Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

GLAUKOMA SEKUNDER

Dokter Pembimbing :
dr. Rety Sugiarti, Sp.M

Disusun oleh :
Melani Maharani (2018730061)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANJAR
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat, hidayat dan
karunia-lah sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Glaukoma Sekunder”
dengan baik dan tepat waktu. Presentasi referat ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam
menyelesaikan pendidikan Kepaniteraan Klinis Departemen Mata Rumah Sakit Umum Kota
Banjar.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Rety Sugiarti, Sp.M
sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan
bimbingan, arahan, serta motivasi kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada keluarga dan rekan-rekan sejawat yang telah memberikan dukungan, saran, dan kritik
yang membangun. Keberhasilan penyusunan ini tidak akan tercapai tanpa adanya bantuan, dan
bimbingan dari berbagai pihak tersebut.

Kota Banjar, September 2022

Melani Maharani
i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………..ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….iii

BAB I 1

PENDAHULUAN……………………………………………………………………….1

BAB II2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi…………………………………………………………………………….2

2.2 Epidemiologi………………………………………………………………………3

2.3 Fisiologi Humor Aquous…………………………………………………………..3

2.4 Patofisiologi……………………………………………………………………….4

2.5 Glaukoma Sekunder……………………………………………………………….5

2.6 Diagnosis…………………………………………………………………………..11

2.7 Penatalaksanaan……………………………………………………………………14

2.8 Prognosis…………………………………………………………………………...18

BAB 3 19

KESIMPULAN………………………………………………………………………….19

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………...20


iii

BAB I
PENDAHULUAN

Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai dengan extravasasi


glaukomatosa,neuropati saraf optic, serta kerusakan lapang pandang yang khas dan utamanya
diakibatkan olehtekanan bola mata yang tidak normal.

Neuropati optic tersebut disebabkan oleh tekanan intraocular (TIO) yang atinge tinggi,ya
ng ditandai oleh kalainan lapang pandang yang khas dan atrofi papil saraf optic. Pada keadaanini
TIO tidak harus selalu tinggi. Tetapi TIO relative tinggi untuk individu tersebut. Missal
untuk populassi normal TIO sebesar 18 mmHg masih normal, tetapi pada individu tertentu tekan
ansebesar itu sudah dapat menyebabkan glaucoma, yang disebut dengan glaucoma normotensi,
atauglaucoma tekanan rendah.

Di Indonesia glaucoma kurang dikenal masyarakat, padahal cukup banyak yang


menjadi buta karenanya. Pada glaucoma kronik dengan sudut bilik mata terbuka misalnya, kerus
akansaraf optic terjadi perlahan-lahan hamper tanpa keluhan subjektif. Hal ini
menyebabkan penderita ating terlambat pada dokter. Biasanya kalau sudah memberikan keluhan, 
keadaangalukoma sudah menjadi lanjut. Dalam masyarakat yang kesadaran akan kesehatan
atau pendidikan masih kurang, dokter perlu secara aktiv menemukan kasus glaucoma kronis, yait
udengan mengadakan pengukuran bola mata secara rutin.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan,
yangmemberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma adalah
penyakitmata yang ditandai oleh meningkatnya tekanan intraokuler yang disertai oleh
pencekungandiskus optikus dan pengecilan lapang pandang. Tekanan bola mata yang normal
dinyatakandengan tekanan air raksa yaitu antara 15-20 mmHg. Tekanan bola mata yang tinggi
juga akanmengakibatkan kerusakan saraf penglihat yang terletak di dalam bola mata. Pada
keadaantekanan bola mata tidak normal atau tinggi maka akan terjadi gangguan lapang
pandangan.Kerusakan saraf penglihatan akan mengakibatkan kebutaan.

Makin tinggi tekanan bola mata makin cepat terjadi kerusakan pada serabut retina
sarafoptik. Pada orang tertentu dengan tekanan bola mata normal telah memberikan kerusakan
padaserabut saraf optik (Normal tension glaucoma-glaukoma tekanan rendah).

Tekanan bola mata pada glaukoma tidak berhubungan dengan tekanan darah.
Tekanan bola mata yang tinggi akan mengakibatkan gangguan pembuluh darah retina sehinggam
engganggu metabolisme retina, yang kemudian disusul dengan kematian saraf mata.
Padakerusakan serat saraf retina akan mengakibatkan gangguan pada fungsi retina. Bila
proses berjalan terus, maka lama-kelamaan penderita akan buta total.

Klasifikasi glaukoma menurut Voughen terdapat beberapa macam antara lain


yaitu,glaucoma primer, glaucoma sekunder dan glaucoma congenital. Glaukoma sekunder
adalah peningkatan tekanan intraokular yang terjadi sebagai suatu manifestasi dari penyakit mata 
lain.
 
