan
C = Connector
Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia
S = Suction
Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya
TEKNIK ANESTESI UMUM
 Teknik anestesi umum ada 2, yaitu :
 Anestesi umum intravena merupakan salah satu teknik anestesia
umum yang dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat anestesia
parenteral langsung ke dalam pembuluh darah vena.

 Anestesi umum inhalasi merupakan salah satu teknik anestesia


umum yang dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat
anestesia inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah
menguap dengan obat-obat pilihan yaitu N2O, Halotan, Enfluran,
Isofluran, Sevofluran, Desfluran dengan kategori menggunakan
sungkup muka, Endotrakeal Tube nafas spontan, Endotrakeal tube
nafas terkontrol.
 Obat Anestesia Intravena
 1.hipnosis
 Golongan barbiturat (pentotal)
 Suatu larutan alkali dengan kerja hipnotiknya kuat sekali dan induksinya
cepat (30-40 detik) dengan suntikan intravena tetapi dalam waktu singkat
kerjanya habis, Cara pemberiannya dimulai dengan test dose 25-75 mg,
kemudian sebagai induksi diteruskan dengan pemberian 150-300 mg
selang waktu pemberian 15-20 detik (untuk orang dewasa)
 Benzodiazepin
 Keunggulan benzodiazepine dari barbiturate yaitu rendahnya
tingkat toleransi obat, tidak menginduksi enzim mikrosom di
hati. Dosis : Diazepam : induksi 0,2 – 0,6 mg/kg IV, Midazolam : induksi :
0,15 – 0,45 mg/kg IV.
 Ketamin
 Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestestik dan kataleptik dengan kerja
singkat. Dosis ketamin adalah 1-2 mg/kgBB IV atau 3-10 mg/kgBB IM.
 2. Analgetik
 Morfin
 Efek analgesi morfin timbul berdasarkan 3 mekanisme ; (1) morfin meninggikan
ambang rangsang nyeri ; (2) morfin dapat mempengaharui emosi, artinya morfin
dapat mengubah reaksi yang timbul dikorteks serebri pada waktu persepsi nyeri
diterima oleh korteks serebri dari thalamus ; (3) morfin memudahkan tidur dan
pada waktu tidur ambang rangsang nyeri meningkat.
 Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengguranggi nyeri sedang adalah
0,1-0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan dapat
diulang sesuai yamg diperlukan.
 Fentanil
 Dosis fentanyl adalah 2-5 mcg/kgBB IV. Fentanyl merupakan opioid sintetik
dari kelompok fenilpiperidin dan bekerja sebagai agonis reseptor μ. Fentanyl
banyak digunakan untuk anestetik karena waktu untuk mencapai puncak
analgesia lebih singkat, efeknya cepat berakhir setelah dosis kecil yang
diberikan secara bolus, dan relatif kurang mempengaruhi kardiovaskular.
KESULITAN DALAM TEKNIK INTUBASI
 Otot-otot leher yang pendek dengan gigi geligi
yang lengkap
 Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus
palatum yang tinggi
 Gigi incisivum atas yang menonjol (rabbit teeth)

 Kesulitan membuka mulut

 Uvula tidak terlihat (malapati 3 dan 4)

