Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Toksoplasmosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma

gondii. Parasit ini merupakan golongan protozoa dan hidup di alam bebas serta

bersifat parasit obligat. Toxoplasma gondii pertama kali ditemukan pada limpa

dan hati hewan pengerat Ctenodactyles gondii di Sahara Afrika Utara.

Toksoplasma termasuk dalam phylum Apicomplexa, kelas Sporozoa dan subkelas

Coccidia. Parasit yang termasuk dalam phylum ini mempunyai tiga karakteristik

utama yaitu bersifat obligat intraseluler, siklus hidup yang komplek baik secara

seksual ataupun aseksual dan mempunyai host spesifik yang sangat tinggi. Genus

Toksoplasma hanya terdiri dari satu spesies yaitu Toxoplasma gondii, parasit ini

mempunyai sifat yang tidak umum dibandingkan dengan genus lain, diantaranya

dapat menginfeksi inang antara. Inang antara yang mudah terinfeksi antara lain

adalah hewan berdarah panas, manusia dan burung. Inang perantara dapat

terinfeksi oleh parasit ini dengan jalan menelan ookista yang infektif yang ada

dalam feses kucing (inang definitif), kista yang mengkontaminasi pada daging

khususnya daging babi dan kambing, ataupun melalui plasenta pada wanita

hamil.

Bila seorang ibu hamil terkena toksoplasmosis, maka resiko terjadinya

toksoplasmosis kongenital pada bayi yang dikandungnya berkisar antara 30-40%.

Data yang diperoleh dari National Collaborative Perinatal Project (NCPP)

menunjukkan angka prevalensi toxoplasma 38,7% dari 22.000 wanita di Amerika

1
Serikat, dan insidensi infeksi akut pada ibu selama kehamilan diperkirakan 1 :

1000.

Penelitian Sayogo (1978) melaporkan bahwa dari 288 wanita hamil yang

berkunjung ke Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka kejadian

seropositif terhadap Toxoplasma adealah 14,25%. Pada penelusuran selanjutnya

terdapat 4 persalinan prematur dan 1 kasus dengan kelainan kongenital 6.

Pada orang imunokompeten, sistem lmun dapat mengendalikan stadium

proliferatif (takizoit) dengan membentuk kista yang mengandung stadium

replikasi yang lambat (bradizoit). Ditemukan sebanyak 30-40% penderita AIDS

dengan seropositif Toxoplasma akan mengidap ensefalitis toksoplasmik dan

kelainan neurologis yang bersifat fokal atau umum. Oleh karena itu, patogenesis

toksoplasmosis dan respon imun hospes yang terjadi menjadi sangat menarik

untuk ditelusuri .

1.2 Tujuan

a. Tujuan Umum

Penulisan Referat ini bertujuan untuk melengkapi syarat kepaniteraan klinik

senior (KKS) bagian interne di Rumah Sakit Umum Daerah Solok.

b. Tujuan Khusus

mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan Toksoplasmosis, mulai dari

definisi sampai ke penatalaksanaan

1.3 Manfaat

a. Bagi Penulis

2
Sebagai bahan acuan dalam mempelajar, memahami dan

mengembangkan teori mengenai penyakit Toksoplasmosis.

b. Bagi Institusi pendidikan

Dapat dijadikan sumber referensi atau bahan perbandingan bagi kegiatan

yang ada kaitannya dengan pelayanan kesehatan, khususnya yang

berkaitan dengan Toksoplasmosis.

c. Bagi masyarakat

Dapat menambah ilmu pengetahuan terhadap penyakit beserta

pencegahan dan pengobatan.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yaitu penyakit pada hewan

yang dapat ditularkan ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh protozoa yang

dikenal dengan nama Toxoplasma gondii.

2.2 Epidemiologi

Kucing sering dianggap menjadi faktor utama penyebab tingginya resiko

kejadian toxoplasmosis, penyebab keguguran pada wanita hamil, karena ibu /

calon ibu secara tidak sadar terinfeksi toxoplasmosis . Namun kucing bukan satu-

satunya sumber penularan toxoplasmosis pada manusia, disamping itu

penularannya bukanlah melalui sentuhan atau berdekatan dengan hewan

penderita.Dari hasil survey di berbagai negara di dunia yang didasarkan atas

pemeriksaan serologi positif sangat bervariasi. Demikian juga di berbagai daerah

di Indonesia. Sekitar 27% kucing liar dan 15% kucing ras di Surabaya teruji

positif toxoplasmosis .

