Oleh
ANDIKA ADIKARA
No. BP.1201132
Dosen:
DR. SUHATRI, MS, APT
I. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendahuluan.
A.1. Antitrombosit adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit
sehingga menyebakan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering
ditemukan pada sistem arteri.
1. Aspirin.
Aspirin menghambat tromboxan A2 didalam trombosit dan prostasiklin di
pembuluh darah dengan menghambat secara ireversibel enzim siklooksigenase.
Penghambatan enzim siklooksigenase terjadi karena aspirin mengasetilasi enzim
tersebut. Aspirin dosis kecil hanya dapat menekan pembentukan TXA 2, sebagai
akibatnya terjadi pengurangan agregasi trombosit. Sebagai antitrombosit dosis
efektif aspirin 80-320 mg perhari. Dosis lebih tinggi selain meningkatkan
toksisitas (terutama pendarahan), juga menjadi kurang efektif karena selain
menghambat TXA2 juga menghambat pembentukan prostasiklin.
Pada infark miokard akut nampaknya aspirin bermanfaat untuk mencegah
kambuhnya miokard infark yang fatal maupun nonfatal pada pasien TIA
(transient ischemic attack) penggunaan aspirin jangka panjang juga bermanfaat
untuk mengurangi kekambuhan TIA (transient ischemic attack), stroke karena
penyumbatan dan kematian akibat gangguan pembuluh darah.
Efek samping aspirin misalnya rasa tidak enak diperut, mual, dan
pendarahan saluran cerna biasanya dapat dihindarkan bila dosis per hari tidak
lebih dari 325 mg. Penggunaan bersama antasid atau antagonis H 2 dapat
mengurangi efek tersebut. Obat ini dapat mengganggu hemostasis pada tindakan
prostasiklin.
Karena dengan
dosis
yang
diperlukan
untuk
jantung buatan 400 mg/hari bersama dengan warfarin. Untuk mencegah aktivasi
trombosit selama operasi by-pass dosisinya 400 mg dimulai 2 hari sebelum
operasi.
3. Tiklopidin.
Tiklpidin menghambat agregasi trombosit yang diinduksi oleh ADP.
Inhibisi maksimal agregasi trombosit yang baru terlihat setelah 8 11 hari terapi.
Berbeda dari aspirin, tiklopidin tidak mempengaruhi metabolisme prostaglandin.
Dari uji klinik secara acak dilaporkan adanya manfaat tiklodipin untuk
pencegahan kejadian vaskular pada pasien TIA (transient ischemic attack), stroke,
dan angina pektoris tidak stabil.
Efek sampig yang paling sering mual, muntah, dan diare. Yang dapat
terjadi sampai pada 20% pasien. Selain itu antara lain dapat terjadi pendarahan
(5%), dan yang paling berbahaya leukopenia (1%). Leukopenia dideteksi dengan
pemantauan hitung jenis leukosit selama tiga bulan pertama pengobatan.
Trombositopenia juga dilaporkan sehingga dipantau hitung trombosit. Dosis
tiklopidin umunya 250 mg 2 kali sehari. Agar mula kerja lebih cepat ada yang
mengguakan dosis muat 500 mg. Tiklopidin terutama bermanfaat untuk pasien
yang tidak dapat mentoleransi aspirin. Karena tiklopidin mempunyai mekanisme
kerja yang berbeda dari aspirin, maka kombinasi kedua obat diharapkan dapat
memberikan efek aditif atau sinergistik.
4. Klopidogrel.
Obat ini sangat mirip dengan tiklopidin dan nampaknya lebih jarang
menyebabkan
trombositopenia
dan
leukopenia
dibandingkan
tiklopidin.
