Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaucoma.
Kelainan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata,
atrofi papil saraf optic, dan menciutnya lapang pandang.

Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokular ini


disebabkan oleh bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar,
berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah
pupil (glaucoma hambatan pupil).

Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya


cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi (penggaungan)
serta degenerasi papil saraf optic, yang dapat berakhir dengan kebutaan.

Ekskavasi glaukomatosa, penggaungan atau ceruk papil saraf optic akibat


glaucoma pada saraf optic. Luas atau dalamnya ceruk ini pada glaucoma
congenital dipakai sebagai indicator progresivitas glaukoma.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan :


1. Definisi glaukoma?
2. Epidemiologi glaukoma?
3. Etiologi glaukoma?
4. Klasifikasi glaukoma?
5. Gejala klinis glaukoma?
6. Kriteria diagnostik glaukoma?
7. Pemeriksaan oftalmologi glaukoma?

1
8. Diagnosa banding glaukoma?
9. Terapi glaukoma?
10. Prognosis glaukoma?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan karya ilmiah ini disamping untuk melengkapi tugas mata
kuliah skill lab, juga bertujuan untuk :
1. Tujuan Umum
Untuk memberikan gambaran secara umum tentang glaukoma
2. Tujuan Khusus
Tujuan khususnya antara lain untuk mengetahui :
1. Glaukoma
2. Epidemiologi glaukoma
3. Etiologi glaukoma
4. Klasifikasi glaukoma
5. Gejala klinis glaukoma
6. Kriteria diagnostik glaukoma
7. Pemeriksaan oftalmologi glaukoma
8. Diagnosa banding glaukoma
9. Terapi glaukoma
10. Prognosis glaukoma

D. Manfaat Penulisan

Manfaat karya ilmiah ini antara lain :


1. Manfaat Bagi Penulis
Untuk menambah pengetahuan tentang glaukoma dalam dunia
kedokteran yang akan dihadapi.
2. Manfaat Bagi Pembaca
1. Menambah referensi untuk glaukoma
2. Mengetahui pengobatan glaukoma

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definsi Glaukoma

Glaukoma adalah suatu keadaan di mana tekanan mata seseorang demikian


tinggi atau tidak normal sehingga mengakibatkan kerusakan saraf optik dan
mengakibatkan gangguan pada sebagian atau seluruh lapang pandangan atau
buta. Glaukoma akan terjadi bila cairan mata di dalam bola mata pengalirannya
terganggu. Pada mata yang sehat dan normal, cairan mata ini akan masuk ke
dalam bilik mata dan keluar melalui celah halus (trabekulum) di daerah apa
yang disebut sebagai sudut bilik mata, yang terletak antara selaput pelangi dan
selaput bening

B. Epidemiologi Glaukoma

Hampir 60 juta orang terkena glaukoma. Diperkirakan 3 juta penduduk


Amerika Serikat terkena glaukoma, dan di antara kasus-kasus tersebut, sekitar
50% tidak terdiagnosis. Sekitar 6 juta orang mengalami kebutaan akibat
glaukoma, termasuk 100.000 penduduk Amerika, menjadikan penyakit ini
sebagai penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah di Amerika Serikat.
Glaukoma sudut terbuka primer, bentuk tersering pada ras kulit hitam dan
putih, menyebabkan penyempitan lapangan pandang bilateral progresif
asimptomatik yang timbul perlahan dan sering tidak terdeteksi sampai terjadi
penyempitan lapangan pandangan yang luas. Ras kulit hitam memiliki risiko
yang lebih besar mengalami onset dini, keterlambatan diagnosis, dan
penurunan penglihatan yang berat dibandingkan ras kulit putih.
Glaukoma sudut tertutup didapatkan pada 10-15% kasus ras kulit putih.
Persentase ini jauh lebih tinggi pada orang Asia dan suku Inuit. Glaukoma
sudut tertutup primer berperan pada lebih dari 90% kebutaan bilateral akibat
glaukoma di China. Glaukoma tekanan normal merupakan tipe yang paling
sering di Jepang

3
C. Etiologi Glaukoma

Mengathui struktur dan susunan mata pada glaukoma akan dapat


menerangkan bagimana proses glaukoma itu terjadi.
Di dalam bola sebelah depan terdapat apa yang disebut sebagai bilik mata
depan. Bilik mata depan yang merupakan ruang di dalam mata yang di batasi
kornea, iris, pupil, dan lensa yang diisi oleh cairan mata (humor aquous).
Cairan ini mengatur makanan untuk kornea, lensa, demikian pula oksigennya.
Cairan ini mempunyai kapasitas isi tertentu untuk mempertahankan bola mata
agara menjadi bulat. Cairan mata dihasilkan oleh jonjot badan siliar yang
terletak di belakang iris. Melalui celah iris dan lensa, cairan mata keluar
melalui pupil dan terus ke bilik mata depan. Setelah cairan mata masuk ke
sudut bilik mata dan melalui anyaman trabekulum cairan mata masuk ke dalam
kanal Schlemm.
Untuk mendapatkan gambaran bagimana pengaruh meningkatnya tekanan
bola mata dapat dimisalkan mata sebagai balon. Bila udara terlalu banyak
ditiupkan ke dalam balon, maka tekanan balon akan meningkat yang akhirnya
dapat memecahkan balon tersebut. Bola mata yang dimasuki air terlalu banyak
tidak dapat meledak tetapi akan melembung di daerah yang paling lemah pada
papil optik atau pada sclera tempat saraf optik keluar. Saraf optik yang
membawa informasi penglihatan ke otak terdiri atas jutaan sel saraf yang
panjang. Serabut atau sel saraf ini sangat tipis dengan diameter kira – kira
1/20.000 inci. Bila tekanan bola mata naik serabut saraf ini akan tertekan dan
rusak serta mati. Kematian sel tersebut akan mengakibatkan hiolangnya
penglihatan yang permanen. Pengobatan dan diagnosis dini dapat
menghindarkan kerusakan lanjut saraf optik.
Pada glaukoma dengan tidak diketahui alasannya cairan keluar sedikit
demi sedikit sehingga cairan dalam mata tertimbun dan meningkat tekanannya
yang akan mengakibatkan kerusakan pada saraf optik dan jaringan lain
sehingga penglihatan menurun. Seluruh jenis glaukoma mempunya tekanan
bola mata yang merusak saraf optik. Dibedakan berdasar anatomi 2 bentuk,
yaitu 1) Glaukoma sudut terbuka dan 2) Glaukoma sudut tertutup. Pada

4
glaukoma sudut terbuka ataupun tertutup maka cairan mata yang terus
dihasilkan badan siliar selama 24 jam sehari pengeluarannya terganggu. Cairan
mata yang berlebihan dalam bola mata akan meningkatkan tekanan bola mata.
Tekanan bola mata yang tinggi tersebut akan menekan saraf optik beserta
seluruh serabut saraf dan sel penglihatan yang disebut sebagai glaukoma.
Penutupan jalan keluar cairan mata dapat terjadi akibat saluran keluar
tidak lancer. Dengan gonioskopi bagian yang tertutup dapat terlihat (glaukoma
sudut sempit) atau tidak terlihat (glaukoma sudut terbuka).

Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko yang dapat mengarah pada kerusakan glaukoma :
 Peredaran darah dan regulasinya, darah yang kurang akan menambah
kerusakan
 Tekanan darah rendah atau tinggi
 Fenomena autoimun
 Degenerasi primer sel ganglion
 Usia di atas 45 tahun
 Keluarga mempunyai riwayat glaukoma
 Miopia berbakat untuk terjadi glaukoma sudut terbuka
 Hipermetropia berbakat untuk terjadi glaukoma sudut tertutup atau sempit
 Pasca bedah dengan hifema atau infeksi

Primary Open Angle Glaucoma (POAG) merupakan bentuk glaukoma yang


paling umum. POAG memiliki tendensi untuk diturunkan dan kejadiannya
meningkat dengan bertambahnya usia, pada ras kulit hitam, miopia dan penyakit
sistemik tertentu sepetri diabetes melitus dan kelainan kardiovaskular. Pada
pemeriksaan oftalmologis didapatkan sudut bilik mata depan yang normal dan
terbuka serta biasanya tidak menimbulkan keluhan hingga terjadi kehilangan
lapang pandang yang luas.1,2,4