 Abnormalitas pada daerah servikal

 Kontraktur jaringan leher


NASAL INTUBATION
 Intubasi adalah memasukan pipa ke dalam rongga tubuh
melalui mulut atau hidung. Intubasi terbagi menjadi 2
yaitu intubasi orotrakeal (endotrakeal) dan intubasi
nasotrakeal. Intubasi endotrakeal adalah tindakan
memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima
glottidis dengan mengembangkan cuff, sehingga ujung
distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara
pita suara dan bifurkasio trakea. Intubasi nasotrakeal
yaitu tindakan memasukan pipa nasal melalui nasal dan
nasopharing ke dalam oropharing sebelum laryngoskopi.
 Prosedur ini merupakan
kontraindikasi untuk penderita
yang apnea. Makin dalam
penderita bernafas, makin
mudah mengikuti aliran udara
sampai ke dalam laring.
Kontraindikasi lain dari
pemasangan pipa nasotrakeal
antara lain fraktur basis cranii,
khususnya pada tulang
ethmoid, epistaksis, polip
nasal, koagulopati, dan
trombolisis.
 Sebelum dilakukan intubasi, terlebih dahulu dilakukan
oksigenasi dengan menggunakan orotracheal tube atau
nasotracheal tube dan bag valve kurang lebih selama 30
detik. Untuk melakukan intubasi, perlu mengetahui teknik-
teknik khusus. Berikut cara intubasi nasotrakea.
 Intubasi nasal mirip dengan intubasi oral kecuali bahwa
NTT masuk lewat hidung dan nasofaring menuju
orofaring sebelum dilakukan laringoskopi. Lubang
hidung yang dipilih dan digunakan adalah lubang hidung
yang pasien bernafas lebih gampang. Tetes hidung
phenylephrine (0,5 – 0,25%) menyebabkan pembuluh
vasokonstriksi dan menyusutkan membran mukosa. Jika
pasien sadar, lokal anestesi secara tetes dan blok saraf
dapat digunakan.Intubasi nasotrakeal biasanya dilakukan
setelah pemberian anastesi intravena dan pasien telah
dilumpuhkan.
 NTT yang telah dilubrikasi dengan jelly yang larut dalam
air, dimasukkan ke dasar hidung, dibawah turbin inferior.
Bevel NTT berada disisi lateral jauh dari turbin. Untuk
memastikan pipa lewat di dasar rongga hidung, ujung
proksimal dari NTT harus ditarik ke arah kepala. Pipa
secara berangsur-angsur dimasukan hingga ujungnya
terlihat di orofaring. Umumnya ujung distal dari NTT
dapat dimasukan pada trachea tanpa kesulitan. Jika
ditemukan kesulitan dapat diguankan forcep Magil.
Penggunaannya harus dilakukan dengan hati-hati agar
tidak merusakkan balon. Memasukkan NTT melalaui
hidung berbahaya pada pasien dengan trauma wajah
yang berat disebabkan adanya resiko masuk ke
intrakranial.
 Penggunaan laringoskop untuk mempermudah under
vision intubasi nasotrakeal dan laringoskop harus
diposisikan saat bagian ujung tube telah mencapai
orofaring. Kepala yang di ekstensikan mungkin bisa
digunakan untuk membuat bagian ujung dari trakeal tube
lebih ke arah anterior. Kemajuan yang lebih jauh dari
trakeal tube mungkin bisa dipermudah dengan
memflexikan posisi kepala dan leher, yang meluruskan
axis dari ujung tube terhadap trakea.
FRAKTUR MANDIBULA
Definisi
 Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang
mandibula

Gejala klinis
 Pasien dengan fraktur mandibula datang setelah trauma
direct dengan rasa sakit dan nyeri rahang disertai
pembengkakan dan ekimosis ekstra oral atau intra oral,
pasien mengalami sensasi gigitan yang tidak sama,
trismus, atau ketidakmampuan membuka atau menutup
mulut.
EPIDEMIOLOGI
Fraktur mandibula sangat sering terjadi, menyebabkan
48-78 % fraktur wajah. Fraktur tersebut terjadi 3 sampai
5 kali lebih sering pada laki laki dari pada perempuan,
dengan insidensi tertinggi terjadi pada usia 20-40 tahun.
Bagian yang paling sering rusak pada mandibula adalah
condylus, diikuti angulus , dan kemudian korpus.
ETIOLOGI
 Fraktur mandibula biasanya disebabkan oleh
trauma direct, dan tabrakan kendaraan bermotor
merupakan mekanisme yang sering dilaporkan.
Karena bentuknya seperti bulan sabit,
mandibula mengalami fraktur di dua tempat ada
lebih dari 50% kasus.
DIAGNOSIS
Diagnosis bisa jelas secara klinis atau dicurigai
berdasarkan anamanesis dan pemeriksaan fisik; diagnosis
harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiografik.
Panorex merupakan pilihan utama, diikuti ct-scan,
kemudian foto polos mandibula yang terdiri dari
pandangan obliq lateral kanan dan kiri, posteroanterior
dan towne
KOMPLIKASI KLINIS
Komplikasi yang mungkin terjadi meliputi
maloklusi persisten, penyakit sendi
temporomandibula (TMJ, temporomandibular
joint), masalah periodontal, deformitas kosmetik,
nonunion, mati rasa pada wajah yang permanen,
dan gangguan pertumbuhan.
PENATALAKSANAAN

