Anda di halaman 1dari 16

Tugas : Keperawatan Medikal Bedah

KERATITIS

KELOMPOK 3 :
1. KHOIRUL ANAM (C051171706)
2. ARMAN (C051171711)
3. HIKMAH (C051171717)
4. ANDI FATMAWATI (C051171708)
5. FATMA SYAM (C051171714)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

KERATITIS

1. Pengertian
Keratitis adalah inflamasi pada kornea oleh bakteri, virus, herpes simplek,
alergi, kekurangan vit. A . Keratitis adalah peradangan pada kornea, keratitis
disebabkan oleh mikrobial dan pemajanan. Keratitis Mikrobial adalah infeksi
pada kornea yang disebabkan oleh berbagai organisme bakteri, virus,
jamur/parasit. serta abrasi yang sangat bisa menjadi pintu masuk bakteri.
Keratitis Pemajanan adalah infeksi pada kornea yang terjadi akibat kornea tidak
dilembabkan secara memadai dan dilindungi oleh kelopak mata kekeringan mata
dapat terjadi dan kemudian diikuti ulserasi dan infeksi sekunder (Smeltzer dan
Bare, 2001).
Keratitis adalah radang pada kornea atau infiltrasi sel radang pada kornea
yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh sehingga tajam penglihatan
menurun. Infeksi pada kornea bisa mengenai lapisan superficial yaitu pada
lapisan epitel atau membran bowman dan lapisan profunda jika sudah mengenai
lapisan stroma (Roderick et al, 2009).

2. Etiologi
Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya:
a. Virus (herpes simpleks, herpes zooster)
b. Bakteri (Staphylococcus, Streptococcus, Pseudomonas, Pneumococcus)
c. Jamur (candida, aspergilus)
d. Kekurangan vitamin A
e. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari atau sunlamps, hubungan ke
sumber cahaya yang kuat lainnya seperti pengelasan
f. Adanya benda asing di mata dan Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa
kontak.
g. Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak cukupnya
pembentukan air mata
h. Reaksi terhadap obat tetes mata, kosmetik, polusi, atau partikel udara
seperti debu, serbuk sari, jamur, atau ragi.
i. Efek samping obat tertentu
j. Hipersensitivitas, gangguan nervus trigeminus (Ilyas, 2004).

3. Klasifikasi
Menurut Biswell (2010), keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan
beberapa hal:
a. Berdasarkan lapisan yang terkena
1) Keratitis Pungtata
Keratitis pungtata adalah keratitis dengan infiltrat halus pada kornea
yang dapat terletak superfisial dan subepitel (Ilyas, 2004). Keratitis
Pungtata ini disebabkan oleh hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi
pada Moluskum kontangiosum, Akne rosasea, Herpes simpleks, Herpes
zoster, Blefaritis neuroparalitik, infeksi virus, vaksinisia, trakoma,
trauma radiasi, dry eye, keratitis lagoftalmos, keracunan obat seperti
neomisin, tobramisin dan bahaya pengawet lainnya.

2) Keratitis Marginal
Keratitis Marginal merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea
sejajar dengan limbus. Penyakit infeksi lokal konjungtiva dapat
menyebabkan keratitis marginal ini. Keratitis marginal biasanya terdapat
pada pasien setengah umur dengan adanya blefarokonjungtivitis (Ilyas,
2004). Penyebabnya yaitu Strepcoccus pneumonie, Hemophilus aegepty,
Moraxella lacunata dan Esrichia.