Integrillin.
untuk
pengobatan
trombosis
arteri
karena
mempengaruhi
2. Indikasi
Heparin diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan trombosis vena
dan emboli paru. Heparin digunakan untuk pengobatan trombosis vena dan
emboli paru karena mula kerjanya cepat. Pada saat permulaan pengobatan
biasanya juga diberikan suatu antikoagulan oral, dan heparin dilanjutkan
sekurang-kurangya 4-5 hari untuk memungkinkan antikoagulan oral mencapai
efek terapeutik. Penggunaan heparin jangka panjang juga bermanfaat bagi pasien
yang mengalami tromboemboi berulang meskipun telah mendapat antikoagulan
oral. Haparin digunakan untuk pengelolaaan awal pasien angina tidak stabil atau
infark miokard akut, selama dan sesudah angioplasti koroner atau pemasangan
stent, dan selama operasi yang membutuhkan bypass kardiopulmonar. Heparin
juga digunakan untuk pasien disseminated intravascular coagulation (DIC)
tertentu.
Heparin dosis rendah efektif untuk pencegahan tromboemboli vena pada
pasien berisiko tinggi, misalnya operasi tulang.
Heparin
berat
molekul
rrendah
seperti
enoksaparin,
dalteparin
3. Kontraindikasi
Heparin dikontraindikasikan pada pasien yang sedang mengalami
perdarahan atau cenderung mengalami perdarahan misalnya : pasien hemofilia,
permeabilitas kapiler yang meningkat, endokarditis bakterial subakut, perdarahan
intrakranial, lesi ulseratif terutama pada saluraan cerna, anestesia lumbal atau
regional, hipertensi berat, syok. Heparin tidak boleh diberikan selama atau setelah
operasi mata, otak atau medula spinal dan pasien yang mengalami fungsi lumbal
atau anastesi blok. Heparin juga dikontraindikasikan pada pasien yang mendapat
dosis besar etanol, peminu alkohol dan pasien hipersensitif terhadap heparin.
Meskipun heparin tidak melalui plasenta, obat ini hanya digunakan untuk wanita
hamil bila memang benar-benar diperlukan.
4. Efek samping
Bahaya utama pemberian heparin ialah perdarahan. Meskipun dahulu
dilaporkan perdarahan terjadi 1%-33% pasien yang mendapat heparin, penelitian
akhir-akhir ini pada pasien tomboemboli vena yang mendapat heparin IV terjadi
pada kurang dari 3% pasien. Insidens perdarahan tidak meningkat pada pasien
yang mendapat heparin berat molekul rendah. Jumlah episode perdarahan
nampaknya meningkat dengan meningkatnya dosis total per hari dan dengan
derajat perpanjangan aPTT, meskipun pasien dapat mengalami perdarahan dengan
nilai aPTT dalam kisaran terapeutik. Dalam hal ini perdarahan kadang-kadang
disebabkan oleh operasi baru, adanya trauma, penyakit tukak peptik atau
gangguan fungsi trombosit. Terjadinya perdarahan dapat dikurangi dengan :
Efek antikoagulan segera timbul pada pemberian suntikan bolus IV dengan dosis
terapi, dan terjadi kira-kira 20-30 menit setelah suntikan SK. Heparin cepat
dimetabolisme terutama dihati. Masa paruhnya tergantung dari dosis yang
digunakan, suntikan IV 100, 400, atau 800 unit/kgBB memperlihatkan masa paruh
masing-masing kira-kira 1,2 1/2 dan 5 jam. Masa paruh mungkin memendek pada
pasien emboli paru dan memanjang pada pasien sirosis hepatis atau penyakit
ginjal berat. Heparin berat moekul rendah mempunyai masa paruh yang lebih
panjang daripada heparin standar. Metabolit inaktif diekskresi melalui urin.
Heparin diekskresi dalam bentuk utuh melalui urin hanya bila digunakan dosis
besar IV. Pasien emboli paru memerlukan dosis heparin yang lebih tinggi karena
klirens yang lebih cepat. Terdapat variasi individual dalam efek antikoagulan yang
ditimbulkan maupun dalam kecepatan klirens obat. Heparin tidak melalui plasenta
dan tidak terdapat dalam air susu ibu.