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang disebabkan oleh penyakit mata lain atau
faktor-faktor seperti inflamasi, truma, perdarahan, tumor, obat-obatan, dan pengaruh fisik atau
kimia.
2
2.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kira-kira 2.2 juta orang pada usia 40 tahun dan yang lebih
tuamengidap glaukoma, sebanyak 120,000 adalah buta disebabkan penyakit ini. Banyaknya
OrangAmerika yang terserang glaucoma diperkirakan akan meningkatkan sekitar 3.3 juta pada
tahun2020. Tiap tahun, ada lebih dari 300,000 kasus glaukoma yang baru dan kira-kira 5400
orangmenderita kebutaan. Glaukoma akut (sudut tertutup) merupakan 10- 15% kasus pada orang
Kaukasia. Persentase ini lebih tinggi pada orang Asia, terutama pada orang Burma dan
Vietnamdi Asia Tenggara.. Glaukoma pada orang kulit hitam, lima belas kali lebih
menyebabkankebutaan dibandingkan orang kulit putih.

2.3 Fisiologi Aquous Humor


Humor aqueous (HA) adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera anterior
dan posterior mata. Volumenya adalah sekitar 250 uL, dan kecepatan pembentukannya, yang ber
variasi diurnal, adalah 1,5-2 uL/menit. Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi daripada
plasma.Komposisi humor akueus serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki
konsentrasiaskorbat, piruvat dan laktat yang lebih tinggi dan protein, urea, dan glukosa yang
lebih rendah. Sekresi HA 80% oleh epitel siliaris non pigmentasi melalui proses metabolik aktif
yang bergantung pada banyaknya sistem enzimatik (enzim karbonik anhidrase) dan 20% oleh pro
ses pasif dari ultrafiltrasi dan difusi.
Humor aqueous mengalir ke dalam bilik posterior kemudian masuk diantara
permukaan posterior iris dan selanjutnya masuk ke bilik anterior. HA keluar dari bilik anterior
melalui dua jalur, yaitu jalur konvensional (jalur
trabekula) dan jalur uveosklera (jalur non trabekula). Jalur trabekula pada bilik anterior dibentuk
oleh dasar iris dan kornea perifer, melewati trabecular meshwork (TM) dari sklera, masuk ke
kanal schlemn (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 venaaqueous). Melalui kanal kolektor, HA
dibawa ke pembuluh darah sklera dimana HA bercampur dengan darah. Pada jalur uveosklera,
HA mengalir melalui korpus siliaris ke ruang supraarakhnoid dan masuk ke dalam sirkulasi pada
vena.
Humor aqueos berperan sebagai pembawa zat makanan dan oksigen untuk organ didalam
mata yang tidak berpembuluh darah yaitu lensa dan kornea, disamping itu juga bergunauntuk
mengangkut zat buangan hasil metabolisme pada kedua organ tersebut.
3
Adanya cairantersebut akan mempertahankan bentuk mata dan menimbulkan tekanan dalam bola
mata/tekananintra
okular. Untuk mempertahankan keseimbangan tekanan di dalam bola mata dalam batasnormal
(10-24 mmHG), HA diproduksi secara konstan serta dialirkan keluar melalui sistemdrainase
mikroskopik.

2.4 Patofisiologi Glaukoma


2.4.1 Glaukoma Sudut Tertutup
Tekanan intra okular normal rata-rata 15 mmHg pada orang dewasa lebih tinggi
secarasignifikan daripada tekanan rata-rata jaringan pada hamper setiap organ lain di dalam
tubuh.Tekanan tinggi ini penting untuk pencitraan optikal dan membantu untuk memastikan:

1. Keteraturan kurvatura dari permukaan kornea


2. Ketetapan jarak antara kornea, lensa, dan retina
3. Ketetapan kesejajaran dari fotoreseptor dari retina dan epitel berpigmen pada
membranBruch, yang dalam keadaan normal bertautan dan rata.

Humor aqueous dibentuk oleh prosesus siliaris dan disekresi ke dalam bilik
posterior.Kecepatannya rata-rata 2-6 µL/menit dan volume total HA pada bilik anterior dan
posterior rata-rata 0,2-0,4 mL, sekitar 1-2% HA diganti setiap menit.
Humor aqueous melewati pupil ke bilik anterior. Selama permukaan posterior
iriscenderung ke arah permukaan anterior lensa, HA tidak dapat melawan resistensi pupil
(resistensifisiologis pertama) sampai tekanannya cukup adekuat untuk mengangkat iris dari
permukaan lensa.
Peningkatan resistensi dari aliran keluar pupil (pupillary block)
mangakibatkan peningkatan tekanan pada bilik posterior; iris menggembung ke arah anterior pad
a pangkalnyadan menekan trabekular meshwork. Hal ini merupakan pathogenesis dari glaukoma
suduttertutup primer.
4
Patogenesis glaukoma sudut tertutup sekunder sama seperti glaukoma sudut tertutup
primer.Peningkatan tekanan intraokular disebabkan oleh obstruksi dari trabekular meshwork.
Namun,konfigurasi primer dari bilik anterior bukan marupakan faktor yang harus ada.

2.4.2 Glaukoma Sudut Terbuka


Faktor-faktor yang bervariasi dapat meningkatkan aliran keluar pupil. Humor
aqueousmengalir keluar dari sudut bilik anterior melalui dua jalur:
 1.Trabekular meshwork menerima sekitar 85% dari aliran keluar HA, yang kemudian mengalir
ke dalam kanalis Schlemm. Dari sini, HA dialirkan oleh 20-30 saluran kolektorradial ke dalam
vena episklera.
2.Sistem vaskular uveosklera menerima sekitar 15% dari aliran HA, yang dihubungkan pada
pembuluh vena.Trabekular meshwork merupakan resistensi fisiologis kedua. Trabekular
meshwork adalah anyaman longgar seperti jaringan avaskular yang terletak di antara scleral
spurdan Schwalbe’s line. Jika terjadi peningkatan resistensi pada tempat ini, akan terjadi
glaukoma sudut terbuka.2Pada glaukoma sudut terbuka sekunder, hubungan anatomis antara
pangkal iris, trabekularmeshwork, dan kornea perifer tidak terganggu. Namun, terjadi kongesti
pada trabekularmeshwork serta peningkatan resistensi drainase HA

2.5 Glaukoma Sekunder


2.5.1 Glaukoma Pigmentasi
Sindroma depresi pigmen ditandai oleh pengendapan abnormal pigmen di bilik mata depan
terutama di anyaman trabekular, yang sesuai perkiraan akan mengganggu aliran keluar aqueous,
dan di permukaan kornea posterior (Krukenberg’s spindle) disertai defek transiluminasi iris.
Studi dengan ultrasonografi menunjukan perlakuan iris berkontak dengan zonula atau processus
ciliares, mengindikasikan pengelupasan granul-granul pigmen
dari permukaan belakang iris akibat friksi, dan menimbulkan efek transiluminasi iris.Sindrom ini
paling sering terjadi pada pria miopia berusia antara 25 dan 40 tahun yang memiliki bilik matade
pan yang dalam dengan sudut bilik mata yang lebar.

5
Temuan klinis glaukoma pigmentasi dapat berupa:
1.Krukenberg’s spindle pada endotel kornea.
2.Nyeri.
3.Penurunan lapangan pandang setelah berolahraga atau saat pupil berdilatasi.
4.Degenerasi serabut saraf optik (miopia) yang berjalan secara progresif.

Kelainan pigmentasi dapat terjadi jika tanpa disertai glaukoma, tetapi orang-orang ini
harus dianggap sebagai ”tersangka glaukoma”. Hingga 10% dari mereka akan
mengalamiglaukoma dalam 5 tahun dan 15% dalam 15 tahun (glaukoma pigmentasi). Pernah
dilaporkan beberapa pedigere glaukoma pigmentasi herediter autosomal dominan, dan satu gen 
untuk sindrom dispersi pigmen dipetakan pada kromosom tujuh.
Tetapi miotik maupun iridotomi perifer dengan laser telah menunjukkan mampu mengembalikan
konfigurasi iris yang abnormal, tetapi masih belum jelas apakah keduanya memberikan
keuntungan jangka panjang bagi perkembangan dan perburukan glaukoma.
(Karena pasien biasanya penderita miopia berusia muda, terapi miotik kurang dapat ditoleransi,
kecuali jika diberikan dalam bentuk pilokaprin sekali sehari, lebih disukai pada malam hari).

Baik sindrom depersi pigmen maupun glaukoma pigmentasi khas dengan kecenderungannya
mengalami episode-episode penigkatan tekanan intraokular secara bermakna terutama setelah
berolahraga atau dilatasi pupil dan glaukoma pigmentasi akan berkembang dengan cepat.
Masalah selanjutnya adalah glaukoma pigmentasi biasanya timbul pada usia muda;ini
meningkatkan kemungkinan diperlukannya tindakan bedah drainase glaukoma disertai
terapiantimetabolit. Trabekuloplasti dengan laser sering digunakan pada keadaan ini, tetapi kecil
kemungkinan dapat menghilangkan kebutuhan akan bedah drainase
2.5.2 Glaukoma Pseudoeksfoliasi

Pada sindrom eksfoliasi terlihat endapan-endapan bahan berserat warna putih


di permukaan anterior lensa ( berbeda dengan eksfoliasi kapsul lensa sejati akibat terpajan radiasi
inframerah, yakni,”katarak glassblower”), di processus ciliares, zonula, permukaan posterior iris,
melayang bebas di bilik mata depan, dan di anyaman trabekular (bersama dengan peningkatan
pigmentasi). 6
Secara histologis, endapan-endapan tersebut juga dapat dideteksi di konjungtiva,yang
mengisyaratkan bahwa kelainan sebenarnya terjadi lebih luas. Penyakit ini biasanya dijumpai
pada orang berusia lebih dari 65 tahun dan secara khusus, dilaporkan sering
terjadi pada bangsa Skandinavia walaupun tidak menutup kemungkinan adanya bias. Risiko kum
ulatif berkembangnya glaukoma adalah 5% dalam 5 tahun dan 15% dalam 10 tahun. Terapinya 
sama dengan terapi glaukoma sudut terbuka. Insidens timbulnya komplikasi saat beda katarak
lebih tinggi daripada dengan sindrom pseudoeksfoliasi.

