Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN REFLEKSI KASUS

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Anestesi dan Reanimasi
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia

Oleh :
Septiana Dewi Ardiana
1071156

Pembimbing :
dr. Girindro Utomo,
Sp.An
Pendidikan Klinik
Ilmu Kedokteran
Anestesi dan Reanimasi
FK UII / RSUD dr Soediran Mangun Sumarso
WONOGIRI
2015

FORM REFLEKSI KASUS


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
________________________________________________________________________
_____________________
Nama Dokter Muda : Septiana Dewi Ardiana

NIM: 10711156

Stase

: Anestesi

Identitas Pasien
Nama / Inisial

: An. Y

No RM

: 503220

Umur

: 9 Tahun

Jenis kelamin

: Laki - laki

Diagnosis/ kasus

: Tonsilitis kronik

Pengambilan kasus pada minggu ke: Minggu ke 2


Jenis Refleksi: lingkari yang sesuai (minimal pilih 2 aspek, untuk aspek ke-Islaman
sifatnya wajib)
a.
b.
c.
d.

Ke-Islaman
Etika/ moral
Medikolegal
Sosial Ekonomi

Form uraian
1.

Resume kasus yang diambil (yang menceritakan kondisi lengkap pasien/ kasus yang
diambil ).
Seorang ibu mengantarkan anaknya datang ke Poli THT dengan keluhan
anaknya sering ngorok saat tidur. Setiap kali tidur pasien selalu mengorok,
sehingga pasien sering tidak pulas tidur. Anak juga kadang terbangun saat malam
hari. Anak juga sering mengalami demam dan batuk, dalam setahun pasien bisa
mengalami demam dan batuk lebih dari 5 kali. Riwayat sakit gigi dan gigi
berlubang disangkal oleh pasien. Pasien juga mengeluhkan amandelnya kadang
membesar dan terasa sakit untuk menelan, sehingga nafsu makan pasien menurun.
Karena sakitnya ini pasien sering tidak masuk sekolah karena sakit.

2.

Latar belakang / alasan ketertarikan pemilihan kasus


Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) merupakan penyebab terpenting
morbiditas dan mortalitas pada anak. Di Indonesia, kasus ISPA menempati urutan
pertama dalam jumlah pasien rawat jalan. Hal ini menunjukan angka kesakitan akibat
ISPA masih tinggi. ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan
pasien ke sarana kesehatan, yaitu 40-60% dari seluruh kunjungan ke puskesmas dan
15-30% dari seluruh kunjungan rawat jalan dan rawat inap RS. Jumlah episode ISPA

diperkirakan 3-6 kali pertahun. Kejadian ISPA pada anak terdapat lebih banyak pada
anak laki-laki, usia lebih muda, keluarga perokok, pendidikan rendah, kondisi
ekonomi kurang dan lingkungan berdebu. Manifestasi ISPA meliputi rinofaringitis
(52%), faringitis (18%), rhinitis (12%), dan tonsilitis (8%). Tonsilitis sering terjadi
pada anak, meskipun jarang pada anak di bawah 1 tahun. Insiden meningkat sesuai
dengan bertambahnya umur, mencapai puncaknya pada umur 4-7 tahun dan berlanjut
hingga dewasa. Insiden tonsilitis streptokokus tertinggi pada usia 5-18 tahun, jarang
pada usia di bawah 3 tahun dan sebanding antara laki-laki dan perempuan.
Mengingat angka kejadian yang tinggi dan dampak yang ditimbulkan dapat
mempengaruhi kualitas hidup anak, maka pengetahuan yang memadai mengenai
tonsilitis kronik diperlukan guna penegakan diagnosis dan terapi yang tepat dan
rasional ( Kurniawati, 2007 ).
3.

