Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

XEROFTALMIA

MUHAMMAD HUSNUL IKHSAN

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................................................... i

Daftar Isi .................................................................................................................................. ii

BAB I Pendahuluan ................................................................................................................. .1

BAB II Tinjauan Pustaka ......................................................................................................... 2

I. Anatomi mata ....................................................................................................2


II. Definisi xeroftalmia ......................................................................................... 2
III. Epidemiologi ................................................................................................... 2
IV. Etiologi .......................................................................................................... .. 4
V. Patofisiologi ..................................................................................................... 7
VI. Kriteria Diagnosis ...........................................................................................10
VII. Tanda dan gejala klinis .................................................................................. 10
VIII. Diagnosis ........................................................................................................15
IX. Penatalaksanaan .............................................................................................18
X. Pencegahan ....................................................................................................21
XI. Prognosis ........................................................................................................22

BAB III Kesimpulan ..............................................................................................................24

Daftar Pustaka ........................................................................................................................25

2
BAB I

PENDAHULUAN

Kurang vitamin A (KVA) merupakan suatu gangguan nutrisi yang memberikan


kelainan pada mata dan merupakan penyebab utama kebutaan di negara berkembang selain
infeksi mata luar. Dan untuk gejala sistemik berupa retardasi mental, terhambatnya
perkembangan tubuh, apatia, kulit kering dan keratinisasi mukosa.

Di seluruh dunia, sekitar 350.000 kasus baru kerusakan mata yang parah muncul
setiap tahunnya pada anak-anak usia prasekolah, dan diperkirakan 60% dari anak-anak ini
meninggal dalam waktu 1 tahun setelah menjadi buta. Teknik baru yang diterapkan pada
survey untuk menilai defisiensi vitaminA (respon relative terhadap dosis dan gambaran
sitologi konjungtiva) menunjukkan bahwa pada beberapa negara berkembang, terdapat 40-
60% populasi anak prasekolah yang mengalami defisiensi vitamin A secara subklinis.

Dalam kurun waktu 1964-1965 dan pada tahun 1970-an, Indonesia pernah dijuluki
sebagai “home of xerophthalmia” karena insiden xeroftalmia pada balita yang cukup tinggi.
Menurut Survei Nasional Xeroftalmia tahun 1978-1980, tidak banyak menemukan kasus
tersebut, bahkan pada tahun 1994, pemerintah Indonesia memperoleh piagam Helen Keller
Award karena dinilai berhasil menurunkan angka xeroftalmia dari 1,34% atau sekitar tiga kali
lebih tinggi dari ambang batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada
tahun 1978 menjadi 0,33% pada tahun 1992.

Hasil penelitian yang dilakukan Survei Pemantauan Status Gizi dan Kesehatan
(Nutrition and Health Surveilance System) selama tahun 1998-2002 menunjukkan, sekitar 10
juta anak balita yang berusia 6 bulan hingga 5 tahun (setengah dari populasi anak balita di
Indonesia) menderita KVA, sehingga ini menjadi masalah utama karena akibat dari KVA
adalah terganggunya kesehatan mata, kemampuan penglihatan, maupun kekebalan tubuhnya.
Dan yang memprihatinkan, kebutaan yang disebabkan KVA tidak dapat disembuhkan.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi Mata

Gambar 1 Anatomi mata

4
Gambar 2 Anatomi Mata

II. Definisi Xeroftalmia

Kata Xeroftalmia ( bahasa latin ) berarti “mata kering”, karena terjadi


kekeringan pada selaput lendir ( konjungtiva) dan selaput bening ( kornea) mata.

Xeroftalmia adalah istilah yang menerangkan gangguan kekurangan vitamin A


pada mata, termasuk terjadinya kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi sel
retina yang berakibat kebutaan.

III. Epidemiologi

Sampai dengan tahun 1950, terdapat banyak laporan endemik xeroftalmia


terutama di negara berkembang seperti India dan Indonesia. Berdasarkan hasil survey
WHO tahun 1994 jumlah penderita xeroftalmia di seluruh dunia pada anak-anak usia
0-4 tahun sebesar 2,8 juta dan angka kejadian subklinis mencapai 251 juta. Angka
kejadian xeroftalmia akibat defisiensi vitamin A diperkirakan sekitar 20.000 –
100.000 kasus baru di seluruh dunia per tahunnya. Menurut survey nasional
xeroftalmia tahun 1992, prevalensi xeroftalmia nasional adalah 0,33%. Di samping

5
itu, juga dijumpai 50% dari anak balita memiliki kadar vitamin A yang rendah (< 20
µg/dL).