2. Antikoagulan oral
Sejarah : Tanaman sweet clover banyak ditanam didaratan Dacota dan
Canada pada saat pergantian abad karena tanaman ini tumbuh dengan subur
ditanah gersang dan dapat mengantikan jagung sebagai makanan ternak. Pada
tahun 1924, schofield melaporkan suatu gangguan hemoragia yang sebelumnya
yang tak terjelaskan pada hewan ternak akibat mencerna makanan ternak sweet
colover basi. Setelah Roderick melacak penyebab terjadinya reduksi toksik
protrombin plasma, pada tahun 1939 Campbell dan Link mengidentifikasi
senyawa hemoragik tersebut adalah bishidroksikuarin (dikumarol). Tahun 1948,
suatu senyawa sintetik yang mirip tetapi lebih kuat diperkenalkan sebagai
rodentisida yang sangat efektif : senyawa tersebut dinamakan warfarin sebagai
singkatan dari nama pangguna patennya, yakni Wisconsin Alumni Reseach
Fouaandation, ditambah akhiran dari kumarin. Kegunaan potensial warfarin
sebagai senyawa terapeutik untuk penyakit tromboembolik telah diketahui, namun
tid diteria secara luas, sebagian akibat adanya kekhawatiran terhadap toksisitas
yang berbahaya. Namun, tahun 1951, seorang tentara selamat dari upaya bunuh
diri menggunakan sediaan warfarin dosis besar yang sebenarnya ditujukan untuk
mengendalikan hewan pengerat. Sejak saat itu, antikoagulan ini telah menjadi
obat utama untuk pencegahan penyakit tromboemboli, dan obat ini telah diberikan
kepada ratusan ribu pasien tiap tahunnya. Warfarin merupakan prototipe
antikoagulan oral dan sejauh ini merupakan antikoagulan yang paling sering
diresepkan. Namun, kerja antikoagulan semua obat dikelas ini sama, hanya berbea
terutama dalam hal potensi dan durasinya.
2.1 Farmakodinamik
1. Mekanisme Kerja
Antikoagulan oral merupakan antagonis vitamin K. Vitamin K ialah
kofaktor yang berperan dalam aktivasi faktor pembekuan darah II, VII, IX, X
yaitu dalam mengubah residu asam glutamat menjadi residu asam gamakarboksiglutamat. Untuk berfungsi vitamin K mengalami siklus oksidasi dan
reduksi di hati. Antikoagulan oral mencegah reduksi vitamin K teroksidasi
sehingga aktivasi faktor-faktor pembekuan darah terganggu atau tidak terjadi.
4. Efek Samping
Efek toksik yang paling sering akibat pemakaian antikoagulan oral ialah
perdarhan dengan frekuensi kejadian 2-4%. Namun, perdarahan juga dapat terjadi
pada dosis terapi karena itu pemberian antikoagulan oral harus disertai
pemeriksaan waktu protrombin dan pengawasan terhadap terjadinya perdarahan.
Perdarahan paling sering terjadi diselaput lendir, kulit, saluran cerna dan
saluran kemih. Hematuria sering terjadi tanpa gangguan fingsi ginjal, dapat
disertai kolik dan hematom intrarenal. Gejala perdarahan yang mungkin timbul
ialah ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hemoptisis, perdarahan serebral,
perdarahan paru, uterus dan hati. Kurang lebih 25% dari kematian akibat
penggunaan antikoagulan kumarin disebabkan oleh perdarahan berat di saluran
cerna, biasanya berasal dari tukak peptik atau neoplasma.
Pada perdarahan, tindakan pertama ialah menghentikan pemberian
antikoagulan. Perdarahan hebat memerlukan suntikan vitamin K1 (filokuinon) IV,
dan biasanya perdarahan dapat diatasi dalam beberapa jam setelah penyuntikan.
