Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH GLAUKOMA

Disusun oleh :
Andika Ridho M
S1 Keperawatan
JenderalSoedirman

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATANMUHAMMADIYAH


GOMBONG
2020
Kata Pengantar

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan inayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Glaukoma

Terima kasih saya ucapkan kepada bapak/ibu yang telah membantu kami baik secara moral
maupun materi. Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman seperjuangan yang telah
mendukung kami sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ini tepat waktu.

Kami menyadari, bahwa laporan Glaukoma yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna
baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar
penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.

Semoga laporan Glaukoma ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat
untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

 
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Glaukoma merupakan penyebab utama kebutaan di masyarakat barat. Diantara mereka hampir
setengahnya mengalami gangguan penglihatan sampai 70 ribu benar-benar buta dan bertambah
sebanyak 5500 orang buta tiap tahun. Jika glaukoma didiagnosis lebih awal dan ditangani dengan benar
kebutaan dapat dicegah namun kebanyakan kasus glaukoma tidak bergejala sampai sudah terjadi maka
pemeriksaan rutin dan skrining mempunyai peran penting dalam mendeteksi penyakit ini. Dianjurkan
bagi semua yang memiliki faktor resiko menderita glaukoma menjalani pemeriksaan berkala pada
optalmologis untuk mengkaji TIO, lapang pandang dan kaputnervi optisi.
Maka dari itu Glaukoma adalah bagian penyakit mata yang menyebabkan proses hilangnya penglihatan

1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar Mahasiswa dapat lebih memahami dan menjelaskan tentang penyakit GLAUKOMA.
2. Tujuan khusus :
Mahasiswa dapat :
- Memahami tentang penyakit glaukoma
- Mengetahui penyebab dan perawatan dari penyakit glauokoma
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Glaukoma


Istilah glaukoma merujuk pada kelompok penyakit yang berbeda dalam hal patofisiologi, presentasi
klinis, dan penanganannya.

Glaukoma adalah salah satu jenis penyakit mata dengan gejala yang tidak langsung, yang secara
bertahap menyebabkan penglihatan pandangan mata semakin lama akan semakin berkurang sehingga
akhirnya mata akan menjadi buta. (Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas).
Glaukoma didefinisikan sebagai peningkatan TIO secara mendadak dan sangat tinggi akibat hambatan di
anyaman trabekulum. Keadaan itu merupakan suatu kedaruratan mata yang termasuk true emergency.

2.2 Klasifikasi Glaukoma


Glaukoma diklasifikasikan dalam 2 kelompok :
a. Primary open angle glaucoma (Glaukoma sudut terbuka)
Tipe ini merupakan yang paling umum/sering pada glaukoma dan terutama terjadi pada orang lanjut
usia (di atas 50 tahun). Penyebabnya adalah peningkatan tekanan di dalam bola mata yang terjadi
secara perlahan-lahan. Rata-rata tekanan normal bola mata adalah 14 sampai 16 milimeter air raksa
(mmHg). Tekanan sampai 20 mmHg masih dalam batas normal. Tekanan di atas atau sama dengan 22
mmHg diperkirakan patut dicurigai menderita glaukoma dan memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
Tekanan bola mata yang meningkat dapat membahayakan dan menghancurkan sel-sel daripada
syaraf/nervus opticus di mata. Begitu terjadinya kehancuran sejumlah sel-sel tersebut, suatu keadaan
bintik buta (blind spot) mulai terbentuk dalam suatu lapang pandangan. Bintik buta ini biasanya dimulai
dari daerah samping/tepi (perifer) atau daerah yang lebih luar dari satu lapang pandangan. Pada tahap
lebih lanjut, daerah yang lebih tengah/pusat akan juga terpengaruh. Sekali kehilangan penglihatan
terjadi, keadaan ini tidak dapat kembali normal lagi (ireversibel).
Tidak ada gejala-gejala yang nyata/berhubungan dengan glaukoma sudut terbuka, karenanya sering
tidak terdiagnosis. Para penderita tidak merasakan adanya nyeri dan sering tidak menyadari bahwa
penglihatannya berangsur-angsur makin memburuk sampai tahap/stadium lanjut dari penyakitnya.
Terapi sangat dibutuhkan untuk mencegah berkembangnya penyakit glaukoma ini dan untuk mencegah
pengrusakan lebih lanjut dari penglihatan.
Glaukoma sudut terbuka dibagi menjadi 3 macam :
a. Primer
Glaukoma sudut terbuka primer ditandai dengan atropi saraf optikkus dan kapitasi mangkuk fisiologis
dan defek lapang pandang yang khas. Glaukoma sudut terbuka, tekanan normal ditandai dengan adanya
perubahan meskipun TIO masih dalam batas parameter normal.
b. Sekunder
Peningkatan TIO yang disebabkan oleh peningkatan tahanan aliran keluar humor akueos melalui jaring-
jaring traekuler, kanalis schlemm, dan sistem vena efiskleral. Peningkatan tekanan tersebut dapat
diakibatkan oleh penggunaan kortikosteroid jangka waktu lama tumor intraokuler, uveitis.
c. Glaukoma tegangan normal
Glaukoma bertekanan normal adalah suatu keadaan dimana terjadi kerusakan yang progresif terhadap
syaraf/nervus opticus dan terjadi kehilangan lapang pandangan meski tekanan di dalam bola matanya
tetap normal. Tipe glaukoma ini diperkirakan ada hubungannya, meski kecil, dengan kurangnya sirkulasi
darah di syaraf/nervus opticus, yang mana mengakibatkan kematian dari sel-sel yang bertugas
membawa impuls/rangsang tersebut dari retina menuju ke otak. Sebagai tambahan, kerusakan yang
terjadi karena hubungannya dengan tekanan dalam bola mata juga bisa terjadi pada yang masih dalam
batas normal tinggi (high normal), jadi tekanan yang lebih rendah dari normal juga seringkali dibutuhkan
untuk mencegah hilangnya penglihatan yang lebih lanjut. Glaukoma bertekanan normal ini paling sering
terjadi pada orang-orang yang memiliki riwayat penyakit pembuluh darah, orang Jepang atau pada
wanita.