3) Keratitis Interstisial
Keratitis interstitial adalah kondisi serius dimana masuknya pembuluh
darah ke dalam kornea dan dapat menyebabkan hilangnya transparansi
kornea. Keratitis interstitial dapat berlanjut menjadi kebutaan. Keratitis
Interstisial dapat terjadi akibat alergi atau infeksi spiroket ke dalam
stroma kornea dan akibat tuberkulosis (Ilyas, 2004). Sifilis adalah
penyebab paling sering dari keratitis interstitial. Keratitis yang
disebabkan oleh sifilis kongenital biasanya ditemukan trias Hutchinson
(mata: keratitis interstisial, telinga: tuli labirin, gigi: gigi seri berbentuk
obeng), sadlenose, dan pemeriksaan serologis yang positif terhadap
sifilis (Hollwich, 1993).
b. Berdasarkan penyebabnya
1) Keratitis Bakteri
Tabel 1. Penyebab Keratitis Bakterial menurut American Academy of
Ophthalmology (2009).
Penyebab Keratitis Bakterial
Common Organisms Uncommon Organisms
Staphylococcus aureus Neisseria spp
Staphylococcus epidermidis Moraxella spp
Streptococcus pneumoniae Mycobacterium spp
Streptococcus spp yang lain
Pseudomonas aeruginosa (most Nocardia spp
common organism in soft contact
lens wearers)
Enterobacteriaceae (Proteus, Non-spore-forming anaerobes
Enterobacter, Serratia) Corynebacterium spp
Pasien keratitis biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri pada mata
yang terinfeksi, penglihatan silau, adanya sekret dan penglihatan
menjadi kabur (Kanski, 2005). Pada pemeriksaan bola mata eksternal
ditemukan hiperemis perikornea, blefarospasme, edema kornea,
infiltrasi kornea.

2) Kreatitis Jamur
Infeksi jamur pada kornea dapat disebut juga mycotic keratitis (Dorland,
2000). Menurut Susetio (1993), etiologi kreatitis jamur dapat dibedakan:
a) Jamur berfilamen (filamentous fungi): bersifat multiseluler dengan
cabang-cabang hifa.
b) Jamur bersepta: Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillus sp,
Cladosporium sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp,
Curvularia sp, Altenaria sp.
c) Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.
d) Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan
tunas: Candida albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.
e) Jamur difasik. Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang media
pembiakan membentuk miselium : Blastomices sp, Coccidiodidies
sp, Histoplastoma sp, Sporothrix sp.

3) Kreatitis Virus
Herpes simpleks virus (HSV) merupakan salah satu infeksi virus
tersering pada kornea. Virus herpes simpleks menempati manusia
sebagai host, merupakan parasit intraselular obligat yang dapat
ditemukan pada mukosa, rongga hidung, rongga mulut, vagina dan
mata. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan jaringan
mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung
virus (Ilyas, 2004). Pasien dengan HSV keratitis mengeluh nyeri pada
mata, fotofobia, penglihatan kabur, mata berair, mata merah, tajam
penglihatan turun terutama jika bagian pusat yang terkena (Ilyas, 2004).

4) Keratitis Acanthamoeba
Keratitis yang berhubungan dengan infeksi Acanthamoeba yang
biasanya disertai dengan penggunaan lensa kontak (Dorland, 2002).
Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan
infiltrat perineural. Bentuk-bentuk awal pada penyakit ini, dengan
perubahan-perubahan hanya terbatas pada epitel kornea semakin banyak
ditemukan. Keratitis Acanthamoeba sering disalah diagnosiskan sebagai
keratitis herpes (Biswell, 2010).
4. Patofisiologi
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung yang uniform dan
jendela yang dilalui berkas cahaya retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan
strukturnya yang uniform, avaskular, dan deturgessens. Deturgesens atau
keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh fungsi sawar
epitel. Epitel adalah sawar yang efisiens terhadap masuknya mikroorganisme
ke dalam kornea dan merupakan satu lapis sel-sel pelapis permukaan posterior
kornea yang tidak dapat diganti baru. Sel-sel ini berfungsi sebagai pompa
cairan dan menjaga agar kornea tetap tipis dan basah, dengan demikian
mempertahankan kejernihan optiknya. Jika sel-sel ini cedera atau hilang,
timbul edema dan penebalan kornea yang pada akhirnya menggangu
penglihatan (AAO, 2008) .
Karena kornea avaskular, maka pertahanan sewaktu peradangan tak
dapat segera datang. Maka badan kornea, sel-sel yang terdapat di dalam
stroma segera bekerja sebagai makrofag baru kemudian disusul oleh
pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagi injeksi
perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrat, yang tampak sebagi bercak
bewarna kelabu, keruh, dan permukaan yang licin (Roderick et al, 2009).
Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbul ulkus kornea yang
dapat menyebar ke permukaan dalam stroma. Pada perdangan yang hebat,
toksin dari kornea dapat menyebar ke iris dan badan siliar dengan melalui
membran descement dan endotel kornea. Dengan demikian iris dan badan
siliar meradang dan timbulah kekeruhan di cairan COA, disusul dengan
terbentuknya hipopion (Roderick et al, 2009).
Bila peradangan terus mendalam, tetapi tidak mengenai membran
descement dapat timbul tonjolan membran descement yang disebut mata lalat
atau descementocele. Pada peradangan yang dalam penyembuhan berakhir
dengan terbentuknya jaringan parut yang dapat berupa nebula, makula, atau
leukoma (Roderick et al, 2009).

5. Tanda dan Gejala


Mansjoer et al (2001) menyebutkan bahwa tanda gejalan keratitis
terdapatnya infiltrat di kornea. Infiltrat dapat ada di seluruh lapisan kornea.
Adapun gejala umum yang dapat terjadi adalah keluar air mata yang berlebihan,
nyeri, Penurunan tajam penglihatan, radang pada kelopak mata (bengkak,
merah), mata merah, sensitif terhadap cahaya. Menurut Smaltzer dan Bare (2001)
tanda gejala yang timbul pada keratitis adalah inflamasi bola mata yang jelas,
terasa benda asing di mata, cairan mokopurulen dengan kelopak mata saling
melekat saat bangun, ulserasi epitel, hipopion (terkumpulnya nanah dalam
kamera anterior), dapat terjadi perforasi kornea, fotofobia.
Keratitis biasanya diklasifikasikan berdasarkan lapisan kornea yang
terkena: yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan epitel dan bowman
dan keratitis profunda apabila mengenai lapisan stroma. Bentuk-bentuk klinik
keratitis superfisialis antara lain adalah (Ilyas, 2004):
a. Keratitis punctata superfisialis: Berupa bintik-bintik putih pada permukaan
kornea yang dapat disebabkan oleh sindrom dry eye, blefaritis, keratopati
logaftalmus, keracunan obat topical, sinar ultraviolet, trauma kimia ringan dan
pemakaian lensa kontak.
b. Keratitis flikten : Benjolan putih yang yang bermula di limbus tetapi
mempunyai kecenderungan untuk menyerang kornea.
c. Keratitis sika : Suatu bentuk keratitis yang disebabkan oleh kurangnya sekresi
kelenjar lakrimale atau sel goblet yang berada di konjungtiva.

d. Keratitis lepra : Suatu bentuk keratitis yang diakibatkan oleh gangguan trofik
saraf, disebut juga keratitis neuroparalitik.

e. Keratitis nummularis : Bercak putih berbentuk bulat pada permukaan kornea


biasanya multiple dan banyak didapatkan pada petani.

Bentuk-bentuk klinik keratitis profunda antara lain adalah :


1. Keratitis interstisialis luetik atau keratitis sifilis congenital
2. Keratitis sklerotikans yaitu kekeruhan berbentuk segi tiga pada kornea yang
menyertai radang sklera (skleritis)

6. Komplikasi
Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis adalah penipisan kornea
dan akhirnya perforasi kornea yang dapat mengakibatkan endophtalmitis
sampai hilangnya penglihatan (kebutaan) (Roderick et al, 2009). Beberapa
komplikasi yang lain diantaranya:
1) Gangguan refraksi
2) Jaringan parut permanent
3) Ulkus kornea
4) Perforasi kornea
5) Glaukoma sekunder

7. Pemeriksaan Khusus dan Penunjang


Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada klien dengan keratitis menurut Ilyas
(2004) adalah
1) Pemeriksaan tajam penglihatan: Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan
untuk mengetahui fungsi penglihatan setiap mata secara terpisah.
2) Pemulasan fluorescein dimana kerokan kornea yang kemudian dipulas
dengan pulasan gram maupun giemsa.

3) Pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10 % pada kerokan kornea

4) Kultur bakteri atau fungi

5) Uji dry eye: Pemeriksaan mata kering termasuk penilaian terhadap lapis
film air mata (tear film), danau air mata (teak lake), dilakukan uji break
up time tujuannya yaitu untuk melihat fungsi fisiologik film air mata yang
melindungi kornea. Penilaiannya dalam keadaan normal film air mata
mempunyai waktu pembasahan kornea lebih dari 25 detik. Pembasahan
kornea kurang dari 15 detik menunjukkan film air mata tidak stabil.

6) Uji fluoresein: Untuk mengetahui adanya kerusakan pada epitelkornea


akibat erosi, keratitis epitelial, bila terjadi defek epitel kornea akan
terlihat warna hijau pada defek tersebut

7) Uji sensibilitas kornea: Untuk mengetahui keadaan sensibilitas kornea


yang berkaitan dengan penyakit mata akibat kelainan saraf trigeminus
oleh herpes zooster ataupun akibat gangguan ujung saraf sensibel kornea
oleh infeksi herpes simpleks

8) Uji fistel: Untuk melihat kebocoran kornea atau fistel akibat adanya
perforasi kornea

9) Uji biakan dan sensitivitas: Mengidentifikasi patogen penyebab

10) Uji plasido: Untuk mengetahui kelainan pada permukaan kornea

Menentukan bakteri yang menyerang mata.


1) Ofthalmoskop: Tujuan pemeriksaan untuk melihat kelainan serabut retina,
serat yang pacat atropi, tanda lain juga dapat dilihat seperti perdarahan
peripapilar.
2) Keratometri (pegukuran kornea): Keratometri tujuannya untuk
mengetahui kelengkungan kornea, tear lake juga dapat dilihat dengan cara
fokus kita alihkan kearah lateral bawah, secara subjektif dapat dilihat tear
lake yang kering atau yang terisi air mata.

3) Tonometri digital palpasi: Cara ini sangat baik pada kelainan mata bila
tonometer tidak dapat dipakai atau sulit dinilai seperti pada sikatrik
kornea, kornea ireguler dan infeksi kornea. Pada cara ini diperlukan
pengalaman pemeriksa karena terdapat faktor subjektif, tekanan dapat
dibandingkan dengan tahahan lentur telapak tangan dengan tahanan bola
mata bagian superior (Roderick et al, 2009).

8. Penatalaksanaan
Terapi yang dapat dilakukan pada pasien dengan keratitis Tjay dan Rahardja
(2007) adalah :
1) Pemberian antibiotik, air mata buatan.
2) Pada keratitis bakterial diberikan gentacimin 15 mg/ml, tobramisin 15 mg/ml,
seturoksim 50 mg/ml. Untuk hari-hari pertama diberikan setiap 30 menit
kemudian diturunkan menjadi 1 jam dan selanjutnya 2 jam bila keadaan mulai
membaik. Ganti obatnya bila resisten atau keadaan tidak membaik.
3) Perlu diberikan sikloplegik untuk menghindari terbentuknya sinekia posterior
dan mengurangi nyeri akibat spasme siliar
4) Pada terapi jamur sebaiknya diberikan ekanazol 1 % yang berspektum luas.
5) Antivirus, anti inflamasi dan analgesik
A. CLINICAL PATHWAYS
Penyebab: virus, bakteri, sinar uv, benda Hipersensitivitas, gang nervus
asing, efek samping obat, kosmetik trigeminus, kurang vit A, mata
kering

Mengenai lapisan kornea Gangguan sensibilitas dan


metabolisme kornea

Inflamasi
Kekeringan pada permukaan
kornea
Terbentuknya infiltrasi, sel plasma, pada
konjungtiva dan kornea
Abrasi pada lapisan kornea
Penimbunan infiltrat

Kerusakan epitel kornea

Ulserasi kornea

bradikinin keratitis Mengganggu


kejernihan dan
nosiseptor kelengkungan kornea

Cornu dorsalis medula spinalis Menganggu pembiasan cahaya


ke retina
thalamus
Pandangan kabur
Korteks serebri

Interpretasi nyeri Resiko cedera Penurunan fungsi penglihatan

Nyeri Perubahan status Gangguan persepsi sensori


kesehatan

Dapat menularkan pada Kurang pengetahuan Ansietas


orang lain

Resiko infeksi
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
A. Pengkajian Umum
b. Identitas klien
Nama:
Umur dan tanggal lahir: dapat terjadi pada semua usia
Jenis kelamin: bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan
Suku bangsa:
Pekerjaan: petani, montir, buruh pabrik
Pendidikan:
Status menikah:
Alamat:
Tanggal MRS:
Diagnosa medis: Keratitis
c. Identitas penaggung jawab meliputi nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin,
alamat.
d. Alasan MRS dan Keluhan Utama: Tanyakan kepada pasien adanya keluhan seperti
nyeri, mata berair, mata merah, silau dan sekret pada mata.
e. Riwayat penyakit sekarang: Informasi yang dapat diperoleh meliputi
informasi mengenai penurunan tajam penglihatan, trauma pada mata, riwayat
gejala penyakit mata seperti nyeri meliputi lokasi, awitan, durasi, upaya
mengurangi dan beratnya, pusing, silau.
f. Riwayat penyakit dahulu: Tanyakan pada klien riwayat penyakit yang dialami
klien seperti diabetes mellitus, hrpes zooster, herpes simpleks.
g. Riwayat penyakit keluarga: tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien ada
yang mengalami hal yang sama dengan pasien atau apakah keluarga ada yang
mengalami penyakit menular
B. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum:
b. TTV: TD (biasanya naik), Nadi (biasanya naik), RR (biasanya naik), Suhu
(biasanya naik)
c. Tingkat kesadaran:
d. Rambut dan hygiene kepala: kaji kondisi kepala dan rambut meliputi inspeksi
warna rambut, jenis rambut, bentuk kepala, ada tidaknya lesi dan ketombe,
ada tidaknya memar, kondisi rambut apakah kotor dan berbau. Palpasi apakah
terdapat nyeri tekan, apakah terdapat rambut rontok.
e. Mata
1) Ketajaman penglihatan: Uji formal ketajaman penglihatan harus
merupakan bagian dari setiap data dasar pasien. Tajam penglihatan diuji
dengan kartu mata (snellen) yang diletakkan 6 meter.
2) Palpebra superior: Merah, sakit jika ditekan
3) Palpebra inferior: Bengkak, merah, ditekan keluar secret
4) Konjungtiva tarsal superior dan inferior
Inspeksi adanya :
a) Papil, timbunan sel radang sub konjungtiva yang berwarna merah
dengan pembuluh darah ditengahnya
b) Membran, sel radang di depan mukosa konjungtiva yang bila diangkat
akan berdarah, membran merupakan jaringan nekrotik yang
terkoagulasi dan bercampur dengan fibrin, menembus jaringan yang
lebih dalam dan berwarna abu abu.
c) Pseudomembran, membran yang bila diangkat tidak akan berdarah
d) Litiasis, pembentukan batu senyawa kalsium berupa perkapuran yang
terjadipada konjungtiviti kronis
e) Sikatrik, terjadi pada trakoma.
5) Konjungtiva bulbi: sekresi, injeksi konjungtival, injeksi siliar, kemosis
konjungtiva bulbi, edema konjungtiva berat, flikten peradangan disertai
neovaskulrisasi
6) Kornea: erosi kornea, uji fluoresin positif, infiltrat, tertibunnya sel radang,
pannus (terdapat sel radang dengan adanya pembuluh darah yang
membentuk tabir kornea), flikten, ulkus, sikatrik
7) Bilik depan mata: hipopion (penimbunan sel radang dibagian bawah bilik
mata depan), hifema (perdarahan pada bilik mata depan)
8) Iris: rubeosis (radang pada iris), gambaran kripti pada iris
9) Pupil: reaksi sinar, isokor, pemeriksaan fundus okuli dengan optalmoskop
untuk melihat, adanya kekeruhan pada media penglihatan yang keruh
seperti pada kornea, lensa dan badan kaca.
f. Gigi dan mulut: meliputi kelengkapan gigi, keadaan gusi mukosa bibir, warna
lidah, peradangan pada tonsil
g. Leher: inspeksi kondisi leher, palpasi adanya nyeri tekan
h. Dada/thorax: lakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Kaji jenis pernafasan dada atau perut, perubahan pola nafas, biasanya RR
pasien meningkat
i. Cardiovaskuler: lakukan dengan cara inspeksi, palpasin, perkusi dan
auskultasi. biasanya terjadi peningkatan tekanan darah pada pasien
j. Pencernaan: lakukan dengan cara inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi.
Kaji adanya keluhan mual muntah, bising usus.
k. Genetalia: kaji kondisi kebersihan dan keluhan lainnya.
l. Aktifitas sehari-hari: kaji apakah dengan berkurangnya fungsi penglihatan
pasien aktivitas sehari-harinya biasanya terganggu.
C. Data Sosial Ekonomi: menyangkut hubungan pasien dengan lingkungan sosial
dan hubungan dengan keluarga.
D. Data Psikologis: meliputi kesadaran dan emosional pasien
E. Data Spiritual: data apakah pasien atau keluarga memiliki kepercayaan yang
bertentangan dengan kesehatan.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan Keratitis
adalah
a. Nyeri akut berhubungan dengan reaksi infalamasi pada kornea
b. Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori
c. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
d. Resiko cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan
e. Resiko infeksi berhubungan dengan kontak sekret dengan mata sehat atau
mata orang lain
No. Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri akut NOC: NOC: NIC: Manajemen Nyeri
berhubungan dengan Setelah 1. Mampu 1. Kaji nyeri secara
reaksi infalamasi pada dilakukan mengenali nyeri komperhensif meliputi
kornea tindakan yaitu pemicu, pemicu timbulnya nyeri,
keperawatan kualitas, lokasi, kualitas, lokasi, skala,
selama 1x24 jam skala, waktu dan waktu, dan durasi nyeri
nyeri berkurang durasi nyeri) 2. Observasi pernyataan
dan teratasi 2. Mampu verbal dan non verbal
mengontrol nyeri ketidaknyamanan
mengggunakan 3. Identifikasi pengetahuan
tehnik non pasien dan keyakinan
farmakologi atau tentang nyeri.
farmakologi) 4. Tawarkan kepada pasien
3. Melaporkan tehnik distraksi seperti
bahwa nyeri bercakap-cakap, tehnik
menghilang nafas dalam, bercerita
5. Jelaskan kegunaan
stimulasi yang dipilih
6. Anjurkan pasien untuk
mempraktekkan tehnik
yang telah dipilih
7. Dorong penggunaan
teknik relaksasi
misalnya: latihan nafas
dalam atau ajak pasien
bercerita cerita.
8. Kolaborasi untuk
pemberian analgetik

