Anda di halaman 1dari 7

1. Mekanisme kerja citicoline?

Citicoline terdiri dari cytidine dan choline. CDP-choline = precursor phosphatidycholine


(komponen phospholipid) *cytidine-5’-diphosphocoline (CDP-choline). Citicoline punya
rate turnover yang tinggi sehingga gampang terhydrolysis dan dephosporylation. Secara
umum, citicoline meningkatkan plastisitas dan perbaikan otak secara endogen,
perlindungan dan perbaikan neurovaskuler.
Pada stroke  iskemia kerusakan membrane sel  gangguan metabolism
phospholipid citicoline meningkatkan phospatidycoline sehingga menstabilkan
membrane sel. Efek lainnya :
 Morfologi neuron : meningkatkan arborisasi dendritic dan morfologi neuron.
 Neurogenesis : meningkatkan respon migrasi saraf dari SVZ ke area peri-infark.
 Synaptogenesis : meng-uperegulasi sinaptophysin di area peri-infark.
 Angiogenesis : meningkatkan ekspresi VEGF
 Metabolism NT : meningkatkan ios K yang menyebabkan pelepasan dopamine
dan meningkatkan sintesis asetilkolin.

2. Obat golongan antiplatelet?


Antiplatelet merupakan obat yang bekerja dengan cara menghambat agregasi trombosit
sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan thrombus pada sirkulasi arteri. Golongan
obat ini sering digunakan pada pasien stroke untuk pencegahan stroke ulangan dengan mencegah
terjadinya agregasi platelet. Antiplatelet pada pasien stroke bekerja dengan cara mengurangi
agregasi platelet yang ada, sehingga dapat menghambat pembentukan dari trombus pada sirkulasi
arteri, dimana antikoagulan kurang dapat berperan. 
Terdapat 4 kelas utama obat anti platelet:
1. Siklooxygenase inhibitor ( contoh: aspirin)
2. Thienopiridin devirate ( contoh: clopidogrel, ticlopidine)
3. Fosfodiesterase inhibitor (contoh: cilostazol, dipyridamole)
4. Glikoprotein IIb/IIIa reseptor bloker (contoh: abciximab)

Mekanisme obat anti platelet: 


a. ASA (asetilo salicylic acid): menurunkan TXA2 (thromboxane A2)
b. Ticlopidine dan clopidogrel: menurunkan ADP (adenosine difosfat)
c. Cilostazol: meningktkan cAMP dan menurunkan ADP (adenosin difosfat)
d. Abciximab: anti IIb/IIIa
1. Aspirin 
 Mekanisme kerja: 
Aspirin mengasetilasi secara irreversible gugus hidroksil dari serin 530 yang
mengakibatkan blockade sterik, sehingga pembentukan COX 1 terhambat karena asam
arakidonat tidak dapat masuk. Penghambat COX 1 menyebabkan platelet tidak dapat
mensintesis prostaglandin, hasil penghambatan prostaglandin menyebabkan tromboksan
A2 tidak terbentuk. Tromboksan A2 adalah agonis platelet yang berfungsi untuk
mengaktifkan reseptor platelet dan menyebakan agregasi platelet.  

 Indikasi dan dosis 

Sebagai antiplatelet dosis efektif aspirin 80-320 mg per hari. Dosis lebih tinggi selain
meningkatkan toksisitas (terutama perdarahan), juga menjadi kurang efektif karena selain
menghambat TXA2 juga menghambat pembentukan prostasiklin. Pada pasien TIA
penggunaan aspirin jangka panjang juga bermanfaat untuk mengurangi kekambuhan TIA.
Pemberian aspirin dosis awal 325 mg dalam 12 jam setelah onset stroke dianjurkan untuk
setiap stroke iskemik akut. (AHA/ASA; kelas I, level IA).  