5
Mekanisme pasti dari meningkatnya resistensi aliran akueus dan kerusakan
saraf optik pada POAG serta faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
progresifitas penyakit belum sepenuhnya dapat dijelaskan namun penelitian-
penelitian terutama bidang molekular biologi mulai dapat menjelaskan tentang
proses kompleks patofisiologi terjadinya POAG.1,2,4
POAG tidak dapat disembuhkan namun dapat dikendalikan dengan terapi
medikamentosa, laser dan prosedur bedah. Penurunan tekanan intraokular
merupakan metode pengobatan yang dapat mengatasi penyakit ini. Pengobatan
pada umumnya diawali dengan menggunakan tetes mata hipotensif, kemudian
laser trabekuloplasti dan terapi bedah dapat dilakukan untuk memperlambat
progresifitas penyakit.5,6,7

Patogenesis Glaukoma Sudut Terbuka Primer


Patogenesis glaukoma belum dapat sepenuhnya dimengerti namun besarnya
tekanan intraokular berhubungan dengan kematian sel ganglion retina.
Keseimbangan antara sekresi humor akueus oleh badan siliaris dan alirannya
melalui jalur jalinan trabekular dan uveoskleral menentukan besarnya tekanan
intraokular. Pada pasien POAG terjadi peningkatan resistensi terhadap aliran
akueus melalui jalinan trabekular sehingga aliran keluar humor akueus
menurun.1,2,4,5

1 Mekanisme Obstruksi dan Aliran Akueus


Peningkatan tekanan intraokular pada POAG disebabkan oleh obstruksi aliran
akueus. Mekanisme pasti yang menyebabkan obstruksi aliran akueus pada kondisi
ini belum dapat dimengerti sepenuhnya dan masih diteliti hingga saat ini.1,2
Penelitian histopatologi dan molekular biologi dapat menjelaskan
kemungkinan penyebab obstruksi akueus pada POAG, dimana didapatkan
beberapa abnormalitas seperti fragmentasi kolagen trabelukar, penebalan
membran basalis, penyempitan rongga intertrabekular, penurunan jumlah sel
endotel trabekular, penumpukan material asing, penurunan filamen aktin,
penurunan jumlah giant vacuoles, penutupan kanalis schlemm dan penebalan
scleral spur. Interpretasi histopatologis yang dibuat harus mempertimbangkan

6
faktor-faktor tambahan sepeti usia, efek sekunder dari peningkatan tekanan
intraokular dalam jangka waktu panjang, perubahan-perubahan yang disebabkan
oleh pengobatan medis dan operasi yang dilakukan serta artefak yang terjadi saat
memproses jaringan.1,2,4
Kandungan abnormal humor akueus dapat mempengaruhi strukturnya
sehingga meningkatkan resistensi aliran humor akueus tersebut. Transforming
growth factor (TGFs) merupakan kelompok polipeptida multifungsional yang
berfungsi untuk inhibisi proliferasi sel epitel, induksi matriks ekstraselular sintesis
protein dan stimulasi pertumbuhan sel mesenkim. Humor akueus pada penderita
POAG mengandung TGF-β2 yang lebih banyak bila dibandingkan dengan
individu yang sehat. Kadar TGF-β2 yang abnormal pada akueus dapat
menurunkan selularitas jalinan trabekular dan meningkatkan pembentukan
material matriks ekstraselular yang menyebabkan peningkatan resistensi aliran
akueus.1,4,8
Perubahan struktur jalinan trabekular terutama pada jaringan juxtacanalicular
dapat meningkatkan resistensi aliran akueus karena pada daerah ini konsentrasi
mukopolisakarida dan aktivitas fagositik paling tinggi. Jalinan trabekular pada
POAG mempunyai selularitas yang lebih rendah dibandingkan dengan mata
normal dengan susunan jaringan berbeda. Perubahan struktur yang khas terjadi
berupa penumpukan material seperti pigmen, sel darah merah,
glycosaminoglycans, lisosom ekstraselular atau matriks ekstraselular lain, protein
dan plaque material. Hal ini mungkin disebabkan oleh proses katabolisme yang
tidak mencukupi atau sekresi yang berlebihan sehingga menyumbat jalinan
trabekular.1,2,4,5

7
Gambar Aliran Humor Akueus pada Mata Sehat dan POAG
Dikutip dari : Weinreb R.N., Aung T., Medeiros FA3

Jalinan trabekular pada pasien glaukoma memiliki sel endotel yang lebih
sedikit bila dibandingkan dengan mata normal, meskipun laju penurunannya
sama. Hilangnya sel endotel akan mengganggu beberapa fungsi penting trabekular
termasuk fagositosis, sintesis dan degradasi makromolekul. Kerapatan dan ukuran
pori-pori pada endotel dinding bagian dalam kanalis schlemm mengalami
penurunan pada POAG. Selain itu dapat ditemukan menurunnya jumlah dan
ukuran giant vacuoles pada endotel dinding bagian dalam kanalis schlemm yang
berfungsi pada perpindahan cairan dari jalinan trabekular menuju lumen canalis
schlemm sehingga terjadi peningkatan resistensi aliran humor akueus.1,2
Myocilin merupakan salah satu gen yang pertama kali diidentifikasi
mengalami mutasi pada POAG dan diproduksi dalam jumlah besar pada saat sel-
sel tubuh yang mengalami stress. Stress-induced protein lain yang diteliti adalah
heat-shock protein seperti αβ-cristallin. Pada penelitian yang dilakukan, terdapat
perbedaan pada stress-response markers yaitu αβ-crystallin dan myocilin pada
jalinan trabekular pasien POAG bila dibandingkan dengan kontrol. Protein-
protein ini terlokalisasi pada lebih banyak area pada jalinan trabekular dengan
jumlah yang lebih banyak pada POAG bila dibandingkan dengan mata yang
sehat.1,5,8
Penyempitan kanalis schlemm akan meningkatkan resistensi aliran akueus
dan merupakan salah satu mekanisme yang diduga menyebabkan terjadinya
obstruksi aliran akueus pada POAG. Penyempitan ini dapat berupa penonjolan

8
jalinan trabekular kedalam kanalis schlemm sehingga menyumbat lumen dan
menghambat aliran akueus. Hal ini mungkin disebabkan oleh melemahnya jalinan
trabekular atau relaksasi otot siliaris. Argumentasi terhadap teori ini menyatakan
bahwa kanalis schlem hanya dapat kolaps pada tekanan intraokular yang sangat
tinggi dan belum pernah ditemukan bukti terjadinya sumbatan pada kanalis
schlemm dengan rentang tekanan intraokular 25-35 mmHg yang merupakan
rentang tekanan intraokular yang paling umum terjadi pada POAG. Dari beberapa
penelitian histopatologis didapatkan terjadi penyempitan disertai adhesi antara
dinding dalam dan luar kanalis schlemm.1,2,4
Perubahan intrascleral collector channels merupakan salah satu mekanisme
yang dapat menyebabkan peningkatan resistensi terhadap aliran akueus pada
POAG. Tinjauan histopatologis menyatakan perubahan ini disebabkan oleh
akumulasi glycosaminoglycans pada sklera yang berdekatan sehingga terjadi
intrascleral blockage.1,2
Beberapa peneliti menjelaskan bahwa gangguan aliran humor akueus pada
POAG disebabkan oleh respon imun yang abnormal. Pada jalinan trabekular
pasien dengan POAG didapatkan peningkatan kadar γ-globulin dan sel plasma.
Hipotesis lain yang masih diteliti sampai saat ini menyatakan bahwa terjadi
kerusakan jalinan trabekular yang disebabkan oleh stres oksidatif.2,3,9

2 Sensitivitas Kortikosteroid
Individu dengan POAG memiliki sensitivitas yang lebih tinggi terhadap
kortikosteroid. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menilai respon individu
terhadap pemberian kortikosteroid topikal dan kenaikan tekanan intraokular. Tiap
individu mempunyai respon yang beragam, dan penelitian yang dilakukan pada
populasi individu dengan POAG memberikan respon kenaikan tekanan tekanan
intraokular yang lebih tinggi. Respos peningkatan tekanan intraokular terhadap
kortikosteroid topikal merupakan hal yang diturunkan dan memiliki pola
penurunan yang sama atau berhubungan dengan POAG.1,2
Sensitivitas terhadap kortikosteroid yang lebih tinggi pada POAG
berhubungan dengan peningkatan resistensi terhadap aliran akueus. Beberapa teori

