Anda di halaman 1dari 34

TUGAS FARMAKOTERAPI TERAPAN

GLAUKOMA

OLEH :

KELOMPOK 16

MUHAMAD RAMADHAN SALAM (O1B120021)

NUR HATIDJAH AWALIYAH HALID (O1B120026)

SITTI RAODAH NURUL JANNAH (O1B120035)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG....................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH................................................................................2
1.3 TUJUAN.........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................3
2.1. DEFINISI........................................................................................................3
2.2. EPIDEMIOLOGI............................................................................................4
2.3. PATOFISIOLOGI...........................................................................................5
2.4. ETIOLOGI......................................................................................................7
2.5. KLASIFIKASI................................................................................................9
2.6. GUIDELINE TERAPI..................................................................................13
2.7. EVALUASI TERAPI....................................................................................16
BAB III KASUS GLAUKOMA..................................................................................18
3.1 KASUS 1......................................................................................................18
3.2 KASUS 2......................................................................................................25
BAB IV PENUTUP.....................................................................................................29
4.1 KESIMPULAN.............................................................................................29
4.2 SARAN.........................................................................................................30
Daftar Pustaka..............................................................................................................31

i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Glaukoma merupakan suatu kelainan pada mata yang ditandai oleh

meningkatnya tekanan dalam bola mata (Tekanan Intra Okular = TIO) yang disertai

pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapang pandang. Sebenarnya glaukoma

berasal dari kata yunani glukos yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan

warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.Sedangkan dalam pengertian yang lain

glaukoma adalah suatu penyakit yang tidak berdiri sendiri tetapi disebabkan oleh

sekumpulan kelainan pada mata yang merusak serabut saraf optik (neuropati

optik),serabut saraf ini berfungsi membawa informasi dari lapisan retina yang sensitif

terhadap sinar menuju otak agar dapat diterima sebagai gambar yang dapat kita lihat.

Pada banyak kasus, peningkatan tekanan di dalam bola mata menjadi faktor risiko

terpenting sebagai penyebab glaukoma. Normalnya tekanan di dalam bola mata

diukur dalam millimeter air raksa dan nilainya berkisar antara 10 – 21 mm Hg dan

rata-rata 16 mm Hg, bila tekanan tersebut melampaui batas toleransi ketahanan sel-

sel saraf optik maka sel-sel tersebut akan mati dan berakibat hilangnya sebagian atau

keseluruhan penglihatan.

Setengah dari jumlah penderita glaukoma biasanya tidak mempedulikan gejala

peningkatan tekanan bola mata ini, sehingga mereka datang apabila sudah

mempunyai masalah yang serius dengan penglihatannya. Penyakit yang ditandai

dengan peningkatan tekanan bola mata ini, disebabkan karena bertambahnya produksi

1
cairan mata oleh badan siliar dan berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah

sudut bilik mata atau di celah pupil.

Ditinjau dari sisi epidemiologi penderita glaukoma di seluruh dunia sekitar 4%

dari populasi global, dengan diperkirakan 50% dari sisa kasus glaukoma tidak

terdiagnosis sehingga dapat menyebabkan kebutaan. Penelitian menunjukkan bahwa

pada tahun 2010, sekitar 60 juta orang di seluruh dunia akan hidup dengan glaukoma.

Kerusakan penglihatan yang disebabkan oleh meningkatnya tekanan intraokular

(TIO) ini adalah penyebab kebutaan nomor 2 di Indonesia setelah katarak (Anonim,

2011). Faktor keturunan juga berperan terjadinya kenaikan tekanan intraokular.

Pengeluaran humor aquous dan ukuran diskus optikus dipengaruhi oleh faktor

genetik. Secara umum risiko terjadinya glaukoma pada saudara kandung sekitar 10%.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian penyakit glaukoma?

2. Bagaimana klasifikasi penyakit glaukoma?

3. Bagaimana tatalaksana terapi penyakit glaukoma?

1.3 TUJUAN

1. Untuk mengetahui pengertian penyakit glaukoma.

2. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit glaukoma.

3. Untuk mengetahui tatalaksana terapi penyakit glaukoma.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang

memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata

glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi saraf optikus, dan

menciutnya lapang pandang. Glaukoma adalah suatu penyakit di mana tekanan di

dalam bola mata meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan

menyebabkan penurunan fungsi penglihatan. Meningkatnya tekanan di dalam bola

mata ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara produksi dan pembuangan cairan

dalam bola mata, sehingga merusak jaringan syaraf halus yang ada di retina dan di

belakang bola mata (COS, 2008).

Glaukoma secara umum dibedakan menjadi gloukoma sudut terbuka dan

glaukoma sudut tertutup. Glaukoma sudut tetutup merupakan peningkatan Tekanan

Intra Okuler (TIO) yang disebabkan tertutupnya sudut aliran keluar humor akuos.Jika

sudut tersebut terbuka TIO normal sedangkan saat sudut tersebut tertutup TIO

meningkat (Dipiro et al., 2008).

Glaukoma adalah  suatu kondisi tekanan bola mata tidak normal atau lebih

tinggi dari pada normal yang mengakibatkan kerusakan saraf penglihatan (optik)

secara bertahap dan menyebabkan kebutaan. Glaukoma menjadi penyebab kedua

3
kebutaan di dunia setelah katarak. Penyakit ini menarik secara farmakologi karena

bentuk kronisnya pun masih bisa diobati.

2.2. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi glaukoma meningkat dengan cepat seiring dengan pertumbuhan

populasi penduduk dan pertambahan usia. Pada tahun 2010, jumlah penderita

glaukoma mencapai 60,5 juta individu. Kejadian glaukoma secara global diperkirakan

mencapai angka 76 juta ditahun 2020 dan 111,8 juta di tahun 2040. Sebanyak 2,78%

gangguan penglihatan didunia disebabkan oleh glaukoma. Dalam kasus kebutaan,

glaukoma menjadi penyebab kedua terbesar, setelah katarak, didunia.

Di Indonesia, menurut riskesdas tahun 2007 prevalensi glaukoma sebesar 0,46

%, artinya sebanyak 4 sampai 5 orang dari 1000 penduduk Indonesia menderita

glaukoma. Berdasarkan data aplikasi rumah sakit online (SIRS online), jumlah

kunjungan pada pasien rawat jalan di RS selama tahun 2015-2017 mengalami

peningkatan. Pada tahun 2017, jumlah kasus baru glaukoma pada pasien rawat jalan

di rumah sakit di Indonesia adalah 80.548 kasus. Berdasarkan jenis kelamin,

penderita glaukoma wanita lebih banyak daripada laki-laki. Pada data pasien rawat

jalan dan rawat inap di rumah sakit pada tahun 2017, glaukoma mayoritas diderita

pada pasien kelompok umur 44-64 tahun, lebih dari 64 tahun dan 22-44 tahun.

4
2.3. PATOFISIOLOGI

Mata merupakan organ yang mempunyai berbagai fungsi sistem saraf otonom

(SSO) yang dikontrol oleh beberapa reseptor otonom yang berbeda. Sudut bilik mata

dibentuk oleh tautan antara kornea dan iris perifer, diantara keduanya terdapat

anyaman trabekular (trabekular meshwork, TM). Bilik mata depan merupakan tempat

beberapa jaringan yang dikontrol sistem saraf otonom, meliputi tiga jenis otot: (i) otot

dilator dan konstriktor pupil, (ii) otot siliaris, (iii) epitel sekretori pada badan siliaris.

Kontraksi otot konstriktor pupil dan otot siliaris diperantarai oleh aktivitas saraf

parasimpatik dan kolinomimetik muskarinik. Kontraksi otot konstriktor pupil

menyebabkan miosis atau pengecilan ukuran pupil (lawan miosis adalah midriasis,

yaitu kontraksi otot dilator pupil yang dipersarafi oleh adrenoseptor alfa). Kontraksi

otot siliaris menyebabkan akomodasi fokus untuk melihat benda dekat. Kontraksi otot

siliaris juga menyebabkan tegangan pada anyaman trabekular, membuka porinya dan

memfasilitasi pengaliran keluar cairan intraokular (humor akuos) ke dalam kanal

sklem (kanal Schlemm). Peningkatan aliran keluar humor akuos akan mengurangi

tekanan bola mata. Epitel pada badan siliaris dipersarafi oleh adrenoseptor beta.

Blokade reseptor ini mengurangi aktivitas sekresi dan mengurangi tekanan bola mata.

Mata dibasahi oleh suatu humor akuos yang diatur oleh suatu sistem irigasi

untuk menjaga fungsi normalnya. Humor akuos diproduksi oleh epitel badan siliaris

(kelenjar di belakang iris), masuk ke bilik belakang melewati bagian antara iris dan

lensa, kemudian ke bilik depan melalui pupil, dan dikeluarkan melalui dua jalur yang

5
berbeda: (1) mengalir keluar melalui jalur TM menuju kanal sklem dan berlanjut ke

sistem vena kolektor (merupakan jalur utama), (2) mengalir keluar melalui jalur

uveoskleral (jalur unkonvensional).

Glaukoma berkaitan dengan gangguan pada tekanan intraokular (TIO). Tekanan

ini berkaitan dengan aliran humor akuos. Gangguan pada aliran dapat disebabkan

oleh produksi cairan mata yang berlebih dan adanya sumbatan pada tempat keluarnya

cairan mata, yaitu anyaman trabekula (TM). Peningkatan TIO jika tidak diobati akan

merusak retina dan saraf penglihatan (optik), dengan penyempitan lapang pandang

dan akhirnya adalah kebutaan.

Pengukuran tekanan intra okular atau tonometri merupakan pemeriksaan yang

paling sering dilakukan guna mendeteksi tekanan bola mata. Rentang tekanan

intraokular normal adalah 10-21 mmHg. Istilah hipertensi okular merujuk pada

kondisi tekanan okular lebih dari 21 mmHg namun tanpa kerusakan saraf optik. Efek

peningkatan tekanan intraokular di dalam mata ditemukan pada semua bentuk

glaukoma, yang manifestasinya dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besar

peningkatan tekanan intraokuler.

Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel

ganglion difusi, yang menyebabkan penipisan serat saraf dan inti bagian dalam retina

dan berkurangnya akson di saraf optikus. Diskus optikus menjadi atrofik, disertai

pembesaran cekungan optikus. Iris dan korpus siliaris juga menjadi atrofik, dan

prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin.

6
Pada beberapa penelitian menunjukkan tekanan intraokular yang meningkat di

atas 21 mmHg, menunjukkan peningkatan persentase defek lapangan pandang, dan

kebanyakan ditemukan pada pasien dengan tekanan intraokuler berkisar 26-30

mmHg. Penderita dengan tekanan intraokuler diatas 28 mmHg 15 kali beresiko

menderita defek lapangan pandang daripada penderita dengan tekanan intraokular

berkisar 22 mmHg. Pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan intraokular mencapai

60-80 mmHg, sehingga terjadi kerusakan iskhemik pada iris yang disertai edema

kornea.

Terdapat dua bentuk utama glaukoma primer yang dikenal yaitu sudut terbuka

(open angle Glaukoma) dan sudut tertutup (closed angle Glaukoma). Glaukoma sudut

tertutup merupakan kondisi akut dan bisa diatasi dengan operasi pengangkatan

sebagian iris (iridektomi) sebagai koreksi permanen. Glaukoma sudut terbuka

merupakan kondisi kronis yang tidak dapat ditangani dengan koreksi bedah

konvensional dan memerlukan pengobatan.

2.4. ETIOLOGI

Glaukoma dapat terjadi akibat ketidakseimbangan produksi dan eksreksi

aqueous humor. Beberapa faktor risiko dapat memicu terjadinya glaukoma. Faktor

risiko yang kuat untuk memicu terjadinya glaukoma adalah riwayat peningkatan

tekanan intraokular dan riwayat keluarga yang pernah menderita glaukoma. Faktor

risiko yang mungkin untuk memicu terjadinya suatu glaukoma adalah penyakit

7
sistemik kardiovaskular, diabetes melitus, migrain, hipertensi sistemik dan

vasospasme (Schmid, 2018).

Beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan glaukoma :

1) Okular hipertensi atau tekanan yang meningkat di dalam mata (di atas 21

mmHg)

2) Usia lanjut, dimana biasanya memiliki ketebalan kornea yang tipis. Umumnya

orang tua memiliki tekanan intraokuler yang lebih tinggi Hal ini berkaitan

dengan tekanan darah meninggi, frekuensi nadi, dan obesitas

3) Keturunan dan ras. Keterkaitan antara ras tertentu dengan TIO telah diperkuat

dengan adanya laporan yang menyatakan bahwa orang kulit hitam mempunyai

TIO lebih tinggi dibandingkan kulit putih.

4) Jenis kelamin. Wanita dilaporkan sebagai faktor risiko independen dari

glaukoma sudut tertutup oleh beberapa penelitian. Hal tersebut dikarenakan

perbedaan biometri antara wanita dan pria. Wanita memiliki mata yang lebih

pendek dan kamera okuli anterior dangkal dibanding pria

5) Faktor genetik, adanya mutasi gen. TIO pada populasi umum ada kaitannya

dengan keturunan, keadaan ini dibuktikan dengan terdapatnya kecenderungan

TIO yang lebih tinggi pada sejumlah keluarga penderita glaucoma

6) Olahraga. Pada olahraga berat dan ekstrim yang menyebabkan mengejan

seperti angkat beban dapat meningkatkan TIO.

8
7) Penggunaan obat. Pilokarpin dan obat kolinergik meningkatkan aliran aqueous

humor. Epinefrin/dipivefrin/agonis β-adrenergik meningkatkan aliran aqueous

humor. Beta blockers, carbonic anhydrase inhibitors dan α-agonist menurunkan

produksi aqueous humor. Prostaglandin meningkatkan aliran keluar aqueous

humor.

Faktor lainnya seperti : hipertensi, penggunaan jangka panjang steroid, kondisi

yang membatasi aliran darah ke mata (misal : retinopati diabetes dan neovascular

glaukoma), okular trauma, dan uveitis

2.5. KLASIFIKASI

Berdasarkan gangguan aliran humor akuos, glaukoma diklasifikasikan menjadi

glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup. Sedangkan berdasarkan adanya

keadaan lain yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okuler (TIO),

glaukoma dibedakan menjadi glaukoma primer dan sekunder.

2.5.1. Glaukoma Primer Sudut Terbuka

Glaukoma dengan etiologi tidak pasti, dimana tidak di dapatkan

kelainan yang merupakan penyebab Glaukoma. Glaukoma sudut terbuka primer

terdapat kecenderungan familial yang kuat. Gambaran patologi utama berupa

proses degeneratif trabekular meshwork sehingga dapat mengakibatkan

penurunan drainase humor aquos yang menyebabkan peningkatan takanan

intraokuler. Pada 99% penderita glaukoma primer sudut terbuka terdapat

hambatan pengeluaran humor aquos pada sistem trabekulum dan kanalis

9
schlemm (Salmon, 2009). Glaukoma ini di dapatkan pada orang yang telah

memiliki bakat bawaan Glaukoma, seperti :

- Bakat dapat berupa gangguan fasilitas pengeluaran cairan mata atau

susunan anatomis bilik mata yang menyempit.

- Mungkin disebabkan kelainan pertumbuhan pada sudut bilik mata depan

(goniodisgenesis), beruoa trubekulodisgebesis, iridodisgenesis dan

korneodisgenesis dan yang paling sering berupa trabekulodisgenesis dan

goniodisgenesis.

Glaukoma sudut terbuka primer terdapat kecenderungan familial yang

kuat. Gambaran patologi utama berupa proses degeneratif trabekular meshwork

sehingga dapat mengakibatkan penurunan drainase humor aquos yang

menyebabkan peningkatan takanan intraokuler. Pada 99% penderita glaukoma

primer sudut terbuka terdapat hambatan pengeluaran humor aquos pada sistem

trabekulum dan kanalis schlemm.

Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka primer adalah

adanya proses degeneratif anyaman trabekular, termasuk pengendapan materi

ekstrasel di dalam anyaman dan di bawah lapisan endotel kanal Schlemm. Hal

ini berbeda dari proses penuaan normal. Akibatnya ialah penurunan drainase

aqueous humor yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular.

Glaukoma sudut terbuka primer dapat terjadi dengan atau tanpa

peningkatan tekanan intraokular (TIO). Glaukoma normal tension mengacu

10
pada glaukoma sudut terbuka primer tanpa tekanan intraokular tinggi

(Sciscione, 2018).