b. Angle closure glaucoma (Glaukoma sudut tertutup)


Glaukoma sudut tertutup paling sering terjadi pada orang keturunan Asia dan orang-orang yang
penglihatan jauhnya buruk, juga ada kecenderungan untuk penyakit ini diturunkan di dalam keluarga,
jadi bisa saja di dalam satu keluarga anggotanya menderita penyakit ini. Pada orang dengan
kecenderungan untuk menderita glaukoma sudut tertutup ini, sudutnya lebih dangkal dari rata-rata
biasanya. Karena letak dari jaringan trabekular meshwork itu terletak di sudut yang terbentuk dimana
kornea dan iris bertemu, makin dangkal sudut maka makin dekat pula iris terhadap jaringan trabecular
meshwork. Kemampuan dari cairan mata untuk mengalir/melewati ruang antara iris dan lensa menjadi
berkurang, menyebabkan tekanan karena cairan ini terbentuk di belakang iris, selanjutnya menjadikan
sudut semakin dangkal. Jika tekanan menjadi lebih tinggi membuat iris menghalangi jaringan trabecular
meshwork, maka akan memblok aliran. Keadaan ini bisa terjadi akut atau kronis. Pada yang akut, terjadi
peningkatan yang tiba-tiba tekanan dalam bola mata dan ini dapat terjadi dalam beberapa jam serta
disertai nyeri yang sangat pada mata. Mata menjadi merah, kornea membengkak dan kusam,
pandangan kabur, dsb. Keadaan ini merupakan suatu keadaan yang perlu penanganan segera karena
kerusakan terhadap syaraf opticus dapat terjadi dengan cepat dan menyebabkan kerusakan penglihatan
yang menetap.
Tidak semua penderita dengan glaukoma sudut tertutup akan mengalami gejala serangan akut. Bahkan,
sebagian dapat berkembang menjadi bentuk yang kronis. Pada keadaan ini, iris secara bertahap akan
menutup aliran, sehingga tidak ada gejala yang nyata. Jika ini terjadi, maka akan terbentuk jaringan
parut diantara iris dan aliran, dan tekan dalam bola mata tidak meningkat sampai terdapat jumlah
jaringan parut yang banyak. Serangan akut bisa dicegah dengan memberikan pengobatan.
Glaukoma sudut tertutup dibagi menjadi 2 :
a. Primer
Akibat defek anatomis yang menyebabkan pendangkalan kamera anterior. Menyebabkan sudut
pengaliran yang sempit pada perifer iris dan trabekulum. Penderita glaukoma sudut tertutup primer
sering tidak mengalami masalah sama sekali dan tekanan intraokulernya normal kecuali terjadi
penutuan sudut yang sangat akut ketika iris berdilatasi.
b. Sekunder
Peningkatan tahanan aliran humor akueus disebabkann oleh penyumbatan jaring-jaring trabekula oleh
iris perifer, biasanya disebabkan oleh aliran akueus setelah menderita penyakit atau pembedahan.

2.3 Gejala Klinis


Secara khusus gejala klinis glaukoma dibagi menjadi glaukoma yang akut dan kronis.

Gejala glaukoma akut :


Mata mendadak teras nyeri, merah, penglihatan terganggu bahkan sampai tidak dapat melihat.
Terkadang disertai mual, muntah dan dapat pula, melihat gambaran pelangi sewaktu melihat bola
lampu.
Glaukoma Kronis (kronis=lambat), mula-mula cairan akuos dapat berjalan lancar akan tetapi semakin
lama aliran akan melambat karena ada hambatan. Tekanan bola mata akan meninggi perlahan-lahan
sehingga tak ada gejala nyeri sama sekali akan tetapi lapang pandang mata akan menyempit perlahan-
lahan.
2.4 Penatalaksanaan
Tujuan ini adalah untuk menurunkan TIO ke tingkat yang konsisten dengan mempertahankan
penglihatan. Penatalaksaan bisa berupa terapi obat, pembedahan laser, pembedahan konvensional.
1. Farmakoterapi
Terapi obat merupakan penangan awal dan utama untuk glaukoma sudut terbuka primer meskipun
program ini dapat diganti terapi diteruskan seumur hidup. Bila terapi ini gagal pilihan berikutnya adalah
terabekuloplasti laser.

Glaukoma sudut tertutup akut


Dengan sumbatan pupil biasanya jarang merupakan kegawatan bedah. Obat digunakan untuk
mengurangi TIO sebanyak mungkin sebelum iridektomi laser atau insisional.
Penangan glaukoma sekunder, ditangani dengan menghentikan pengobatan kortikosteroid. Uveitis
diterapi dengan bahan anti inflamasi.

Kontraindikasi pada pasien glaukoma :


a. Efek samping pada pemakaian obat topikal :
- Pandangan kabur
- Pandangan meremang khususnya menjelang malam dan kesulitan memfokuskan pandangan, kadang
frekuensi denyut jantung dan respirasi juga terpengaruh.
b. Efek samping pada pemakaian obat sistemik :
- adanya rasa kesemutan pada jari tangan dan jari kaki, pusing, kehilangan nafsu makan, defekasi tidak
teratur, kadang batu ginjal.
c. Jenis obat yang digunakan oleh glaukoma :
- Antaginis beta-adenergik,bahan kolinergik,agonis adenergik,inhibitor Anhidrase karbonat,diuretika
Osmoltik.
2. Bedah laser untuk glaukoma
Pembedahan laser untuk memperbaiki aliran humor aqueousdan menurunkan TIO dapat diindikasikan
sebagai penanganan primer untuk glaukoma,atau bisa juga di pergunakan bila terapi obat tidak bisa di
toleransi, atau tidak dapat menurunkan TIO dangan adekua. Laser dapat digunakan pada berbagai
prosedur yang berhubungan dengan penanganan glaukoma.
3. Bedah Konfensional
Konfensional dilakukan bila tehnik laser tidak berhasil, atau peralatan laser tidak tersedia, atau bila
pasien tidak cocok untuk dilakukan bedah laser. Prosedur filtrasi rutin berhubungan dengan
keberhasilan penurunan TIO pada 80-90% pasien.
4. Iridektomi Perifer atau sektoral
Dilakukan untuk mengangkat sebagian iris untuk memungkinkan aliran homor aqueous dari kamera
posterior ke kamera anterior. Diindikasikan pada penanganan glaukoma dengan penyumbatan pupil bila
pembedahan laser tidak berlangsung atau tidak tersedia.
5. Trabekulektomi
Dilakukan untuk menciptakan saluran pengaliran baru melalui sklera. Dilakukan dengan melakukan
diseksi flap ketebalan setengah sklera dengan engsel dilimbus. Trabekulotomi meningkatkan aliran
keluar humor aqueous dengan memintas struktur pengaliran yang alamiah.

2.5 Implikasi Keperawatan


Pasien mungkin memerlukan rawat inap singkat setelah pembedahan.gerakan dan aktivitas berat yang
dapat mengakibatkan pasien mengalami keadaan yang serupa dengan manuver Valsalva, seperti
mengejan, mengangkat beban, dan membungkuk, dihindari sampai satu minggu. Pasien tidak
diperbolehkan mengendarai kendaraan selama 1 minggu, mata dibalut selama 24 jam atau lebih lama
bila diperlukan, mata tidak boleh kemasukan air.
Tetes mata antibiotika spektrum luas dapat diberikan selama 4-5 hari, dan kortikosteroid topikal
diberikan selama beberapa minggu untuk mengurangi inflamasi dan jaringan parut. Antifibrinolitik atau
anti-inflamasi yang lebih kuat, seperti 5-luorourasil dan kortikosteroid oral. Karena aspirin dapat
mengakibatkan perdarahan, pemakaiannya merupakan kontraindikasi, dan nyeri biasanya diatasi
dengan asetaminofen.

2.6 Kosep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Post Operasi Glaukoma
1. Pengkajian
1) Data Subyektif
a) Nyeri
b) Mual
c) Diaporesis
d) Riwayat jatuh sebelumnya

e) Pengetahuan tentang regimen terapeutik


f) Sistem pendukung, lingkungan rumah.

2) Data obyektif
a) Perubahan tanda – tanda vital
b) Respon yang azim terhadap nyeri
c) Tanda – tanda infeksi:
• Kemerahan
• Edema
• Infeksi konjungtiva (pembuluh darah konjungtiva menonjol)
• Drainase pada kelopak mata dan bulu mata
• Zat purulen
• Peningaktan suhu tubuh
• Nilai laboratorium: peningkatan SDP, perubahan SDP, hasil pemeriksaan kultur sesitivitas abnormal.

d) Ketajaman penglihatan masing – masing mata.


e) Cara berjalan, riwayat jatuh sebelumnya.
f) Kemungkinan penghalang lingkungan seperti;

• kaki kursi, perabot yang rendah


• Tiang infus
• Tempat sampah
• Sandal
g) Kesiapan dan kemampuan untuk belajar dan menyerap informasi.

Perumusan Diagnosa Keperawatan


1) Nyeri akut b/d interupsi pembedahan jaringan tubuh
2) Resiko tinggi terhadap infeksi b/d peningkatan perentanan sekunder terhadap interupsi permukaan
tubuh.

3) Resiko tinggi terhadap cidera b/d keterbatasan penglihatan, berada di lingkungan yang asing dan
keterbatasan mobilitas dan perubahan kedalaman persepsi karena pelindung mata.
4) Resiko tinggi terhadap infektif penatalaksanaan regimen terapeutik b/d kurang aktivitas yang
diijinkan, obat – obatan, komplikasi dan perawatan lanjutan.

2.7 Perencanaan
1) Nyeri akut
a) Tujuan: nyeri teratasi
b) Kriteria hasil: klien melaporkan penurunan nyeri progresif dan penghilangan nyeri setelah intervensi.
c) Intervensi:
• Bantu klien dalam mengidentifikasi tindakan penghilangan nyeri yang efektif.
Rasional: Membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi.
• Jelaskan bahwa nyeri dapat akan terjadi sampai beberapa jam setelah pembedahan.
Rasional: Nyeri post op dapat terjadi sampai 6 jam post op.
• Lakukan tindakan penghilanagn nyeri non invasif atau non farmakologik, seperti berikut;
Posisi: tinggikan bagian kepala tempat tidur, berubah – ubah antara berbaring pada punggung dan
pada sisi yang tidak dioperasi.
Distraksi
Latihan relaksasi
Rasional: beberapa tindakan penghilang nyeri non invasif adalah tindakan mandiri yang dapat
dilaksanakan perawat dalam usaha meningkatkan kenyamanan pada klien.

• Berikan dukungan tindakan penghilangan nyeri dengan aalgesik yang diresepkan.


• Rasional: Analgesik mambantu dalam menekan respon nyeri dan menimbulkan kenyamanan pada
klien.
• Beritahu doker jika nyeri tidak hilang setelah ½ jam pemberian obat, jika nyeri disertai mual atau jika
anda memperhatikan drainase pada pelindung mata.
Rasional: Tanda ini menunjukkan peningaktan tekanan intra okuli (TIO) atau komplikasi lain.

2) Resiko tinggi terhadap infeksi


a) Tujuan: infeksi tidak terjadi.
b) Kriteria hasil: klien akan menunjukkan penyembuhan insisi tanpa gejala infeksi.
c) Intervensi:
• Tingkatkan penyembuhan luka:
Berikan dorongan untuk mengikuti diet yang seimbang dan asupancairan yang adekuat.
Instruksikan klien untuk tetap menutup mata sampai hari pertama setelah operasi atau sampai
diberitahukan
Rasional: Nutrisi dan hidrasi yang optimal meningkatkan kesehatan secara keseluruhan, yang
meningkatkan penyembuhan
• Gunakan teknik aseptik untuk meneteskan tetes mata:
Cuci tangan sebelum memulai
Pegang alat penetes agak jauh dari mata
Ketika meneteskan, hindari kontak antara ata, tetesan dan alat penetes.

Ajarkan teknik ini kepada klien dan anggota keluarganya.


Rasional: Teknik aseptik meminimialkan masuknya mikroorganisme dan mengurangi resiko infeksi.
• Kaji tanda dan gejala infeksi:
Kemerahan, edema pada kelopak mata
Infeksi konjungtiva (pembuluh darah menonjol)
Drainase pada kelopak mata dan bulu mata
Materi purulen pada bilik anterior (antara korminea dan iris)
Peningkatan suhu
Nilai laboratorium abnormal (mis. Peningkatan SDP, hasil kultur dan sensitivitas positif)
Rasional: Deteksi dini infeksi memungkinkan penanganan yang cepat untuk meminimalkan keseriusan
infeksi.
• Lakukan tindakan untuk mencegah ketegangan pada jahtan (misal anjurkan klien menggunakan
kacamata protektif dan pelindung mata pada siang hari dan pelindung mata pada malam hari).
Rasional: Ketegangan pada jahitan dapat menimbulkan interupsi menciptakan jalan masuk untuk
mikroorganisme.
• Beritahu dokter tentang semua drainase yang terlihat mencurigakan.
Rasional: Drainase abnormal memerlukan evaluasi medis dan kemungkinan memulai penanganan
farmakologi.

3) Resiko tinggi terhadap cidera


a) Tujuan: Cidera tidak terjadi.

b) Kriteria hasil: Klien tidak mengalami cidera atau trauma jaringan selama dirawat.
c) Intervesi:

• Orientasikan klien pada lingkungan ketika tiba.


Rasional: Pengenalan klien dengan lingkungan membantu mengurangi kecelakaan.
• Modifikasi lingkungan untuk menghilangkan kemungkinan bahaya.
Singkirkan penghalang dari jalur berjalan.
Singkrkan sedotan dari baki.
Pastikan pintu dan laci tetap tertutup atau terbuka secara sempurna.
Rasonal: Kehilangan atau gangguan penglihatan atau menggunakan pelindung mata juga apat
mempengaruhi resiko cidera yang berasal dari gangguan ketajaman dan kedalaman persepsi.
• Tinggikan pengaman tempat tidur. Letakkan benda dimana klien dapat melihat dan meraihnya tanpa
klien menjangkau terlalu jauh.
Rasional: Tinakan ini dapat membantu mengurangi resiko terjatuh.
• Bantu klien dan keluarga mengevaluasi lingkungan rumah untuk kemungkinan bahaya.
Karpet yang tersingkap.
Kabel listrik yang terpapar.
Perabot yang rendah
Binatang peliharaan
Tangga
Rasional: Perlunya untuk empertahankan lingkungan yang aman dilanjutkan setelah pulang.

4) Resiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik


a) Tujuan: Inefektif penatalaksanaan regimen tidak terjadi.
b) Kriteria hasil: Berkaitan dengan rencana pemulangan rujuk pada rencana pemulangan.
c) Intervensi:
• Diskusikan aktifitas yang diperbolehkan setelah pembedahan.
Membaca
Menonton televisi
Memasak
Melakukan pekerjaan rumah tangga yang ringan
Mandi siram atau mandi di bak mandi.
Rasional: Memulai diskusi dengan menguraikan aktifitas yang diperbolehkan daripada pembatasan
memfokuskan klien pada aspek positif penyembuhan daripada aspek negatifnya.
• Pertegas pembatasan aktifitas yang disebutkan dokter yang mungkin termasuk menghindari aktifitas
berikut:
Berbaring pada sisi yang dioperasi
Membungkuk melewati pinggang
Mengangkat benda yang beratnya melebihi 10 kg.
Mandi
Mengedan selama defekasi.
Rasional: Pembatasan diperlukan utnuk menguangi gerakan mata dan mencegah peningkatan tekanan
okuler. Pembatasan yang spesifik tergantung pada beberapa faktor, termasuk sifat dan luasnya
pembedahan, preferensi dokter, umur serta status kesehatan klien secara keseluruhan. Pemahaman
klein tentang alasan untuk pembatasan ini dapat mendorong kepatuhan klien.
• Tekankan pentingnya tidak mengusap mata atau menggosok mata dan menjaga balutan serta
pelindung protektif tetap pada tempatnya sampai hari pertama setelah operasi.
Rasional: Mengusap atau menggosok mata dapat merusak integritas jahitan dan memebrikan jalan
masuk untk mikroorganisme. Menjaga mata tertutup mengurangi resiko kontaminasi oleh
mikroorganisme di udara.
• Jelaskan informasi berikut untuk tetap setiap obat
Obatan yang diresepkan.
Nama, tujuan dan kerja obat.
Jadwal, dosis (jumlah dan waktu)
Teknik pemberian
Instruksi atau kewaspadaan khusus
Rasional: Memberikan informasi yang akurat sebelum pulang dapat meningkatkan kepatuhan dengan
regimen pengobatan dan membantu mencegah kesalahan dalam pemberian obat.
• Instruksikan klien dan keluarga untuk melaporkan tanda dan gejala berikut:
Kehilangan penglihatan
Nyeri pada mata
Abnormalitas penglihatan (misalnya, kilasan cahaya atau mengeras)
Emerahan, drainase meningkat, suhu meningkat.
Rasional: Melaporkan tanda dan gejala ini lebih awal memungkinkan intervensi yang cepat untuk
mencegah atau meminimalkan infeksi, peningkatan tekanan intra okular, perdarahan, terlepasnya retina
atau komplikasi lain.
• Instruksikan untuk menjaga hygiene mata (membuang drainase yang mengeras dengan menyeka
kelopak mata yang terpejam menggunakan bola kapas yang dielmbabakan dengan larutan irigasi mata).
Rasional: Sekresi dapat melekat pada kelopak mata dan blu mata. Pembuangan sekresi dapat
memberikan kenyamanan dan mengurangi resiko infeksi dengan mneghilangkan sumber
mikroorganisme.
• Tekankan pentingnya perawatan lanjutan yang adekuat, dengan adwal yang ditentukan oleh ahli
bedah. Klien harus mengetahui tanggal dan waktu jadwal perjanjian pertamanya sebelum pulang.
Rasional: Perawatan lanjutan memberikan kemungkinan penyembuhan dan memngkinkan deteksi dini
komplikasi.
• Sediakan instruksi tertulis pada waktu klien pulang.
Rasional: Instruksi tertulis memberikan klien dan keluarga sumber informasi yang dapat merekam rujuk
jika diperlukan.

2.8 Pelaksanaan
Disesuaikan dengan intervensi yang telah ditetapkan serta keadaan umum klien.

2.9 Evaluasi
Disesuaikan dengan tujuan yang telah ditetapkan, menggunakan metode SOAP.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Glaukoma merupakan bagian penyakit mata yang menyebabkan proses hilangnya penglihatan, tetapi
proses ini dapat dicegah dengan obat-obatan, terapi laser dan pembedahan. Hilangnya penghlihatan
pada kasus glaukoma tidak dapat disembuhkan kembali, maka sangat penting untuk mencegah
terjadinya kerusakan pada organ mata sedini mungkin, apalagi glaukoma seringkali timbul tanpa gejala
sampai pada tahap akhir, kecuali glaukoma jenis akut (tekanan bola mata tiba-tiba meninggi sehingga
mata terasa sakit dan pegal).

3.2 Saran
Bahaya glaukoma akut harus diwaspadai termasuk oleh dokter umum, karena menyebabkan kebutaan
yang cepat pada kedua mata. Pasien datang ke bagian unit darurat dengan keluhan utama nyeri di
sekitar mata dan menurunnya ketajaman penglihatan, dapat disertai sakit kepala, muntah dan sakit
perut sehingga dapat didiagnosis terjadi gangguan pencernaan atau gastritis.
DAFTAR PUSTAKA

Arif, mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculpius.: Jakarta.

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Medikal Keperawatan Vol.3. EGC: Jakarta.

Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. EGC: Jakarta.

http://www.wikipedi.com/glaukoma/html

Anda mungkin juga menyukai