2. Gangguan persepsi Setelah NOC: NIC:


sensori penglihatan dilakukan 1. Pasien akan 1. Tentukan ketajaman
berhubungan dengan tindakan berpartisipasi penglihatan, catat apakah
gangguan penerimaan keperawatan dalam program satu atau kedua mata
sensori cahaya selama 1x24 jam pengobatan terlibat.
maka penggunaan 2. Pasien akan 2. Orientasikan pasien
penglihatan yang mempertahankan terhadap lingkungan,
optimal lapang ketajaman staf, orang lain di
penglihatan tanpa areanya.
kehilangan lebih 3. Lakukan tindakan
lanjut. untuk membantu pasien
menangani keterbatasan
penglihatan seperti
kurangi kekacauan,
ingatkan memutar kepala
ke subjek yang terlihat
dan perbaiki sinar suram
4. Perhatikan tentang
suram atau penglihatan
kabur dan iritasi mata
dimana dapat terjadi bila
menggunakan tetes mata.
3. Ansietas berhubungan Setelah NOC NIC: Anxiety Reduction
dengan perubahan dilakukan 1. Pasien tampak 1. Identifikasi persepsi
status kesehatan tindakan rileks dan pasien terhadap ancaman
keperawatan melaporkan ansitas yang ada oleh situasi.
selama 1x24 jam menurun sampai 2. Dorong pasien untuk
ansietas tingkat dapat diatasi. mengakui dan
berkurang dan 2. Pasien menyatakan
menunjukkan
teratasi perasaannya.
ketrampilan
pemecahan masalah
3. Berikan lingkungan
3. Pasien
tenang.
menggunakan 4. Dorong pasien/ orang
sumber secara terdekat untuk
efektif menyatakan perhatian.
5. Berikan informasi yang
akurat dan jujur.
6. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi
perilaku koping dan
sumber koping

