PENDAHULUAN
kembali kasus Xeroftalmia mulai dari tingkat ringan sampai berat bahkan
menyebabkan kebutaan.2
Ibarat fenomena gunung es dikhawatirkan kasus xeroftalmia masih banyak
di masyarakat yang belum ditemukan dan dilaporkan oleh tenaga kesehatan. Oleh
karena itu, penting sekali untuk mendeteksi secara dini dan menangani kasus
xeroftalmia ini dengan cepat dan tepat agar tidak terjadi kebutaan seumur hidup
yang berakibat menurunnya kualitas Sumber Daya Manusia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Xeroftalmia
Xeroftalmia adalah istilah yang menerangkan gangguan kekurangan
vitamin A termasuk terjadinya kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi
sel retina yang dapat berakibat kebutaan. Xeroftalmia berasal dari bahasa Yunani
(xeros=kering; Opthalmos=mata) yang berarti kekeringan pada mata akibat mata
gagal memproduksi air mata atau yang dikenal dengan dry eye yang
mengakibatkan konjungtiva dan kornea kering.3
2.2
Epidemiologi Xeroftalmia
Xeroftalmia merupakan salah satu dampak dari kekurangan vitamin A
yang umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan - 4 tahun yang menjadi penyebab
utama kebutaan di negara berkembang. KVA pada anak biasanya terjadi pada anak
yang menderita Kurang Energi Protein (KEP) atau Gizi buruk akibat kurangnya
konsumsi makanan (< 80 % AKG) sehingga asupan zat gizi sangat kurang,
termasuk zat gizi mikro dalam hal ini vitamin A. 15-25% anak yang menderita
KVA mengalami kebutaan total dan 58-60% mengalami buta sebagian. Anak yang
menderita KVA mudah sekali terserang infeksi seperti infeksi saluran pernafasan
akut, campak, cacar air, diare dan infeksi lain karena daya tahan anak tersebut
menurun. Namun masalah KVA dapat juga terjadi pada keluarga dengan
penghasilan cukup karena kurangnya pengetahuan orang tua / ibu tentang gizi
yang baik ataupun gangguan penyerapan di saluran cerna. Sampai saat ini masalah
KVA di Indonesia masih membutuhkan perhatian yang serius. Survei
menunjukkan bahwa 50% balita masih menderita KVA Sub Klinis (serum retinol
< 20 ug/dl). 3
2.3
Etiologi Xeroftalmia
Penyebab terjadinya xeroftalmia adalah karena kurangnya Vitamin A.
Factor-faktor yang menjadi penyebab tingginya kasus Xeroftalmia di
Indonesia:
2
3
lain-lain.
Adanya kerusakan hati seperti pada kwashiorkor dan hepatitis
kronis, menyebabkan gangguan pembentukan RBP (Retinol
Binding Protein) dan pre-albumin yang penting dalam penyerapan
Vitamin A.3
2.4
Vitamin A
Vitamin A diperoleh dari asupan makanan yang mengandung vitamin A.
Terdapat 3 bentuk vitamin A yang penting bagi tubuh yaitu retinol, beta karoten,
dan karotenoid. Dalam tubuh retinol merupakan bentuk dominan dari vitamin A.
Begitu diserap dalam saluran pencernaan, vitamin A dibawa ke hati untuk
disimpan.10 Saat dibutuhkan, vitamin A akan dilepas dalam bentuk retinol yang
akan berikatan dengan protein, bentuk dari ikatan tersebut disebut juga retinol
binding protein (RBP). RBP nantinya akan berikatan dengan sel-sel reseptor yang
dituju kemudian protein akan melepaskan retinol sehingga dapat masuk kedalam
sel yang dituju.17
Pada proses penglihatan vitamin A berperan dalam kerja retina, pembentukan
cairan yang melapisi permukaan bola mata, serta dalam pertumbuhan sel-sel
epitel.10
Vitamin A berperan sebagai retinal (retinene) yang merupakan komponen dari zat
penglihat rhodopsin. Rhodopsin ini mempunyai bagian protein yang disebut opsin
yang menjadi rhodopsin setelah bergabung dengan retinene. Rhodopsin
merupakan zat yang dapat menerima rangsang cahaya dan mengubah energi
cahaya menjadi energi biolistrik yang merangsang indera penglihatan. Rhodopsin
terdapat pada bagian batang (rods) dari sel-sel retina. Dalam cones (kerucut)
terdapat zat sejenis yang komponen proteinnya berbeda dengan opsin; zat
penglihat yang terdapat di dalam cones disebut porphyropsin.1
Kekurangan vitamin A pada retina berpengaruh terhadap rhodopsin dalam
retina yang berfungsi untuk adaptasi mata dari tempat yang terang menuju tempat
yang gelap. Jika dibiarkan terus-menerus akan menyebabkan gejala awal yaitu
buta senja.
2.5
Patofisiologi Xeroftalmia
Gejala kekeringan mata pada defisiensi vitamin A yang disebut
xeroftalmia berturut-turut terdiri atas buta senja, xerosis conjunctiva dan xerosis
kornea yaitu kekeringan epitel biji mata dan kornea karena sekresi glandula
lacrimalis menurun. Kornea kemudian mengoreng karena sel-selnya menjadi
lunak disebut keratomalasia dan dapat mengakibatkan kebutaan. Pada
penyembuhan luka kornea ini dapat terjadi luka parut yang terdiri atas jaringan
yang tidak tembus cahaya. Luka parut ini kadang-kadang membonjol keputihan
(atau kemerahan) disebut leucoma (biji kapas). Terdapat kelainan pada sklera di
sebelah lateral dari kornea yang disebut bercak Bitot. Kelainan ini tampak sebagai
kumpulan gelembung-gelembung busa sabun yang dapat dihapus dengan kapas
dan meninggalkan epitel kering dengan pigmen kecoklatan.
2.6
Klasifikasi Xeroftalmia
Klasifikasi xeroftalmia berdasarkan WHO yaitu:
-
XN (Rabun Senja)
Terjadi akibat gangguan pada retina sehubungan dengan adanya
defisiensi vitamin A. Dari sudut fungsi terjadi hemeralopia atau
nictalopia yang oleh awam disebut buta senja atau buta ayam
(kotokan) yaitu ketidaksanggupan melihat pada cahaya remangremang. Disebut buta senja karena terjadi bila sore hari (senja) anak
masuk dari luar (cahaya terang) ke serambi rumah (cahaya remang-
remang).
X1A (Xerosis Konjungtiva)
X2 (Xerosis Kornea)
Xerosis kornea yaitu adanya keratopati pungtata superfisisal yang
terjadi akibat kekeringan pada daerah kornea. Pada pasien dengan
2.7
XN (Xerosis Nyctalopia)1
Ketidaksanggupan melihat pada cahaya remang-remang.
X1A (Xerosis Konjungtiva)16,17,20,22
Penderita tidak dapat melihat di sore hari (nocturnal
amblyopia)
Rasa tidak nyaman pada mata seperti terasa panas.
Mata terlihat xerotic
X1B (Bercak Bitot / bitots spot)4,16,22
10
XS
4,16,20,22
2.8
Diagnosis Xeroftalmia
Pemeriksaan Fisik
11
akan
parut.
XF (Fundus Xeroftalmia)4,16
12
Pemeriksaan Penunjang
1.Tes adaptasi gelap5,18,20
Jika pasien menabrak sesuatu ketika cahaya diremangkan tiba-tiba di
dalam ruangan maka kemungkinan pasien mengalami buta senja. Tes
adaptasi gelap juga dapat menggunakan alat yang bernama adaptometri.
Adaptometri adalah suatu alat yang dikembangkan untuk mengetahui
kadar vitamin A tanpa mengambil sampel darah menggunakan suntikan.
Derajat gelap yang dijadikan patokan berdasarkan kondisi seseorang yang
berada di dalam ruang gelap tersebut tidak dapat melihat huruf berukuran
tinggi 10 sentimeter dan tebal 1,5 sentimeter dengan tinta hitam pada
kertas putih.
2.Sitologi impresi konjungtiva8,18
Dari pemeriksaan sitologi konjungtiva didapatkan keberadaan sel goblet
dan sel-sel epitel abnormal yang mengalami keratinisasi.
3.Uji Schirmer, untuk menilai kuantitas air mata, menilai kecepatan sekresi
air mata dengan memakai kertas filter Whatman 41 bergaris 5 mm30 mm
dan salah satu ujungnya berlekuk berjarak 5 mm dari ujung kertas . Kertas
lakmus merah dapat juga dipakai dengan melihat perubahan warna.
Perbedaan kertas lakmus dengan kertas filter hanya sedikit. Ratarata hasil
bila memakai Whatman 41 adalah 12 mm (1 mm27 mm) sedangkan
13
14
infeksi
Skoring normal:21
Hematokrit: Laki-laki: 40% - 60%; Perempuan: 38% - 48%
Hemoglobin (g/dl): Laki-laki: 13,5 18,0 ; Perempuan: 12 16
Trombosit (sel-sel x 106/dl): 150 350
Leukosit (sel-sel x 103/dl): 4,5 11,0
2.9
Penatalaksanaan
1
Pencegahan
Xeroftalmia disebabkan oleh defisiensi vitamin A dan sering dialami
pada anak. 15-25% defisiensi vitamin A menyebabkan kebutaan total
pada anak dan 58-60% menyebabkan buta sebagian. Karenanya untuk
meminimalkan resiko terjadinya xeroftalmia pencegahan yang dapat
kita lakukan antara lain:
a Pendekatan jangka pendek
Pemberian vitamin A dosis tinggi secara berkala.
- < 6 bulan dan tidak memperoleh ASI:
pemberian vitamin A 50.000 IU sebelum bayi menginjak umur
-
6 bulan
6-12 bulan:
15
hati sapi atau ayam, minyak ikan, susu, keju dan telur.
Vitamin A yang berasal dari buah-buahan ataupun sayuran
termasuk dalam bentuk provitamin A atau beta karoten yang
nantinya akan dikonversi menjadi retinol setelah masuk
saluran pencernaan.contohnya antara lain wortel, tomat,
mangga, kentang manis, bayam dan sayuran hijau lainnya.
Pengobatan
Secara garis besar pengobatan xeroftalmia tebagi menjadi 4 hal yaitu:
a Memberi makanan TKTP (tinggi kalori tinggi protein)
Umumnya penderita xeroftalmia merupakan penderita PEM karena
itu diperlukan pendapat ahli gizi untuk memperbaiki gizi anak dan
b
diantaranya campak,
16
kemudian.
Usia < 1 tahun atau berat badan < 8 kg:
Diberikan dosis setengah dari pasien diatas 1 tahun
Wanita dalam usia reproduktif (baik hamil atau tidak):
Pada wanita yang menderita rabun senja, bercak bitot hingga
xerosis konjungtiva perlu diberikan vitamin A dengan dosis
100.000 IU secara oral setiap harinya selama 2 minggu.
Sedangkan pada penderita dengan gangguan pada korneanya
diberikan dosis vitamin A sesuai dengan dosis pada anak diatas
1 tahun
Mengobati kelainan mata
Pada pasien dengan xeroftalmia terjadi kekeringan pada mata baik
kornea maupun konjungtiva disertai dengan gangguan retina karena
itu perlu diberikan terapi diantaranya:
- Air mata buatan. Terdapat dalam sediaan tetes mata ataupun
salep. Pemberian air mata buatan tergantung pada tingkat
keparahan. Untuk kasus ringan diberikan air mata buatan 4 kali
dalam sehari sebanyak 1 sampai 2 tetes sedangkan pada pasien
dengan tingkat sedang hingga berat diberikan mulai dari 4 kali
dalam sehari hingga setiap jam. Terdapat beberapa jenis air
mata buatan diantaranya:
o Derivat selulosa untuk kasus ringan
o Alkohol povinil meningkatakan persistensi lapisan air mata
dan berguna untuk defisiensi mukus
o Sodium hyaluronat untuk perbaikan epitel kornea dan
konjungtiva
17
2.10
Komplikasi
Pada awal perjalanan xeroftalmia, penglihatan sedikit terganggu. Pada
kasus lanjut dapat timbul ulkus kornea, penipisan kornea dan perforasi. Sesekali
dapat terjadi infeksi bakteri sekunder dan berakibat jaringan parut serta
vaskularisasi pada kornea yang memperberat penurunan penglihatan. Untuk
komplikasi infeksi bakteri sekunder diberikan antibiotik berupa topikal maupun
sistemik. Antibiotik topikal yang dapat diberikan seperti ciprofloxacin (0.3%) atau
ofloxacin (0.3%). Sedangkan antibiotik sisitemik yang dapat diberikan seperti
ciprofloxacin 750 mg dua kali dalam sehari atau sefalosporin.
18
BAB III
KESIMPULAN
Xeroftalmia merupakan suatu kelainan pada mata yang terjadi akibat
defisiensi vitamin A. Kekurangan vitamin A dapat terjadi pada semua umur akan
tetapi kekurangan yang disertai pada kelaina pada mata umumnya terjadi pada
anak berusia 6 bulan samapai 4 tahun dan sering ditemukan pada anak dengan
PEM (protein energi malnutrisi).4 Gejala klinik yang ditemukan pada pasien
xerophtalmia berupa gangguan retina berupa rabun senja hingga kekeringan yang
terjadi pada konjungtiva dan kornea yang disebut juga xerosis.
Vitamin A mempunyai peran penting dalam fungsi penglihatan,
metabolism umum, dan membantu dalam proses reproduksi. Karenanya sangat
penting agar kadar vitamin A dalam tubuh terpenuhi dalam tubuh terutama bagi
anak-anak diusia balita. Pada pasien yang sudah menderita xeroftalmia,
pengobatan utama yang diperlukan adalah vitamin A dengan dosis sesuai dengan
usia pasien dan apabila sudah terjadi kekeringan ataupun ulkus pada kornea maka
diperlukan pengobatan tambahan sesuai dengan gangguan yang terjadi pada mata
pasien.
Terdapat 4 hal penting dalam penatalaksanaan xeroftalmia, yaitu:
a
b
c
d
DAFTAR PUSTAKA
19
Sedia Oetama, Achmad Djaeni. Vitamin dalam Ilmu Gizi untuk Mahasiswa
http://emedicine.medscape.com/article
Heiting Gary. Vitamin A and Beta Carotene: Eye Benefits. Diunduh dari:
http://www.allaboutvision.com/nutrition/vitamin_a.htm
Gumus Koray, Cavanagh DH. The Role of Inflammation
antiinflammation
Therapies
in
Keratokonjunctivitis
Diunduh
Sicca.
dari:
and
Clinical
412
Javadi MA, Feizi Sepehr. Dry Eye Syndrome. J Ophtalmic Vis Res. 2011.
Hal 192-198
Khurana AK. Disease of Kornea: Comprehensive Ophthalmology. Ed. 4.
New Delhi. New Age International (P) Ltd. 2007. Hal 91-96
Khurana AK. Sistemic Ophthalmology: Comprehensive Ophthalmology. Ed.
4. New Delhi. New Age International (P) Ltd. 2007. Hal 434-436
10 Sommer Alfred, West KP. Xerophtalmia and Keratomalacia: Vitamin A
Deficiency Health Survival and Vision. New York. Oxford University Press.
1996. Hal 99-133
11 Sommer Alfred. Xerophtalmia and Keratomalacia: Nutritional Blindness.
1982. New York. Oxford University Press. 1996. Hal 404-411
12 Kurniawan Anie, dkk. Deteksi dan Tatalaksana Kasus Xeroftalmia Pedoman
Bagi Tenaga Kesehatan diunduh dari: http://gizi.depkes.go.id/2003.
13 Anderson Sylvia, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses
Proses Penyakit. Ed 6. Jakarta. EGC. 2007. Hal. 740.
20