Gambar 2.1. Glaukoma sudut tebuka (Bowling, 2016)

2.5.2. Glaukoma sudut tertutup

Glaukoma sudut tertutup primer terjadi pada mata dengan predisposisi

anatomis tanpa disertai kelainan lain. Peningkatan tekanan intraocular terjadi

karena sumbatan aliran keluar aqueous akibat adanya oklusi anyaman

trabekular oleh iris perifer. Keadaan ini dapat bermanifestasi sebagai suatu

kedaruratan oftalmologik atau dapat tetap asimptomatik sampai timbul

penurunan penglihatan.

11
Gambar 2.2. Glaukoma sudut tertutup (Bowling, 2016)

Glaukoma Sudut Tertutup Akut

Setelah aqueous diproduksi di badan silia di ruang posterior, ia berjalan

melalui pupil dan keluar dari bilik anterior melalui meshwork trabecular yang

terletak di antara iris dan kornea. Blok pupil terjadi ketika iris bersentuhan

dengan lensa dan menghalangi aliran air melalui pupil. Peningkatan tekanan

ruang posterior menggeser iris anterior terhadap trabecular meshwork dan

menghentikan aliran air keluar.

Glaukoma sudut tertutup akut terjadi bila terbentuk iris bombe yang

menyebabkan oklusi sudut bilik mata depan oleh iris perifer sehingga terjadi

penutupan pengaliran keluar aqueous humor yang tiba-tiba sehingga terjadi

peningkatan tekanan intraokular yang mendadak dan mencolok. Hal ini

menyebabkan munculnya kekaburan penglihatan mendadak yang disertai

dengan nyeri hebat, muntah, mual disertai halo (ada gambar pelangi di sekitar

cahaya). Temuan-temuan lainnya adalah bilik mata depan dangkal, kornea

12
berkabut, pupil berdilatasi dan injeksi siliar,biasanya terjadi spontan di malam

hari saat pencahayaan kurang.

Glaukoma sudut tertutup subakut

Glaukoma sudut tertutup subakut hampir sama dengan tipe akut kecuali

bahwa episode peningkatan tekanan intraokularnya berlangsung singkat dan

mengalami kekambuhan.

Glaukoma sudut tertutup kronik

Glaukoma sudut tertutup kronis tidak pernah mengalami episode

peningkatan tekanan intraokular akut tetapi mengalami sinekia anterior perifer

yang semakin meluas disertai dengan peningkatan tekanan intraokular secara

bertahap. Pada pemeriksaan dijumpai peningkatan tekanan intraokular, sudut

bilik mata depan yang sempit disertai sinekia anterior perifer dalam berbagai

tingkat serta kelainan diskus optikus dan lapangan pandang.

2.6. GUIDELINE TERAPI

2.6.1. Terapi Glaukoma Sudut Terbuka

Tujuan pengobatan adalah untuk mempertahankan fungsi visual dengan

mengurangi TIO pada tingkat di mana tidak terjadi kerusakan saraf optik lebih

lanjut. Penggunaan antihipertensi untuk okular jika pasien memiliki faktor

risiko yang signifikan seperti TIO lebih besar dari 25 mmHg (3,3 kPa), rasio

13
cup vertikal: cakram lebih besar dari 0,5 atau ketebalan kornea sentral kurang

dari 555 µm. Faktor risiko tambahan yang harus dipertimbangkan termasuk

riwayat keluarga glaukoma, ras kulit hitam, miopia parah, dan hanya memiliki

satu mata. Tujuan terapi adalah untuk menurunkan TIO sebesar 20% sampai

30% dari nilai awal untuk menurunkan risiko kerusakan saraf optik. Penurunan

target TIO awal 30% diinginkan pada pasien dengan glaukoma sudut terbuka.

Terapi dimulai secara bertahap, dimulai dengan konsentrasi yang lebih rendah

menggunakan sediaan topikal yang dapat ditoleransi dengan baik. Secara

historis, β-blocker (misalnya, timolol) adalah pengobatan pilihan jika tidak ada

kontraindikasi.

Analog prostaglandin seperti latanoprost, bimatoprost, dan travoprost

memberikan dosis sekali sehari, pengurangan TIO yang lebih baik, toleransi

yang baik, dan ketersediaan obat generik dengan biaya lebih rendah.

Brimonidine dan CAI topikal juga dapat digunakan untuk terapi lini pertama.

Pilocarpine dan dipivefrin merupakan prodrug dari epinefrin, digunakan

sebagai terapi lini ketiga karena efek samping atau penurunan efektivitas obat-

obat baru. Karbachol merupakan inhibitor kolinesterase topikal, dan CAI oral

(misalnya, acetazolamide) digunakan sebagai pilihan terakhir setelah kegagalan

pilihan yang kurang toksik. Waktu optimal untuk trabeculoplasty laser atau

trabeculectomy bedah masih kontroversial, mulai dari terapi awal hingga

setelah kegagalan terapi obat lini ketiga atau keempat. Agen antiproliferatif

14
seperti fluorourasil dan mitomisin C digunakan untuk memodifikasi proses

penyembuhan dan mempertahankan patensi.

Gambar 2.3. Algoritma pengobatan glaukoma

2.6.2. Terapi Glaukoma Sudut Tertutup

15
Angiografi koroner akut dengan TIO tinggi membutuhkan penurunan

TIO yang cepat. Iridektomi adalah perawatan definitif yang menghasilkan suatu

lubang di iris yang memungkinkan aliran humor aqueous bergerak langsung

dari posterior ke ruang anterior. Terapi obat untuk serangan akut terdiri dari

osmotik dan inhibitor sekretori (misalnya, penyekat β, α2 -agonis, latanoprost,

atau CAI), dengan atau tanpa pilocarpine.

Pengobatan osmotik digunakan untuk menurunkan TIO dengan cepat.