Angka kejadian ini semakin meningkat sejalan dengan ditemukannya berbagai faktor
yang dapat mencetuskan terjadinya xeroftalmia. Faktor-faktor tersebut diantaranya:

1. Umur
Xeroftalmia paling sering ditemukan pada anak-anak usia pra-sekolah, hal ini
berhubungan dengan kebutuhan vitamin A yang tinggi untuk pertumbuhan. Di
samping itu, anak-anak usia ini sangat rentan oleh infeksi parasit dan bakteri usus
yang dapat mengganggu penyerapan vitamin A di usus.

2. Jenis Kelamin
Beberapa penelitian menyatakan bahwa laki-laki 1,2 – 10 kali lebih rentan untuk
menderita xeroftalmia.

3. Status Fisiologis
Wanita hamil dan wanita menyusui cenderung menderita buta senja atau Bitot’s
Spots karena meningkatnya kebutuhan akan vitamin A. Anak-anak usia sekolah
juga memiliki kecenderungan ini karena tingginya kebutuhan vitamin A untuk
pertumbuhan (adolescent growth spurt).

4. Status Gizi
Xeroftalmia sering kali berhubungan atau didapatkan bersama-sama dengan
kondisi malnutrisi (Kurang Energi Protein).

5. Penyakit Infeksi
Penyakit-penyakit yang mengganggu pencernaan, pengangkutan, penyimpanan,
pengikatan metabolisme vitamin A, dapat menimbulkan manifestasi defisiensi
vitamin A. Beberapa alasan yang dikemukakan untuk menerangkan penurunan
kadar vitamin A selama demam dan infeksi, yaitu:

- Asupan yang rendah karena sakit (anoreksia)


- Gangguan absorpsi karena infeksi pada usus
- Supresi síntesis albumin dan RBP (retinol binding protein) oleh hepatosit
- Peningkatan katabolisma protein, termasuk RBP
6. Faktor-faktor yang lain

6
Keadaan yang kurang menguntungkan adalah jumlah keluarga yang besar,
rendahnya pendidikan kepala keluarga, sanitasi yang buruk, serta sosial ekonomi
yang rendah.

IV. Etiologi

Xeroftalmia terjadi akibat tubuh kekurangan vitamin A. Bila ditinjau dari konsumsi sehari-
hari kekurangan vitamin A disebabkan oleh :

1. Konsumsi makanan yang tidak mengandung cukup vitamin A atau provitamin A


untuk jangka waktu yang lama
2. Bayi tidak diberkan ASI eksklusif
3. Menu tidak seimbang ( kurang mengandung lemak, protein, seng/Zn atau zat gizi
lainnya ) yang dioerlukan untuk penyerapan vitamin A dan penggunaan vitamin A
dalam tubuh.
4. Adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada penyakit-
penyakit antara lain penyakit pankreas, diare kronik, Kurang energi protein ( KEP )
dan lain-lain sehingga kebutuhan vitamin A meningkat.
5. Adanya kerusakan hati, seperti pda kwashiorkor dan hepatitis kronik, menyebabkan
gangguan pembentukan RBP ( retiinol Binding Protein ) dan pre albumin yang
penting untuk penyerapan vitamin A.

V. Patofisiologi

1. Metabolisme Vitamin A
Vitamin A dalam bentuk aktif berupa asam retinoat. Sedangkan secara alami sumber
vitamin A didapatkan dari hewani dalam bentuk pro-vitamin A dan dari tumbuhan
dalam bentuk beta karoten. Dikenal tiga macam karoten yaitu α, β, dan γ-karoten. β-
karoten memilki aktivitas yang paling tinggi. Proses pembentukan vitamin A dari
sumber hewani dan tumbuhan menjadi bentuk aktif (asam retinoat) dapat diuraikan
sebagai berikut :

 Absorbsi pro-vitamin A dan karoten di dinding usus halus, kemudian diubah menjadi
retinol