2.5.3 Glaukoma Akibat Kelainan Lensa


a. Dislokasi Lensa
Lensa kristalina dapat mengalami dislokasi akibat trauma atau secara spontan, misalnya
pada sindrom Marfan. Dislokasi anterior dapat menimbulkan sumbatan pada aperture pupil yang
menyebabkan iris bombe dan penurupan sudut. Dislokasi posterior ke dalam viterus juga
berkaitan dengan glaucoma meskipun mekanismenya belum jelas. Hal ini mungkin disebabkan
oleh kerusakan sudut pada waktu dislokasi traumatic.
Pada dislokasi anterior, terapi definitifnya adalah ekstaksi lensa segera setelah tekanan
intraocular terkontrol. Pada dislokasi posterior, lensa biasanya dibiarkan dan glaucoma diobati
sebagai glaucoma sudut terbuka primer.
b. Intrumesensi Lensa
Lensa dapat menyerap cukup banyak cairan sewaktu mengalami perubahan-perubahan
katarak sehingga ukurannya membesar secara bermakna. Lensa ini kemudian dapat melanggar
batas bilik depan, menimbulkan sumbatan pupil dan pendesakan sudut, serta menyebabkan
glaucoma sudut tertutup. Terapi berupa ekstraksi lensa, segera setelah tekanan intraocular
terkontrol secara medis
c. Glaukoma Fakolitik
Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul lensa anterior, dan
memungkinkan protein-protein lensa yang mencair masuk kedalam bilik mata depan. Terjadi
reaksi peradangan dibilik mata depan, anyaman trabecular menjadi edema dan tersumbat oleh
protein-protein lensa, dan menimbulkan peningkatan tekanan intraocular akut.ekstarksi lensa
merupakan terapi definitive
7
dilakukan segera setelah tekanan intraocular terkontrol secara medis dan terapi steroid topical
telah mengurangi peradangan intraocular.

2.5.4 Glaukoma Akibat Kelainan Traktus Uvealis


a. Uveitis
Tekanan intraokular pada uveitis biasanya di bawah normal karena corpus ciliare yang meradang
berfungsi kurang baik. Namun, dapat pula terjadi peningkatan tekanan intraokularmelalui
beberapa mekanisme yang berlainan. Anyaman trabekular dapat tersumbat oleh sel-selradang
dari bilik mata depan, disertai edema sekunder, atau kadang-kadang dapat terlibat
dalam proses peradangan yang secara spesifik mengenai sel-sel trabekular (trabekulitis). Salah sa
tu penyebab meningkatnya tekanan intraokular pada individu dengan uveitis adalah penggunaan
steroid topikal. Uveitis kronik atau rekuren menyebakan gangguan fungsi trabekula
yang permanen, sinekia anterior perifer, dan kadang-kadang neovaskularisasi sudut; semua kelai
nan tersebut meningkatkan kemungkinan glaukoma sekunder

b. Tumor
Melanoma traktus uvealis dapat menimbulkan glaucoma akibat pergeseran corpus ciliare
ke anterior yang menyebabkan penutupan-penutupan sekunder, meluas ke sudut pigmen, dan
neovaskularisasi sudut. Biasanya diperlukan enukleasi.

c. Pembengkakan Corpus Ciliare


Rotasi corpus ciliare ke depan, menyebabkan pergeseran diafragma iris-lensa ke anterior
dan glaucoma sudut tertutup sekunder, rotasi ini juga dapat terjadi akibat bedah vitreoretina atau
krioterapi retina, pada uveitis posterior, dan pada terapi topiramate.

8
2.5.5 Sindroma Iridokornea Endotel (ICE)
Sindrom irikornea endotel terdapat beberapa tanda yaitu atropi iris, sindrom chandler,
sindrom nevus iris. Kelainan idiopatik pada dewasa muda yang jarang ini biasanya unilateral dan
bermanisfestasi sebagai kompensasi kornea, glaucoma, dan kelainan iris.

2.5.6 Glaukoma Akibat Trauma


Cedera konstusio bola mata dapat disertai dengan peningkatan dini tekanan intraocular
akibat perdarahan kedalam bilik mata depan. Darah bebas menyumbat anyaman trabecular, yang
juga mengalami edema akibat cedera. Terapi awal dilakukan dengan obat-obatan, tetapi mungkin
diperlukan tindakan bedah apabila tekanannya tinggi, yang kemungkinan besar terjadi bila ada
episode perdarahan kedua.
Cedera kontusio berefek lambat pada tekanan intraocular, efek ini timbul akibat
kerusakan langsung pada sudut. Selang waktu antara cedera dan timbulnya glaucoma mungkin
menyamarkan hubungan tersebut. Secara klinis, bilik mata depan lebih tampak dalam daripada
mata satunya, dan gonioskopi memperlihatkan resesi sudut. Terapi medis biasanya efektif, tetapi
mungkin diperlukan tindakan bedah.
Laserasi atau robek akibat kontusio pada segmenanterior seing disertai dengan hilang
bilik mata depan. Apabila bilik mata tidak segera dibentuk kembali setelah cedera baik secara
spontan, denganinkarserasi iris kedalam luka, atau secara bedah, akan membentuk sinekia
anterior perifer dan menyebabkan penutupan sudut yang ireversibel.

2.5.7 Glaukoma Setelah Tindakan Bedah Okular


a. Glaukoma Sumbatan Siliaris
Tindakan bedah pada mata yang menimbulkan peningkatan tekanan intraocular yang
bermakna dan sudut sempit atau tertutup dapat menyebabkan glaucoma sumbatan siliaris.
Segera setelah pembedahan, tekanan intraocular meningkat hebat dan lensa terdorong
kedepan akibat penimbunan aqueous di dalam dan dibelakang korpus viterum.