Hasil survey di beberapa tempat di pulau Jawa menunjukkan tingkat

kejadian penyakit ini pada babi berkisar antara 7 -56%, sedangkan pada kambing

dapat mencapai 80%. Kejadian pada sapi relatif lebih rendah, karena kejadiannya

tidak banyak dilaporkan.Kejadian seropositif di Indonesia pada orang sehat

bervariasi antara 5 -51%, dari RSUD Dr. Sutomo Surabaya dilaporkan mencapai

26.6%. Di 14 negara yang warganya mempunyai kebiasaan mengkonsumsi daging

setengah matang,kejadiannya relatif sangat tinggi, antara lain ; Prancis : anak

4
anak 33% , orang dewasa 87% ; Elsavador : anak-anak 40%, orang dewasa 93%.

Penyebaran Toxoplasma gondii sangat luas, hampir di seluruh dunia,

termasuk Indonesia baik pada manusia maupun pada hewan. Sekitar 30% dari

penduduk Amerika Serikat positif terhadap pemeriksaan serologis, yang

menunjukkan pernah terinfeksi pada suatu saat dalam masa hidupnya. Kontak

yang sering terjadi dengan hewan terkontaminasi atau dagingnya, dapat

dihubungkan dengan adanya prevalensi yang lebih tinggi di antara dokter hewan,

mahasiswa kedokteran hewan, pekerja di rumah potong hewan dan orang yang

menangani daging mentah seperti juru masak. Konsumsi daging mentah atau

daging yang kurang masak merupakan sumber infeksi pada manusia. Tercemarnya

alat-alat untuk masak dan tangan oleh bentuk infektif parasit ini pada waktu

pengolahan makanan merupakan sumber lain untuk penyebaran Toxoplasma

gondii.

2.3 Etiologi

Toxoplasma gondii merupakan protozoa obligat intraseluler, terdapat

dalam tiga bentuk yaitu takizoit (bentuk proliferatif), kista (berisi bradizoit) dan

ookista (berisi sporozoit).

Bentuk takizoit menyerupai bulan sabit dengan ujung yang runcing dan

ujung lain agak membulat. Ukuran panjang 4-8 mikron, lebar 2-4 mikron dan

mempunyai selaput sel, satu inti yang terletak di tengah bulan sabit dan beberapa

organel lain seperti mitokondria dan badan golgi. Bentuk ini terdapat di dalam

tubuh hospes perantara seperti burung dan mamalia termasuk manusia dan kucing

5
sebagai hospes definitif. Takizoit ditemukan pada infeksi akut dalam berbagai

jaringan tubuh. Takizoit dapat memasuki tiap sel yang berinti.

Kista dibentuk di dalam sel hospes bila takizoit yang membelah telah

membentuk dinding. Ukuran kista berbeda-beda, ada yang berukuran kecil hanya

berisi beberapa bradizoit dan ada yang berukuran 200 mikron berisi kira-kira 3000

bradizoit. Kista dalam tubuh hospes dapat ditemukan seumur hidup terutama di

otak, otot jantung, dan otot lurik. Di otak bentuk kista lonjong atau bulat, tetapi di

dalam otot bentuk kista mengikuti bentuk sel otot. Kista ini merupakan stadium

istirahat dari Toxoplasma gondii. Pada infeksi kronis kista dapat ditemukan dalam

jaringan organ tubuh dan terutama di otak.

Ookista berbentuk lonjong, berukuran 11-14 x 9-11 mikron. Ookista

mempunyai dinding, berisi satu sporoblas yang membelah menjadi dua

sporoblas.Pada perkembangan selanjutnya ke dua sporoblas membentuk dinding

dan menjadi sporokista. Masing-masing sporokista tersebut berisi 4 sporozoit

yang berukuran 8 x2 mikron dan sebuah benda residu.

Dalam siklus hidupnya diperantarai oleh sel inang ke intraselular inang

dan kemudian melakukan multiplikasi dan parasit ini mempunyai siklus hidup

yang bersifat obligat dengan fase seksual dan aseksual. Siklus seksual terjadi pada

tubuh kucing dan siklus aseksual terjadi pada berbagai inang antara yang sangat

bervariasi. Misalnya pada Kucing dan hewan sejenisnya merupakan hospes

definitif dari T. gondii .Di dalam usus kecil kucing sporozoit menembus sel epitel

dan tumbuh menjadi trofozoit. Inti trofozoit membelah menjadi banyak sehingga

6
terbentuk skizon. Skizon matang pecah dan menghasilkan banyak merozoit

(skizogoni). Daur aseksual ini dipadatkan dengan daur seksual.