Perdarahan yang tidak terlampau berat cukup dengan dosis tunggal 1-5 mg, tetapi
untuk perdarahan berat dapat diberikan dosis 20-40 mg, jika perlu dosis dapat
ditambah setelah 4 jam. Pemakaina vitamin K 1 harus dibatasi untuk kasus-kasus
perdarahan yang berat saja, karena pasien mungkin menjadi refrakter berhari-hari
terhadap terapi ulang dengan antikoagulan oral
Dikumarol atau warfarin dapat menyebabkan anoreksia, mual, muntah lesi
kulit berupa purpura dan urtikaria, alopesia, nekrosis kelenjar mama dan kulit,
Oral, IV. Masa protrombin harus ditentuka sebelum mulai terapi dan
selanjutnya tiap hari sampai respon stabil. Setelah taraf mantap tercapai
masa protrombin harus tetap diperiksa dengan interval tertentu secara
teratur. Untuk pengobatan umumnya dimulai dengan dosis kecil 5-10
mg/hari, selanjutnya didasarkan pada masa protrombin. Dosis
pemeliharaan umumnya 5-7 mg/hari.
Dikumarol
Oral, dosis dewasa 200-300 mg pada hari pertama, selanjutnya 25-100
mg/hari tergantung hasil pemeriksaan waktu protrombin. Penyesuaian
dosis mungkin perlu sering dilakukan selama 7-14 hari pertama dan
masa protrombin harus ditentukan tiap hari selama masa tersebut. Dosis
pemeliharaan 25-150 mg/hari.
Anisindion
Oral, dosis dewasa 300 mg pada hari pertama, 200 mg pada hari kedua
dan 100 mg pada hari ketiga. Dosis pemeliharaan biasanya 25-250
mg/hari.
2.2 Farmakokinetik
Semua derivat 4-hidroksikumarin dan derivat indian-1,3 dion dapat
diberikan per oral warfarin dapat juga diberikan IM dan IV. Absorpsi dikumarol
dari saluran cerna lambat dan tidak sempurna. Kecepatan absorpsi berbeda untuk
tiap individu. Dalam darah dikumarol dan warfarin hampir seluruhnya terikat
pada albumin plasma, ikatan ini tidak kuat dan mudah digeser oleh obat lain
misalnya fenilbutazon dan asam mefenamat. Hanya sebagian kecil dikumarol dan
wararin yang terdapat dalam bentuk bebas dalam darah, sehingga deegradasi dan
ekskresi menjadi lambat. Masa paruh warfarin 48 jam, sedangkan masa paruh
dikumarol 10-30 jam. Masa paruh dikumarol sangat bergantung dosis dan
berdasarkan faktor genetik berbeda pada masing-masing individu. Dikumarol dan
warfarin ditimbun terutama dalam paru-paru, hati, limpa dan ginjal. Efek
hipoprotombinemiknya berkolerasi dengan lamamnya obat dihati.
Efek terapi baru tercapai 12-24 jam setelah kadar puncak obat dalam
plasma, karena diperlukann waktu untuk mengosongkan faktor-faktor pembekuan
darah dalam sirkulasi. Makin besar dosis awal, makin cepat timbulnya efek terapi,
tetapi dosis harus tetap dibatasi agar tidak sampai menimbulkan efek toksik. Lama
kerja sebanding dengan masa paruh obat dalam plasma.
sawar
uri.
Pemebrian
antepartum
memungkinkan
terjadinya
kalsium sitrat. Bahan ini banyak digunakan dalam darah untuk tranfusi
karena tidak toksik. Tetapi dosis yang terlalu tinggi, umpamanya pada
tranfusi darah sampai 1400 mL dapat menyebabkan depresi jantung.
Asam oksalat dan senyawa oksalat lainnya digunakan untuk antikoagulan in
DAFTAR PUSTAKA
Katzung, G, B. (1997). Farmakologi dasar dan klinik (Edisi VI). Penerjemah: Staf
dosen farmakologi fakultas kedokteran Universitas Sriwijaya. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran ECG.
Tjay, T. H., and Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan,
dan Efek sampingnya (edisi VI). Jakarta : PT. Elex Media Komputindo
Kelompok Kompas-Gramedia.