 ABC (saluran nafas, pernafasan, dan sirkulasi) standar


harus selalu dinilai pada awal pemeriksaan setiap kasus
trauma. Dokter yang memeriksa harus menyadari bahwa
fraktur mandibula bilateral memungkinkan lidah
kebelakang tenggorok dan mengganggu saluran napas
bila pasien berada posisi telentang.
 Kontrol nyeri dapat dilakukan setelah masalah yang
mengancam hidup dan ektremitas telah dievaluasi .
 Jika terdapat laserasi intraoral di tempat fraktur, fraktur
terbuka harus dipertimbangkan dan antibiotik yang dapat
melawan floraoral harus diberikan. Penicilin intravena
merupakan obat pilihan tetapi klindamicin harus
dipertimbangkan pada pasien yang alergi penisilin
LAPORAN KASUS
ANAMNESA PRIBADI

 Nama : Yasir Fadli


 Umur : 15 tahun
 Jeniskelamin : Laki-Laki
 Alamat : Jl.purwo gg wiroto no 8
 Agama : Islam
 Suku : Jawa
 BB : 55 kg
 No RM : 99. 99. 27
ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan utama : Rahang kanan terasa nyeri
Telaah : Hal ini dialami os sejak ±1 hari ini. Os jatuh
dari pohon rambutan 3 hari yang lalu. Rahang Os sebelah
kanan bengkak dan nyeri. Nafsu makan
menurun (-). BB menurun (-). Mual (-). Muntah (-). BAK (+) N, BAB (+) N.
RPT : Tidak jelas
RPO : Tidak jelas.

KEAADAAN PRA BEDAH


Status Present
 Sensorium : Compos mentis
 KU/KP/KG :Sedang/sedang/ sedang
 Tekanan darah : 110/70 mmHg
 Frekuensi nadi : 78 x/i
 Frekuensi nafas : 20 x/i
 Temperatur : 36,6oC
 Anemis : (-)
 Ikterik : (-)
 Sianosis : (-)
 Dipsnoe : (-)
 Oedem : (-)

Status Lokalisata
 Kepala
 Mata : RC (+/+),pupil isokor,konjungtiva palpebra inferior anemis(-/-)
 Hidung : Dalam batas normal
 Telinga : Dalam batas normal
 Mulut : Dalam batas normal
 Leher : Dalam batas normal

 Thorax
 Inspeksi : Simetris fusiformis
 Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
 Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
 Auskultasi : SP = vesikuker
 ST = (-)

 Abdomen
 Inspeksi :Simetris fusiformis
 Palpasi : soepel
 Perkusi : Timpani
 Auskultasi : Peristaltik (+)
Ekstremitas superior : Tidak terdapat kelainan
Ekstremitas inferior : Tidak terdapat kelainan
Genitalia eksterna : Tidak terdapat kelainan
Anus : tidak terdapat kelainan
Pemeriksaan Penunjang

 Hb/Ht/L/Tr :12,2/ 37,6/ 10.330/ 196.000


 KGD adr : 98 mg/dl
 Na/K/Cl : 132/ 3,80/116
 Ur/Cr :22/0,78
 SGOT/SGPT :30/ 28
 Albumin : 3,40
 PT/INR/APTT : 14,6 (13,4)/1,21/34,7(32,5)

 Foto scheedel : Tidak tampak kelainan


 KEADAAN PRA BEDAH (FOLLOW UP ANASTHESI)

B1 (Breath)
 Airway : Clear
 Frekuensi pernafasan : 20 x/i
 Suara pernafasan : Vesikuler
 Suara tambahan : (-)
 Riw.asma/sesak/batuk/alergi: -/-/ -/ -

B2 (Blood)
 Akral : Hangat
 Tekanan darah : 110/70 mmHg
 Frekuensi nadi : 78 x/i
 T/V : Cukup
 Temperatur : 36,6oC
 Konj.palp inferior pucat/hiperemis/ikterik :-/-/-
B3 (Brain)
 Sensorium : Compos mentis
 RC : +/+
 Pupil : Isokor
 Reflek fisiologis :+
 Reflek patologis :-
 Riw.kejang/ muntah proyektil/ nyeri kepala/ pandangan
kabur : -/ -/-/-