9
Pasien awalnya merasakan penglihatan jauh yang kabur, tetapi penglihatan dekatnya
membaik. Ini diikuti dengan nyeri dan peradangan.
Terapi terdiri atas siklopelgik, midriati, penekanan HA, dan obat-obatan hiperosmotik.
Obat hiperosmotik digunakan untuk menciutkan korpus vitreum dan membiarkan lensa
bergeser ke belakang. Mungkin diperlukan sklerotomi posterior, vitrektomi, dan bahkan
ekstraksi lensa.
b. Sinekia Anterior Perifer
Seperti halnya trauma pada segmen anterior, tindakan bedah yang menyebabkan
mendatarnya bilik mata depan akan menimbulkan pembentukan sinekia anterior perifer.
Diperlukan pembentukan kembali bilik mata depan melalui tindakan bedah dengan
segera apabila hal tersebut tidak terjadi secara spontan.

2.5.8 Glaukoma Neovaskular


Neovaskularisasi iris (rubeosis iridis) dan sudut bilik mata depan paling sering
disebabkan oleh iskemia retina yang luas seperti yang terjadi pada retinopati diabetik
stadiumlanjut dan oklusi vena sentralis retina. Glaukoma mula-mula timbul akibat
sumbatan sudut olahmembran fibrovaskular, tetapi kontraksi membran selanjutnya
menyebabkan penutupan sudut.
Glaukoma vaskular yang telah terbentuk sulit diatasi dan terapi sering tidak memuaskan
baik rangsangan neovaskularisai maupun peningkatan TIO perlu ditangani. Pada banyak
kasus, terjadikehilangan penglihatan dan diperlukan prosedur siklodestruktif untuk
mengontrol TIO.
2.5.9 Glaukoma Akibat Peningkatan Tekanan Vena Episklera
Peningkatan tekanan vena episklera dapat berperan menimbulkan glaukoma
padasindrom Struge-Weber, yang juga terdapat anomali perkembangan sudut, dan fistula
karotis-kavernosa, yang juga dapat menyebabkan neovaskularisasi sudut akibat iskemia
mata yang luas.Terapi medis tidak dapat menurunkan TIO di bawah tingkat tekanan vena
episklera yang meningkat secara abnormal, dan tindakan bedah berkaitan dengan resiko
komplikasi yang tinggi.

10
2.5.10 Glaukoma Akibat Steroid
Kortikosteroid intraokular, periokular dan topikal dapat menimbulkan sejenis
glaukoma yang mirip dengan glaukoma sudut terbuka primer, terutama pada individu dengan
riwayat penyakit ini pada keluarganya, dan akan memperparah peningkatan TIO pada para
pengidap glaucoma sudut terbuka primer. Penghentian pengobatan biasanya menghilangkan
efek-efek tersebut, tetapidapat terjadi kerusakan permanen apabila keadaan tersebut tidak
disadari dalam waktu lama.Apabila terapi steroid topikal mutlak diperlukan, terapi glaukoma
secara medis biasanya dapatmengontrol TIO. Terapi steroid sistemik jarang menyebabkan
peningkatan TIO. Pasien yangmendapatkan terapi steroid topikal atau sistemik harus menjalani
tonometri dan oftalmoskopisecara periodik, terutama apabila terdapat riwayat glaukoma dalam
keluarga

2.6 Diagnosis

2.6.1 Anamnesis

Keluhan utama atau gejala-gejala penderita dengan glaukoma umumnya berupa


gangguan penglihatan, mata sakit, mata merah. Kehilangan penglihatan yang disebabkan oleh
atropi serabut saraf optik tidak disadari penderita, sampai kelainan sudah lanjut yaitu
hilangnya penglihatan sentral. Kadang-kadang pada beberapa penderita mungkin sudah mengelu
h adanya skotoma-skotoma di daerah Bjerrum (parasentral pada lapang pandangnya). Tetapi
umumnya gangguan penglihatan baru dirasakan bila sudah ada kekeruhan media atau kelainan
makula.
Gangguan penglihatan subjektif pada penderita glaukoma paling sering disebabkan
olehedema kornea akibat peninggian TIO yang cepat. Gangguan penglihatan yang lain
adalahhaloglaukomatosa yaitu penderita melihat lingkaran-lingkaran pelangi disekitar bola
lampu.Keadaan ini umumnya disebabkan oleh edema kornea atau sudah ada sklerosis nukleus
lensa.Selain itu astenopia seperti mata cepat lelah, kesulitan akomodasi pada waktu membaca
dekatdan kehilangan penglihatan untuk beberapa saat (transient blackout) dapat disebabkan
keadaanglaukoma
11
Rasa sakit pada penderita glaucoma mempunyai derajat yang berbeda-beda. Sakit
initerdapat disekitar mata, pada alis mata atau didalam bola mata dengan atau tanpa sakit kepala.
Mata merah terutama akibat injeksi siliar yang terjadi pada peninggian TIO yang cepat, sering
disertai mual muntah.
Riwayat-riwayat penyakit mata penderita hendaknya dicatat seperti trauma, operasi-operasimata,
penyakit retina, pemakaian obat-obatan, steroid, penyakit-penyakit sistemik sepertikelainan
kardiovaskular, penyakit endokrin seperti DM, kelainan tekanan darah.