Contohnya termasuk gliserin, 1 sampai 2 g/kg secara oral, dan manitol, 1

sampai 2 g/kg IV. Penggunaan pilocarpine masih kontroversial sebagai terapi

awal. Setelah TIO terkontrol, pilocarpine harus diberikan setiap 6 jam sampai

iridektomi dilakukan. Kortikosteroid topikal dapat digunakan untuk

mengurangi peradangan mata dan sinekia.

2.7. EVALUASI TERAPI

Keberhasilan terapi membutuhkan identifikasi rejimen yang efektif dan dapat

ditoleransi dengan baik, memantau terapi dan kepatuhan pasien secara ketat. Jika

memungkinkan, terapi glaukoma sudut terbuka harus dimulai sebagai agen tunggal di

satu mata untuk memfasilitasi evaluasi kemanjuran dan toleransi obat. Penggunaan

banyak obat atau kombinasi obat mungkin perlu dikaji sebelum rejimen yang optimal

diidentifikasi. Pemantauan terapi untuk glaukoma sudut terbuka harus bersifat

individual. Respon TIO dikaji setiap 4 hingga 6 minggu pada awalnya, setiap 3

hingga 4 bulan setelah TIO diterima, dan lebih sering jika terapi diubah. Bidang

16
visual dan perubahan cakram dipantau setiap tahun, kecuali glaukoma tidak stabil

atau memburuk. Pantau pasien jika kehilangan kontrol TIO (takifilaksis), terutama

dengan penyekat β atau apraclonidine. Pengobatan dapat dihentikan sementara untuk

memantau manfaat terapi.

17
BAB III
KASUS GLAUKOMA
3.1 KASUS 1

Pasien laki-laki, 66 tahun datang dengan keluhan penurunan penglihatan secara

tiba-tiba pada mata kiri sejak 1 minggu Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS).

Pasien megeluhkan bahwa pada saat melihat jauh hanya dapat melihat seperti

bayangan. Selain itu pasien mengeluh mata kiri merah dan nyeri. Nyeri dirasakan

terus menerus dan menghilang setelah tidur sebentar. Pasien juga mengeluh sakit

kepala terus-menerus dan disertai mual muntah. Riwayat trauma dan penggunaan

obat-obatan tetes mata yang lama sebelumnya disangkal. Riwayat menggunakan kaca

mata, hipertensi, diabetes mellitus, trauma pada kedua bola tidak ada.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,

kesadaran komposmentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, RR 16

x/menit, suhu 36,5 oC. Pada status generalis didapatkan sistem kardiovaskular, sistem

respirasi, kulit dan ekstremitas dalam batas normal. Pada pemeriksaan oftalmologi

oculi sinistra VOS 3/60, terdapat injeksi konjungtiva pada konjungtiva bulbi, kornea

udem, camera oculi anterior kedalaman dangkal, gambaran iris baik, pupil midilatasi,

tensio oculi Tono dig N+2. Pada oculi dextra VOD 6/60, palpebra dan konjungtiva

tenang, kornea jernih, camera oculi anterior dalam, gambaran iris baik, pupil miosis

dengan reflek, lensa jernih, tensio oculi Tono dig N.

18
3.1.1. Identifikasi Problem Medik

Berdasarkan kasus tersebut, diperoleh data subjektif pasien yaitu keluhan

penurunan penglihatan secara tiba-tiba pada mata kiri sejak 1 minggu sebelum

masuk rumah sakit (SMRS). Mata kiri merah dan nyeri. Nyeri dirasakan terus

menerus dan hilang setelah tidur sebentar. Pasien juga mengeluhkan sakit

kepala terus-menerus dan disertai mual muntah. Tidak ada riwayat trauma

ataupun penggunaan obat-obatan tetes mata sebelumnya. Riwayat penyakit

yaitu menggunakan kacamata, hipertensi, dan diabetes mellitus. Data objektif

dirangkum pada Tabel 3.1. Keadaan umum tampak sakit sedang dan

kesadaran komposmentis.

Tabel 3.1. Hasil pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan Hasil Keterangan


Tekanan darah 120/80 mmHg Normal
Nadi 80x/menit Normal
Respiration rate 16x/menit Normal
Suhu tubuh 36,5oC Normal

Pada pemeriksaan oftalmologi oculi sinistra VOS 3/60, terdapat

Injeksi konjungtiva pada konjungtiva bulbi, kornea udem, camera oculi

anterior kedalaman dangkal, gambaran iris baik, pupil midilatasi, tensio oculi

Tono dig N+2. Pada oculi dextra VOD 6/60, palpebra dan konjungtiva tenang,

kornea jernih, camera oculi anterior dalam, gambaran iris baik, pupil miosis

dengan reflek, lensa jernih, tensio oculi Tono dig N.

19
3.1.2. Rekomendasi Tatalaksana Terapi

Prinsip tatalaksana pada glaukoma akut sudut tertutup adalah menurunkan

TIO segera, membuka sudut tertutup, memberi suportif, mencegah sudut

tertutup berulang dan mencegah sudut tertutup pada mata lainnya.

1. Terapi non-farmakologi

Tindakan operatif seperti iridektomi dan iridotomi perfier.

Iridektomi dan iridotomy perifer adalah teknik bedah dimana membentuk

komunikasi langsung antara kamera anterior dan posterior sehingga beda

tekanan diantara keduanya menghilang.

Apabila iridektomi dan iridotomi perifer tidak berhasil dapat

dilanjutkan dengan bedah drainase glaukoma melalui teknik

trabekulektomi. Trabekulektomi merupakan tindakan bedah untuk

membuat jalan pintas dari mekanisme drainase normal, sehingga

terbentuk akses langsung humor aquous dari kamera anterior ke jaringan

subkonjungtiva atau orbita dapat dibuat dengan trabekulotomi atau insersi

selang drainase.