9
dan penelitian menyatakan kortikosteroid endogen mempengaruhi fungsi
trabekular dengan mengubah metabolisme prostaglandin, katabolisme
glycosaminoglycan, pelepasan enzim lisosomal, sintesis cyclic adenosine
monophosphate dan menghambat fagositosis.1,2
Respon abnormal dari Hypothalamic-Pituitary-Adrenal Axis pada POAG
berhubungan dengan perubahan dinamik humor akueus terhadap kortikosteroid.
Kortikosteroid berpengaruh terhadap stimulasi β-adrenergik terhadap adenyl
cyclase, enzim yang bertanggung jawab untuk sintesis cyclic-adenosine
monophosphate sehingga diduga kortikosteroid mempengaruhi tekanan
intraokular dengan mengubah cyclic-adenosine monophosphate. Beberapa teori
menyatakan bahwa peningkatan tekanan intraokular terkait kortikosteroid
mungkin berhubungan dengan glycosaminoglycans pada jalinan trabekular.
Dalam keadaan terpolarisasi, glycosaminoglycan terhidrasi, membengkak dan
mengobstruksi aliran akueus. Enzim katabolik yang berasal dari lisosom pada sel-
sel trabekular berfungsi untuk depolarisasi glycosaminoglycan. Kortikosteroid
menstabilkan membran lisosom sehingga mencegah pelepasan enzim katabolik
dan dengan demikian meningkatkan glycosaminoglycan yang terpolarisasi serta
resistensi aliran akueus. Efek steroid terhadap peningkatan tekanan intraokular
mungkin berkaitan dengan aktivitas fagositik sel endotel yang melapisi jalinan
trabekular. Sel-sel ini bersifat fagositik dan berfungsi untuk membersihkan akueus
dari debris sebelum mencapai endotel dinding bagian dalam kanalis schlemm.
Kegagalan fungsi fagositik ini menyebabkan penumpukan material pada lapisan
jaringan ikat juxtacanalicular. Kortikosteroid menekan fungsi fagositik dan pada
pasien POAG endotel jalinan trabekular bersifat lebih sensitif bahkan terhadap
kortikosteroid endogen.1,2

3 Mekanisme Neuropati Optik


Mekanisme kerusakan saraf optik yang disebabkan oleh kenaikan tekanan
intraokular belum jelas, namun iskemia diskus optikus atau lapisan serabut saraf,
penekanan mekanis pada akson secara langsung, toksisitas lokal atau kombinasi

10
dari hal-hal ini dikatakan dapat menyebabkan kerusakan saraf optik pada
POAG.2,3,8,9
Tekanan intraokular dapat menyebabkan tekanan pada struktur posterior mata
terutama lamina kribrosa dan jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan intraokular
menyebabkan kompresi, deformasi dan remodeling lamina kribrosa, akibatnya
terjadi kerusakan mekanis dan gangguan transpor axonal. Pada pengamatan
histopatologik dan imunohistokimia pada saraf optik ditemukan fibrosis,
perubahan arteriosklerotik dan hilangnya pembuluh darah kapiler, meningkatnya
jaringan ikat pada septa dan sekeliling pembuluh darah sentral retina disertai
meningkatnya jumlah kolagen tipe IV dan VI. Beberapa penelitian menyatakan
mekanisme imunoregulator pada jalinan trabekular, badan ganglion sel dan akson
saraf optik, pembuluh darah retina serta lamina kribrosa sebagai patogenesis
POAG. Keseimbangan antara imunitas protektif dan autoimmune neurogenerative
injury menentukan keadaan akhir ganglion sel retina dalam menghadapi berbagai
stresor pada pasien dengan glaukoma.1,3,8,9
Beberapa penelitian menyatakan terdapat perbedaan agregabilitas sel darah
merah, peningkatan viskositas plasma dan aktivasi sistem pembekuan darah pada
pasien POAG bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Perubahan
autoregulasi aliran darah pada saraf optik dan gangguan sirkulasi retina serta
koroidal juga terjadi pada pasien POAG. Kematian sel ganglion pada mata pasien
POAG juga dapat disebabkan oleh apoptosis, hal ini dikatakan berhubungan
dengan kematian sel eksitotoksik karena akumulasi glutamat dan
ketidakseimbangan protease yang mengatur matriks ekstraselular pada retina.1,3,8,9

11
Gambar 2.2 Anatomi Normal dan Perubahan Neurodegeneratif pada Glaucomatous
Optic Neuropathy
Dikutip dari : Weinreb R.N., Aung T., Medeiros FA3

Kerusakan saraf optik pada glaukoma bersifat multifaktorial dan pada waktu
yang berbeda serta mata yang berbeda serta dapat melibatkan faktor genetik,
tekanan mekanik, iskemia, stress oksidatif, hilangnya faktor neurotropik,
neurotoksisitas dan ketidakmampuan sel astroglial untuk mencegah atau
memperbaiki kerusakan sel dan maktriks ekstraselularnya.2,3

4. Tekanan Cairan Serebrospinal


Lamina cribrosa berada diantara dua kompartemen yang bertekanan, yaitu
ruang intraokular dan ruang subarachnoid. Perbedaan tekanan antara kedua ruang
ini disebut tekanan translaminar. Dalam hal ini, penurunan tekanan cairan
serebrospinal akan menimbulkan efek yang sama dengan peningkatan tekanan
intraokular. Hasil dari beberapa penelitian menyatakan bahwa tekanan
translaminar mempunyai peran yang penting dalam terjadinya glaucomatous optic
neuropathy. Pada penelitian ini didapatkan bahwa tekanan cairan serebropinal
pada pasien POAG lebih rendah dibandingkan dengan kontrol, demikian pula

12
tekanan cairan serebrospinal pasien Normotension Glaucoma (NTG) lebih rendah
dibandingkan dengan pasien POAG dengan peningkatan tekanan intraokular. 1,2

D. Klasifikasi Glaukoma

 Glaukoma Primer :

1. Glaukoma Sudut Terbuka Primer


Glaukoma sudut terbuka primer adalah bentuk glaucoma yang
paling sering pada ras kulit hitam dan putih. Disekitar Amerika Serikat,
1.29-2% orang berusia lebih dari 40 tahun, meningkat hingga 4.7%
pada orang berusia lebih dari 75 tahun, diperkirakan mengidap
glaukoma sudut terbuka primer. Penyakit ini 4 kali lebih umum dan 6
kali lebih sering menimbulkan kebutaan pada orang berkulit hitam.
Pada glaukoma sudut terbuka primer, terdapat kecenderungan familiar
yang kuat dan kerabat dekat pasien di anjurkan menjalani pemeriksaan
skrining secar teratur.
Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka primer
adalah adanya proses degeneratife anyaman trabekular, termasuk
pengendapan materi ekstrasel di dalam anyaman dan di bawah lapisan
endotel canal Schlemm. Hal ini berbeda dari proses penuaan normal.
Akibatnya adalah penurunan drainase aquous humor yang
menyebabkan peningkatan tekanan intraokular.
Glaukoma sudut terbuka onset juvenile (suatu glaukoma sudut
terbuka primer familian dengan onset dini), sekitar 5% dari seluruh
kasus glaukoma sudut terbuka familier, dan sekitar 3% kasus glaukoma
sudut terbuka primer non familier disebabkan oleh mutasi gen myocilin
pada kromosom I.

Diagnosis
Diagnosis glaukoma primer sudut terbuka primer ditegakkan
apabila ditemukan kelainan – kelainan glaukomatosa pada diskus

13
optikus dan lapangan pandang yang disertai dengan peningkatan
tekanan intraokular, sudut bilik mata depan terbuka dan tampak normal,
dan tidak terdapat sebab lain yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraokular. Sedikitnya sepertiga pasien glaukoma sudut terbuka primer
memiliki tekanan intraokular yang normal sewaktu pertama kali di
periksa. Jadi, untuk menegakan diagnosis mungkin diperlukan
pemeriksaan tonometri berulang.

Pemeriksaan skrining untuk glaukoma


Masalah utama dalam mendeteksi glaukoma sudut terbuka primer
adalah tidak adanya gejala samapi penyakit relatif lanjut. Sewaktu
pasien pertama kali menyadari adanya kehilangan lapangan pandang
biasanya, telah terjadi kerusakan nervus optikus yang bermakna. Terapi
harus diberikan pada tahap dini penyakit agar berhasil; hal ini
bergantung pada program skrining aktif. Sayangnya, program –
program skrining glaukoma sering terhambat oleh ketidak andalan
pemeriksaan tekanan intraokular tunggal dalam mendeteksi glaukoma
sudut terbuka primer dan kompleksitas kelainan diskus optikus atau
lapangan pandang. Untuk diagnosis dini saat ini, sebagian besar masih
mengandalkan pemeriksaan oftalmologi yang teratur pada kerabat
langsung individu – individu yang menderita glaukoma.