2.6.3 Pemeriksaan Pada Mata

a. Biomiskroskopi

Dalam pemeriksaan biomikroskopi, terutama diperhatikan keadaan segmen anterior, baik


kelainan yang diakibatkan glaucoma maupun keadaan yang mungkin menyebkan glaucoma.

Sebelum ini pemeriksaan inspeksi dilakukan terlebih dahulu, seperti posisi, kedudukan dan
gerakan bola mata. Pada kasus glaucoma berbagai perubahan dapat dijumpai misalnya injeksi
siliar, pelebaran pembuluh darah konjungtiva dan episklera, edema kornea, keratik presipitat,
sinekia iris, atropi iris, neovaskularisasi iris, pelebaran pupil, ekstropion uvea, dan katarak
glaucomatous.

b. Pemeriksaan Tajam Penglihatan


Kehilangan penglihatan yang disebabkan oleh atropi serabut saraf optic tidak disadari
penderita, sampai kelainan sudah lanjut yaitu hilangnya penglihatan sentral. Kadang-
kadang pada beberapa penderita mungkin sudah mngeluh adanya skotoma-skotoma di
daerah Bjerrum (parasentral pada lapang pandangnya). Tetapi umumnya gangguan
penglihatan baru dirasakan bila sudah ada kekeruhan media atau kelainan macula.
Kehilangan proyeksi penglihatan ini umumnya dimulai dibagian nasal, kemudian
disebelah atas atau bawah, bagian temporal biasanya bertahan cukup lama sampai
menghilang sama sekali. Dalam keadaan ini tajam penglihatan sudah ditingkat
menghitung jari, bahkan bias lebih buruk lagi.

12
c. Tonometri
1). Pengukuran tanpa alat
Pengukuran ini dikenal dengan palpasi atau finger tension. Pengukuran ini
memberikan hasil yang kasar. Walaupun tidak diteliti, cara palpasi ini masih bermanfaat
pada keadaan dimana pengukuran tekanan dengan alat tidak dapat dilakukan, misalnya
menghindari penularan konjungtivitis dan infeksi korne.
2). Pengukuran dengan alat
Dengan cara ini, TIO dapat diukur secara langsung, dengan kanulasi kebilik mata
depan yang dihubungkan dengan manometer, atau secara tak langsung melalui kornea
dengan alat tonometer. Banyak alat dirancang untuk cara tak langsung seperti tonometer
Schiotz, tonometer Maklakof, tonometer anaplasi Goldmann, tonometer anaplasi Hand
Held, tonometer Mackay Marg.
Menurut Symposium on Glaucoma di New Orleans tahun 1976 maka tonometer indentasi
Schiotz dan aplanasi Goldmann yang paling banyak dipakai. Yang pertama oleh karena
praktis dan relative murah dan yang kedua karena lebih tepat dan tidak banyak
dipengaruhi kekakuan dinding bola mata.
d. Funduskopi
Pada umumnya pemeriksaan ini pada glaucoma bertujuan untuk :
-Menentukan apakah ekskavasi papil masih dalam batas normal.
-Menilai sudah berapa jauh kerusakan papil saraf optic.
-Mencatat perubahan dan perkembangan papil dan retina.
e. Perimetri
Pemeriksaan lapang pandang merupakan salah satu pemeriksaan terpenting pada
glaucoma, karena hasil pemeriksaannya dapat menunjukkan adanya gangguan fungsional
penderita. Khas pada glaucoma adalah penyempitan lapang pandang.

13
f. Gonioskopi
Gonioskopi adalah pemeriksaan biomiksroskopi sudut bilik mata depan, tempat dilalui
cairan intraocular sebelum keluar ke kanal Schlemm. Dengan gonioskopi dapat
ditentukan apakah sudut bilik mata depan tertutup atau terbuka

g. Tonografi
Tonografi adalah cara pemeriksaan parameter lain dinamika cairan intraokuler yang
diperkenalkan oleh W.Morton Grant. Menunjukan pencatatan TIO dengan tonometer
indentasi elektronik dalam jangka waktu tertentu digabung dengan table Fridenwald
dapat memperkirakan daya pengeluaran dan pembentukan cairan intraocular.

2.7 Penatalaksanaan

Pertama-tama bila memungkinkan maka kita harus mengobati dulu penyakit


dasarnya.Untuk glaukoma, penatalaksanaannya sama dengan penjelasan sebelumnya, tergantung
tipe glaukoma yang ditimbulkan.

Apabila terjadi karena uveitis, maka kita obati dulu penyebab awalnya yaitu dengan
pemberian midriatkum, steroid, obat-obbatan sitotoksik, dan pemberian siklosporin.