4. Resiko cedera Setelah NOC: NIC: Enviromental Safety


berhubungan dengan dilakukan 1. Bradaptasi 1. Tentukan tajam
kerusakan fungsi tindakan dengan penglihatan pada kedua
sensori penglihatan keperawatan lingkungan mata
selama 1x24 jam 2. Menciptakan 2. Pertahankan posisi tempat
tidak terjadi lingkungan yang tidur rendah, pagar tempat
cedera nyaman dan aman tidur tinggi dan bel di
3. Menggunakan samping tempat tidur.
alat-alat dengan 3. Singkirkan benda-benda
aman yang dapat menimbulkan
cedera.
4. Anjurkan anggota
keluarga untuk menemani
pasien saat berada di
lingkungan yang asing.
5. Dorong penggunaaan kaca
mata hitam pada cahaya
kuat
5. Resiko infeksi Setelah NOC: NIC: Infection Protection
berhubungan dengan dilakukan 1. Meningkatkan 1. Lakukan tehnik steril
kontak sekret dengan tindakan penyembuhan luka 2. Monitor TTV (TD,
mata sehat atau mata keperawatan tepat waktu, bebas Nadi, Suhu, RR)
orang lain selama 1x24 jam drainase purulen, 3. Gunakan/tunjukkan
tidak terjadi eritema, dan teknik yang tepat untuk
tanda-tanda demam. membersihkan mata dari
infeksi 2. Mengidentifika dalam keluar dengan
si intervensi untuk bola kapas untuk tiap
mencegah/ usapan, ganti balutan.
menurunkan resiko 4. Tekankan pentingnya
infeksi tidak menyentuh/
menggaruk mata yang
sakit kemudian yang
sehat
5. Anjurkan untuk
memisahkan handuk,
lap atau sapu tangan
6. Anjurkan pasien
istirahat untuk
mengurangi gerakan
mata
7. Diskusikan pentingnya
mencuci tangan sebelum
dan sesudah tindakan
8. Lakukan penkes tentang
pencegahan dan
penularan
9. Kolaborasi dan Monitor
pemberian antibiotik
dan kaji efek
sampingnya
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophthalmology. External Eye Disease and Cornea. San


Fransisco 2008-2009. p. 179-90

Biswell, R. 2010. Kornea. In: Vaughan, Asbury. Oftalmologi Umum Edisi 17.
Jakarta: EGC.

Bulecked, G.M, et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). United Sates
of America: Elsevier.

Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:


EGC.

Dorland W. A. N. 2000. Kamus Kedokteran Dorland. Terjemahan Huriawati


Hartanto. Edisi pertama. Jakarta: EGC.

Herdman, T Heather. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisis dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta: EGC.

Hollwich, F., 1993. Oftalmologi Edisi Kedua. Jakarta: Binarupa Aksara

Ilyas S. 2004. Ilmu Penyakit Mata edisi2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Kanski, J.J.2009. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. Third edition.


Williams and Wilkins, London.

Mansjoer, Arif et al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media


Aesculapius.

Roderick B. Kornea. Vaughan & Asbury. 2009. Oftalmologi Umum Edisi 17.
Jakarta: EGC.

Tjay, Tan Hoan, & Rahardja, Kirana. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT. Elex
Media Kamputindo

Smeltzer, Suzanne & Bare, Brenda G. 2001. Keperawatan Medikal Bedah


Brunner Suddarth. Jakarta: EGC.

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi


NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai