GLAUKOMA
disusun oleh :
Priaji Setiadani
G99151046
G99151047
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi
Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai dengan adanya ekskavasi
glaukomatosa, neuropati saraf optik, serta kerusakan lapang pandang yang khas
dan utamanya diakibatkan oleh tekanan bola mata yang tidak normal.1
Glaukoma berasal dari bahasa Yunani glaukos yang berarti hijau
kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita. Pada
penderita glaukoma, terdapat penurunan fungsi mata dengan terjadinya cacat
lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa degenerasi papil saraf optik yang
dapat berakhir dengan kebutaan.2
B. Anatomi
Cairan mata (akuos humor), diproduksi oleh processus siliaris pada badan
siliaris, akan mengisi bilik mata depan atau kamera okuli anterior (KOA) dan bilik
mata belakang atau kamera okuli posterior (KOP). KOP dibatasi oleh permukaan
belakang iris, badan siliaris, badan kaca (vitreus humor), dan lensa sedangkan
KOA dibatasi oleh permukaan depan iris, kapsul lensa, dan kornea. Pada tepi
KOA, terdapat sudut bilik mata (sudut iridokorneal) yaitu sudut antara iris dan
kornea, serta pada apeksnya terdapat kanal Schlemm. KOA dihubungkan dengan
kanal Schlemm melalui anyaman trabekulum (trabecular meshwork), yang
berhubungan dengan sistem vena episklera yang menuju ke jantung.3
C. Fisiologi
Akuos humor akan masuk ke bilik mata belakang kemudian menuju bilik
mata depan melalui pupil. Selanjutnya, akuos humor akan menuju ke sudut bilik
mata depan, tepatnya menuju kanal Schlemm pada jaringan trabekulum
(trabecular meshwork) untuk keluar dari bola mata. Fungsi akuos humor adalah
memberikan nutrisi ke organ avaskuler, yaitu kornea dan lensa, serta
memperahankan bentuk bola mata.1,3
Produksi akuos humor tersebut beserta hambatan yang ada pada jaringan
trabekulum akan menentukan besarnya tekanan bola mata atau tekanan intraokular
(TIO) seseorang. Tekanan bola mata yang normal berkisar antara 15-20 mmHg.
Pada umumnya, batas tertinggi yang masih dapat ditolerir sampai 24,4 mmHg
namun kita sudah harus waspada apabila tekanan bola mata sudah mencapai 22
mmHg.1
D. Epidemiologi
Berdasarkan Survei Kesehatan Indera tahun 1993-1996, sebesar 1,5%
penduduk Indonesia mengalami kebutaan dengan prevalensi kebutaan akibat
glaukoma sebesar 0,2%. Prevalensi glaukoma hasil Jakarta Urban Eye Health
Study tahun 2008 adalah glaukoma primer sudut tertutup sebesar 1,89%,
glaukoma primer sudut terbuka 0,48%, dan glaukoma sekunder 0,16% atau
keseluruhannya 2,53%. Menurut hasil Riset Ksehatan Dasar tahun 2007,
responden yang pernah didiagnosis glaukoma oleh tenaga kesehatan sebesar
0,46%, tertinggi di provinsi DKI Jakarta (1,85%), berturut-turut diikuti provinsi
DI Aceh (1,28%), Kepulauan Riau (1,26%), Sulawesi Tengah (1,21%), Sematera
Barat (1,14%), dan terendah Riau (0,04%).4
E. Etiologi
Pada glaukoma, terdapat ketidakormalan tekanan bola mata, biasanya
meningkat. Penyebab utama terjadinya peningkatan tekanan bola mata tersebut
antara lain adalah bertambahnya produksi cairan bola mata oleh bada siliar
maupun berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di
celah pupil.2
F. Patofisiologi
Gangguan dinamika akuos humor akan mengakibatkan perubahan TIO.
Pada glaukoma, aliran akuos humor tidak lancar sehingga terjadi ketidakseimbangan antara produksi dan pembuangan. Volume akuos humor akan menentukan
besarnya TIO sehingga apabila produksinya berlebih atau pembuangannya
terhambat maka TIO akan meningkat. Sesuai dengan Hukum Pascal, tekanan yang
tinggi di dalam ruang tertutup akan diteruskan ke segala arah dengan besar
tekanan yang sama, termasuk ke belakang. Saraf optik yang berada di belakang
merupakan struktur yang paling lemah bila terdesak sehingga dapat menjadi
atrofi.
Penyebab lain gangguan dinamika akuos humor adalah adanya hambatan
pada aliran akuos humor pada pupil sehingga terjadi blokade aliran dari KOP
menuju KOA. Hambatan lainnya dapat terjadi apabila iris perifer terdesak ke arah
sudut iridokorneal sehingga anyaman trabekulum tertutup mengakibatkan
terhentinya aliran keluar dari akuos humor.
Pembuangan akuos humor terdiri dari 2 aliran, yaitu aliran trabekular yang
mengalirkan 80-89% dari seluruh akuos humor dan aliran uveosklera yang
mengalirkan 5-15% akuos humor. Hambatan pembuangan akuos humor dapat
terjadi di 3 tempat, yaitu sebelum masuk anyaman trabekulum, pada anyaman
trabekulum, dan setelah anyaman trabekulum (kanal Schlemm, saluran kolektor,
dan vena episklera).
Papil saraf optik yang normal mempunyai gambaran Cup Disc Ratio (C/D)
sebesar 0,2 - 0,5. Cup Disc Ratio adalah perbandingan antara diameter cupping/
lekukan dan diameter diskus papil saraf optik. Pada kerusakan papil saraf optik
akibat galukoma, didapatkan Cup Disc Ratio bernilai lebih dari atau sama dengan
0,6 yang berarti terjadi pengurangan serabut saraf optik yang membentuk bingkai
saraf optik (optic rim). Kerusakan saraf tersebut akan mengakibatkan gangguan
lapang pandang sesuai dengan daerah inervasi saraf tersebut pada retina. Pada fase
awal, terjadi kerusakan lapang pandang pada darah Bjerrum yang biasanya tidak
disadari oleha penderita karena tidak mempengaruhi pandangan sentral. Pada fase
akhir, lapang pandang menjadi sangat sempit (pinhole vision) yang akhirnya akan
menghilang dan terjadi kebutaan total (absolut stage).3
G. Klasifikasi Glaukoma
Ada beberapa jenis glaukoma dan dapat di klasifikasikan sebagai berikut :
1. Glaukoma Primer Dewasa
Glaukoma primer dewasa meliputi:
cairan di dalam mata tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya tekanan bola
mata meningkat terus dan menyebabkan pembesaran mata bayi, bagian depan
mata berair dan berkabut dan peka terhadap cahaya. 12,13
4. Glaukoma Absolut
Glaukoma ini biasanya adalah hasil dari beberapa kejadian
glaukoma dan itu berarti mengarah pada kebutaan yang mana tekanan
intraokuler meningkat.6 Glaukoma absolut merupakan stadium akhir
glaukoma (sempit/terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat
tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada glaukoma
absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan
ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit.
Sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah
sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskulerisasi pada iris, keadaan
ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.
Manifestasi Klinis Glaukoma
Gejala yang dirasakan pertama kali antara lain : bila memandang lampu
neon/sumber cahaya maka akan timbul warna pelangi di sekitar neon tersebut,
mata terasa sakit karena posisi mata dalam keadaan membengkak, penglihatan
yang tadinya kabur lama kelamaan akan kembali normal. Hal inilah yang
membuat para penderita glaukoma tidak menyadari bahwa ia sudah menderita
penyakit mata yang kronis. Penyakit mata glaukoma ini dapat diderita kedua
mata dari si penderita dan jalan satu-satunya untuk mengatasi penyakit ini
adalah dengan operasi.12,13
1) Glaukoma Akut
Gejala cukup berat, sakit mata mendadak, penglihatan kabur, mata
merah, disertai dengan sakit kepala, serta mual atau muntah. Penderita
memerlukan pertolongan darurat untuk sakit kepalanya dan mengabaikan
keluhan mata.10,11
2) Glaukoma Kronis
Penyakitnya lebih tenang, tanpa sakit kepala, sehingga penderita
tidak merasakan adanya kehilangan penglihatan sedikit demi sedikit.
Awalnya kehilangan penglihatan malam dan tepi, sedang penglihatan lurus
21mmHg.
Gonioskopi, Merupakan suatu cara untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik
mata depan. Dengan gonioskopi dapat dibedakan glaukoma sudut tertutup
dan glaukoma sudut terbuka, juga dapat dilihat apakah terdapat perlekatan
iris bagian perifer ke depan. Penentuan gambaran sudut bilik mata dilakukan
pada tiap kasus yang dicurigai glaukoma. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
meletakkan lensa sudut atau goniolens di dataran depan kornea setelah diberi
anastesi lokal. Lensa ini dapat digunakan untuk melihat sekeliling sudut bilik
3.
pencekungan
superior dan inferior. Hasil akhir proses pencekungan pada glaukoma adalah
apa yang disebut sebagai cekungan "bean pot". Rasio cekungan diskus adalah
cara yang berguna untuk mencatat ukuran diskus optikus pada pasien
glaukoma. Besaran tersebut adalah perbandingan antara ukuran cekungan
4.
(untuk
memperbaiki
pengaliran
cairan
atau
mengurangi
pembentukan cairan)
d) Minum larutan gliserin dan air biasa untuk mengurangi tekanan dan
e)
f)
Glaukoma
kongenitalis
perlu
dilakukan
a)
Laser iridotomy melibatkan pembuatan suatu lubang pada bagian mata yang
berwarna (iris) untuk mengizinkan cairan mengalir secara normal pada mata
b)
menyembuhkan
glaukoma,
namun
sering
dilakukan
daripada
mudah
mengalir. Ketika
dia
lebih
tidak
invasiv
dibanding
trabeculectomy dan aqueous shunt surgery, dia juga bertendensi lebih tidak
efektif. Ahli bedah kadangkala menciptakan tipe-tipe lain dari sistim
pengaliran (drainage systems). Ketika operasi glaukoma seringkali efektif,
komplikasi-komplikasi, seperti infeksi atau perdarahan, adalah mungkin.
Maka, operasi umumnya dicadangkan untuk kasus-kasus yang dengan cara
lain tidak dapat dikontrol.6,7
Penatalaksanaan Glaukoma Absolut
Penatalaksanaan glaukoma absolut dapat ditentukan dari ada tidaknya
keluhan. Ketika terdapat sudut tertutup oleh karena total synechiae dan tekanan
bola mata yang tidak terkontrol, maka kontrol nyeri menjadi tujuan terapetik yang
utama. Penatalaksanaan glaukoma absolut dilakukan dengan beberapa cara :
1. Medikamentosa
Kombinasi atropin topikal 1% dua kali sehari dan kortikosteroid topikal 4 kali
sehari seringkali dapat menghilangkan gejala simtomatis secara adekuat.
Kecuali jika TIO lebih besar dari 60 mmHg. Ketika terdapat edema kornea,
kombinasi dari pemberian obat-obatan ini dilakukan dengan bandage soft
contact lens menjadi lebih efektif. Namun bagaimanapun, dengan pemberian
terapi ini, jika berkepanjangan, akan terdapat potensi komplikasi. Oleh karena
itu, pada glaukoma absolut, pengobatan untuk menurunkan TIO seperti
penghambat adenergik beta, karbonik anhidrase topikal, dan sistemik, agonis
adrenergik alfa, dan obat-obatan hiperosmotik serta mencegah dekompensasi
kornea kronis harus dipertimbangkan.8
2. Prosedur Siklodestruktif
Merupakan tindakan untuk mengurangi TIO dengan merusakan bagian dari
epitel sekretorius dari siliaris. Indikasi utamanya adalah jika terjadinya gejala
glaukoma yang berulang dan tidak teratasi dengan medikamentosa, biasanya
topikal
dan
kortikosteroid
atau,
secara
jarang,
dilakukan
BAB II
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Pekerjaan
Alamat
Tanggal periksa
No. RM
Cara Pembayaran
II.
: Tn. S
: 74 tahun
: Laki-laki
: Islam
: Pensiunan PNS (Dosen)
: Delanggu, Klaten
: 18 September 2015
: 00-18-47-xx
: BPJS
ANAMNESIS
A. Keluhan utama
Mata kanan dan kiri terasa cekot-cekot.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang kontrol ke poli mata RSDM dengan keluhan mata
kanan terasa sakit cekot-cekot kurang lebih sejak 5 tahun yang lalu.
Sekarang cekot-cekot yang dirasakan pasien ringan dan tidak
mengganggu
aktivitasnya
sehari-hari.
Pasien
sudah
pernah
: diakui,
: disangkal
: disangkal
: diakui
: disangkal
: disangkal
E. Kesimpulan Anamnesis
Proses
OD
Hambatan pengeluaran
OS
Hambatan pengeluaran
aquous humor
Trabeculum
Tidak Diketahui
Kronis
Belum ditemukan
aquous humor
Trabeculum
Tidak Diketahui
Kronis
Kebutaan
Lokalisasi
Sebab
Perjalanan
Komplikasi
III.
PEMERIKSAAN FISIK
A. Kesan umum
Keadaan umum baik E4V5M6, gizi kesan cukup
B. Pemeriksaan subyektif
Visus sentralis
jauh
Pinhole
Refraksi
Visus Perifer
Konfrontasi test
OD
6/7
OS
0
Tidak Maju
non refraksi
tidak dilakukan
non refraksi
Lapang pandang
dengan pemeriksa
hilang
C. Pemeriksaan Obyektif
1.
Sekitar mata
2.
Tanda radang
Luka
Parut
Kelainan warna
Kelainan bentuk
Supercilium
3.
Warna
Hitam
Tumbuhnya
Normal
Kulit
sawo matang
Geraknya
dalam batas normal
Pasangan Bola Mata dalam Orbita
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
4.
Heteroforia
Strabismus
Pseudostrabismus
Exophtalmus
Enophtalmus
Anopthalmus
Ukuran bola mata
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
5.
Mikrophtalmus
Makrophtalmus
Ptisis bulbi
Atrofi bulbi
Buftalmus
Megalokornea
Gerakan Bola Mata
6.
Temporal superior
Temporal inferior
Temporal
Nasal
Nasal superior
Nasal inferior
Kelopak Mata
7.
Gerakannya
Lebar rima
Blefarokalasis
Tepi kelopak mata
8.
Oedem
Margo intermarginalis
Hiperemis
Entropion
Ekstropion
Sekitar saccus lakrimalis
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
Hitam
Normal
sawo matang
dalam batas normal
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
9.
10.
Oedem
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
Sekitar Glandula Lakrimalis
tidak ada
tidak ada
Oedem
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
N
14 mmHg
Tidak dilakukan
N+1
Tidak dilakukan
Oedem
Hiperemis
Sikatrik
Konjungtiva Fornix
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
Oedem
Hiperemis
Sikatrik
Konjungtiva Bulbi
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
Pterigium
tidak ada
Oedem
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
Sikatrik
tidak ada
Injeksi konjungtiva
tidak ada
Injeksi siliar
tidak ada
Sekret
tidak ada
Caruncula dan Plika Semilunaris
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
11.
Tidak dilakukan
Konjungtiva
Konjungtiva palpebra
Oedem
Hiperemis
Sikatrik
12. Sklera
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
Warna
Penonjolan
13. Kornea
Putih
tidak ada
Putih
tidak ada
12 mm
Sedikit keruh
Rata, mengkilat
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
(+)
12 mm
Keruh
Edema
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
sulit dievaluasi
Ukuran
Limbus
Permukaan
Sensibilitas
Keratoskop (Placido)
Fluoresin Test
Arcus senilis
14.
Isi
Kedalaman
15. Iris
Sedikit keruh
Dangkal
Sulit dievaluasi
Sulit dievaluasi
Warna
Kelabu pada
Sulit dievaluasi
Gambaran
Bentuk
Sinekia Anterior
16.
17.
Sulit dievaluasi
Sulit dievaluasi
Sulit dievaluasi
Pupil
Ukuran
Bentuk
5 mm
bulat
Tempat
Reflek direk
Reflek indirek
Reflek konvergensi
sentral
(+)
(+)
Baik
yang keruh)
Sulit dievaluasi
Sulit dievaluasi
Sulit dievaluasi
Sulit dievaluasi
Tidak terlihat
Ada
jernih
sentral
tidak dilakukan
Sulit dievaluasi
Sulit dievaluasi
Sulit dievaluasi
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
(tertutup kornea
Lensa
Ada/ tidak
Kejernihan
Letak
Shadow test
18. Corpus vitreum
Kejernihan
IV.
permukaan luar
spongious
bulat
tidak ada
KESIMPULAN PEMERIKSAAN
Visus Sentralis Jauh
Pinhole
Visus Perifer
Konfrontasi test
OD
6/7
Tidak maju
OS
0
Tidak dilakukan
Lapang pandang
Sekitar mata
Supercilium
Pasangan bola mata
dengan pemeriksa
dalam batas normal
dalam batas normal
dalam batas normal
hilang
dalam batas normal
dalam batas normal
dalam batas normal
dalam orbita
Ukuran bola mata
Gerakan bola mata
Kelopak mata
lakrimalis
Tekanan Intra Okuler
Konjunctiva bulbi
Sklera
Kornea
N
dalam batas normal
dalam batas normal
Sedikit keruh,
N+1
dalam batas normal
dalam batas normal
Keruh, edema
permukaan mengkilat
Dangkal, sedikit
Sulit dievaluasi
keruh
Iris
Pupil
Sulit dievaluasi
Tidak terlihat
(tertutup kornea
V.
Lensa
Corpus vitreum
NCT
Tonometer Schiotz
GAMBAR
Jernih
tidak dilakukan
14 mmHg
Tidak dilakukan
yang keruh)
Sulit dievaluasi
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
DIAGNOSIS
OD PACG (Glaukoma Sudut Tertutup Primer)
OS Glaukoma Absolut
VII.
DIAGNOSIS BANDING
OD PACG (Glaukoma Sudut Tertutup Primer)
OS Glaukoma Absolut
OD Glaukoma Simpleks
OD Glaukoma Sekunder (hipertensi)
OD retinopati diabetikum
VIII. TERAPI
Non medikamentosa
Edukasi pasien agar memeriksakan tekanan bola mata secara teratur.
Edukasi pasien bahwa tekanan bola mata yang tinggi dapat dikontrol
dengan penggunaan obat-obatan, sehingga pasien harus teratur
menggunakan dan mengkonsumsi obat yang diberikan.
Edukasi pasien bahwa pada glaukoma apabila terapi dengan obat-obatan
tidak maksimal, maka perlu dilakukan perbaikan struktur dalam bola
mata dengan pembedahan sehingga aliran cairan bola mata lebih lancar
dan tekanan bola mata dapat turun.
Edukasi pasien mengenai komplikasi yang mungkin terjadi dari penyakit
yang dialami, seperti pengurangan visus secara mendadak, penyempitan
lapang pandang, hingga kebutaan.
Medikamentosa
Tujuan: Menurunkan tekanan bola mata, mengatasi mual dan muntah, serta
menghilangkan nyeri
Terapi:
Pembedahan :
IX.
PROGNOSIS
Ad vitam
Ad sanam
Ad kosmetikum
Ad fungsionam
OD
Bonam
dubia et malam
dubia et malam
dubia et malam
OS
malam
malam
malam
malam
BAB IV
PEMBAHASAN
Penatalaksanaan glaukoma dapat ditangani dengan pemberian obat tetes mata,
tablet, tindakan laser atau operasi yang bertujuan menurunkan/menstabilkan
tekanan bola mata dan mencegah kerusakan penglihatan lebih lanjut. Semakin dini
deteksi glaukoma maka akan semakin besar tingkat kesuksesan pencegahan
kerusakan penglihatan. Meskipun belum ada cara untuk memperbaiki kerusakan
penglihatan yang terjadi akibat glaukoma, pada kebanyakan kasus glaukoma dapat
dikendalikan.Terapi yang sebaiknya dipilih pertama adalah terapi dengan obat
tetes mata. Obat ini bekerja dengan mengurangi pembentukan cairan di dalam
mata atau meningkatkan pengeluaran cairan mata. Jika glaukoma tidak dapat
dikontrol dengan obat-obatan atau efek sampingnya tidak dapat ditolerir oleh
penderita, maka dilakukan pembedahan untuk meningkatkan pengaliran cairan
dari bilik anterior. Digunakan sinar laser untuk membuat lubang di dalam iris atau
dilakukan pembedahan untuk memotong sebagian iris (iridotomi).
Golongan Obat- obat yang digunakan
1. -bloker : produksi aqueous humour $
2. Agonis 2-Adrenergik : produksi aqueous humour $
3. Analog Prostaglandin : meningkatkan aliran aqueous humor
4. CAI
(Carbonic
Anhydrase
Inhibitors)
menurunkan
kecepatan
Kolinergik
terjadinya
konstriksi
pupil,
Mekanisme Kerja
-bloker
Non selektif
Timolol
Levobunolol
Selektif
Betaxolol
Agonis
2Mengurangi produksi aqueous
Adrenergik
humour; Brimonidin juga
diketahui dapat meningkatkan
Brimonidin
pengaliran uveoskleral
Apraclonidin
Analog
Prostaglandin
Meningkatkan pengaliran
uveoskleral
Efek Samping
Okular
Sistemik
Konstriksi bronkus
Hipotensi
Rasa terbakar
Bradikardia
Menyengat
Blokade jantung
Fotofobia
Menutupi
Gatal
hipoglikemia
Pengeluaran air
Perubahan kadar
mata
lipid
Sensitivitas
Impotensi
korneal menurun
Capek
Hiperaemia
Depresi
Punctate keratitis
Syncope
Diplopia
Bingung
Alopecia
Reaksi alergi
okular
Rasa terbakar
Depresi SSP
Menyengat
Mulut kering
Penglihatan
Sakit kepala
kabur
Capek
Foreign-body
Mengantuk
sensation
Bradikardia
Gatal
Hipotensi
Hiperaemia
Hipotermia
Lid retraction
Apnoea
Conjunctial
Gangguan rasa
blanching
Syncope
Fotofobia
Midriasis
(Apraclonidin)
Sangat jarang
Penglihatan
kabur
Analog
prostaglandin
F2
Latanoprost
Analog
prostamide
Bimatoprost
Travoprost
CAI (Carbonic
Anhydrase
Inhibitors)
Topikal
Brinzolamid
Dorzolamid
Sistemik
Acetazolamid
Dichlorphenami
d
Methazolamid
Meningkatkan pengeluaran
aqueous humor sebagai hasil
dari terbuka dan tertutupnya
trabecular meshwork pada
kontraksi otot ciliary sehingga
Parasimpatomi menurunkan resistensi
metik
/ pengeluaran aqueous humor
Kolinergik
Pilokarpin
Karbakol
Rasa terbakar
Menyengat
Hiperaemia
konjungtiva
Foreign-body
sensation
Gatal
Peningkatan
pigmentasi pada
iris
Penebalan bulu
mata
Reversible
macular oedema
Reactivation of
herpetic infection
Iritis/uveitis
Rasa terbakar dan
menyengat
sementara
Ketidaknyamana
n okular
Penglihatan
kabur sementara
Jarang
terjadi
konjungtivitis,
lid
reaction,
fotofobia
Sakit mata
Berkurangnya
ketajaman
penglihatan di
malam hari
Penglihatan
kabur
Miosis
Myopic shift
Retinal
detachment
Ketidaknyamana
n
dalam
pemblokan pupil
Lakrimasi
Sakit kepala
Muntah
Kelelahan
Mulut kering
Pusing
Anafilaksis
Sakit kepala
Salivasi
Frekuensi urinasi
meningkat
Kejang perut
Tremor
asma
Hipotensi
Muntah dan Mual
2-receptormediated
Agonis
adrenergik
nonspesifik
Dipivefrin
Hiperosmotik
Mengurangi
vitreous
volume
cairan -
Manitol,
Gliserin,
Isosorbid
Kelas
-bloker
Non selektif
Timolol
Levobunolol
Kontraindikasi
Asma
Bradi aritmia
Blokade jantung
Rasa terbakar
Ocular
discomfort
Alis sakit
Hiperemia
Alergi
Blepharoconjunc
tivitis
Jarang terjadi:
Tidak
menimbulkan
Rontok pada bulu
mata
Stenosis saluran
Nasolakrimal
Penglihatan
kabur
Penggunaan
dalam
waktu
lama (>1 tahun)
dapat
menyebabkan
deposisi pigmen
dalam
konjungtiva dan
kornea
Sakit kepala
Hilang kesadaran
Tekanan darah
meningkat
Takikardia
Aritmia
Tremor
Kegelisahan
Laju pernafasan
meningkat
Sakit kepala
Menggigil
Pusing
Hipotensi
Takikardia
Mulut kering
Pulmonary
oedema
Perhatian
Diabetes
Hipertiroid
Kegagalan jantung
Penyakit paru-paru
Bradikardia
Atherosclerosis
Diabetes
Miastenia gravis
Selektif
Betaxolol
Agonis 2-Adrenergik
Brimonidine
Apraclonidine
Analog Prostaglandin
inhibitor)
Anak di bawah 2 tahun
Latanoprost
Penyakit kardiovaskular
Depresi
Bimatoprost
Travoprost
CAI
(Carbonic
Anhydrase
Cangkok kornea
Distrofi endotelial
dapat
Inhibitors)
menyebabkan
pada
Topikal
Brinzolamide
Dorzolamide
udem
kornea
Alergi
mempunyai
parah
sulfonamida
risiko
alergi
terhadap CAI
Sistemik
Acetazolamide
Dichlorphenamide
Methazolamide
Parasimpatomimetik /
Kolinergik
Pilokarpin
Karbakol
Agonis
sekunder yang
berhubungan
dengan
hambatan pengeluaran cairan
Uveitis
Glaukoma
Asma
Obstruksi saluran kemih
Miopi yang parah
Aphakia
Degenerasi perifer retina
aqueous humor
adrenergik
nonspesifik
Dipivefrin
Hiperosmotik
Hipersensitif terhadap
Manitol, Gliserin,
gliserin, manitol
Intrakranial hematoma akut
Hipertensi
Arteriosclerosis
Jantung koroner
Diabetes
Hyperparathyroidism
Dehidrasi
Gangguan fungsi ginjal dan retensi
urin
Kegalalan jantung kongestif
Isosorbid
Diabetes insipidus
Geriatri
Tambahan:
Terapi Farmakologi
1. Terapi Hipertensi Okular
Hipertensi okular adalah kondisi dimana tekanan intraokular mata lebih
besar dari tekanan intraokular (TIO) mata normal yaitu > 22 mmHg. Hipertensi
okular ini menyebabkan seseorang memiliki kemungkinan menderita glaukoma
akan tetapi belum positif glaukoma. Terapi untuk mengatasi hipertensi okular
diperlukan untuk meminimalisir faktor risiko yang dapat menyebabkan
berkembangnya
hipertensi
okular
menjadi
glaukoma.
OHTS
(Ocular
risiko yang besar berkembang menjadi glaukoma. Faktor risiko lain seperti
riwayat keluarga, ras (kulit hitam), miopi yang parah, dan pasien yang hanya
mempunyai satu mata fungsional, juga perlu dipertimbangkan untuk memilih
terapi yang tepat. Pasien tanpa faktor risiko, tidak perlu mendapatkan terapi akan
tetapi harus tetap dikontrol untuk mencegah berkembangnya glaukoma.
Pasien dengan faktor risiko yang signifikan harus diterapi dengan agen
topikal yang sesuai seperti -bloker, agonis 2, inhibitor karbonik anhidrase
(CAI), atau analog prostaglandin yang disesuaikan dengan kondisi pasien. Agar
terapi berjalan optimal maka hendaknya dimulai pada satu mata untuk menilai
keberhasilan terapi dan toleransi pasien. Penggunaan agen terapi lini kedua dan
ketiga (seperti pilokarpin dan epinefrin) diberikan ketika agen terapi lini pertama
gagal menurunkan tekanan intra okular yang bergantung pada rasio risiko-benefit
pada setiap pasien. Pertimbangan biaya, ketidaknyamanan penggunaan, dan
timbulnya efek samping yang sering muncul pada terapi kombinasi, inhibitor
antikolinesterase, dan CAI oral menghasilkan rasio risiko-benefit yang tidak
diharapkan oleh pasien.
Tujuan terapi hipertensi okular adalah untuk menurunkan tekanan intra
okular (TIO) pada level yang memungkinkan penurunan risiko kerusakan syaraf
optik, umumnya 20% atau 25%-30% penurunan dari TIO awal pasien. Penurunan
yang lebih besar mungkin dibutuhkan pada pasien dengan risiko tinggi atau pasien
yang mempunyai TIO awal yang tinggi. Terapi obat sebaiknya dimonitor dengan
pengukuran TIO, pemeriksaan optic disk, penilaian lapang pandang dan evaluasi
efek samping obat serta kepatuhan pasien. Pasien yang tidak memberikan respon
terhadap obat atau intoleran terhadap obat maka hendaklah obat tersebut diganti
dengan alternatif obat lain. Banyak praktisi yang lebih memilih untuk
menghentikan semua jenis pengobatan pada pasien yang gagal merespon terapi
topikal, melakukan monitoring yang intensif terhadap perkembangan perubahan
optic disk atau hilangnya bidang pandangan, kemudian dilakukan pengobatan
kembali ketika terjadi perubahan kondisi pasien.
Algoritma terapi
-bloker, analog
prostaglandin
(latanoprost,
travoprost,
dan
meningkatkan efektifitas laser iridotomi atau iridoplasti pada pra operasi. Untuk
kasus yang gawat, sebaiknya digunakan pengobatan sistemik seperti hiperosmotik
oral atau parenteral serta CIA oral atau parenteral untuk menurunkan TIO dengan
cepat dan mencegah kerusakan permanen pada posterior chamber dan anterior
chamber. Topikal timolol dan bribrimonidin/apraklonidin juga dapat digunakan
secara bersamaan dengan CAI topikal (Singapore Ministry of Health [SMOH]
2005). Topikal anti infamasi juga disarankan untuk digunakan. Saw, Gazzard dan
Friedman (2003) menyarankan untuk memberikan obat aditif latanoprost sebelum
dilakukan terapi menggunakan laser iridotomi. Latanoprost dapat digunakan jika
TIO <25 mm.
Kemudian setelah TIO sudah menurun, dilakukan terapi menggunakan laser
iridotomi. Jika berhasil, maka dilakukan pengontrolan terhadap TIO. Jika telah
mencapai target TIO yang diharapkan, maka langkah selanjutnya dilakukan follow
up yang meliputi pemeriksaan TIO, pemeriksaan lapang pandang dan optic disc
serta pemeriksaan terhadap syaraf optik. Namun jika tidak mencapai target TIO
yang diharapkan, maka dilakukan terapi tambahan dengan menggunakan obat lain
yang dikombinasi dengan dan atau terapi laser dan operasi bedah.
Sementara jika terapi menggunakan laser iridotomi belum berhasil maka
dilajutkan dengan operasi bedah iridektomi. Lalu TIO kembali dilihat apakah
telah mencapai target yang diharapkan atau tidak. Jika telah mencapai target TIO
yang diharapkan, maka langkah selanjutnya dilakukan follow up yang meliputi
pemeriksaan TIO, pemeriksaan lapang pandang dan optic disc serta pemeriksaan
terhadap syaraf optik. Namun jika tidak mencapai target TIO yang diharapkan,
maka dilakukan terapi tambahan dengan menggunakan obat lain yang
dikombinasi dengan dan atau terapi laser dan operasi bedah.
BAB V
PENUTUP
A.
Simpulan
1. Glaukoma merupakan penyakit neurooptik yang menyebabkan kerusakan
serat optik (neuropati optik), yang ditandai dengan meningkatnya tekanan
intraokuler, kelainan atau atrofi papil nervus optikus yang khas, serta
kerusakan lapang pandang.
2. Pada pasien ini didapatkan diagnosa okuler dekstra glaukoma akut. Hal
tersebut ditegakkan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan okuler serta
pemeriksaan tambahan yaitu menggunakan tonometer. Pemeriksaan pasti
dengan menggunakan genioskopi dan perimeter belum bisa dilakukan
akibat keterbatasan alat.
3. Glaukoma dikalasifikasikan sebagai glaukoma sudut terbuka, glaukoma
sudut tertutup, dan glaukoma pada anak-anak.
4. Pemberian terapi bisa dilakukan dengan medikamentosa, dan nonmedikamentosa. Pada medikamentosa dapat digunakan pada glaukoma
sudut terbuka primer yaitu seperti golongan antagonis beta adrenergik,
adrenergik antagonis, agen parasimpatomimetik, inhibitor karbonik
anhidrase, serta agen hiperosmotik yang bertujuan untuk menurunkan
tekanan intraokuler pada bola mata. Terapi pembedahan dapat dilaukan
dengan laser trabekuloplasti atau trabekulektomi pada glaukoma sudut
terbuka. Sedangkan pada glaukoma sudut tertutup bisa menggunakan laser
iridektomi, laser genioplasti atau periferal iridoplasti, atau pembedahan
insisi. Pada glaukoma kongenital bisa dilakukan geniotomi dan
trabekulotomi.
B.
Saran
Pada pasien dengan glaukoma selalu dilakukan pemeriksaan visus serta
lapang pandang yang digunakan sebagai evaluasi terhadap gejala serta
pengobatan yang diberikan. Tindakan operatif perlu dilakukan apabila pasien
tidak berespon terhadap pengobatan untuk mempertahankan visus dan tidak
menyebabkan kondisi yang lebih parah (glaukoma absolut).
DAFTAR PUSTAKA
1.
Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Edisi Kedua. Penerbit
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Skorin, Leonid. 2004. Treatment for Blind and Seeing Painful Eyes.
http://www.optometry.co.uk/uploads/articles/8325b4e72a4a0c1eba3ff460634
Diunduh
dari