7
 Retinol diangkut ke dalam hepar oleh kilomikron, kemudian di dalam parenkim hati
sebagian dari retinol akan diesterifikasi menjadi retinil-palmitat dan disimpan dalam
sel stelat. Sebagian lagi akan berikatan dengan Retinol Binding Protein (RBP) dan
protein lain yang disebut trasthyretin untuk dibawa ke target sel
 Pada target sel, retinol akan berikatan dengan reseptor yang terdapat pada membran
sel (RBP receptor) kemudian di dalam sel berikatan dengan retinol binding protein
intraseluler, yang akan diubah menjadi asam retinoat oleh enzim spesifik
 Asam retinoat selanjutnya akan memasuki inti sel dan berikatan dengan reseptor pada
inti. Asam retinoat ini berperan dalam transkripsi gen.

Fungsi vitamin A antara lain :

a. Penglihatan
b. Integritas sel
c. Respon imun
d. Hemopoiesis
e. Fertilitas
f. Embriogenesis

Kadar vitamin A dan retina binding protein (RBP) dalam darah dapat
ditentukan dengan menggunakan metode kromatografi cair tekanan tinggi (high
pressure liquid chromatography/ HLPC). Metode ini cukup akurat dan cepat. Nilai
Vitamin A dalam plasma adalah 0,7 μmol/l (50 μg/l) sering didapatkan pada orang
dewasa yang sehat, tidak ada batasan yang jelas tentang berapa nilai yang
mengidentifikasikan seseorang mengalami hipervitaminosis, tetapi kemungkinan
diatas 3,5 μmol/l (100 μg/l). Pembagian tingkat status vitamin A berdasarkan kadar
vitamin A darah adalah :

- < 10 μg/l indikasi kekurangan vitamin A

- 10-19 μg/l disebut rendah

- 20-50 μg/l disebut cukup

- > 50 μg/l disebut tinggi

8
2. Fisiologi penglihatan yang berhubungan dengan vitamin A

Salah satu fungsi dari vitamin A adalah berperan dalam proses penglihatan,
dimana retina merupakan salah satu target sel dari retinol. Retinol yang telah
berikatan dengan RBP akan ditangkap oleh reseptor pada sel pigmen epitel retina,
yang akan dibawa ke sel-sel fotoreseptor untuk pembentukan rodopsin. Rodopsin ini
sangat berperan terutama untuk penglihatan pada cahaya redup. Karena itu tanda dini
dari defisiensi vitamin A adalah rabun senja.

3. Fungsi vitamin A yang berhubungan dengan integritas sel dan respon imun

Sejak tahun 1920an, telah diketahui adanya hubungan antara defisiensi


vitamin A dengan perubahan fungsi sistem imun. Perubahan-perubahan ini termasuk
gangguan fungsi barrier seperti metaplasia sel gepeng dan keratinisasi jaringan epitel
yang biasanya mensekresi mukus yang terdapat di konjungtiva dan di sistem respirasi
dan genitourinari. Selain itu, defisiensi vitamin A juga berkaitan dengan gangguan
pembentukan respons antibodi terhadap sebagian antigen. Secara khusus, defisiensi
vitamin A berkaitan dengan penurunan dalam respons antibodi yang sel T dependen
dan sel T independen tipe 2. Defisiensi vitamin A juga mengganggu berbagai
subkelas respons imun seluler yang lain, seperti sitotoksisitas yang dimediasi sel NK
(natural killer) dan trasnformasi blastogenik limfosit.

4. Beberapa kelainan yang menyebabkan defisiensi vitamin A

1. Gangguan absorbsi karoten karena defisiensi Zn, α dan β lipoproteinemia


2. Beberapa penyakit salurtan cerna yang mempengaruhi absorbsi lemak juga akan
mempengaruhi absorbsi vitamin A, karena vitamin A adalah vitamin yang larut dalam
lemak, contoh :
a. Insufisiensi pankreas
b. Cholestasis
c. Operasi bypass usus kecil
d. Inflamatory Bowel Disease, dll

9
3. Pecandu alkohol akan terjadi gangguan dalam metabolisme vitamin A. Pada pencandu
alkohol ini afinitas alcohol dehidrogenase pada etanol akan menghalangi konversi
retinol menjadi asam retinoat
4. Penyakit hati yang kronis, terutama sirosis akan menyebabkan defisiensi vitamin A
karena adanya gangguan pada proses transportasi dan penyimpanan

VI. Tanda dan Gejala Klinis

Kurang vitamin A ( KVA ) adalah kelainan sistemik yang mempengaruhi jaringan


epitel dari organ-organ seluruh tubuh, termasuk paru-paru, usus, mata dan organ lain, akan
tetapi gambaran yang karakteristik langsung terlihat pada mata. Kelainan kulit pada
umumnya tampak pada tungkai bawah bagian depan dan lengan atas bagian belakang, kulit
tampak kering dan bersisik seperti sisik ikan. Kelainan ini selain disebabkan karena KVA
dapat juga disebabkan karena kekurangan asam lemak essensial, kurang vitamin golongan B
atau kurang energi protein (KEP) tingkat berat atau gizi buruk. Gejala klinis pada mata akan
timbul bila tubuh mengalami KVA yang telah berlangsung lama. Gejala tersebut akan lebih
cepat timbul bila anak menderita penyakit campak, diare, ISPA dan penyakit infeksi lainnya.

Tanda-tanda dan gejala klinis KVA pada mata menurut WHO/USAID


UNICEF/HKI/IVACG, 1996 sebagai berikut :

XN : buta senja ( hemeralopia, nyctalopia )

XIA : xerosis konjungtiva

XIB : xerosis konjungtiva disertai bercak bitot

X2 : xerosis kornea

X3A : keratomalasia atau ulserasi kornea kurang dari 1/3 permukaan kornea

X3B : keratomalasia atau ulserasi kornea sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea

XS : jaringan parut kornea ( sikatriks/scar)

XF : fundus xeroftalmia, dengan gambaran seperti cendol.

10
XN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan pengobatan yang baik.
Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera diobati karena dalam
beberapa hari bisa berubah menjadi X3.

X3A dan X3B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang bahkan
dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan ) pada kornea cukup luas sehingga
menutupi seluruh kornea ( optic zone kornea ).

1. Buta Senja

Gambar 3. Buta Senja

Buta senja merupakan gejala awal dan tersering pada defisiensi vitamin A, merupakan
akibat dari disfungsi fotoreseptor sel batang pada retina, dengan gejala kesulitan melihat pada
sinar redup. Penilaian dilakukan dengan adanya riwayat kesulitan melihat pada sore hari.
Untuk mendeteksi apakah anak menderita buta senja dengan cara :

 Bila anak sudah dapat berjalan, anak tersebut akan membentur/menabrak benda
didepannya, karena tidak dapat melihat.
 Bila anak belum dapat berjalan, agak sulit untuk mengatakan anak tersebut buta senja.
Dalam keadaan ini biasanya anak diam memojok bila didudukkan ditempat kurang
cahaya karena tidak dapat melihat benda atau makanan di depannya.

Kelompok risiko tinggi buta senja adalah usia prasekolah (>1 tahun) dan wanita
hamil. Riwayat buta senja pada ibu hamil didapatkan pada akhir masa kehamilan sampai 3
tahun setelah melahirkan. Prevalensi xeroftalmi ditemukan sebesar 1% pada anak <1 tahun
dan 5% pada ibu hamil. Buta senja pada anak biasanya berespon baik pada 48 jam dengan
pemberian terapi standar 200.000 IU vitamin A peroral. Rekomendasi pemberian vitamin A

11
pada wanita hamil sebesar 10.000 IU perhari atau 25.000 IU perminggu peroral selama 4
minggu atau lebih, dengan maksud meminimalisasi toksisitas yang dapat terjadi pada fetus.

2. Xerosis Konjungtiva
Xerosis konjungtiva, menunjukkan suatu awal metaplasia keratinisasi pada epitel
dengan hilangnya sel-sel goblet penghasil mukus. Lesi tidak mempengaruhi tajam
penglihatan.
Tanda – tanda :
 Selaput lendir bola mata tampak kurang mengkilat atau terlihat sedikit
berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan kusam.
 Orang tua sering mengeluh mata anak tampak kering atau berubah warna
kecoklatan.

Gambar 4 Xerosis konjungtiva

3. Xerosis konjungtiva dan bercak bitot

Xerosis yang lebih lanjut dapat menyebabkan bercak bitot (X1B), yang tersusun dari
kumpulan deskuamasi keratin epitel. Bercak bitot dapat berupa gelembung, atau seperti busa
sabun, hampir selalu bilateral dan daerah temporal. Lesi di daerah nasal menunjukkan
defisiensi yang lebih lanjut.

Dalam keadaan lebih berat :

 Tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjungtiva


 Konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut
 Orang tua mengeluh mata anaknya tempak bersisik

12
Standar terapi dengan vitamin A 200.000 IU pada 2 hari berturut-turut memberikan respon
klinis dalam beberapa hari, walaupun pengobatan masih diperlukan beberapa minggu sampai
beberapa bulan.

Gambar 5. Bercak bitot

4. Xerosis Kornea

Xerosis kornea (X2) merupakan keadaan gawat darurat medis, tampak bilateral,
granular, berkabut dan tidak bercahaya, pada pemeriksaan dengan senter gambarannya seperti
kulit jeruk. Edema stroma merupakan keadaan yang sering ditemukan pada xerosis kornea.
Penebalan plak keratinisasi dapat ditemukan pada permukaan kornea, biasanya didaerah
interpalpebra. Keadaan umum anak biasanya buruk ( gizi buruk dan menderita penyakit
infksi dan sistemik lain ). Xerosis kornea dapat berkembang cepat menjadi ulkus dan
keratomalasia bila tidak diterapi dengan vitamin A dan terapi suportif lainnya.

Gambar 6. Xerosis Kornea

13
5. Ulkus Kornea atau Keratomalasia

Ulkus kornea (X3A), gambarannya kecil, oval, defek bergaung, sering pada daerah
inferior, perifer permukaan kornea, disertai injeksi konjungtiva, kadang ada hipopion. Ulkus
dapat dangkal atau dalam, menyebabkan perforasi. Terapi vitamin A berespon baik,
perbaikan kornea disertai jaringan parut atau lekoma adheren.

Keratomalasia (perlunakan kornea) mencakup seluruh permukaan kornea, lesi


berwarna kuning keabuan. Biasanya satu mata lebih berat dari yang lainnya. Xeroftalmia
kornea aktif pada kedua mata jarang terjadi. Terapi keratomalasia dan ulkus kornea yang
kurang dari ⅓ permukaan kornea biasanya menyebabkan perforasi. Kadangkala mata
menonjol tetapi tidak preforasi, menyebabkan stafiloma. Vitamin A dan terapi suportif dapat
menghindari kerusakan lebih berat.

Gambar 7 X3A Gambar 8 X3B

6. Sikatriks Kornea

Sikatriks kornea (XS) adalah konsekuensi kebutaan yang disebabkan oleh perbaikan
ulkus dan keratomalasia. Parut kornea akibat defisiensi vitamin A harus dibedakan dengan
parut kornea akibat penyebab lain seperti trauma atau infeksi dengan menganalisa secara
cermat pada riwayat pasien atau orangtuanya.

Kornea tampak menjadi putih atau bola mata mengecil. Penderita menjadi buta yang
sudah tidak dapat disembuhkan walaupun dengan operasi cangkok kornea.

14
Gambar 9. Sikatriks kornea

7. Fundus Xeroftalmia

Fundus xeroftalmia adalah defisiensi vitamin A yang berkepanjangan dimana terjadi


gangguan fungsi sel batang karena rusaknya struktur retina. Bila ditemukan fundus
xeroftalmia, maka akan terjadi kebutaan yang tidak dapat disembuhkan. Dengan
opthalmoscope pada fundus tampak gambar seperti cendol.

Gambar 10. Fundus Xeroftalmia

VII. Diagnosis

Untuk mendiagnosis xeroftalmia dilakukan :

1. Anamnesis, dilakukan untuk mengetahui faktor risiko tinggi yang menyebabkan anak
rentan menderita xeroftalmia.
a. Identitas penderita
Nama anak
Umur anak
Jenis kelamin
Jumlah anak dalam keluarga
Jumlah anak balita dalam keluarga
Anak ke berapa

15
Berat lahir : Normal/BBLR

b. Identitas Orangtua
Nama ayah/ibu
Alamat/tempat tinggal
Pendidikan
Pekerjaan
Status perkawinan

2. Keluhan penderita
a. Keluhan utama
Ibu mengeluhkan anaknya tidak bisa melihat pada sore hari (buta senja ) atau ada
kelainan dengan matanya.

b. Keluhan tambahan
Tanyakan keluhan lain pada mata tersebut dan kapan terjadinya ?
Upaya apa yang telah dilakukan untuk pengobatannya ?

3. Riwayat penyakit yang diderita sebelumnya


 Apakah pernah menderita campak dalam waktu < 3 bulan ?
 Apakah anak sering mendrita diare da atau ISPA ?
 Apakah anak pernah menderita pneumonia ?
 Apakah anak pernah menderita infeksi cacingan ?
 Apakah anak pernah menderita Tuberculosis ?

4. Kontak dengan pelayanan kesehatan


Tanyakan apakah anak ditimbang secara teratur mendapatkan imunisasi, mendapat
suplementasi kapsul vitamin A dosis tinggi dan memeriksakan kesehatan baik di
posyandu atau puskesmas.

5. Riwayat pola makan anak


 Apakah anaj mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan ?
 Apakah anak mendapatkan MP-ASI setelah umur 6 bulan ?
 Sebutkan jenis dan frekuensi pemberiannya
 Bagaimana cara memberikan makan kepada anak : Sendiri/Disuapi .

6. Pemeriksaan fisik
Dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda ataugejala klinis dan menentukan diagnosis
serta pengobatannya, terdiri dari :

a. Pemeriksaan umum

16
Dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit-penyakit yang terkait langsung
maupun tidak langsung dengan timbulnya xeroftalmia seperti gizi buruk, penyakit
infeksi, dan kelainan fungsi hati.
Yang terdiri dari :
- Antropometri: Pengukuran berat badan dan tinggi badan
- Penilaian Status gizi
- Periksa matanya apakah ada tanda-tanda xeroftalmia.
- Kelainan pada kulit : kering, bersisik.

b. Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan mata untuk melihat tanda Xeroftalmia dengan menggunakan senter
yang terang. (Bila ada, menggunakan loop.)
 Apakah ada tanda kekeringan pada konjungtiva (X1A)
 Apakah ada bercak bitot (X1B)Apakah ada tanda-tanda xerosis kornea (X2)
 Apakah ada tanda-tanda ulkus kornea dan keratomalasia (X3A/X3B)
 Apakah ada tanda-tanda sikatriks akibat xeroftalmia (XS)
 Apakah ada gambaran seperti cendol pada fundus oculi dengan opthalmoscope
(XF).
7. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendukung diagnosa kekurangan


vitamin A, bila secara klinis tidak ditemukan tanda-tanda khas KVA, namun hasil
pemeriksaan lain menunjukkan bahwa anak tersebut risiko tinggi untuk menderita
KVA.
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan serum retinol. Bila
ditemukan serum retinol < 20 ug/dl, berarti anak tersebut menderita KVA sub klinis.
8. Pemeriksaan
Pemerikasaan yang dapat dilakukan dalam membantu penegakkan diagnosa buta senja
adalah :

Dark adaptometri (tes adaptasi gelap)


Rod scotometri
Elektroretinografi
Conjunctival impression citology (CIC)

17
Pemerikasaan kadar serum retinol atau Serum Retinol Binding Protein

VIII. Penatalaksanaan

1. Jadwal dan dosis pemberian kapsul vitamin A pada anak penderita Xeroftalmia

Tabel 1 Jadwal dan dosis pemberian kapsul vitamin A

2. Pemberian Obat Mata

Pada bercak Bitot tidak memerlukan obat tetes mata, kecuali ada infeksi yang

menyertainya.

Obat tetes / salep mata antibiotik tanpa kortikosteroid ( tetrasiklin 1%, Kloramfenikol

0.25-1% dan gentamisin 0.3%) diberikan pada penderita X2,X3A,X3B dengan dosis 4 x 1

tetes/hari dan berikan juga tetes mata atropin 1% 3 x 1 tetes/hari.