Perjalanan penyakit dan prognosis


Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka dapat berkembang
secara perlahan hingga akhirnya menimbulkan kebutaan total. Apabila
obat tetes anti glaukoma dapat mengontrol tekanan intraokular mata
yang belum mengalami kerusakan glaukomatosa luas, prognosisnya
akan baik (walaupun penurunan lapang pandang dapat terus berlanjut
pada tekanan intraokular yang telah normal). Apabila proses penyakit
terdeteksi secara dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani
dengan baik secara medis. Trabekulektomi merupakan pilihan yang

14
baik bagi pasien yang mengalami perburukan meskipun telah
mengalami terapi medis.

2. Glaukoma Tekanan Normal


Beberapa pasien dengan kelainan glaukomatosa pada diskus
optikus atau lapangan pandang memiliki tekanan intraokular yang tetap
dibawah 21 mmHg. Pasien – pasien ini mengidap glaukoma tekanan
normal atau rendah. Patogenesis yang mungkin adalah kepekaan yang
abnormal terhadap tekanan intraokular karena kelainan vaskular atau
mekanis di caput nervi optici, atau bisa juga murni karena penyakit
vaskular. Mungkin terdapat suatu faktor predisposisi yang diwariskan;
glaukoma tekanan – normal khususnya sering di Jepan. Sejumlah kecil
keluarga dengan glaukoma tekanan rendah memiliki kelainan gen pada
optineurin di kromosom 10. Beberapa penelitian menunjukan
hubungannya dengan vasospasme. Pendarahan diskus lebih sering di
jumpai pada tekanan normal di bandingkan dengan glaukoma sudut
terbuka primer dan sering menandakan progresifitas penurunan
lapangan pandang.
Sebelum diagnosis glaukoma tekanan rendah dapat ditegakkan,
sejumlah entitas harus disingkirkan :
I. Episode peningkatan tekanan intraokular sebelumnya
seperti yang disebabkan oleh uveitis anterior, trauma, atau
terapi steroid topikal.
II. Variasi diurnal yang besar pada tekanan intraokular
dengan peningkatan mencolok, biasanya pada pagi hari.
III. Tekanan intraokular yang berubah sesuai postur, dengan
peningkatan mencolok saat pasien berbaring rata.
IV. Peningkatan tekanan intraokular intermitten, seperti pada
penutupan sudut subakut.
V. Penaksiran tekanan intraokular yang terlalu rendah akibat
berkurangnya ketebalan kornea.

15
VI. Penyebab kelaianan diskus optikus dan lapangan pandang
yang lain termasuk kelainan diskus congenital atau
neuropati optic herediter, dan atrofi optik didapat akibat
tumor atau penyakit vaskular.
Diantara pasien – pasien yang di diagnosis glaukoma tekanan
normal, sekitar 60% mengalami penururnan lapangan pandang yang
progresif, mengisyaratkan kemungkinan pathogenesis berupa periode –
periode iskemik akut pada pasien non progresif. Penurunan tekanan
intraokular bermanfaat bagi pasien dengan penurunan lapangan
pandang yang progresif, tetapi ini tidak dapat dicapai melalui terapi
medis. Mungkin perlu dilakukan tindakan bedah drainase glaukoma
diserta suatu antimetabolik. Kemungkinan adanya dasar vaskular pada
glaukoma tekanan normal mengindikasikan penggunaan obat – obat
penyekat canal kalsium sistemik, tetapi tindakan ini masih belum
menunjukan keuntungan yang nyata.

3. Hipertensi Okular
Hipertensi okular adalah peningkatan tekanan intraokular tanpa
kelainan diskus optikus atau lapangan pandang dan lebih sering
dijumpai dibandingkan glaukoma sudut terbuka primer. Angka
terbentukanya glaukoma pada para pengidap hipertensi okular adalah
sekitar 1-2% pertahun. Resiko meningkat seiring dengan peningkatan
tekanan intraokular, bertambahnya usia, semakin beratnya “cupping”
diskus optikus, riwayat glaukoma dalam keluarga, dan mungkin riwayat
miopia, diabetes melitus, serta penyakit cardiovaskular dalam keluarga.
Timbulnya pendarahan diskus pada pasien dengan hipertensi okular
juga mengindikasikan peningkatan resiko terjadinya glaukoma.

4. Glaukoma Sudut Tertutup Primer


Glaukoma sudut tertutup primer terjadi pada mata dengan
predisposisi anatomis tanpa disertai kelainan lain. Peningkatan tekanan

16
intraokular terjadi karena sumbatan aliran keluar aquous akibat adanya
oklusi anyaman trabekular oleh iris perifer. Keadaan ini dapat
bermanifestasi sebagai suatu kedaruratan oftalmologi atau dapat tetap
asimptomatik sampai timbul penurunan penglihatan. Diagnosis
ditegakan dengan melakukan pemeriksaan segmen anterior dan
gonioskopi yang cermat. Istilah glaukoma sudut tertutup primer hanya
digunakan bila penutupan sudut primer telah menimbulakn kerusakan
nervus optikus dan kehilangan lapangan pandang. Faktor – faktor
resikonya antara lain bertambahnya usia, jenis kelamin perempuan,
riwayat keluarga glaukoma, dan etnis Asia Tenggara, China, Inuit.

5. Glaukoma Sudut Tertutup Akut


Glaukoma sudut tertutup akut (glaukoma akut) terjadi bila
terbentuk iris bombe yang menyebabkan oklusi sudut bilik mata depan
oleh iris perifer. Hal ini menghambat aliran keluar aquous dan tekanan
intraokular meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat,
kemerahan, dan penglihatan kabur. Penutupan sudut pada mata
hiperopia yang sudah mengalami penyempitan anatomic bilik mata
depan biasanya dieksaserbasi oleh pembesaran lensa kristalina yang
berkaitan dengan penuaan. Serangan akut tersebut sering dipresipitasi
oleh dilatasi pupil, yang terjadi secara spontan di malam hari, saat
pencahayaan berkurang. Dapat juga disebabkan oleh obat-obatan
dengan efek antikolinergik atau simpatomimetik (missal atropine
sebagai obat praoperasi, antidepresan, bronkodilator inhalasi,
dekongestan hidung, atau tokolitik)

Temuan Klinis
Glaukoma sudut tertutup akut ditandai oleh munculnya kekaburan
penglihatan mendadak yang disertai nyeri hebat, halo, serta mual dan

17
muntah. Pasien terkadang dikira menderita penyakit gastrointestinal
akut. Temuan – temuan lainnya adalah peningkatan tekanan intraokular
yang mencolok, bilik mata depan dangkal, kornea berkabut, pupil
berdilatasi sedang yang terfiksasi, dan injeksi siliar. Mata sebelahnya
harus dilakukan pemeriksaan gonioskopi untuk memastikan adanya
predisposisi anatomi terhadap glaukoma sudut tertutup primer.

Komplikasi dan Sekuele


Apabila terapi ditunda, iris perifer dapat melekat ke anyaman
trabekular (sinekia anterior) sehingga dapat menimbulkan oklusi sudut
bilik mata depan ireversibel yang memerlukan tindakan bedah untuk
memperbaikinya. Sering terjadi kerusakan nervus optikus.

6. Glaukoma Sudut Tertutup Subakut


Faktor- faktor etiologi yang berperan pada glaukoma sudut
tertutup subakut sama dengan yang berperan pada tipe akut, kecuali
bahwa episode peningkatan tekanan intraokularnya berlangsung singkat
dan rekuren. Episode penutupan sudut membaik secara spontan, tetapi
terjadi akumulasi kerusakan pada sudut bilik mata depan disertai
pembentukan sinekia anterior perifer. Glaukoma sudut tertutup subakut
kadang – kadang berkembang menjadi glaukoma sudut tertutup akut.
Didapatkan riwayat serangan berulang berupa nyeri, kemerahan,
dan kekaburan penglihatan disertai halo di sekitar cahaya pada satu
mata. Serangan sering terjadi pada malam hari dan sembuh dalam
semalam. Pemeriksaan di antara waktu serangan mungkin hanya
memperlihatkan sudut bilik mata depan yang sempit disertai dengan
sinekia anterior perifer. Diagnosis dapat dipastikan dengan gonioskopi.
Terapinya adalah iridotomi perifer dengan laser.