Pada glaukom sekunder yang disebabkan oleh katarak yang pertama turunkan dahulut
ekanan intraokulernya, setelah turun baru dilanjutkan dengan operasi katarak. Sedangkan pada
glaukom sekunder yang terjadi karena penggunaan steroid jangka panjang yaitu hentikan dulu
penggunaan steroidnya baru kemudian dilakukan penurunan tekanan intraokuler. Pada glaucoma
yang disebabkan oleh tumor yang berasal dari uvea atau retina seabaiknya diberikan
obat penurun tekanan intraokuler sampai dengan dilkuakan tindakan enukleasi bulbi. Sedang
glaukomyang disebabkan oleh neovaskularisasi pada retinopati diabetikum dapat diberikan obat
penurun tekanan intraokuler yang bersifat menurunkan produksi humor akuos yang
dikombinasikan dengan tetes mata sikloplegik dan tetes mata steroid.

14

2.7.1 Medikamentosa

A. Supresi Pembentukan Humor Aqueous

1) Penghambat adrenergic beta adalah obat yang paling luas digunakan untuk terapi
glaukoma.Obat ini dapat digunakan tersendiri atau dikombinasikan dengan obat lain. Preparat
yang tersedia sekarang yaitu timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan 0,5%,
levobunolol 0,25%dan 0,5%, dan metipranolol 0,3%.

2) Apraklonidin adalah suatu agonis adrenergic α2 baru yang menurunkan pembentukan humor
akuos tanpa efek pada aliran keluar.

3) Inhibitor karbonat anhydrase sistemik-asetazolamid adalah yang paling banyak digunakan,


tetapi terdapat alternative lain yaitu diklofenamid dan metazolamid. Digunakan untuk glaucoma
kronik apabila terapi topical tidak memberi hasil memuskan dan glaucoma akut dimana tekanan
intraocular yang sangan tinggi perlu segera dikontrol. Obat ini mampu menekan pembentukan
HA 40-60%

B. Fasilitasi Aliran Keluar Humor Aqueous

1) Kolinergik/ Parasimpatomimetik, yakni pilokarpin, larutan 0,5-6% yang diteteskan


beberapakali sehari, atau gel 4% yang diteteskan sebelum tidur. Karbakol 0,75-3% adalah obat
kolinergikalternatif.
2) Antikolinesterase ireversibel, merupakan obat parasimpatomimetik yang bekerja paling
lama.Obat-obat ini adalah Demekarium Bromida 0,125% yang umumnya dibatasi untuk pasien
afakik atau pseudofakik karena mempunyai potensi katarak togenik. Obat-obat ini juga
menimbulkan miosis kuat yang dapat menyebabkan penutupan sudut pada pasien dengan sudut
sempit. Pasien juga harus diberitahu mengenai kemungkinan ablasio retina.

15
3) Epinefrin 0,25-2%, diteteskan sekali atau dua kali sehari, meningkatkan aliran keluar
humorakueus dan sedikit banyak disertai penurunan pembentukan humor akeus. Terdapat
sejumlah efek samping okular eksternal, termasuk vasodilatasi relek konjungtiva , endapan
adrenokrom,konjungtivitis folikularis, dan reaksi alergi. Efek samping intraokular yang dapat
terjadi adalah edema makula sistoid pada afakia dan vasokonstriksi ujung saraf optikus.

4) Dipivefrin, adalah suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisasi secara intraokular


menjadi bentuk aktifnya. Epinefrin dan dipivefrin tidak dapat digunakan untuk mata dengan
sudut kamera anterior sempit.

C. Penurunan Volume Korpus Vitreum

1) Obat-obat hiperosmotik, menyebabkan darah menjadi hipertonik sehingga air tertarik keluar
dari korpus vitreus dan terjadi penciutan korpus vitreus. Selain itu, juga terjadi
penurunan produksi humor akuos. Penurunan volume korpus vitreus bermanfaat dalam pengobat
an

glaukoma sudut tertutup akut dan glaukoma maligna yang menyebabkan pergeseran
lensakristalina ke depan (disebabkan oleh perubahan volume korpus vitreus atau koroid) dan
menyebabkan penutupan sudut (glaukoma sudut tertutup sekunder)

2) Gliserin (gliserol) oral, 1 mL/kgbb dalam suatu larutan 50 % dingin dicampur dengan
sarilemon, adalah obat yang paling sering dipergunakan, tetapi pemakaiannya pada
pengidapdiabetes harus diawasi. Pilihan lain adalah isosorbin oral dan urea atau manitol
intravena.

D. Miotik, Midriatik, dan Sikloplegik

Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup


akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil penting dalam pengobatan pen
utupan sudut akibat iris bombe karena sinemia posterior.
16
 Apabila penutupan sudutdisebabkan oleh pergeseran lensa ke anterior, sikloplegik (siklopentolat
dan atropin) dapatdigunakan untuk melemaskan otot siliaris sehingga mengencangka apparatus
zonularis dalamusaha untuk menarik lensa ke belakang.

2. 7. 2 Pembedahan
A. Iridektomi dan iridotomi perifer Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk
komunikasi langsung antara kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan di antara
keduanya menghilang. Hal inidapat dicapai dengan laser neonidium: YAG atau aragon
(iridotomi perifer) atau dengan
tindakan bedah iridektomi perifer. Iridotomi laser YAG adalah terapi pencegahan yang
digunakan pada sudut sempit sebelum terjadi serangan penutupan sudut.

B. Trabekuloplasti laser

Penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu goniolensa kejalin antrabekular
dapat memper mudah aliran keluar HA karena efek luka bakar tersebut pada jalin antrabekular
dan kanalis Schlemm serta terjadinya proses-proses selular yang meningkatkan
fungsi jalinan trabekular. Teknik ini dapat diterapkan untuk bermacam-
macam bentuk glaukoma sudut terbuka, dan hasilnya bervariasi bergantung pada penyebab yang
mendasari. Penurunan tekanan biasanya memungkinkan pengurangan terapi medis dan
penundaan tindakan bedah glaukoma.
C. Bedah drainase glaucoma

Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase normal, sehingga
terbentuk akses langsung HA dari kamera anterior ke jaringan subkonjungtiva atau orbita, dapat
dibuat dengan trabekulotomi atau insersi selang drainase. Penyulit utama trabekulotomi adalah
kegagalan bleb akibat fibrosis jaringan episklera. Goniotomi adalah suatu teknik
yang bermanfaat untuk mengobati glaukoma kongenital primer, yang tampaknya terjadi sumbata
ndrainase humor akuos dibagian dalam jalinan trabekular.
17
D. Tindakan siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan untuk mempertimbangkan tindakan
destruksi korpus siliaris dengan laser atau bedah untuk mengontrol tekanan
intraokular.Krioterapi, diatermi, ultrasonografi frekuensi tinggi, dan yang paling mutakhir terapi
laserneodinium : YAG thermal mode, dapat diaplikasikan ke permukaan mata di sebelah
posteriorlimbus untuk menimbulkan kerusakan korpus siliaris dibawahnya

2.8 PROGNOSIS
Tanpa pengobatan, glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total. Apabila proses penyakit
terdeteksi dini sebagian besar penyakit glaukoma dapat ditangani dengan baik (Wijana,1993).
18

BAB III

KESIMPULAN

Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang diketahui penyebab


yangmenimbulkannya. Hal tersebut disebabkan oleh proses patologis intraokular yang
menghambataliran cairan mata.
Glaukoma sekunder dapat disebabkan oleh sindroma depresi pigmentasi,
sindromaeksfoliasi, kelainan lensa seperti dislokasi lensa, intumesensi lensa, terjadinya lisis
lensa,kelainan traktus uvealis, adanya tumor, sindroma iridokornea, karena trauma, karena
neovaskulerdan penggunaan obat-obatan seperti steroid pada mata. Kelainan mata tersebut
dapatmenimbulkan meningkatnya tekanan bola mata.
Penatalaksanaan glaukoma sekunder adalah dengan mengobati dulu penyakit
dasarnya,tergantung tipe glaukoma yang ditimbulkan. Tujuan utama terapi glaukoma adalah
dengan menurunkan tekanan intraokular serta meningkatkan aliran humor aquos (drainase)
dengan efek samping yang minimal dapat menggunakan medikamentosa ataupun intervensi
bedah. Semakin cepat penyakit Glaukoma dideteksi dan diterapi maka prognosis penyakit ini
akan jauh lebih baik. Oleh karena itu pentingnya suatu pengetahuan yang baik oleh masyarakat
dan juga tenaga medis untuk mewaspadai penyakit-penyakit yang kemungikinan dapat
menyebabkan glaucoma sekunder.
19

REFERENSI
1. Riordan, P., Whitcher, J. P. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17. EGC.
Jakarta.2010.2. Lang, G. K.
2. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas 2nd   Edition
3. Thieme. Stuttgart-NewYork. 2006.3. Setiawan, A. Glukoma.Available at:http://fkuii.org.
Accesed on August, 2008.4. Schuman, J. S., Christopoulos, V., Dhaliwal, D. K., Kahook, M. Y.,
et all.
4.Rapid Diagnosesin Ophthalmology Lens and Glaucoma
5.Mosby Elsevier. Philadelphia. 2008.5. Supiandi, S. Cara Pemeriksaan dan Jenis Glaukoma.
FKUI. Jakarta. 1986.6. Sidarta, I. Glaukoma (Tekanan Bola Mata Tinggi) Edisi ke-2. FKUI.
Jakarta. 2001.7. Lee, D. A.
6. Clinical Guide to Comprehensive Ophtalmology
7. Stuggart. NewYork. 1999.8. Boyd, B. F., Luntz, M.
8.  Innovations In The  Glaucomas Etiology, Diagnosis, and Management 
9. Highlights of Ophthalmology International. 2002.9. James, B., Benjamin, L.
10. Ophthalmology Investigation and Examination Techniques
11.Butterworth Heinemann Elsevier. United Kingdom.10. Perhimpunan dokter spesialis mata
Indonesia, 2002, Ilmu Penyakit Mata untuk dokterumum dan mahasiswa kedokteran: edisi ke-2,
Sagung Seto, Jakarta.11.Suhardjo et. Al. 2007.
12.Ilmu Kesehatan Mata, Bagian Ilmu Penyakit Fakultas KedokteranUniversitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.12.Miranti, A., Arjo SM., 2002. Deteksi dini glaukoma, Medisinal, Vol. III, Jakarta
20

Anda mungkin juga menyukai