2. Terapi farmakologi

Pasien diberikan terapi Timolol maleate 0,5 % ED 2x1 tetes

ODS/hari, Cxytrol 3x1 tetes OS/hari, Carpin 1% 2x1 tetes OS/hari,

Asetazolamide 3x250 mg, KSR 2x1 tablet. Timolol maleate 0,5 % yang

merupakan golongan beta bloker yang berfungsi untuk menurunkan

20
produksi akuos humor. Pemberian cyxtrol yang berisikan kortikosteroid

topikal dengan antibiotik digunakan untuk mengurangi inflamasi dan

kerusakan saraf optik. Pemberian carpin 1% 2x1 tetes OS/hari merupakan

obat golongan miotika yang berkerja untuk mengkontriksikan pupil.

Penggunaan obat ini akan menyebabkan iris tertarik dan menjauh dari

trabekula sehingga sudut terbuka. Pada pasien diberikan asetazolamide

yang merupakan golongan carbonik anhidrase inhibitor yang berfungsi

menekan produksi akuos yaitu Asetazolamide 3x250 mg. Pemberian KSR

digunakan untuk mencegah hipokalemia yang merupakan efek samping

pemberian asetazolamide.

3.1.3. Evidance Based Medicine (EBM)

1. Timolol maleat

Timolol, antagonis β1- dan β2-adrenergik nonselektif, adalah salah satu

obat glaukoma yang paling sering diresepkan. Konsentrasi atau dosis

yang melebihi satu tetes timolol 0,5% dua kali sehari (BID) tidak

menghasilkan penurunan TIO yang signifikan lebih lanjut. Terapi

biasanya dimulai dengan larutan 0,25% yang diberikan sebagai satu tetes

dua kali sehari. Pemberian timolol secara monokuler telah menghasilkan

penurunan TIO bilateral yang sama dan dapat mengurangi biaya terapi

dan efek samping untuk beberapa pasien.

2. Cendo xitrol

21
Cendo xitrol mengandung deksametason 0,1%, neomisin sulfat 3,5 mg

dan polimiksin-B sulfat 6000 Ul/g. Obat ini diindikasikan untuk infeksi

bakteri, blefaritis tidak bernanah, konjungtivitas tidak bernanah, skleritis,

tukak kornea dan keratitis. Kortikosteroid topikal dapat digunakan untuk

mengurangi peradangan mata dan sinekia.

3. Carpin

Pilocarpine adalah kolinergik kerja langsung (parasimpatomimetik) yang

menyebabkan kontraksi serabut otot siliaris yang menempel pada

trabecular meshwork dan scleral spur yang membuka trabekuler untuk

meningkatkan aliran humor aqueous. Pilocarpine menyebabkan miosis

dengan kontraksi otot sfingter iris, tetapi miosis tidak terkait dengan

penurunan TIO. Terapi biasanya dimulai dengan menggunakan

konsentrasi yang lebih rendah (1%), satu tetes empat kali sehari (QID).

4. Asetazolamide

Asetazolamide merupakan obat golongan inhibitor karbonik anhydrase

(CAI) yang bekerja menurunkan kecepatan pembentukan aquous humor

sehingga menurunkan tekanan intraokular, diindikasikan untuk

pengobatan prabedah glaukoma sudut tertutup. Dosis yang dapat

diberikan adalah 125-250 mg 2-4 kali sehari. Untuk injeksi dapat

diberikan 250-500 mg.

22
5. KSR

KSR tablet merupakan obat mengandung kalium klorida yang digunakan

untuk pasien hipokalemia atau yang jumlah kaliumnya rendah dalam

darah. Dosisnya yaitu 1-2 tablet sebanyak 2-3 kali sehari. Efek samping

berupa mual, muntah sakit perut dan diare.

3.1.4. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

Efek samping kolinergik sistemik dari pilocarpine seperti mual, muntah, diare,

kram, frekuensi kencing, bronkospasme, dan penyumbatan jantung jarang terjadi

tetapi dapat terlihat pada pasien yang menggunakan produk dengan konsentrasi

pilocarpine tinggi (6% hingga 8%), atau pada pasien yang menggunakan produk

tersebut secara berlebihan dalam pengobatan glaukoma akut sudut tertutup. Efek

samping lain yang terkait dengan miotik yang bekerja langsung termasuk robekan

atau pelepasan retina, reaksi alergi, miosis permanen, katarak, pengendapan CAG,

dan, jarang, kista miotik pada margin pupil.

Intoleransi terhadap hasil terapi CAI paling umum termasuk malaise,

kelelahan, anoreksia, mual, penurunan berat badan, perubahan rasa, depresi, dan

penurunan libido. Efek samping lainnya termasuk batu ginjal, peningkatan asam urat,

diskrasia darah, diuresis, dan miopia. CAI harus digunakan dengan hati-hati pada

pasien yang alergi sulfa karena semua CAI, topikal ataupun sistemik, mengandung

gugus sulfonamida, penyakit sel sabit, asidosis pernapasan, gangguan paru, batu

ginjal, ketidakseimbangan elektrolit, penyakit hati, penyakit ginjal, diabetes melitus,

23
atau Penyakit Addison. Penggunaan CAI dan diuretik secara bersamaan dapat

menyebabkan hipokalemia dengan cepat. Terapi salisilat dosis tinggi dapat

meningkatkan asidosis yang dihasilkan oleh CAI, sedangkan asidosis yang dihasilkan

oleh CAI dapat meningkatkan toksisitas salisilat.

Timolol maleat memiliki efek samping berupa sakit kepala, pusing, mual dan

iritasi mata. Informasi ini perlu untuk diketahui oleh pasien. Jika terjadi penglihatan

ganda ataupun sulit bernapas maka perlu untuk memeriksakannya kembali kepada

dokter yang meresepkan obat tersebut.

Penggunaan KSR sebagai terapi tambahan karena pasien memiliki kadar

kalium dalam darah yang rendah, perlu diperhatikan fungsi ginjal pasien dan apakah

pasien memiliki riwayat gagal jantung kongestif. Obat ini juga dikontraindikasikan

pada pasien dengan penyumbatan pada saluran pencernaan maupun pasien gagal

ginjal. KSR dapat berinteraksi dengan inhibitor ACE, siklosporin, spironolakton,

triamtelen dan amiloride.

Pertimbangan edukasi yang paling penting untuk pasien adalah kepatuhan

menjalani terapi. Ketidakpatuhan terjadi pada 25% sampai 60% pasien glaukoma.

Sebagian besar pasien gagal menggunakan obat oftalmik topikal dengan benar. Pasien

harus diajari prosedur berikut :

1. Mencuci tangan dan mengeringkannya. Untuk sediaan suspensi, botol

dikocok terlebih dahulu.

2. Dengan telunjuk, tarik ke bawah bagian luar dari kelopak mata bawah

untuk membentuk “kantung” untuk meneteskan sediaan.

24
3. Pegang botol penetes di antara ibu jari dan jari dengan tangan didekatkan

di pipi atau hidung dan kepala diangkat ke atas.

4. Tempatkan pipet di atas mata sambil melihat ke ujung botol; lalu lihat ke

atas dan teteskan satu tetes ke mata.

5. Kantung mata harus ditutup selama 1 sampai 3 menit setelah ditetesi obat

untuk meningkatkan ketersediaan obat pada mata.

6. Tutup botol dan simpan sesuai petunjuk.

3.1.5. Monitoring

Pengamatan pada pasien ini dilakukan untuk melihat keberhasilan

terapi selama 2-3 hari. Apabila tidak terjadi penurunan TIO maka

direncanakan untuk dilakukan tindakan operatif seperti iridektomi dan

iridotomi perifer.

3.2 KASUS 2

Seorang laki-laki berusia 46 tahun datang ke poliklinik mata RUmah Sakit

dengan keluhan pandangan kabur pada mata kanan yang dirasakan sejak 2 bulan ini.

Awalnya pasien mengeluhkan adanya pandangan seperti pelangi dan terasa silau

selama ± 1 bulan, kemudian pandangan terasa semakin kabur dan terasa seperti

adanya bayangan yang menutupi mata yang semakin memberat terutama pada mata

kanan. Pasien juga mengeluhkan adanya terlihat adanya benda hitam di sekitar

penglihatan matanya, serta nyeri kepala seperti berdenyut yang dirasakan sesekali.

Keluhan mata gatal, mata berair dan penglihatan ganda disangkal.

25
Pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dan status generalis dalam batas

normal. Pemeriksaan oftalmologis didapatkan visus dasar OD : 6/60 dan OS : 6/9.

Tekanan intraokular mata diukur dengan tonometer Shiotz 21,7 mmHg pada mata

kanan dan 17,3 mmHg pada mata kiri. Pemeriksaan segmen posterior mata kanan

didapatkan CD rasio 0,6 dengan minimal disc cupping dan CD rasio 0,5 pada mata

kiri. Pemeriksaan perimetri juga dilakukan pada pasien ini dan dijumpai hasil yaitu

terdapat nasal step dan enlargement blind spot pada mata kanan sedangkan pada mata

kiri dijumpai enlargement blind spot.

3.2.1. Identifikasi Problem Medik

Berdasarkan kasus tersebut, data subjektif yang diperoleh yaitu pasien

yang seorang laki-laki (46 tahun) mengeluhkan pandangan kabur pada mata

kanan sejak 2 bulan ini, terlihat seperti benda hitam di sekitar penglihatan

matanya, serta nyeri kepala yang berdenyut sesekali. Tidak ada keluhan mata

gatal, mata berair atau penglihatan ganda. Pasien tidak sedang mengkonsumsi

obat-obatan apapun. Tidak ada riwayat penyakit ataupun riwayat keluarga

yang mengalami keluhan serupa. Data objektif dirangkum pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Hasil pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan Hasil Range Normal Keterangan


TIO mata kanan 21,7 mmHg Tidak normal
10-20 mmHg
TIO mata kiri 17,3 mmHg Normal

26
Berdasarkan identifikasi problem medik, pasien didiagnosis glaukoma

sudut terbuka primer OD. Pasien diberikan terapi obat antiglaukoma untuk

mata kanan yaitu timolol 0,5% 1 tetes dua kali sehari. Tujuan terapi pasien

yaitu untuk menurunkan TIO.

3.2.2. Rekomendasi Tatalaksana Terapi

Rekomendasi terapi pasien sebagai berikut.

1. Terapi non-farmakologi

Terapi dengan obat-obatan kadang tidak dapat menurunkan TIO

sehingga tindakan operasi seperti laser trabekuloplasti atau operasi

trabekulaktomi perlu dilakukan. Tindakan operatif untuk menurunkan

TIO meliputi pembuatan kanal agar akuos humor dapat mengalir dari

anterior ke subkonjungktiva.

2. Terapi farmakologi

Timolol merupakan obat golongan beta adrenergik yang diberikan

untuk terapi glaukoma baik glaukoma sudut terbuka maupun sudut

tertutup. Dosis yang dapat diberikan yaitu timolol 0,5% 1 tetes 2 kali

sehari.

3.2.3. Evidance Based Medicine (EBM)

Timolol maleat merupakan obat golongan antagonis beta adrenergik (β

blocker) yang menjadi pilihan terapetik utama untuk sebagian besar jenis

glaukoma. Merupakan penyekat beta non selektif yang memiliki efek

menurunkan TIO dengan cara menurunkan produksi akuos dengan memblok

27
reseptor beta-2 dalam prosesus siliaris. Timolol dapat bekerja secara langsung

pada epitel siliaris untuk memblok transport aktif atau ultrafiltrasi. Dosis

penggunaan timolol larutan 0,5 % dua kali sehari dengan waktu kerja lebih

dari 7 jam. Dosis lazim menurut literatur yaitu larutan 0,25% dan 0,5%

dengan pemberian 1 tetes setiap 1 – 2 kali sehari untuk setiap hari (Dipiro

dkk., 2008).

3.2.4. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

Edukasi pada pasien juga sangat perlu disampaikan untuk menurunkan

insidensi kecacatan yang lebih parah pada pasien dengan menyampaikan

bahwa pentingnya kedisiplinan pasien untuk terus menggunakan obat-obatan

yang dapat menurunkan tekanan intraokular tersebut.

Pasien perlu diberikan informasi untuk melakukan pemeriksaan sejak

dini karena riwayat keluarga juga menjadi faktor resiko glaukoma. Faktor

resiko lainnya yaitu pasien dengan diabetes, pemakaian steroid topikal jangka

lama dan myopia harus diperiksa secara regular setelah usia lebih dari 40

tahun untuk mencegah dan menangani glaukoma.

3.2.5. Monitoring

Prinsip terapi glaukoma adalah menjaga fungsi visual pasien dengan

menurunkan TIO dan re-evaluasi target tekanan intraokular. Pemeriksaan TIO

diperlukan dalam menetapkan target TIO yang diinginkan dan berapa

kombinasi obat yang digunakan. Target TIO adalah 10-21 mmHg. Monitoring

terapi dalam 4 – 6 minggu. Kemudian setelah target TIO tercapai,

28
dimonitoring selama 3-4 bulan. Follow up kepatuhan pasien juga tetap harus

dilakukan. Monitoring perubahan pada disc keuda mata pasien juga penting.

29
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN

1. Glaukoma adalah suatu penyakit di mana tekanan di dalam bola mata

meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan

penurunan fungsi penglihatan. Meningkatnya tekanan di dalam bola mata ini

disebabkan oleh ketidakseimbangan antara produksi dan pembuangan cairan

dalam bola mata, sehingga merusak jaringan syaraf halus yang ada di retina

dan di belakang bola mata.

2. Klasifikasi glaukoma meliputi glaukoma sudut tertutup dan glaukoma sudut

terbuka. Glaukoma sudut tertutup terjadi pada mata dengan predisposisi

anatomis tanpa disertai kelainan lain. Peningkatan tekanan intraocular terjadi

karena sumbatan aliran keluar aqueous akibat adanya oklusi anyaman

trabekular oleh iris perifer. Keadaan ini dapat bermanifestasi sebagai suatu

kedaruratan oftalmologik atau dapat tetap asimptomatik sampai timbul

penurunan penglihatan. Pada glaukoma sudut terbuka terjadi adanya proses

degeneratif anyaman trabekular, termasuk pengendapan materi ekstrasel di

dalam anyaman dan di bawah lapisan endotel kanal Schlemm. Hal ini

berbeda dari proses penuaan normal. Akibatnya ialah penurunan drainase

aqueous humor yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular.

30
3. Tatalaksana terapi glaukoma meliputi pemberian penghambat beta sebagai

terapi lini pertama, analog prostaglandin, agonis kolinergik, dan penghambat

karbonik anhydrase, serta kortikosteroid jika perlu.

4.2 SARAN

Pendekatan klinis yang cermat berperan besar dalam penegakan diagnosis dan

pemilihan terapi yang efektif. Penatalaksanaan glaukoma akut primer sudut tertutup

memerlukan pemberian terapi awal dengan perujukan tepat dan segera agar

komplikasi kebutaan dapat dicegah.

31
Daftar Pustaka
Bowling B. 2016. Glaucoma. In : Kanski’s Clinical Ophthalmologi Eighth Edition.
Elsevier.

Dipiro, J.T., R.L. Talbert, G.C. Yee, G.R. Matzke, B.G. Wells dan L.M. Posey, 2008,
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 7th Edition, Mc Graw Hill
Medical.

Ilyas S, Yuliant SR. 2014. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

James B, Chew C, Bron A. 2006. Anatomi dalam Oftalmologi. Edisi IX.Erlangga.


Jakarta.

Salmon, JF. 2009. Glaukoma. In : Riordan-Eva P & Witcher JP Vaughan & Asbury’s
General Ophtalmology, 17th Edition. New York: McGraw-Hill Companies.
Diterjemahkan: Diana Susanto. Oftalmologi Umum Vaughan &Asbury, Ed. 17.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 14.

Sari, Y.P., 2018, Penatalaksanaan Glaukoma Akut Primer Sudut Terbuka, Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala, Vol. 18, No. 3.

Schmid K. 2018. Primary Open-Angle Glaukoma POAG. Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/1206147-overview

Sciscione A. 2018.Glaucoma, Open Angle. In : Ferri FF. Ferri’s Clinical Advisor.


Elsevier.

Syuhar, N.M., 2016, Seorang Pria 66 Tahun dengan Glaukoma Akut Primer Sudut
Tertutup, J Medula Unila, Vol. 4, No. 3.

Tobing, L. M., 2014, Acute Glaucoma on Right Eye, J Agromed Unila, Vol. 1, No. 2.

Wells, B.G., J.T. Dipiro, T.L. Schwinghammer, dan C.V. Dipiro, 2015,
Pharmacotherapy Handbook, 9th Edition, Mc Graw Hill Education Medical.

32

Anda mungkin juga menyukai