Merozoit masuk ke dalam sel epitel dan membentuk makrogametosit dan

mikrogametosit yang menjadi makrogamet dan mikrogamet (gametogoni).

Setelah terjadi pembuahan terbentuk ookista, yang akan dikeluarkan bersama tinja

kucing. Di luar tubuh kucing, ookista tersebut akan berkembang membentuk dua

sporokista yang masing-masing berisi empat sporozoit(sporogoni) Bila ookista

tertelan oleh mamaliaseperti domba, babi, sapi dan tikus serta ayam atau burung,

maka di dalam tubuh hospes perantara akan terjadi daur aseksual yang

menghasilkan takizoit. Takizoit akan membelah, kecepatan membelah takizoit ini

berkurang secara berangsur kemudian terbentuk kista yang mengandung bradizoit.

Bradizoit dalam kista biasanya ditemukan pada infeksi menahun (infeksi laten).

Sumber penularannya adalah kotoran hewan berbulu, terutama kucing.

Cara penularannya pada manusia melalui: Makanan dan sayuran/buah-buahan

yang tercemar kotoran hewan berbulu (kucing). Makan daging setengah matang

dari binatang yang terinfeksi. Melalui transfusi darah atau transplantasi organ dari

donor yang terinfeksi toksoplasma secara kongenital (bawaan) dari ibu ke bayinya

apabila ibu hamil terinfeksi pada bulan-bulan pertama kehamilannya.

Infeksi terjadi, di mana ada kucing yang mengeluarkan ookista bersama

tinjanya. Ookista ini adalah bentuk yang infektif dan dapat menular padta manusia

atau hewan lain. Seekor kucing dapat mengeluarkan sampai 10 juta ookista sehari

selama 2 minggu. Di dalam tanah yang lembab dan teduh, ookista dapat hidup

lama sampai lebih dari satu tahun. Sedangkan tempat yang terkena sinar matahari

7
langsung dan tanah kering dapat memperpendek hidupnya. Bila di sekitar rumah

tidak ada tanah, kucing akan berdefekasi di lantai atau tempat lain, di mana

ookista bisa hidup cukup lama bila tempat tersebut lembab. Cacing tanah

mencampur ookista dengan tanah, kecoa dan lalat dapat menjadi vektor mekanik

yang dapat memindahkan ookista dari tanah atau lantai ke makanan. Bila ookista

tertelan oleh tikus, tikus terinfeksi dan akan terbentuk kista dalam otot dan

otaknya. Bila tikus dimakan oleh kucing, maka kucing akan tertular lagi. Bila

ookista ini tertelan oleh manusia atau hewan lain, maka akan terjadi infeksi.

Misalnya kambing, sapi dan kuda pemakan rumput yang mungkin tercemar tinja

kucing yang mengandung ookista, dapat terinfeksi. Juga ayam dan burung yang

mencari makan di tanah (misal cacing tanah) juga dapat terinfeksi. Manusia juga

dapat tertular dengan ookista di tanah, misalnya bila makan sayur sayuran mentah

yang tercemar tinja kuning, atau setelah berkebun lupa mencuci tangan sewaktu

mau makan. Anak balita yang bermain di tanah juga dapat terinfeksi oleh ookista.

Kista dalam daging dapat bertahan hidup pada suhu -40C sampai tiga

minggu. Kista tersebut akan mati jika daging dalam keadaan beku pada suhu

-150C selama tiga hari dan pada suhu -200C selama dua hari. Daging yang

dihangatkan dengan suhu 65C selama empat sampai lima menit tidak

mengandung kista aktif, demikian juga hasil daging siap konsumsi yang diolah

dengan garam dan nitrat.

8
Toxoplasma gondii dalam klasifikasi termasuk kelas Sporozoasida, karena

berkembang biak secara seksual dan aseksual yang terjadi secara bergantian.

9
Gambar 2.1 Siklus Hidup Toxoplasma gondii.

2.4 Klasifikasi

Pada garis besarnya sesuai dengan cara penularan dan gejala klinisnya,

toxoplasmosis dapat dikelompokkan atas :

2.4.1 Toxoplasmosis congenital

Gambaran klinis toksomoplasmosis congenital dapat bermacam-

macam antara lain prematuritas, retardasi pertumbuhan intrauterine ,

retinokoroiditis, strabismus retinokoroiditis, strabismus, kebutaan,

mikrosephalus dan hidrosephalus, hipotnus, ikterus, anemia dan

hepatosplenomegali. Berat infeksi tergantung pada umur janin saat terjadi

infeksi : makin muda usia janin, makin besar kerusakan organ tubuh. Infeksi

pada kehamilan muda dapat mengakibatkan abortus spontan dan kematian

janin. Ada yang tampaknya normal pada waktu lahir dan gejala klinisnya

baru timbul sampai beberapa minggu bahkan sampai beberapa tahun. Ada

gambaran eritroblastosis, hidrops fetalis dan triad klasik yang terdiri atas

hidrosephalus, retinokoroiditis dan perkapuran (kalsifikasi) intrakarnial.

Kelainan susunan saraf pusat sering meninggalkan gejala sisa, misalnya

retardasi mental dan motorik. Kadang-kadang hanya ditemukan sitakriks

pada retina, namun dapat kambuh pada masa anak-anak, remaja atau

dewasa. Retinokoroiditis karena toksoplasmosi pada remaja dan dewasa

biasanya akibat infeksi kongenita, jarang sekali akibat infeksi akuisita.

10
Pada anak yang lahir premature gejala klinis lebih berat daripada yang

lahir cukup bulan, dapat diserta hepatosplenomegali, ikterus, limfadenopati,

kelainan susunan saraf pusat dan lesi mata.

Bila seorang ibu yang sedang hamil mendapat infeksi primer, ada

kemungkinan bahwa 50% akan melahirkan anak dengan toxoplasmosis

kongenital. Parasit mencapai fetus melalui plasenta. Biasanya ibu tidak

menunjukkan tanda-tanda toxoplasmosis yang jelas. Pada anak yang

menujukkan toxoplasmosis terdapat juga peninggian titer toxoplasmosmin

pada ibu pada waktu infeksi in-utero terhadap bayi, ibu belum mempunyai

antibodi yang cukup. Bila sebelum ibu melahirkan telah mempunyai

antibodi yang cukup, maka anak akan mati akibat reaksi antigen-antibodi

dari ibu terhadap anaknya. Gejala yang dijumpai pada orang dewasa

maupun anak-anak umumnya ringan. Gambaran klinis toxoplasmosis

kongenital dapat bermacam-macam. Ada yang tampak normal pada waktu

lahir dan gejala klinisnya baru timbul setelah beberapa minggu sampai

beberapa tahun, bisa berupa strabismus, koriorenitis, ensefalitis,

mikrosefalus, hidrosefalus, retardasi psikomotorik, trombositopenia, dan

pneumonitis.

2.4.2 Toxoplasmosis akuisita (didapat)

Infeksi pada orang dewasa biasanya tidak diketahui oleh karena jarang

menimbilkan gejala (asimtomatik). Manifestasi klinis yang paling sering

dijumpai pada toksomoplasmosis akuista akut adalah limfadenopati (servikal,

11
suprakalvikular, axial, inguinal, dan oksipital), rasa lelah, demam, nyeri otot,

dan rasa sakit kepala. Toxoplasma menyebabkan infeksi oportunistik yang

disebabkan imunosupresi berhubungan dengan transplantasi organ dan

pengobatan keganasan. Pada tahun 1980-an ensefalitis toksoplasmik muncul

sebagai penyakit parasitic yang paling sering dijumpai pada penderita AIDS

dan biasanya terjadi jika CD4+<100>3. Kelainan susunan saraf pusat kerena

toxoplasma mungkin tampak sebagai manifestasi klinis pertama dan paling

sering pada AIDS. Mula-mula timbul sakit kepala, demam, letargi, perubahan

mental dan berlanjut mnjadi kelainan neurologic dan kejang. Dengan CT-

scan dan MRI tampak lesi tunggal atau multiple ring-enchancing lesion yang

dikelilingi edema otak dengan predileksi pada ganglia basal dan cortico-

medullary junction. Lesi dapat juga terjadi pada serebelum dan thalamus.

Lesi pada ganglia basal dapat mengganggu pergerakan seperti hemikorea,

hemiballism, Parkinson atau tremor. Pemeriksaan dengan menggunakan MRI

lebih sensitive daripada CT-scan. Lesi biasanyan tetap disusunan saraf pusat

dan tidak menyebar ke organ lain. Ini adalah reaktivasi infeksi laten, sehingga

tampak antibody IgG dari infeksi lampau. Manifestasi lainnya korioretinitis

dan yang agak jarang pneumonitis dan miokarditis. Toksoplasmosis paru

pada pasien imunodefisiensi dapat timbul sebagai pneumonitis interstitial,

necrotizing pneumonia, konsolidasi dan enfusi pleura.


Baik toxoplasmosis akuisita maupun kongenital sebagian besar

asimptomatis atau tanpa gejala. Keduanya dapat bersifat akut dan kemudian

menjadi kronik atau laten. Gejala yang nampak sering tidak spesifik dan sulit

12
dibedakan dengan penyakit lain. Toxoplasmosis akuisita biasanya tidak

diketahui karena jarang menimbulkan gejala.


Gejala klinis yang paling sering dijumpai pada toxoplasmosis akuisita

adalah limfadenopati dan rasa lelah, disertai demam dan sakit kepala. Pada

infeksi akut, limfadenopati sering dijumpai pada kelenjer getah bening daerah

leher bagian belakang. Gejala tersebut di atas dapat disertai demam, mialgia,

malaise. Bentuk kelainan pada kulit akibat toksoplasmosis berupa ruam

makulopapuler yang mirip kelainan kulit pada demam tifus, sedangkan pada

jaringan paru dapat terjadi pneumonia interstisial.


2.5 Patogenesis

Toxoplasma gondii merupakan suatu parasit intraselular dan reproduksi

terjadi didalam sel. Kasus toksoplasmosis pada manusia didapat karena

mengkonsumsi jaringan yang mengandung kista yang ada pada daging yang

proses pemasakannya kurang sempurna atau daging mentah. Selain itu kontak

langsung dengan tanah atau air yang terkontaminasi oleh feses kucing yang

mengandung ookista yang secara tidak langsung kontak dengan makanan atau

minuman. Penularan bentuk lain adalah melalui plasenta ibu hamil yang

menderita toksoplasmosis. Bradizoit yang ada dalam jaringan ataupun tropozoit

yang lepas dari ookista akan melakukan penetrasi ke sel epitel usus dan

melakukan multiplikasi. Toxoplasma akan menyebar secara lokal pada

limfoglandula mesenterika usus dan melalui pembuluh limfe dan darah kemudian

menyebar ke seluruh organ. Sebelum organ lain menjadi rusak, nekrosis akan

terjadi lebih dahulu pada usus dan limfoglandula mesenterika, baru kemudian

terjadi fokal nekrosis terjadi pada organ lain.

13
Gambaran klinis akan tampak segera setelah beberapa waktu jaringan

mengalami kerusakan khususnya organ mata, jantung, paru, SSP, kelenjar getah

bening (KGB), dan lain-lain (otor lurik, pankreas, lambung,dan ginjal). Kejadian

nekrosis pada organ-organ tersebut diakibatkan oleh adanya multiplikasi

intraselular dari takizoit.

Gambar 2.2 Pola Penyebaran Infeksi Pada Toksoplasmosis.

14
Tingkat mortalitas dan morbiditas dari parasit ini cukup tinggi pada pasien

yang menderita imunocompromise ( AIDS, kanker, transplantasi ) dan pada anak-

anak yang tertular melalui ibunya. Kondisi yang muncul pada penderita

imunocompromise tersebut biasanya berupa peradangan selaput otak ataupun

adanya abses yang sifatnya multiganda.

2.5 Manifestasi Klinis

Pada 80-90 % penderita toksoplasmosis tidak menunjukkan gejala sama

sekali (asimptomatik). Namun, pada beberapa penderita biasanya didapatkan

adanya perbesaran kelenjar getah bening di bagian leher (cervical

lymphadenopathy). Beberapa penderita juga dapat mengalami sakit kepala,

demam (biasanya di bawah 40 0C), lemah, dan lesu. Sebagian kecil penderita

mungkin mengalami nyeri otot (mialgia), nyeri tenggorokan, nyeri pada bagian

perut, dan kemerahan pada kulit.

Bayi yang dikandung oleh ibu yang menderita toksoplasmosis mempunyai

risiko yang tinggi untuk menderita toksoplasmosis kongenital. Anak dengan

toksoplasmosis kongenital dapat menunjukkan gejala kelainan neurologis seperti

hidrosefalus, mikrosefalus, dan kelainan pada mata (koriodoretinitis) dengan

gejala : penglihatan kabur,skotoma, fotofobia dan epifora. Selain itu dapat juga

terjadi gangguan pada saat kehamilan dan persalinan berupa abortus.

Gejala klinis yang khas dikenal dengan istilah trias klasik yang meliputi

hidrosefalus, koroidorenitis dan kalsifikasi intrakranial. Gejala kinis lain berupa

kelainan mata uveitis dan koroidorenitis, atau kelainan sistem limpatik

(limpadenopati).

15
Pada infeksi akut di retina ditemukan reaksi peradangan fokal dengan

edema dan infiltrasi leukosit yang dapat menyebabkan kerusakan total dan proses

penyembuhan menjadi parut (sikatriks) dengan atrofi retina dan koroid disertai

pigmentasi. Gejala susunan saraf pusat sering meninggalkan gejala sisa seperti

retardasi mental dan motorik.

Pada anak yang lahir prematur, gejala klinis biasanya lebih berat daripada

yang lahir cukup bulan, yaitu disertai adanya hepatosplenomegali, ikterus,

limfadenopati, dan kelainan susunan saraf pusat. Sekitar 60 % bayi yang terinfeksi

dalam rahim ternyata asimptomatik pada kelahiran seperti yang didapatkan pada

penelitian prospektif yang dilakukan oleh Desmonts dan Couvreur di Paris.

Selebihnya yaitu 40 % mengalami abortus, lahir mati, simtomatik dan banyak

yang lahir prematur.

Toksoplasmosis akuista yang terjadi pada orang dewasa biasanya tidak

diketahui karena jarang sekali menimbulkan gejala, kecuali pada penderita

defisiensi kekebalan (imunocompromise) seperti pada penderita karsinoma,

leukemia atau penyakit lain yang diberi pengobatan kortikosteroid dosis tinggi

atau radiasi. Pada keadaan ini gejala klinis dapat menjadi menifestasi gejala klinis

toksoplasmosis yang berat karena adanya defisiensi kekebalan.

2.6 Diagnosis

Diagnosis toksoplasmosis dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu dari

gejala klinis, pemeriksaan darah atau jaringan tubuh penderita, dan pemeriksaan

serologis. Diagnosis dari gejala klinis terkadang sulit, dikarenakan sebagian besar

penderita tidak menunjukkan gejala apapun (asimptomatik). Diagnosis dapat

16
ditegakkan jika ditemukan parasit di dalam jaringan atau cairan tubuh penderita.

Hal ini dilakukan dengan cara menemukan secara langsung parasit yang diambil

dari cairan serebrospinal, atau hasil biopsi jaringan tubuh yang lainya4.

Pemeriksaan langsung dapat dilakukan dengan cara melihat adanya dark

spot pada retina, melakukan pemeriksaan darah untuk melihat apakah parasit

sudah menyebar melalui darah dengan melihat perubahan yang terjadi pada

gambaran darahnya, serta bisa menggunakan CT scan, MRI untuk menemukan

lesi akibat parasit tersebut.. Namun diagnosis berdasarkan penemuan parasit

secara langsung jarang dilakukan karena kesulitan dalam hal pengambilan

spesimen yang akan diteliti. Pemeriksaan serologis dilakukan dengan dasar bahwa

antigen toksoplasma akan membentuk antibodi yang spesifik pada serum darah

penderita 10.

Metode diagnosa lain yang sering digunakan adalah dengan menggunakan

indirect haemaglutination (IHA), immunoflourrescence (IFTA), ataupun dengan

enzym link immuno sorbant assay (Elisa), atau dengan pemeriksaan laboratorium

berupa pemeriksaan antibodi spesifik toksoplasma dengan IgM, IgG, dan IgG

affinity,dengan iterpretasi yaitu :

Laporan hasil IgG Toxoplasma dalam IU/mL dan positif atau negatif.

Sampel dengan hasil nilai kurang dari 6.4 IU/mL dinyatakan negatif

Sampel dengan hasil nilai antara 6.4-9.9 IU/mL dinyatakan equivocal

Sampel dengan hasil nilai lebih dari 10 IU/mL dinyatakan positif

Laporan hasil IgM Toxoplasma dalam indeks dan positif atau negatif.

17
Sampel dengan hasil nilai indeks kurang dari 0.9 dinyatakan negatif

Sampel dengan hasil nilai indeks antara 0.9-0.99 dinyatakan ekuivokal

Sampel dengan hasil nilai indeks lebih dari 1.0 dinyatakan positif

Laporan hasil IgG avidity Toxoplasma

Sampel dengan hasil avidity index 50% menunjukkan aviditas yang

rendah, makna klinisnya menunjukkan adanya infeksi akut Toxoplasma

Sampel dengan hasil avidity index 50%-60% menunjukkan aviditas

borderline, makna klinisnya menunjukkan bahwa Toxoplasmosis belum

dapat ditentukan, perlu pemeriksaan ulang dan evaluasi kondisi klinis.

Sampel dengan hasil avidity index 60% menunjukkan aviditas yang

kuat, makna klinisnya menunjukkan adanya infeksi kronik Toxoplasma .

Tes IgG affinity Toxoplasma ini diperiksakan untuk membedakan

apakah infeksi Toxoplasma ini akut (sedang menderita Toxoplasma) atau

kronis (pernah menderita Toxoplasma), Hal ini penting terutama untuk

wanita hamil, apakah dia memerlukan terapi atau tidak.

2.8 Diagnosis Banding

Toxoplasma retinokoroiditis berulang yang berdekatan dengan area bekas

luka mungkin sulit membedakannya dengan Retinitis nekrosis akibat CMV,

herpes simplex virus, virus herpes zoster, retinitis jamur (kandidiasis,

blastomycosis), retinitis septik, toxocariasis, okular sarkoidosis, sifilis dan TB

18
adalah diagnosis lain yang perlu disingkirkan ketika mempertimbangkan

diagnosis toxoplasmosis okular.

2.9 Komplikasi

Jika penyakit berlanjut maka dapat menimbulkan komplikasi berupa

radang paru (pneumonia), radang pada jaringan otot jantung (miokarditis), radang

pada selaput luar jantung (perikarditis),

2.10 Pencegahan

Infeksi transplasenta dari janin telah lama sebagai cara penularan. Hewan

kucing dikaitkan dengan penularan parasit ke manusia. Infeksi ditularkan oleh

suatu okista yang menyerupai isospora yang hanya terdapat dalam tinja kucing

dan sejenisnya. Binatang pengerat kelihatannya juga memegang peranan pada

penularan, karena binatang ini mengandung kista infektif dalam jaringan yang

dapat dimakan oleh kucing. Tindakan untuk mengurangi kontak antara manusia

dan tinja kucing jelas penting dalam pengawasan, khususnya bagi wanita yang

hamil dengan tes serologik negatif. Karena ookista biasanya memerlukan waktu

48 jam untuk menjadi infektif, maka pembersihan kotoran kucing setiap hari dan

pembuangannya pada tempatnya dapat mencegah penularan.

Pada wanita hamil, terutama mereka yang pernah berhubungan dengan

kucing. Kucing harus dijaga agar tidak berburu dan diheri makanan kering,

makanan kaleng atau makanan matang saja. Hati-hati pada saat mencuci tempat

kotoran kucing dan hendaknya memakai sarong tangan

19
Dalam penatalaksanaan ini meliputi bagaimana cara pencegahan dan

pengobatan terhadap toksoplasmosis. Untuk pencegahan terhadap toksoplasmosis

antara lain dengan :

1. Memasak daging hingga matang untuk meminimalkan parasit

toxoplasma.
2. Menghindari kontak langsung dengan tanah yang berpotensi sebagai

tempat ookista.
3. Hindari kontaminasi silang antara bahan mentah dengan bahan

makanan yang telah matang.


4. Membiasakan mencuci sayur dan buah yang akan dikonsumsi.
5. Membersihkan tangan dengan sabun setelah mempersiapakan daging

mentah untuk dimasak.


6. Membuang feses kucing dari kandang kucing setiap hari untuk

mencegah ookista sporulasi.

2.11Pengobatan

Kebanyakan penderita toksoplasmosis dapat sembuh tanpa diberikan

pengobatan. Pada beberapa penderita dengan gejala toksoplasmosis yang berat

atau penderita toksoplasmosis dengan penurunan sistem kekebalan tubuh, maka

diperlukan pengobatan dengan kombinasi antibiotik pirimetamin dan sulfadiazine.

Pengobatan biasanya diberikan dalam jangka waktu 3-6 minggu.

Pada ibu hamil dengan toksoplasmosis biasanya diberikan terapi dengan antibiotik

spiramisin. Pengobatan ini diharapkan dapat mengatasi infeksi toksoplasma pada

ibu serta mengurangi risiko terjadinya toksoplasmosis kongenital pada bayi.

20
Sampai saat ini pengobatan yang terbaik adalah kombinasi pirimetamine

dengan sulfadiazine. Kombinasi ke dua obat ini secara sinergis akan menghambat

siklus p-amino asam benzoat dan siklus asam folat.

Dosis yang dianjurkan untuk pirimetamin ialah 25-50 mg per hari selama

sebulan dan sulfadiazine dengan dosis 2.000-6.000 mg sehari selama sebulan.

Karena efek samping obat tadi ialah leukopenia dan trombositopenia, maka

dianjurkan untuk menambahkan asam folat selama pengobatan. Trimetophrim

juga ternyata efektif untuk pengobatan toksoplasmosis tetapi bila dibandingkan

dengan kombinasi antara pirimetamin dan sulfadiazine, ternyata trimetophrim

masih kalah efektifitasnya.

Pirimetamin dan sulfonamid bekerja secara sinergistik. Walaupun secara

klinis tidak boleh perbaikan atau kesembuhan dengan pemberian dua macam obat

ini, parasit dalam kista masih tetap ada, dan menyebabkan infeksi aktif kembali.

Pengobatan pada toksoplasmosis akut yang tidak menujukkan gejala klinis tidak

diperlukan, tetapi bila ada gejala klinis atau retinokoroiditis akut atau bila ada

defisiensi kekebalan, pengobatan harus diberikan. Pirimetamin mempunyai efek

teratogenik, sebaiknya tidak diberikan pada orang hamil.

Spiramicin merupakan obat pilihan lain walaupun kurang efektif tetapi

efek sampingnya kurang bila dibandingkan dengan obat-obat sebelumnya. Dosis

spiramicin yang dianjurkan ialah 2-4 gram sehari yang di bagi dalam 2 atau 4 kali

pemberian. Beberapa peneliti menganjurkan pengobatan wanita hamil trimester

pertama dengan spiramicin 2-3 gram sehari selama seminggu atau 3 minggu

kemudian disusul 2 minggu tanpa obat. Demikian berselang seling sampai

21
sembuh. Pengobatan juga ditujukan pada penderita dengan gejala klinis jelas dan

terhadap bayi yang lahir dari ibu penderita toksoplasmosis.

22
BAB III

KESIMPULAN

Toksoplasmosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh suatu protozoa

yang disebut Toxoplasma gondii. Sekitar 80-90 % penderita toksoplasmosis tidak

menunjukkan gejala sama sekali (asimptomatik). Namun pada penderita yang

mengalami defisiensi kekebalan (imunocompromise), gejala klinisnya dapat

menjadi menifestasi gejala klinis toksoplasmosis yang berat. Diagnosis

toksoplasmosis dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu dari gejala klinis,

pemeriksaan darah atau jaringan tubuh penderita, dan pemeriksaan serologis.

Penderita toksoplasmosis dapat sembuh sendiri tanpa diberikan pengobatan.

Untuk penderita dengan gejala toksoplasmosis yang berat atau penderita

toksoplasmosis dengan penurunan sistem kekebalan tubuh, maka diperlukan

pengobatan dengan kombinasi antibiotik pirimetamin dan sulfadiazine. Dalam hal

pencegahan toxoplasmosis yang penting ialah menjaga kebersihan, mencuci

tangan setelah memegang daging mentah, menghindari feces kucing pada waktu

membersihkan halaman atau berkebun.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Safar Rosdiana, 2010. Parasitologi Kedokteran. Yrama Widya : Bandung

2. Anonim, 2011. Toxoplasmosis Public health Education Information Sheet.

March of Dimer. Ask NOAH About : Pregnancy Fact Sheet WHO.

3. Sciammarella J. Toxoplasmosis. Medicine Journal. 2011. 2(9):1-10.

4. Smith JE and Rebuck N, 2012. Toxoplasma gondii Strain Variation and

Phatogenecity. In. Microbial Foodborne disease. Cary JW, JE linz and D.

Bhatnagar (Eds). Technomic Co. Inc. USA. 2000. P. 405-431.

5. [Guideline] Kaplan JE, Benson C, Holmes KH, Brooks JT, Pau A, Masur H.
Guidelines for prevention and treatment of opportunistic infections in HIV-
infected adults and adolescents: recommendations from CDC, the National
Institutes of Health, and the HIV Medicine Association of the Infectious
Diseases Society of America. MMWR Recomm Rep. 2012 Apr 10. 58:1-207;
quiz CE1-4.

6. Martin AM, Liu T, Lynn BC, Sinai AP. The Toxoplasma gondii
parasitophorous vacuole membrane: transactions across the border. J
Eukaryot Microbiol. 2011 Jan-Feb. 54(1):25-8.

7. Gandahusada S. et al, 2012. Parasitologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia. Jakarta.

8. Lopez A, Dietz VJ, Wilson M, Navin TR, Jones JL. Preventing congenital
toxoplasmosis. MMWR Recomm Rep. 2013. 49 (RR-2): 5968.

24

Anda mungkin juga menyukai