7. Glaukoma Sudut Tertutup Kronik

18
Pasien dengan predisposisi anatomi penutupan sudut bilik mata
depan mungkin tidak pernah mengalami episode peningkatan tekanan
intraokular akut, tetapi mengalami sinekia anterior perifer yang semakin
meluas disertai dengan peningkatan tekanan intraokular secara
bertahap. Para pasien ini bermanifestasi seperti yang diperlihatkan oleh
pasien glaukoma sudut terbuka primer, sering dengan penyempitan
lapangan pandang yang ekstensif di kedua mata. Sesekali, pasien –
pasien tersebut mengalami serangan penutupan sudut subakut.
Pada pemeriksaan dijumpai peningkatan tekanan intraokular,
sudut bilik mata depan yang sempit disertai sinekia anterior perifer
dalam berbagai tingkat, serta kelainan diskus optikus dan lapangan
pandang.
Iridotomi perifer dengan laser harus selalu dilakukan sebagai
langkah pertama penanganan pasien – pasien ini. Apabila mungkin,
tekanan intraokular kemudian dikontrol secara medis, tetapi luasnya
sinekia anterior perifer dan lambatnya aliran keluar aquous humor
melalui anyaman trabekular yang tersisa menyebabkan pengontrolan
tekanan sangat sulit dilakukan. Jadi, sering kali diperlukan tindakan
drainase secara bedah. Ekstraksi katarak dengan implantasi lensa
intraokular dapat mengendalikan tekanan intraokular secara efektif;
tindakan ini menyebabkan penutupan sudut akibat sinekia tidak lebih
dari dua kuadran. Epinefrin dan miotik kuat tidak boleh dipakai, kecuali
bila sebelumnya telah dilakukan iridotomi atau iridektomi perifer, sebab
obat – obat tersebut akan memperparah penutupan sudut.

8. Iris Plateau
Iris plateau adalah suatu kelainan yang jarang dijumpai. Pada iris
plateau, kedalam bilik mata depan sentral normal, tetapi sudut bilik
mata depannya sangat sempit karena posisi processus ciliares terlalu
anterior. Mata dengan kelainan ini jarang mengalami blockade pupil,
tetapi dilatasi akan menyebabkan merapatnya iris perifer, sehingga

19
menutup sudut, sekalipun telah dilakukan iridektomi atau iridotomi
perifer. Pengidap kelainan ini mengalami glaukoma sudut tertutup akut
pada usia muda, dan sering mengalami kekambuhan setelah tindakan
iridotomi laser perifer atau iridektomi bedah. Diperlukan terapi miotik
jangka panjang atau iridoplasti dengan laser.

 Glaukoma Sekunder :

1. Glaukoma Pigmentasi
Sindrom disperse pigmen ditandai oleh pengendapan abnormal
pigmen di bilik mata depan terutama di anyaman trabekular, yang
sesuai perkiraan akan mengganggu aliran keluar aquous, dan di
permukaan kornea posterior (Krukenberg’s spindle) disertai defek
transiluminasi iris. Studi dengan ultrasonografi menunjukkan pelekukan
iris ke posterior sehingga iris berkontak dengan zonula atau processus
ciliares, mengindikasikan pengelupasan granul – granul pigmen dari
permukaan belakang iris akibat friksi, dan meninmbulkan defek
transiluminasi iris. Sindrom ini paling sering terjadi pada pria miopia
berusia antara 25 dan 40 tahun yang memiliki bilik mata depan yang
dalam dengan sudut bilik mata depan yang lebar.

2. Glaukoma Pseudoeksfoliasi
Pada sindrom eksfoliasi terlihat endapan – endapan bahan berserat
warna putih di permukaan anterior lensa (berbeda edngan eksfoliasi
kapsul lensa sejati akibat terpajan radiasi inframerah, yakni, “katarak
glassblower”), di processus ciliares, zonula, permukaan posterior iris,
melayang bebas di bilik mata depan, dan di anyaman trabekular
(bersama dengan peningkatan pigmentasi). Secara histologis, endapan –
endapan tersebut juga dapat dideteksi di konjungtiva, yang
mengisyaratkan bahwa kelainan sebenarnya terjadi lebih luas. Penyakit
ini biasanya dijumpai pada orang berusia lebih dari 65 tahun dan secara

20
khusus, dilaporkan sering terjadi pada bangsa Skandinavia walaupun
tidak menutup kemungkinan adanya bias. Risiko kumulatif
berkembangnya glaukoma adalah 5% dalam 5 tahun dan 15% dalam 10
tahun. Terapinya sama dengan terapi glaukoma sudut terbuka. Insidens
timbulnya komplikasi saat bedah katarak lebih tinggi pada mata dengan
sindrom pseudoeksfoliasi.

3. Glaukoma akibat Dislokasi Lensa


Lensa kristalina dapat mengalami dislokasi akibat trauma atau
secara spontan, misalnya pada sindrom Marfan. Dislokasi anterior dapat
menimbulkan sumbatan pada aperture pupil yang menyebabkan iris
bombe dan penutupan sudut. Dislokasi posterior ke dalam vitreus juga
berkaitan dengan glaukoma meskipun mekanismenya belum jelas. Hal
ini mungkin disebabkan oleh kerusakan sudut pada waktu dislokasi
traumatik.
Pada dislokasi anterior, terapi definitifnya adalah ekstraksi lensa
segera seteah tekanan intraokular terkontrol secara medis. Pada
dislokasi posterior, lensa biasanya dibiarkan dan glaukoma diobati
sebagai glaukoma sudut terbuka primer.

4. Glaukoma akibat Intumesensi Lensa


Lensa dapat menyerap cukup banyak cairan sewaktu mengalami
perubahan – perubahan katarak sehingga ukurannya membesar secara
bermakna. Lensa ini kemudian dapat melanggar batas bilik mata depan,
menimbulkan sumbata pupil dan pendesakan sudut, serta menyebabkan
glaukoma sudut tertutup. Terapi berupa ekstraksi lensa, segera setelah
tekanan intraokula terkontrol secara medis.

5. Glaukoma Fakolitik
Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran
kapsul lensa anterior, dan memungkinkan protein – protein lensa yang

21
mencair masuk ke dalam bilik mata depan. Terjadi reaksi peradangan di
bilik mata depan, anyaman trabekular menjadi edema dan tersumbat
oleh protein – protein lensa, dan menimbulakn peningkatan tekanan
intraokular akut. Ekstraksi lensa merupakan terapi definitif, dilakukan
segera setelah tekanan intraokular terkontrol secara medis dan terapi
steroid topikal telah mengurangi peradangan intraokular.

6. Glaukoma akibat Uveitis


Anyaman trabekular dapat tersumbat oleh sel – sel radang dari
bilik mata depan, disertai edema sekunder, atau kadang – kadang dapat
terlibat dalam proses peradangan yang secara spesifik mengenai sel –
sel trabekula (trabekulitis). Salah satu penyebab meningkatnya tekanan
intraokular pada individu dengan uveitis adalah penggunaan steroid
topikal. Uveitis kronik atau rekuren menyebabkan gangguan fungsi
trabekula yang permanen, sinekia anterior perifer, dan kadang – kadang
neovaskularisasi sudut; semua kelainan tersebut meningkatkan
kemungkinan glaukoma sekunder. Seklusio pupilae akibat sinekia
posterior 360 derajat menimbulkan iris bombe dan glaukoma sudut
tertutup akut. Sindrom – sindrom uveitis yang cenderung berkaitan
dengan glaukoma sekunder adalah siklitis heterokromik Fuchs, uveitis
anterior akut terkait-HLA-B27, dan uveitis akibat herpes zoster dan
herpes simpleks

7. Glaukoma Novaskular
Neovaskularisasi iris (rubeosis iridis) dan sudut bilik mata depan
paling sering disebabkan oleh iskemia retina yang luas seperti yang
terjadi pada retinopati diabetik stadium lanjut dan oklusi vena centralis
retinae iskemik. Glaukoma mula – mula timbul akibat sumbatan sudut
oleh membrane fibrovaskular, tetapi kontraksi membran selanjutnya
menyebabkan penututpan sudut.

22
Glaukoma neovaskular yang telah terbentuk sulit diatasi dan
terapi sering tidak memuaskan. Baik rangsangan neovaskularisasi
maupun peningkatan tekanan intraokular perlu ditangani. Pada banyak
kasus, terjadi kehilangan penglihatan dan diperlukan prosedur
siklodestruktif untuk mengontrol tekanan intraokular.

8. Glaukoma akibat Peningkatan Tekanan Vena Episklera


Peningkatan tekanan vena episklera dapat berperan menimbulkan
glaukoma pada sindrom Sturge-Weber, yang juga terdapat anomaly
perkembangan sudut, dan fistula karotis-kavernosa, yang juga dapat
menyebabkan neovaskularisasi sudut akibat iskemia mata yang luas.
Terapi medis tidak dapat menurunkan tekanan intraokular di bawah
tingkat tekanan vena episklera yang meningkat secara abnormal, dan
tindakan bedah berkaitan dengan risiko komplikasi yang tinggi.