B4 (Bladder)
 Urin :+
 Volume : Cukup
 Warna : Kuning
 Kateter :-
B5 (Bowel)
 Abdomen :Simetris
 Peristaltic : (+)
 Mual/muntah : -/-
 BAB/flatus : -/+
 NGT :-
 MMT : 00.00

B6 (Bone)
 Fraktur :+
 Luka :-
 Oedem :-
 Diagnosa : Fraktur Mandibulla
 Status fisik : ASA I
 Rencana tindakan : Archbar
 Rencana anastesi : GA-NASAL
Anastesi
Persiapan pasien:
 Pasien puasa sejak pukul 00.00
 Pemasangan infus pada dorsum manus dekstra dengan cairan RL
 Persiapan alat :

 Stetoskop
 Tensi meter
 Meja operasi dan perangkat operasi
 ETT no 7
 Laringoskop
 Suction set
 Abocath no 20
 Infus set
 Spuit 3 cc,5 cc,10 cc
Obat – obat yang dipakai
 Premedikasi : Midazolam 5 mg, Fentanyl 100 mcg

 Medikasi :
 Propofol 60 mg
 Atracurium 5 mg
 Ketorolac 30 mg
 Metoclopramide 10 mg
 Sulfas atropin 0,5 mg
 Prostigmin 1 mg
Urutan pelaksanaan anastesi

 Cairan pre operasi : RL 200 cc


 Prosedur anastesi :
 Pasien dibaringkan di meja operasi dalam posisi supine
 Infuse RL terpasang di lengan kanan
 Pemasangan tensimeter di lengan kiri
 Pemasangan oksimetri di ibu jari kiri pasien
 Pemasangan elektrodapengukuran frekuensi nadi dan
frekuensi nafas
 Teknik anastesi : posisi kepala head up  pre oksigenase 5’-
10’inj. Propofol 100 mg sleep non apnoeInjeksi Atracurium
5 mginsersi ETT no 7SP ka =kifiksasi
DURANTE OPERASI
1.Mempertahankan dan monitor cairan infuse
2.Memonitor saturasi O2, tekanan darah,nadi,dan nafas
setiap 15 menit
Jam TD Nadi RR saO2 (%) Medikasi
(mmHg) (x/menit) (x/menit)
09.30 130/80 90 14 100 Propofol 60
mg,
Atracurium
5 mg
09.45 120/80 80 14 100

10.00 125/90 80 14 90

10.15 120/80 90 14 90 Metoclopra


mide 10 mg
10.30 120/80 84 14 100 Sulfas
atropin 0,5
mg,
Prostigmin
1 mg,
Ketorolac
30 mg
3.Monitoring perdarahan
 Perdarahan
Kassa basah : 5 x 10 = 50 cc
Kassa ½ basah : 10 x 5 = 50 cc
Suction :30 cc
Handuk :-
Total :130 cc
 Infuse RL o/t regio dorsum manus dextra
 Pre operasi : -
 Durante operasi : RL 200 cc
 Urine output :
 Durante operasi :-
KETERANGAN TAMBAHAN

 Diagnosa pasca bedah : Post archbar ec fraktur


mandibula
 Lama anastesi :09.30-10.30

 Lama operasi :09.40-10.25

 EBV : 55 x 80 = 4.400

 10% =440 cc, 20 % = 880 cc, 30% = 1320 cc


INSTRUKSI POST OPERASI

 Injeksi Tramadol 100 mg/ 8 jam


 Injeksi Metoclopramid 100 mg/8 jam
 Antibiotik dan terapi lain sesuai TS bedah
 O2 1-2l/i
 Pantau Vital sign per 15 menit selama 3 jam di RR
 Cek Hb, bila Hb < 7 lapor ke dokter jaga
 TD < 90 mmHg atau > 160 mmHg, HR <60x/i atau HR>120 x/i,
RR<10 x/i atau >32x/i, T < 35 C, atau T > 38 C, lapor dokter jaga
 Pantau urin output, bila <0,5 cc/kgBB/jam, lapor dokter jaga
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai