Anda di halaman 1dari 18

Sistem : Mata

Penyakit : Astigmatisme Ringan


Tingkat kemampuan : 4
Nama penyusun : SIPIT

1. Definisi Astigmatisma

Astigmatisma adalah kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang


datang dari jarak tak terhingga oleh mata dalam keadaan istirahat dibias tak
1,2,3,5
tertentu, refraksi dalam tiap meridian tak sama.

Gambar 5.1 Astigmatisma

Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis
pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih dari
3
satu titik.
2. Epidemiologi

Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 juta sampai


2,3 milyar. Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama
pada penyakit mata. Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus
mengalami peningkatan. Ditemukan jumlah penderita kelainan refraksi di
3,4
Indonesia hampir 25% populasi penduduk atau sekitar 55 juta jiwa.
Insidensi myopia dalam suatu populasi sangat bervariasi dalam hal
umur, negara, jenis kelamin, ras, etnis, pekerjaan, lingkungan, dan factor
lainnya. Prevalensi miopia bervariasi berdasar negara dan kelompok etnis,
hingga mencapai 70-90% di beberapa negara. Sedangkan menurut Maths
Abrahamsson dan Johan Sjostrand tahun 2003, angka kejadian astigmat
bervariasi antara 30%-70%.

3. Anatomi Dan Fisiologi

Gambar 6.1. Anatomi bola mata.


Bola mata bentuknya merupai kistik yang dipertahankan oleh adanya
tekanan didalamnya. Walaupun secara umum bola mata dikatakan bentuknya
bulat atau globe namun bentuknya tidak bulat sempurna.
Orbita adalah tulang-tulang rongga mata yang didalamnya terdapat bola
mata, otot-otot ekstraokular, nervus, lemak dan pembuluh darah. Tiap-tiap
tulang orbita berbentuk menyerupai buah pear, yang bagian posteriornya
1
meruncing pada daerah apeks dan optik kanal.

4. Media Refraksi

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan


yang terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous
(badan kaca), dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan
oleh media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga
bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah
makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan
menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak
1,2,3
melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.

5. Fisiologi Refraksi

Gambar 6.2 Fisiologi refraksi.


Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokkan ke arah dalam
untuk difokuskan kembali ke sebuah titik peka-cahaya di retina agar dihasilkan
suatu bayangan yang akurat mengenai sumber cahaya. Pembelokan suatu berkas
cahaya (refraksi) terjadi ketika berkas berpindah dari satu medium dengan
kepadatan (densitas) tertentu ke medium dengan kepadatan yang berbeda.

Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media


transparan lainnya misalnya : kaca, air. Ketika suatu berkas cahaya masuk ke
medium dengan densitas yang lebih tinggi, cahaya tersebut melambat
(sebaliknya juga berlaku). Berkas cahaya mengubah arah perjalanannya jika
mengenai medium baru pada tiap sudut selain tegak lurus.

Dua faktor penting dalam refraksi : densitas komparatif antara 2 media


(semakin besar perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan
sudut jatuhnya berkas cahaya di medium kedua (semakin besar sudut, semakin
besar pembiasan). Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan refraktif
mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea, struktur pertama yang dilalui
cahaya sewaktu masuk mata, yang melengkung berperan besar dalam reftraktif
total karena perbedaan densitas pertemuan udara/kornea jauh lebih besar dari
pada perbedaan densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya.
Kemampuan refraksi kornea seseorang tetap konstan karena kelengkungan
kornea tidak pernah berubah. Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat
disesuaikan dengan mengubah kelengkungannya sesuai keperluan untuk
2
melihat dekat/jauh.

Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya


terfokus diretina agara penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah terfokus
sebelum bayangan mencapai retina atau belum terfokus sebelum mencapai
retina ,bayangan tersebut tampak kabur. Berkas-berkas cahaya yang berasal dari
benda dekat lebih divergen sewaktu mencapai mata daripada berkas-berkas dari
sumber jauh. Berkas dari sumber cahaya yang terletak lebih dari 6 meter (20
kaki) dianggap sejajar saat mencapai mata.

Untuk kekuatan refraktif mata tertentu, sumber cahaya dekat


memerlukan jarak yang lebih besar di belakang lensa agar dapat memfokuskan
daripada sumber cahaya jauh, karena berkas dari sumber cahaya dekat masih
berdivergensi sewaktu mencapai mata. Untuk mata tertentu, jarak antara lensa
dan retina selalu sama. Untuk membawa sumber cahaya jauhdan dekat terfokus
di retina (dalam jarak yang sama), harus dipergunakan lensa yang lebih kuat
untuks umber dekat. Kekuatan lensa dapat disesuaikan melalui proses
3
akomodasi.

6. Etiologi

1. Kelainan kornea
Perubahan lengkung kornea dengan atau tanpa pemendekan atau
pemanjangan diameter anterior posterior bola mata.Bisa merupakan
kelainan kelainan kongenital/akwisita, akibat kecelakaan, peradangan atau
1
operasi.
2. Kelainan Dilensa
Kekeruhan lensa, biasanya katarak insipienatau imatur.Axis visual
disini tidak dapat diatasi dengan lensa, harus menunggu sampai saatnya
1,2,3
tiba untuk operasi lensa.

Adanya astigmatisma kornea dapat diperiksa dengan tes Placido, dimana


gambarannya di kornea terlihat tidak teratur. Kelainan kornea merupakan
penyebab utama, yaitu meredien dengan daya bias maksimal, dan minimal,
yang saling tegak lurus letaknya. Jadi ada meredien yang vertical dan ada
meredien yang horizontal. Bila meredien vertical, mempunyai daya bias yang
lebih besar dari pada yang horizontal. Dinamakan astigmatisma with the rule,
1
bila sebaliknya disebut astigmatisma “ against the rule”.
4
Etiologi kelainan astigmatisma adalah sebagai berikut:
i. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur.
Media refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar
adalah kornea, yaitu mencapai 80% s/d 90% dari astigmatismus,
sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan pembiasan
pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea dengan
tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior
bolamata. Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi karena
kelainan kongenital, kecelakaan, luka atau parut di kornea, peradangan
kornea serta akibat pembedahan kornea.
ii. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa.
Semakin bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa
kristalin juga semakin berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin
akan mengalami kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatismus.
iii. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty
iv. Trauma pada kornea
v. Tumor

7. Klasifikasi

Dikenal 5 macam Astigmatisma :

1. Astigmatisma miopikus simpleks.


2. Astigmatisma miopikus kompositus.
3. Astigmatisma hipermetropikus simpleks.
4. Astigmatisma hipermetropikus kompositus.
1,2,3
5. Astigmatisma mikstus.

Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme


dibagi sebagai berikut:
1) Astigmatisme Reguler
Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua
bidang yang saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada
salah satu bidang memiliki daya bias yang lebih kuat dari pada bidang
yang lain. Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa cylindris
yang tepat, akan bisa menghasilkan tajam penglihatan normal.

penglihatan yang lain.


Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme
regular ini dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
i. Astigmatisme With the Rule
Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat
dari pada bidang horizontal.
ii. Astigmatisme Against the Rule
Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat
dari pada bidang vertikal.
2) Astigmatisme Irreguler
Dimana titik bias didapatkan tidak teratur.
Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme
dibagi sebagai berikut:
1. Astigmatisme Miopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan
titik B berada tepat pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari
daya bias terkuat sedangkan titik B adalah titik fokus dari daya bias
terlemah). Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah
Sph 0,00 Cyl -Y atau Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y memiliki
angka yang sama.

Gambar 6.3 Astigmatisme Miopia Simpleks


2. Astigmatisme Hiperopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan
titik B berada di belakang retina.

Gambar 4. Astigmatisme Hiperopia Simpleks


3. Astigmatisme Miopia Kompositus
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan
titik B berada di antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi
astigmatisme jenis ini adalah Sph -X Cyl -Y.

Gambar 6.4 Astigmatisme Miopia Kompositus


4. Astigmatisme Hiperopia Kompositus
Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan
titik A berada di antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi
astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl +Y.

Gambar 6.5 Astigmatisme Hiperopia Kompositus


5. Astigmatisme Mixtus
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan
titik B berada di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi
astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl -Y, atau Sph -X Cyl +Y,
di mana ukuran tersebut tidak dapat ditransposisi hingga nilai X
menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi sama - sama + atau -.

Gambar 6.6 Astigmatisme Mixtus

Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri :


1. Astigmatismus Rendah
Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya
astigmatis-mus rendah tidak perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan
tetapi jika timbul keluhan pada penderita maka koreksi kacamata sangat perlu
diberikan.
2. Astigmatismus Sedang
Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d
2,75 Dioptri. Pada astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata
koreksi.
3. Astigmatismus Tinggi
Astigmatismus yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus
ini sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.
8. Tanda Dan Gejala

Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi


menyebabkan gejala-gejala sebagai berikut :
- Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada
umunya keluhan ini sering terjadi pada penderita astigmatismus
oblique yang tinggi.
- Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
- Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan
untuk mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita
astigmatismus juga menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti
membaca.
- Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan
mendekati mata, seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan
untuk memperbesar bayangan, meskipun bayangan di retina tampak
buram.
Sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan
gejala-gejala sebagai berikut :
- Sakit kepala pada bagian frontal.
- Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya
penderita akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau
mengucek-ucek mata.
9. Diagnosis
1) Pemeriksaan pin hole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah
berkurangnya tajam penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau
kelainan pada media penglihatan, atau kelainan retina lainnya. Bila
ketajaman penglihatan bertambah setelah dilakukan pin hole berarti pada
pasien tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila
ketajaman penglihatan berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan
4,5
media penglihatan atau pun retina yang menggangu penglihatan.
2) Uji refraksi
i. Subjektif (Optotipe dari Snellen & Trial lens)
Metode yang digunakan adalah dengan Metoda „trial and error‟
Jarak pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang
diletakkan setinggi mata penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan
mata kanan terlebih dahulu Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-
masing mata. Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila
dengan lensa sferis positif tajam penglihatan membaik atau mencapai 5/5,
6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita hipermetropia, apabila
dengan pemberian lensa sferis positif menambah kabur penglihatan
kemudian diganti dengan lensa sferis negatif memberikan tajam penglihatan
5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita miopia. Bila setelah
pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan maksimal
mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada keadaan ini
4,5,6
lakukan uji pengaburan (fogging technique).
ii. Objektif
- Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan
menggunakan komputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya
dihasilkan oleh alat dan respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini
mengukur berapa besar kelainan refraksi yang harus dikoreksi dan
pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa detik.
- Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius
kelengkungan kornea. Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat
berharga namun mempunyai keterbatasan.
3) Uji pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam
penglihatannya dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan
berkurang 2 baris pada kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa
spheris positif 3. Pasien diminta melihat kisi-kisi juring astigmat, dan
ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis juring pada 90°
yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu lensa silinder, atau
lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180°. Perlahan-lahan kekuatan
lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi astigmat
vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua
juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder ditentukan yang
ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen dan perlahan-
4,5
lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien melihat jelas.

G
a
m
b
a
r

8
Gambar 6.8 Kipas Astigmat
4) Keratoskop
Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme.
Pemeriksa memerhatikan imej “ring” pada kornea pasien. Pada
astigmatisme regular, “ring” tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme
6,7
irregular, imej tersebut tidak terbentuk sempurna.
5) Javal ophtalmometer
Boleh digunakan untuk mengukur kelengkungan sentral dari kornea, dimana
6,7
akan menentukan kekuatan refraktif dari kornea.
10. Terapi
1) Koreksi lensa
Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa
silinder. Karena dengan koreksi lensa cylinder penderita astigmatismus
akan dapat membiaskan sinar sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan
akan bertambah jelas.
2) Orthokeratology
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa
kontak, lebih dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi
datar dan menurunkan myopia. Kekakuan lensa kontak yang digunakan
sesuai dengan standar. Pada astigmatismus irregular dimana terjadi
pemantulan dan pembiasan sinar yang tidak teratur pada dataran
permukaan depan kornea maka dapat dikoreksi dengan memakai lensa
kontak. Dengan memakai lensa kontak maka permukaan depan kornea
tertutup rata dan terisi oleh film air mata.
3) Bedah refraksi
8,9
Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:
Radial keratotomy (RK)
Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di
parasentral. Bagian yang lemah dan curam pada permukaan kornea
dibuat rata. Jumlah hasil perubahan tergantung pada ukuran zona
optik, angka dan kedalaman dari insisi. Photorefractive keratectomy
(PRK)
Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan
ablasi laser pada pusat kornea. Kornea yang keruh adalah keadaan
yang biasa terjadi setelah photorefractive keratectomy dan setelah
beberapa bulan akan kembali jernih. Pasien tanpa bantuan koreksi
kadang-kadang menyatakan penglihatannya lebih baik pada waktu
sebelum operasi.
Pada astigmatisma berkas sinar tidak difokuskan pada satu
titik dengan tajam pada retina akan tetapi pada 2 garis titik api yang
saling tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan
permukaan kornea. Pada mata dengan astigmat lengkungan jari-jari
1,2,3
meredien yang tegak lurus padanya.

Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat


atau sferis yang di dalam perkembangannya terjadi keadaan apa yang
disebut sebagai astigmatisma with the rule (astigmat lazim) yang
berarti kelengkungan kornea pada bidang vertical bertambah atau
lebih kuat atau jari-jarinya lebih pendek dibanding jari-jari
1,2
kelengkungan kornea dibidang horizontal.

Pada keadaan astigmat lazim ini diperlukan lensa silinder


negative dengan sumbu 180 derajat untuk memperbaiki kelainan
refraksi yang terjadi. Pada usia pertengahan kornea menjadi lebih
sferis kembali sehingga astigmat menjadi against the rule (astigmat
tidak lazim). Astigmat tidak lazim (astigmatisme against the rule)
adalah suatu keadaan kelainan refraksi astigmat dimana koreksi
dengan silinder negative dilakukan dengan sumbu tegak lurus lurus
(60-120 derajat) atau dengan silinder positif sumbu horizontal (30-
150derajat).Keadaan ini terjadi akibat kelengkungan kornea pada
meredien horizontal lebih kuat dibandingkan kelengkungan kornea
1,2,3
vertical. Hal ini sering ditemukan pada usia lanjut.

11. Bentuk Astigmatisma


a. Astigmat regular : Astigmat yang memperlihatkan kekuatan
pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur
dari satu merediien ke meredien berikutnya. Bayangan yang terjadi
pada astigmat regular dengan bentuk yang teratur dapat berbentuk
garis, lonjong atau lingkaran.
b. Astigmatisma Ireguler : astigmat yang terjadi tidak mempunyai
meredien saling tegak lurus. Astigmat irregular dapat terjadi akibat
kelengkungan kornea pada meredien yang sama berbeda sehingga
bayangan menjadi ireguler. Astigmatisma ireguler terjadi akibat
infeksi kornea terutama dari distribusi atau akibat kelainan pembiasan
pada meredien lensa yang berbeda.

Pengobatan dengan lensa kontak keras bila epitel tidak rapuh atau
lensa kontak lembek bila disebabkan infeksi,trauma dan distropi untuk
1,2,3
memberikan efek permukaan yang ireguler.

Pada pasien plasidoskopi terdapat gambaran yang ireguler.Koreksi dan


pemeriksaan astigmat, pemeriksaan mata dengan sentris pada permukaan
kornea.Dengan alat ini dapat dilihat kelengkungan kornea yang regular
1,2,3
(konsentris), ireguler kornea dan adanya astigmatisme kornea.
Sferis Silindris Diagnosis Sketsa
(-) Miopia simpeks

(+) Hipermetrop
simpleks

(-) Astigmat Miopikus


simpleks

(+) Astigmatisma
Hipermetrop
simpleks

(-) (-) Astigmatisma


MiopikusKompositus

(+) (+) Hipermetrop


astigmat kompositus

(+) (-) Mixtus anisometrop


DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


Edisi ke tiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2006.

2. Wijaya N. IlmuPenyakit Mata. Edisi ke-6. Jakarta : Abaditegal. 1993.

3. Riordan P. Whitcher P John Eva. Optik dan refraksi dalam : Vaugan dan
Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta : EGC.2009.

4. Astuti V. Astigmatisma (serial online). Diakses Diakses (tanggal 27 April


2020) Diunduh dari : URL :
https://www.scribd.com/doc/62090097/Astigmatism

5. Wijaya S. Astigmatisme (serial online). Diakses Diakses (tanggal 27


6. April 2020 ) Diunduh dari : URL :
https://www.scribd.com/doc/212228095/referat-astigmatisma-2#download

7. Medicastore. Kelainan Refraksi (serial online). Diakses (tanggal 27


8. April 2020 ). Diunduh dari : URL :
http://www.medicastore.com/penyakit/865/kelainanrefraksi.html.

9. PubMed Central Journal list. Pemeriksaan Refraksi . Diakses (tanggal 27


April 2020 ). Diunduh dari : URL :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/pemeriksaanrefraksi/PMC1705659/
.

Anda mungkin juga menyukai