 Glaukoma Kongenital :

1. Anomali Perkembangan Segmen Anterior


Kelompok penyakit yang jarang ini membentuk suatu spectrum
gangguan perkembangan segmen anterior, yang mengenai sudut, iris,
kornea, dan kadang – kadang lensa. Biasanya terdapat sedikit hipoplasia
stroma anterior iris disertai jembatan – jembatan filament yang
menghubungkan stroma iris dengan kornea. Apabila jembatan filament
terbentuk di perifer dan berhubungan dengan garis Schwalbe yang
mencolok dan tergeser secara aksial (embriotokson posterior), penyakit
yang timbul dikenal sebagai sindrom Axenfeld. Apabila terjadi
perlekatan iridokornea yang lebih luas yang disertai disrupsi iris,
dengan polikoria, dan anomaly tulang serta gigi, kelainan yang ada
disebut sindrom Rieger (suatu contoh disgenesis iridotrabekula).
Apabila perlekatan terjadi di antara iris sentral dan bagian sentral

23
permukaan posterior kornea, penyakitnya disebut anomali Peters (suatu
contoh trabekulodisgenesisi iridokornea).

2. Aniridia
Gambaran khas aniridia, seperti yang diisyaratkan oleh namanya,
adalah iris tidak berkembang (vestigial). Pada banyak kasus, hanya
ditemukan tidak lebih dari akar iris atau suatu batas iris yang tipis.
Dapat dijumpai deformitas mata yang lain, misalnya katarak congenital,
distrofi kornea, dan hipoplasia fovea. Penglihatan biasanya buruk.
Glaukoma sering kali timbul sebelum masa remaja dan biasanya tidak
merespons penatalaksanaan medis atau bedah.
Sindrom yang jarang ini diwariskan secara genetis. Pernah
dilaporkan kasus – kasus autosomal dominan dan autosomal resesif.
Apabila terapi medis tidak efektif, dilakukan tindakan bedah
drainase glaukoma.

E. Gejala Klinis Glaukoma

Kebanyakan penderita tidak memberikan gejala pada mata kecuali bila


keadaan dimana terjadi gangguan penglihatan. Bila saraf optik mulai rusak
akan terjadi bintik buta kecil dan bila kerusakan telah lanjut makan akan terjadi
kebutaan.
Pada glaukoma sudut sempit dimana tekanan bola mata mendadak naik
makan akan terdapat keluhan penglihatan kabur, rasa sakit yang berat, sakit
kepala, halo, rasa mual dan muntah. Glaukoma sudut sempit jarang terjadi akan
tetapi adalah gawat bila terdapat.
Pada keadaan dimana sudut pengaliran cairan mata keluar sempit,
pembendungan dapat terjadi mendadak. Hal ini mudah terjadi pada glaukoma
sudut sempit tekanan bola mata dapat mencapai lebih dari 60-70. Pada
serangan tekanan bola mata yang meningkt ini pasien akan merasa sangat sakit

24
disertai dengan mual dan muntah. Penglihatan akan kabur disertai penglihatan
pelangi.

F. Kriteria Diagnostik Glaukoma

Diagnosis glaukoma hanya dapat dibuat setelah melakukan beberapa uji


pada mata. Pemeriksaan itu meliputi :
 Membuat anamnesis pribadi atau riwayat pada keluarga
 Melakukan pemeriksaan tekanan bola mata dengan tonometer atau
alat pengukur tekanan bola mata lainnya. Dengan alat ini dilakukan
penekanan halus pada permukaan bola mata setelah diberikan obat
tetes anestesi mata
 Oftalmoskopi, dengan pupil yang sedikit lebar maka dokter mata akan
melakukan pemeriksaan dan melihat kerusakan saraf optik
 Perimetri, dilakukan untuk melihat keadaan lapang pandangan.
Dengan cara ini akan diketahui beratnya kerusakan lapang pandangan
akibat tekanan bola mata yang tidak normal atau tinggi
 Pemeriksaan gonioskopi
G. Pemeriksaan Oftalmologi Glaukoma

a. Tonometri
Tonometri adalah pengukuran tekanan intraokular. Instrumen yang
paling luas digunakan adalah tonometer aplanasi Goldmann, yang
dilekatkan ke slitlamp dan mengukur gaya yang diperlukan untuk
meratakan daerah kornea tertentu. Ketebalan kornea berpengaruh terhadap
keakuratan pengukuran. Tekanan intraokular mata yang korneanya tebal,
akan ditaksi terlalu tinggi; yang korneanya tipis, ditaksir terlalu rendah.
Kesulitan ini dapat diatasi dengan tonometer kontur dinamik Pascal.
Tonometer – tonometer aplanasi lainnya, yaitu tonometer Perkins dan
TonoPen, keduanya portable; pneumatotonometer, yang dapat digunakan
walaupun terdapat lensa kontak lunak di permukaan kornea yang ireguler.

25
Tonometer Schiotz adalah tonometer portable; tonometer ini mengukur
indentasi kornea yang ditimbulkan oleh beban yang diketahui sebelumnya.
Rentang tekanan intraokular normal adalah 10-21 mmHg.
Penyebaran didasarkan pada distribusi Gauss, tetapi dengan kurva miring
ke kanan. Pada usia lanjut, rerata tekanan intraokularnya lebih tinggi
sehingga batas atasnya adalah 24 mmHg. Pada glaukoma sudut terbuka
primer, 32-50% individu yang terkena akan memperlihatkan tekanan
intraokular yang normal saat pertama kali diperiksa. Sebaliknya,
peningkatan tekanan intraokular semata tidak selalu diartikan bahwa
pasien mengidap glaukoma sudut terbuka primer; untuk menegakkan
diagnosis diperlukan bukti – bukti lain seperti adanya diskus optikus
glaukomatosa atau kelainan lapangan panadng. Apabila tekanan
intraokular terus – menerus meninggi sementara diskus optikus dan
lapangan pandang normal (hipertensi okular), pasien dapat diobservasi
secara berkala sebagai tersangka glaukoma

b. Gonioskopi
Sudut bilik mata depan dibentuk oleh pertemuan kornea perifer
dengan iris, yang di antaranya terdapat anyaman trabekular. Konfigurasi
sudut ini -- yakni lebar (terbuka), sempit, atau tertutup – member dampak
penting pada aliran keluar aquous humor. Lebar sudut bilik mata depan
dapat diperkirakan dengan pencahayaan oblik bilik mata depan,
menggunakan sebuah senter atau dengan pengamatan kedalaman bilik
mata depan perifer menggunakan slitlamp. Akan tetapi, sudut bilik mata
depan sebaiknya ditentukan dengan gonioskopi, yang memungkinkan
visualisasi langsung struktur – struktur sudut. Apabila keseluruhan
anyaman trabekular, taji sclera, dan processus iris dapat terlihat, sudut
dinyatakan terbuka. Apabila hanya garis Schwalbe atau sebagian kecil dari
anyaman trabekular yang dapat terlihat, sudut dinyatakan sempit. Apabila
garis Schwalbe tidak terlihat, sudut dinyatakan tertutup.

26
Mata miopia yang besar memiliki sudut lebar, dan mata hiperopia
kecil memiliki sudut sempit. Pembesaran lensa siring dengan usia
mempersempit sudut ini dan berperan pada beberapa kasus glaukoma
sudut tertutup.

c. Pemeriksaan Lapangan Pandang


Pemeriksaan lapangan pandang secara teratur berperan penting
dalam diagnosis dan tindak lanjut glaukoma. Penurunan lapangan pandang
akibat glaukoma itu sendiri tidak spesifik karena gangguan ini terjadi
akibat defek berkas serat saraf yang dapat dijumpai pada semua penyakit
nervus optikus; namun, pola kelainan lapangan pandang, sifat
progresivitas, dan hubungannya dengan kelainan – kelainan diskus optikus
merupakan cirri khas penyakit ini.
Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30
derajat lapangan pandang bagian sentral. Perubahan paling dini adalah
semakin nyatanya bintik buta. Perluasan kontinyu ke lapangan pandang
daerah Bjerrum – 15 derajat dari fiksasi – membentuk skotoma Bjerrum,
kemudian skotoma arkuata. Daerah – daerah penururnan lapangan
pandang yang lebih parah di dalam daerah bjerrum dikenal sebagai
skotoma seidel. Skotoma arkuata ganda di atas dan di bawah meridian
horizontal – sering disertai oleh nasal step (Roenne) karena perbedaan
ukuran kedua defek arkuata tersebut. Pengecilan lapangan pandang perifer
cenderung berawal dai perifer nasal sebagai konstriksi isopter.
Selanjutnya, mungkin terdapat hubungan ke defek arkuata, menimbulkan
breakthrough perifer. Lapangan pandang perifer temporal dan 5-10 derajat
sentral baru terpengaruh pada stadium lanjut penyakit. Ketajaman
penglihatan sentral bukan merupakan petunjuk perkembangan penyakit
yang dapat diandalkan. Pada stadium akhir penyakit, ketajaman
penglihatan sentral mungkin normal tetapi hanya 5 derajat lapangan
panang di tiap-tiap mata. Pada glaukoma lanjut, pasien mungkin memiliki
ketajaman penglihatan 20/20 tetapi secara legal buta..

27
Berbagai cara untuk memeriksa lapangan pandang pada glaukoma
adalah automated perimeter (missal Humphrey, Octopus, atau Henson),
perimeter Goldmann, Friedmann fiel analyzer, dan layar tangent.
Conventional automated perimetry, paling sering menggunakan perimeter
Humphrey, dengan stimulus putih pada latar belakang putih (perimetri
white on white). Defek lapangan pandang tidak terdeteksi sampai kira –
kira terdapat kerusakan ganglion retina sebanyak 40%. Berbagai
penyempurnaan untuk mendeteksi kelainan lapangan pandang dini di
antaranya adalah perimetri blue on yellow, juga dikenal sebagai short-
wavelength automated perimetry (SWAP), frequency-doubling perimetry
(FDP), dan high-pass reolution perimetry.

d. Penilaian Diskus Optikus


Pada glaukoma, mungkin terdapat pembesaran konsentrik cawan
optik atau pencekungan (cupping) superior dan inferior dan disertai
pembentukan takik (notching) fokal di tepi diskus optikus. Kedalaman
cawan optik juga meningkat karena lamina kribrosa tergeser ke belakang.
Seiring dengan pembentukan cekungan, pembuluh retina di diskus tergeser
ke arah hidung. Hasil akhir proses pencekungan pada glaukoma adalah apa
yang disebut sebagai cekungan “bean-pot” (periuk), yang tidak
memperlihatkan jaringan saraf di bagian tepinya.
“Rasio cawan-diskus” adalah cara yang berguna untuk mencatat
ukuran diskus optikus pada pasien glaukoma. Besaran tersebut adalah
perbandingnan antara ukuran cawan optik terhadap diameter diskus,
misalanya, cawan kecil – rasionya 0.1 dan cawan besar – 0.9. apabila
terdapat kehilangan lapangan pandang atau peningkatan tekanan
intraokular, rasio cawan-diskus leih dari 0.5 atau terdapat asimetri yang
bermakna antara kedua mata sangat diindikasikan adanya atrofi
glaukomatosa.

28
Penilaian klinis diskus optikus dapat dilakukan dengan oftalmoskopi
langsung atau dengan pemeriksaan menggunakan lensa 78 dioptri atau
lensa kontak kornea khusus yang memberi gambaran tiga dimensi.
Bukti klinis lain adanya kerusakan neuron pada glaukoma adalah
atrofi lapisan serat saraf retina, yang mendahului timbulnya kelainan
diskus optikus. Kerusakan ini dapat terdeteksi dengan oftalmoskopi atau
foto fundus, keduanya dilengkapi dengan cahaya bebas – merah, optical
coherence tomography, scanning laser polarimetry, atau scanning laser
tomography

H. Diagnosa Banding Glaukoma

Serangan glaukoma akut mungkin salah terdiagnosis jika perhatian


kita hanya terpaku pada gejala-gejala sistemik. Hiperemia dari mata bisa
disalah tafsirkan sebagai kojungtivitis (kedua mata pupilnya normal) dan
iritis (di sini pupil yang terkena menciut).

I. Terapi

Terapi Medis

a) Supresi Pembentukan Aquous Humor

Penyekat adrenergik-beta dapat digunakan tersendiri atau


dikombinasi dengan obat lain. Larutan timolol maleat 0.25% dan 0.5%,
betaxolol 0.25% dan 0.5%, levobunolol 0.25% dan 0,5%, metipranolol
0.3%, serta carteolol 1% dua kali sehari dan gel timolol maleate 0.1%,
0.25%, dan 0.5% sekali setiap pagi adalah preparat- preparat yang tersedia

29
saat ini. Kontraindikasi utama pemakaian obat – obat ini adalah penyakit
obstruksi jalan nafas kronik – terutama asma – dan defek hantaran jantung.
Apraclonidine (larutan 0.5% tiga kali sehari dan 1% sebelum dan
sesudah terapi laser) adalah suatu agonis adrenergi-α 2 yang menurunkan
pembentukan aquous humor tanpa menimbulkan efek pada aliran keluar.
Ini terutama berguna untuk mencegah peningkatan tekanan intraokular
pascaterapi laser segmen anterior dan dapat diberikan sebagai terapi
jangka pendek pada kasus – kasus yang sukar disembuhkan. Obat ini tidak
sesuai untuk terapi jangka panjang karena bersifat takifilaksis (hilangnya
efek terapi dengan berjalannya waktu) dan tingginya insidens reaksi alergi.
Brimonidine (larutan 0.2% dua kali sehari) adalah suatu agonis
adrenergic-α yang terutama menghambat pembentukan aquous humor dan
juga meningkatkan pengaliran aquous keluar. Obat ini dapat digunakan
sebagai lini pertama atau sebagai tambahan, tetapi reaksi alergi sering
ditemukan.
Dorzolamide hydrochloride larutan 2% dan brinzolamid 1% (dua
atau tiga kali sehari) adalah penghambat anhidrase karbona topikal yang
terutama efektif bila diberikan sebagai tambahan, walaupun tidak seefektif
penghambat anhidrase karbona sistemik. Efek samping utama adalah rasa
pahir sementara dan blefarokonjungtivitis alergi. Dorzolamide juga
tersedia bersama timolol dalam larutan yang sama.
Penghambat anhidrase karbonat sistemik – acetazolamide adalah
yang paling banyak digunakan, tetapi terdapat alternatif, yaitu
dichlorphenamide dan methazolamide – digunakan pada glaukoma kronik
bila terapi topikal kurang memuaskan serta pada glaukoma akut dengan
tekanan intraokular yang sangat tinggi dan perlu segera dikontrol. Obat –
obat ini mampu menekan pembentukan aquous humor sebanyak 40-60%.
Acetazolamide dapat diberikan per oral dalam dosis 125-250 mg sampai
empat kali sehari atau sebagai Diamox Sequels 500 mg sekali atau dua kali
sehari, atau dapat diberikan secara intravena (500 mg). Penghambat

30
anhidrase karbonat menimbulkan efek samping sistemik mayor yang
membatasi kegunaannya untuk terapi jangka panjang.
Obat – obat hiperosmotik mempengaruhi pembentukan aquous
humor serta menyebabkan dehidrasi korpus vitreum.

b) Fasilitasi Aliran Keluar Aquous Humor

Analog prostaglandin – larutan bimatoprost 0.003%, latanoprost


0.005%, dan travoprost 0.004%, masing – masing sekali setiap malam, dan
larutan unoprostone 0.15% dua kali sehari – meningkatkan aliran keluar
aquous melalui uveosklera.
Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar aquous humor
dengan bekerja pada anyaman trabekular melalui kontraksi oto siliaris.
Pilocarpine jarang digunakan sejak ditemukannya analog prostaglandin,
tetapi dapat bermanfaat pada sejumlah pasien. Obat ini diberikan dalam
bentuk larutan 0.5-6% yang diteteskan hingga empat kali sehari atau
bentuk gel 4% yang diberikan sebelum tidur. Carbachol 0.75-3% adlaah
obat kolinergik alternatif. Obat – obat parasimpatomimetik menimbulkan
miosis disertai penglihatan suram, terutama pada pasien katarak, dan
spasme akomodatif yang mungkin menganggu pada pasien usia muda.
Abasio retinae adalah kejadian yang jarang namun serius.
Epinehrine, 0.25-2% diteteskan sekali atau dua kali sehari,
meningkatkan aliran keluar aquous humor dan sedikit banyak disertai
penurunan pembentukan aquous humor. Dipivefrin adalah suatu prodrug
epinefrin yang dimetabolisme secara intraokular menjadi bentuk aktifnya.
Baik epinefrin maupun dipivefrin tidak boleh digunakan untuk mata
dengan sudut bilik mata depan yang sempit. Kedua obat tersebut
menimbulkan efek samping pada hasil bedah drainase glaukoma
sesudahnya.

c) Penurunan Volume Vitreus

31
Obat – obat hiperosmotik mengubah darah menjadi hipertonik
sehingga air tertarik keluar dari vitreus dan menyebabkan penciutan
vitreus. Selain itu, juga terjadi penurunan produksi aquous humor.
Penurunan volume vitreus bermanfaat dalam pengobatan glaukoma sudut
tertutup akut dan glaukoma maligna yang menyebabkan pergeseran lensa
kristalina ke anterior (disebabkan oleh perubahan volume vitreus atau
koroid) dan menimbulkan penutupan sudut (glaukoma sudut tertutup
sekunder).
Glycerin (glycerol) oral , 1 mL/kg berat badan dalam suatu larutan
50% dingin dicampur dengan jus lemon, adalah obat yang paling sering
digunakan, tetapi harus hati – hati bila digunakan pada pengidap diabetes.
Pilihan lain adalah isosorbide oral dan urea intravena atau manitol
intravena.

d) Miotik, Midriatik, dan Sikloplegik

Kontriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma


udut tertutup akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi
pupil penting dalam pengobatan penutupan sudut akibat iris bombe karena
sinekia posterior.
Apabila penutupan sudut disebabkan oleh pergeseran lensa ke
anterior, digunakan sikloplegik (cyclopentolate dan atropine) untuk
merelaksasi otot siliaris sehingga apparatus zonular menjadi kencang
dalam upaya menarik lensa ke belakang.

Terapi Bedah dan Laser

a) Iridoplasti, Iridektomi dan Iridotomi Perifer

Blokade pupil pada glaukoma sudut tertutup paling baik diatasi


dengan membentuk saluran langsung antara bilik mata depan dan belakang
sehingga tidak ada perbedaan tekanan di antara keduanya. Iridotomi
perifer paling baik dilakukan dengan laser YAG:neodymium walaupun

32
laser argon mungkin diperlukan pada iris berwarna gelap. Tindakan bedah
iridektomi perifer dilakukan bila iridotomi laser YAG tidak efektif.
Iridotomi laser YAG menjadi suatu tindakan pencegahan bila dikerjakan
pada sudut sempit sebelum serangan penutupan sudut.

b) Trabekuloplasti Laser

Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan bakaran


melalui suatu lensa – gonio ke anyaman trabekular akan memudahkan
aliran keluar aquous humor; ini terjadi karena efek yang dihasilkan pada
anyaman trabekular dank anal Schlemm, atau adanya proses – proses
selular yang meningkatkan fungsi anyaman trabekular. Teknik ini dapat
diterapkan pada beragam bentuk glaukoma sudut terbuka, dan hasilnya
bervariasi tergantung pada penyebab yang mendasari. Trabekuloplasti
laser dapat digunakan dalam terapi awal glaukoma sudut terbuka primer.
Pada sebagian besar kasus, tekanan intraokular perlahan – lahan akan
kembali ke tingkat praterapi dalam 2 – 5 tahun. Hasil tindakan bedah
drainase glaukoma berikutnya dapat dipengaruhi tanpa disengaja.

c) Bedah Drainase Glaukoma


Trabekulotomi adalah prosedur yang paling sering digunakan
untuk memintas saluran – saluran drainase normal sehingga terbentuk
akses langsung aquou humor dari bilik mata depan ke jaringan
subkonjungtiva dan orbita. Komplikasi yang utama adalah fibrosis
jaringan episklera, yang menyebabkan penutupan jalur drainase baru
tersebut. Terapi adjuvant pra- dan pascaoperasi dengan antimetabolit,
seperti 5-fluorouracil dan mitomycin C memperkecil risiko kegagalan
blebdan dikaitakan dengan control tekanan intraokular yang baik.
Penanaman selang silikon untuk membentuk saluran keluar
permanen bagi aquous humor adalah tindakan alternatif untuk mata yang
tampaknya tidak berespons terhadap trabekulotomi. Ini meliputi mata

33
dengan glaukoma sekunder – terutama glaukoma neovaskular – dan
glaukoma pascabedah tandur kornea.
Viskokanalostomi dan sklerektomi dalam dengan implan kolagen
menghindarkan dilakukannya insisi ketebalan penuh ke dalam mata.
Penurunan tekanan intraokular yang dihasilkan tidak sebaik
trabekulektomi, tetapi kompliask yang timbul mungkin lebih sedikit.
Secara teknis, tindakan ini sulit dikerjakan.
Goniotomi dan trabekulotomi adalah teknik – teknik yang
bermanfaat untuk mengobati glaukoma congenital primer, yang
tampaknya terdapat sumbatan drainase aquous humor di bagian dalam
anyaman trabekular.

d) Tindakan Siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah pada glaukoma lanjut dapat
menjadi alas an untuk mempertimbangkan tindakan destruksi corpus
ciliare dengan laser atau pembedahan untuk mengontrol tekanan
intraokular. Krioterapi, diatermi, terapi laser YAG: neodymium thermal
mode, atau laser diode dapat digunakan untuk menghancurkan corpus
ciliare. Terapi biasanya diberikan dari luar melalui sclera, tetapi telah
tersedia system apliasi laser endoskopi.

J. Prognosis

Prognosis sangat tergantung pada penemuan dan pengobatan dini. Bila


tidak mendapat pengobatan yang tepat dan cepat, maka kebutaan akan terjadi
dalam waktu yang pendek sekali. Pengawasn dan pengamatan mata yang tidak
mendapat serangan diperlukan karma dapat memberikan keadaan yang sama
seperti mata yang dalam serangan.

34
BAB III

KESIMPULAN

Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaucoma. Kelainan
mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil
saraf optik, dan menciutnya lapang pandang.

35
Penyebab utama glaukoma adalah meningkatnya tekanan bola mata di atas
20mmHg, penyebab lainnya adalah hipertensi dan diabetes mellitus. Walaupun
jarang dapat juga disebabkan emosi yang tidak stabil, migrain, penyempitan
pembuluh darah dan lain-lain.
Klasifikasi glaukoma dibedakan atas primer, sekunder, dan kongenital.
Penatalaksanaan glaukoma yaitu terapi medis, terapi bedah dan laser. Prognosis
sangat tergantung pada penemuan dan pengobatan dini. Bila tidak mendapat
pengobatan yang tepat dan cepat, maka kebutaan akan terjadi dalam waktu yang
pendek sekali.

DAFTAR PUSTAKA

1. Shields MB, Allingham RR, Damji KF, Freedman S, Moroi SE, Shafranov G.
Shields’ Textbook of Glaucoma. Edisi ke-6. Lippincott Williams and
Wilkins.; 2011. Hlm 176-85

36
2. Stamper RL, Lieberman MF, Drake MV. Primary Open Angle Glaucoma.
Dalam: Becker-Shaffer’s Diagnosis and Therapy of the Glaucomas. Edisi ke-
7. Elsevier Inc.; 2009. Hlm 239-65
3. Weinreb R.N., Aung T., Medeiros FA. The Pathophysiology and Treatment of
Glaucoma. Journal of the American Medical Association. 2014 May
14;311(18): 1901-11
4. Khouri AS., Fechtner RD. Primary Open Angle Glaucoma. Dalam: Glaucoma.
Edisi ke-2. Elsevier Inc.; 2015. Hlm 333-45
5. Joos KM., Kuchtey RW. Primary Open Angle Glaucoma. Dalam: Albert And
Jakobiec’s Principles and Practice of Ophthalmology. Edisi ke-3. Elsevier
Inc.; 2008. Hlm 2543-47
6. Bowling B. Glaucoma. Dalam: Kanski’s Clinical Ophthalmology. Edisi ke-8.
Elsevier Inc.; 2016. Hlm 305-94
7. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Basic and clinical science course:
Glaucoma. Section 10. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology;
2016. Hlm 72-82
8. Doucette LP., Rasnitsyn A., Seifi M., Walter MA. The Interactions of Gener,
Age, and Environnnnnment in Glaucoma Pathogenesis. Survey of
Ophthalmology 60 (2015); 310-26
9. Greco A., Rizzo MI., Virgikio AD., Gallo A., Fusconi M., Vincentiis M.
Emerging Concepts in Glaucoma and Review of The Literature. The
American Journal of Medicine (2016) 129, 1000.e7-e13

Dwindra, Mayenru. 2009. Glaukoma. (Online). Diambil dari:


https://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/11/files_of_drsmed_galukom
a.pdf. (29 Juni 2015)

Eva, Paul Riordan., Whitcher John P. 2012. Oftalmologi Umum Vaughan &
Asbury. Edisi 17. (Terjemahan). Jakarta: EGC

Ilyas, Sidarta. 1997. Glaukoma (Tekanan Bola Mata Tinggi). Jakarta: Balai
Penerbit FKUI

Ilyas, Sidarta., Yulianti, Sri Rahayu. 2011. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Keempat.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI

Swartz, Mark H. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. (Terjemahan). Jakarta: EGC

37

Anda mungkin juga menyukai