Pengobatan dilakukan sekurang-kurangnya 7 hari sampai semua gejala pada mata


menghilang. Mata yang terganggu harus ditutup dengan kasa selama 3-5 hari hingga

18
peradangan dan iritasi mereda. Gunakan kasa yang telah dicelupkan kedalam larutan
Nacl 0,26 dan gantilah kasa setiap kali dilakukan pengobatan. Lakukan tindakan
pemeriksaan dan pengobatan dengan sangat berhati-hati. Selalu mencuci tangan pada
saat mengobati mata untuk menghindari infeksi sekunder, Segera rujuk ke dokter
spesialis mata untuk mendapat pengobatan lebih lanjut.

3. Terapi Gizi Medis

Terapi Gizi Medis adalah terapi gizi khusus untuk penyembuhan kondisi atau
penyakit kronis dan luka-luka serta merupakan suatu penilaian terhadap kondisi
pasien sesuai intervensi yang diberikan agar klien serta keluarganya dapat meneruskan
penanganan diet yang telah disusun.
Tujuan :
 Memberikan makanan yang adekuat sesuai kebutuhan untuk mencapai status gizi
normal.
 Memberikan makanan tinggi sumber vit. A. untuk mengoreksi kurang vitamin A.

Syarat :
a. Energi
Energi diberikan cukup untuk mencegah pemecahan protein menjadi sumber
energi dan untuk penyembuhan. Pada kasus gizi buruk, diberikan bertahap mengikuti
fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi, yaitu 80-100 kalori/kg BB, 150 kalori/ kg BB
dan 200 kalori/ kg BB.
b. Protein
Protein diberikan tinggi, mengingat peranannya dalam pembentukan Retinol
Binding Protein dan Rodopsin. Pada gizi buruk diberikan bertahap yaitu : 1 - 1,5
gram/ kg BB / hari ; 2 - 3 gram/ kg BB / hari dan 3 - 4 gram/ kg BB / hari

c. Lemak
Lemak diberikan cukup agar penyerapan vitamin A optimal. Pemberian minyak
kelapa yang kaya akan asam lemak rantai sedang (MCT=Medium Chain
Tryglycerides). Penggunaan minyak kelapa sawit yang berwarna merah dianjurkan,
tetapi rasanya kurang enak.

19
d. Vitamin A
Diberikan tinggi untuk mengoreksi defisiensi. Sumber vitamin A yaitu ikan, hati,
susu, telur terutama kuning telur, sayuran hijau (bayam, daun singkong, daun katuk,
kangkung), buah berwarna merah, kuning, jingga (pepaya, mangga dan pisang raja ),
waluh kuning, ubi jalar kuning, Jagung kuning.

e. Bentuk makanan
Mengingat kemungkinan kondisi sel epitel saluran cerna juga telah mengalami
gangguan, maka bentuk makanan diupayakan mudah cerna.

4. Pengobatan penyakit infeksi atau sistemik yang menyertai

Anak-anak yang menderita xeroftalmia biasanya disertai penyakit berat antara


lain: infeksi saluran nafas, pnemonia, campak, cacingan, tuberkulosis (TBC),diare dan
mungkin dehidrasi. Untuk semua kasus ini diberikan terapi disesuaikan dengan
penyakit yang diderita.

5. Pemantauan dan Respon Pengobatan dengan kapsul vitamin A

XN : Reaksi pengobatan terlihat dalam 1-2 hari setelah diberikan kapsul


vitamin A
XIA & XIB : Tampak perbaikan dalam 2-3 hari, dan gejala-gejala menghilang dalam
waktu 2 minggu
X2 : Tampak perbaikan dalam 2-5 hari, dan gejala-gejala menghilang dalam
waktu 2-3 minggu
X3A & X3B: Penyembuhan lama dan meninggalkan cacat mata. Pada tahap ini
penderita harus berkonsultasi ke dokter spesialis mata Rumah
Sakit/BKMM agar tidak terjadi kebutaan

Rujukan
 Anak segera dirujuk ke puskesmas bila ditemukan tanda-tanda kelainan XN, X1A,
X1B, X2
 Anak segera dirujuk ke dokter Rumah Sakit/ Spesialis Mata/BKMM bila ditemukan
tanda-tanda kelainan mata X3A, X3B, XS

20
Gambar 11. Alur rujukan

IX. Pencegahan

Untuk mencegah xeroftalmia dapat dilakukan:

1. Mengenal wilayah yang berisiko mengalami xeroftalmia (faktor sosial budaya


dan lingkungan dan pelayanan kesehatan, faktor keluarga dan faktor individu)
2. Mengenal tanda-tanda kelainan secara dini
3. Memberikan vitamin A dosis tinggi kepada bayi dan anak secara periodik, yaitu
untuk bayi diberikan setahun sekali pada bulan Februari atau Agustus (100.000
SI), untuk anak balita diberikan enam bulan sekali secara serentak pada bulan
Februari dan Agustus dengan dosis 200.000 SI.
4. Mengobati penyakit penyebab atau penyerta
5. Meningkatkan status gizi, mengobati gizi buruk
6. Penyuluhan keluarga untuk meningkatkan konsumsi vitamin A / provitamin A
secara terus menerus.
7. Memberikan ASI eksklusif
8. Pemberian vitamin A pada ibu nifas (< 30 hari) 200.000 SI

21
9. Melakukan imunisasi dasar pada setiap bayi.

Agar xeroftalmia tidak terjadi ulang diperlukan penyuluhan untuk masyarakat dan
keluarga, karena kejadian xeroftalmia tidak lepas dari lingkungan, keadaan sosial
ekonomi, pendidikan dan pengetahuan orang tua (terutama ibu). Beberapa kegiatan
yang dapat dilakukan sehubungan dengan hal tersebut diatas adalah :

a. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) atau Promosi


b. Suplementasi vitamin A
Tabel 2. Suplementasi vitamin A

Bayi berumur 6-11 bulan  Tiap 3-6 bulan diberikan vitamin A secara oral
dengan dosis 100.000 IU
Anak 1-6 tahun  Tiap 3-6 bulan diberikan vitamin A secara oral
dengan dosis 200.000 IU

Wanita menyusui Diberikan secara oral dosis tunggal sebanyak


200.000 IU dengan waktu pemberian :
 Saat bersalin
 8 minggu pertama setelah persalinan pada
wanita yang menyusui
 6 minggu pertama setelah persalinan pada
wanita yang tidak menyusui

c. Fortifikasi

i. Penambahan vitamin A pada beberapa jenis makanan yang secara alami


kandungan vitamin A-nya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh per
harinya contohnya gandum, beras, teh, margarin
ii. Ditambahkan juga mikronutrien seperti preparat besi dan seng yang membantu
absorbsi vitamin A

X. Prognosis

Prognosa pada stadium XN, X1A, X1B, dan X2 adalah baik, dengan syarat :

- pengobatan harus dilakukan secara dini

22
- pengobatan harus dilakukan dengan tepat

Sedangkan pada stadium yang lebih lanjut dimana telah terjadi kerusakan kornea

dan dapat menyebabkan kebutaan yang tidak dapat disembuhkan lagi, maka

prognosisnya jauh lebih buruk.

23
BAB III

KESIMPULAN

Xeroftalmia adalah istilah yang menerangkan gangguan kekurangan vitamin A pada


mata, termasuk terjadinya kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi sel retina yang
berakibat kebutaan.

Xeroftalmia terjadi akibat tubuh kekurangan vitamin A. Bila ditinjau dari konsumsi
sehari-hari kekurangan vitamin A disebabkan oleh : Konsumsi makanan yang tidak
mengandung cukup vitamin A, Bayi yang tidak diberkan ASI eksklusif, menu tidak
seimbang , adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin , dan adanya kerusakan
hati.

Tanda-tanda dan gejala klinis KVA pada mata dibagi menurut klasifikasi
WHO/USAID UNICEF/HKI/ IVACG, 1996. XN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh
kembali normal dengan pengobatan yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat
darurat yang harus segera diobati karena dalam beberapa hari bisa berubah menjadi X3. X3A
dan X3B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang bahkan dapat
menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan) pada kornea cukup luas sehingga menutupi
seluruh kornea (optic zone cornea).

24
DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ke-3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2005.
World Health Organization. Pencegahan Kebutaan Pada Anak. Penerbit Buku Kedokteran:
EGC; 1996.
Indonesia Sehat 2010. Deteksi Dini Xeroftalmia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia; 2002.
Vaughan, Daniel, dkk. Oftamologi Umum. Edisi Ke-14. Jakarta : Widya Medika. 1996.

25

Anda mungkin juga menyukai