Kontraindikasi dan interaksi obat


Aspirin dikontraindikasikan untuk anak dibawah 16 tahun dan ibu menyusui, tukak peptic
tang aktif, hemophilia serta gangguan perdarahan lain. Aspirin dapatberinteraksi dengan
beberapa obat lainnya, yaitu; ibuprofen, warfarin, rivaroxaban, apixaban. 
 Efek samping obat 
Efek samping yang bersifat mayor yaitu resiko terjadinya perdarahan saluran cerna, rasa
tidak enak diperut, mual, ruam di kulit. 
2. Clopidogrel 
 Mekanisme kerja 
Clopidogrel memiliki efek anti agregatori platelet, dalam hal ini menghambat jalur
adenosin difosfat (ADP). Efek ini menyebabkan perubahan membrane platetlet dan
gangguan dengan memberan interaksi fibrigenik yang mengarah pada pemblokiran
trombosit glikoprotein reseptor IIB/IIIa. Metabolit aktif akan secara selektif menghambat
pengikatan ADP ke respotor sehingga menghambat aktivasi kompleks GP IIb/IIIa yang
dimediasi oleh ADP sehingga menyebabkan penghambatan terhadap agregasi platelet. 
 Dosis 
Dosis clopidogrel berdasarkan PIONAS 2015 yaitu pemberian oral 1x 75 mg/
hari. 
 Kontraindikasi dan interaksi obat 
Dikontraindikasikan pada pasien hipersensitivitas, perdarahan aktif seperti ulkus
peptikum atau perdarahan intracranial, ibu menyusui. Clopidogrel dapat
berinteraksi dengan  omeprazole, warfarin, esomeprazole. 
 Efek samping obat 
Clopidogrel memiliki beberapa efek samping mayor berupa dyspepsia, nyeri
perut, diare dan perdarahan saluran cerna. 

3. Ticlopidine 
 Mekanisme kerja 
Menggangu fungsi membrane dengan menghambat pengikatan platelet fibrinogen
yang diinduksi oleh adenosine difosfat (ADP). Memiliki profil keamanan yang
lebih rendah dari clopidogrel. 
 Dosis 
Ticlopidine 2x250 mg/hari. 
 Efek samping 
Efek smaping antara lain gangguan saluran pencernaan, komplikasi perdarahan,
urtikaria, ruam kulit, gangguan fungsi hati, gangguandarah (leukopenia,
agranulositosis, pansitopenia), icterus kolestatik, meningkatkan kadar LDL dan
VLDL kolestreol. 

4. Cilostazol 
 Mekanisme kerja
Merupakan antiplatelet yang bekerja dengan menghambat enzim 3-fosfodiesterase
sehingga akan meningkatkan siklik AMP intraseluler dan akibatnta adalah
penghambatan agregasi platelet. 
 Indikasi dan dosis 
Cilostazol terbukti efektid untuk mengatasi penyakit pembuluh darah perifer.
Termasuk efektis mencegah kekambuhan stroke iskemik. Menurut PIONAS 2015
dosis pemakaian cilostazol pada orang dewasa yaitu 2x200 mg/hari 30 menit
sebelum makan atau 2 jama setelah makan. 
 Kontraindikasi dan interaksi obat 
Kontraindikasi cilostazol yaitu predisposisi pada perdarahan seperti pada tukak
lambung aktif, stroke hemoragik pada 6 bulan terakhir. Selain itu pada ibu hamil
dan menyesui juga tidak dapat digunakan terapi dengan cilostazol. Ada beberapa
obat yang berinteraksi dengan cilostazol, diantaranya clarithromycin dan
rivaroxaban. 
 Efek samping 
Efek samping yang sering terjadi adalah sakit kepla, diare, mual, muntah,
dyspepsia dan nyeri perut. 

5. Dipiridamol 
 Mekanisme kerja 
Menghambat ambilan dan metabolism adenosin oleh eritrosit dan sel endotel
pembuluh darah, dan dengan demikian menyebabkan akumulasi adenosisn,
nukleotida adenin dan AMP siklik dalam plasma, mediator ini kemudian
menghambat agregasi tromboit dan dapt menyebabakan vasodilatasi. Karena
dengan dosis yang diperlukan untuk menghambat agregasi trombosit kira kira
10% pasien mengalami flushing dan nyeri kepala, maka sering diberikan dosis
dipirimadol yang lebih kecil bersama aspirin atau antikoagulan oral. Dipiridamol
sering digunakan bersama heparin pada pasien dengan katup jantung buatan. Obat
ini juga banyak digunakan bersama aspirin pada pasien dengan TIA untuk
mencegah stroke.
 Dosis 
Kombinasi aspirin dosis rendah (25 mg) dan extended release dipiridamol (200
mg) diberikan pada pasien dengan non-kardioembolik TIA atau stroke iskemik
sebanyak 2x sehari diabdingkan hanya dengan aspirin secara tunggal. 
 Efek samping 
Efek samping paling sering yaitu nyeri kepala. 

3. Pemeriksaan syndrome horner dan trias nya?

Sindrom Horner’s adalah suatu sindrom yang terdiri dari kelainan berupa
masuknya bola mata, ptosis kelopak mata atas, kelopak mata atas sedikit naik, kontraksi
dari pupil, penyempitan dari fissura palpebra, anhidrosis dan warna kemerahan di sisi
wajah yang sakit, disebabkan oleh paralisasis saraf simpatis servikal. Sindroma Horner’s
juga disebut dengan Bernard’s Syndrome, BernardHorner’s Syndrome dan Horner’s
Ptosis.
Ptosis atau blefaroptosis adalah menurunnya palpebra superior, akibat
pertumbuhan yang tidak baik atau paralisa dari muskulus levator palpebra. Ada
bermacam-macam derajat ptosis. Bila hebat dan mengganggu penglihatan oleh karena
palpebra superior menutupi pupil, maka ia mencoba menaikkan palpebra tersebut dengan
memaksa muskulus occipitofrontalis berkontraksi, sehingga di dahi timbul berkerut-kerut
dan alisnya terangkat. Kalau lebih hebat lagi, untuk dapat mengatasinya, supaya
penglihatan tercapai sebaik-baiknya maka penderita akan menjatuhkan kepalanya ke
belakang. Tanda-tanda ini adalah karakteristik untuk ptosis. Pada ptosis didapat pula
garis lipatan kulit yang berbentuk seperti huruf S, pada palpebranya.

1. enerangkan tujuan pemeriksaan kepada klien.


2. Pada saat melakukan wawancara dengan klien perhatikan
mata klien.
3. Pemeriksa memperhatikan celah mata klien untuk
menilai apakah terdapat ptosis (kelopak mata terjatuh,
mata tertutup dan tidak dapat dibuka), eksoftalmus dan
enoftalmus.
4. Interpretasi :
Ptosis dapat dikumpai pada miastenia gravis atau pada
sindrom Horner.

Miosis adalah suatu keadaan dimana garis tengah pupil kurang dari 2 mm.
Dimana ukuran normal garis tengah pupil tersebut adalah antara 4 – 5 mm pada
penerangan sedang. Pupil sangat peka terhadap rangsangan cahaya dengan persarafan
afferent nervus kranialis II sedangkan efferentnya nervus kranialis III. Sehingga mengecil
bila cahaya datang (miosis) dam membesar bila tidak ada atau sangat sedikit sekali
cahaya (remang-remang), keadaan ini disebut dengan midriasis yaitu diameter pupil lebih
dari 5 mm.

1. Menerangkan tujuan pemeriksaan kepada klien.


2. Perhatikan besarnya pupil pada mata kiri dan kanan,
apakah sama (isokor), atau tidak sama (anisokor).
3. Perhatikan bentuk pupil, apakah bundar dan rata tepinya
(normal) atau tidak.
4. Interpretasi :
Otot polos yang mengecilkan pupil (pupilokostriktor)
disarafi oleh serabut parasimpatis dari nervus III,
sedangkan otot yang melebarkan pupil (pupilodilator)
disarafi oleh serabut simpatis (torakolumbal) Bila pupil
mengecil disebut miosis.
Anhidrosis merupakan suatu gejala karena kuman lues menyerang sistem
persarafan, sehingga produksi minyak terhambat atau kurangnya produksi minyak
disebabkan oleh proses yang abnormal dikarenakan oleh kuman lues tersebut. Gejala-
gejala miosis, ptosis dan anhidrosis yang merupakan manifestasi blokade aktivitas
simpatik dikenal sebagai sidroma Horner’s

Anda mungkin juga menyukai