Refleksi dari aspek sosial budaya beserta penjelasan evidence / referensi yang sesuai
*
Tonsilitis atau yang lebih dikenal dengan peradangan amandel banyak diderita
oleh anak - anak pada usia sekolah. Berbagai masalah banyak ditimbulkan akibat dari
penyakit ini, tidak hanya masalah kesehatan tetapi juga masalah lainnya. Salah
satunya adalah masalah akademis. Anak yang mengalami tonsilitis berulang dapat
mengalami penurunan prestasi. Pembesaran tonsil dapat menghalangi masuknya
udara, sehingga tubuh akan kekurangan oksigen / hipoksia dan terjadi penumpukan
CO2 di otak. Hal tersebut menyebabkan anak sering terbangun saat tidur karena anak
merasa seperti dibekap dan harus menarik nafas panjang guna memenuhi kebutuhan
oksigen di otak yang mengalami hipoksia. Gangguan fungsi fisiologi dan psikologi
otak akan menurunkan keamampuan anak saat belajar. Anak menjadi sering
terbangun saat tidur dan akan menyebabkan anak sering mengantuk saat pelajaran di
sekolah, sehingga prestasi belajarnya dapat menurun. Anak yang menderita tonsilitis
kronik juga sering mengeluh sakit ( infeksi saluran pernafasan ) sehingga tidak dapat
pergi ke sekolah, hal ini dapat memperparah penurunan prestasi belajarnya.
Kualitas hidup anak dapat dinilai dari hasil / prestasi belajarnya. Salah satu indikasi
tonsilektomi adalah jika tonsilitis kronik menyebabkan penurunan kualitas hidup.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Farokah, dkk tahun 2007 di SD Kota Semarang
didapatkan hasil sebanyak 301 anak yang memenuhi kriteria penelitian, 145 (48,2 %) lakilaki,156 (51,8 %) perempuan ; 145 (48,2 %) siswa dengan tonsilitis kronik. Uji Kai-Kuadrat
menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara tonsilitis kronik dengan prestasi belajar
siswa ( p < 0,05; 95 % CI : 2,48-4,99). Siswa dengan tonsilitis kronik mempunyai risiko 3,5
kali lebih besar mempunyai prestasi belajar kurang dari rata-rata kelas dibandingkan yang
tidak tonsilitis kronik ( Farokah, 2007 ).

4.

Refleksi dari aspek keislaman


Tonsilektomi merupakan operasi pengangkatan seluruh tonsil palatina. Tujuan

dilakukannya terapi ini adalah untuk mencegah infeksi tenggorokan atau mengurangi
tingkat keparahan dari infeksi tenggorokan. Tosilektomi sendiri merupakan pilihan
terakhir dalam menangani tonsilitis yang rekuren dan kronik. Pada hakekatnya semua
penyakit, termasuk penyakit yang menyerang tonsil merupakan suatu ujian yang
mendatangkan pahala bagi umat muslim yang sabar dan tabah dala menjalaninya.
Operasi tonsilektomi yang ditujukan untuk mengobati sekaligus mencegah terjadinya
kekambuhan radang tonsil yang menahun dapat diperbolehkan selama tindakan itu tidak
melanggar syariat Islam. Kedokteran dan Islam sepakat bahwa tonsilektomi merupakan tindakan
yang efektif dan menguntungkan terhadap pasien yang diindikasikan untuk dilakukan
tonsilektomi ( Syainandriani, 2015 ).
Tindakan ini tidak melanggar atau bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Tidak boleh berbuat menyakiti orang lain dan tidak boleh berbuat menyakiti diri sendiri ( HR.
Ibnu Majah )
Menurut pengamatan bayani Operasi pada tubuh manusia diperbolehkan dengan ketentuan:
Operasi Ghairu Ikhtiyariyah ( tidak dikehendaki)
Merupakan suatu operasi yang bertujuan untuk mengobati penyakit yang terjadi tanpa kekuasaan
seseorang di dalam penyakit tersebut. apakah penyakit yang telah ada ketika sesorang baru lahir
seperti bergabungnya jari tangan atau kaki, bibir sumbing, tertutupnya lubang yang terbuka
( hidung/ telinga dll) dan berbagai jenis penyakit lainnya yang terjadi tanpa dikehendaki. Operasi
jenis ini hanya bertujuan untuk mengobati penyakit dan ini dibolehkan di dalam syariat.
Sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abi Hurairah bahwasannya Nabi Saw
bersabda,Allah tidak menurunkan penyakit kecuali menurunkan pula obatnya ( Akhmadzain,
2013 ).

Daftar Pustaka
Akhmadzain. 2013. Hukum merubah ciptaan Allah. http: //www. Ahmadzain. com/ read/ karya tulis/359/hukum-merubah-ciptaan-allah. diakses pada 28 Mei 2015
Farokah. 2007. Hubungan antara tonisilitis kronis dengan prestasi belajar pada siswa
kelas 2 sekolah dasar di Kota Semarang. https:/ /www. Scribd. com/ doc/1 27967563 /

155 - 10TonsilitasKronikPrestasiBelajarKelas
Kurniawati. 2007. Tonsilitis kronik. https:/ /kurniawat i.wordpress. com/ kedokteran/
tht/infeksi /tonsilitis-kronis
Syanandriani. 2015. Tonsilektomi dengan menggunakan radiofrekuensi bipolar ditinjau
kedokteran Islam. https://www.scribd.com/doc. diakses pada 28 Mei 2015

dari

Anda mungkin juga menyukai