Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi
bakteri, parasit, maupun jamur yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang
ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus didalam parenkim
hati. Abses ini merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa negara yang
berkembang seperti di Asia terutama Indonesia. Prevalensi yang tinggi biasanya
berhubungan dengan sanitasi yang buruk, status ekonomi yang rendah serta gizi yang
buruk. Meningkatnya arus urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di
daerah perkotaan.
Secara umum Abses hati terbagi menjadi dua, yaitu abses hati amoebik (AHA)
dan abses hati piogenik (AHP/ Hepatic Abcess, Bacterial Liver Abcess). AHA
merupakan salah satu komplikasi amoebiasis ekstraintestinal yang paling sering
dijumpai di daerah tropis/subtropik termasuk Indonesia. AHA lebihsering terjadi
endemik di negara berkembang dibanding AHP. AHA terutama disebabkan oleh
Entamoeba Histolytica.2 AHP dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver
abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess. AHP ini merupakan
kasus yang relatif jarang, pertama kali ditemukan oleh Hippocrates (400 SM) dan
dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936. AHP ini tersebar di seluruh
dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan kondisi higiene/sanitasi yang kurang.
Hampir 10% penduduk dunia terutama penduduk dunia berkembang pernah
terinfeksi Entamoeba histolytica tetapi 10% saja dari yang terinfeksi menunjukkan
gejala. Insidensi penyakit ini berkisar sekitar 5-15 pasien pertahun. Individu yang
mudah terinfeksi adalah penduduk didaerah endemik ataupun wisatawan yang kearah
endemik dimana laki-laki lebih sering terkena dibanding perempuan dengan rasio 3:1
hingga 22:1 dan umur tersering pada dekade empat.
Abses hati didapatkan di seluruh dunia, abses hati piogenik lebih sering
ditemukan di negara maju termasuk Amerika Serikat, sedangkan abses hati ameba
di negara sedang berkembang yang beriklim tropis dan sub tropis terutama pada
daerah dengan kondisi lingkungan yang kurang baik.

1
Insiden tahunan abses hati piogenik mencapai 2,3 kasus per 100.000 penduduk
dan lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3,3
berbanding 1,3 per 100.000 penduduk.
Insiden abses hati amuba mencapai di Amerika Serikaty mencapai 0,05 %
sedangkan di India dan Mesir mencapai 10%-30%/ tahun dengan perbandingan laki-
laki: perempuan sebesar 3:1 sampai dengan 22:1
Dari suatu study di Amerika, didapatkan 13% abses hati dari 48% abses
visceral.Abses hati dapat berbentuk soliter ataupun multipel.sekitar 90% dari abses
lobus kanan hepar,merupakan abses soliter,sedangkan abses lobus kiri hanya
10%,yang merupakan abses soliter.hal ini dapat terjadi dari penyebaran hematogen
maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum.
Gejala tersering yang dikeluhkan pasien dengan amebiasis hati adalah berupa
nyeri perut kanan atas, demam, hepatomegali dengan nyeri tekan atau nyeri spontan
atau disertai dengan gejala komplikasi. Gejala yang menyertai adalah anoreksia, mual
muntah, berat badan menurun, batuk, ikterus ringan sampai sedang dan berak
berdarah. Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia ringan sampai sedang.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami tentang Abses Hepar.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami tentang definisi Abses Hepar
2. Mengetahui dan memahami tentang patogenesis Abses Hepar
3. Mengetahui dan memahami tentang etiologi Abses Hepar
4. Mengetahui dan memahami tentang gejala klinis Abses Hepar
5. Mengetahui dan memahami tentang kriteria diagnosis Abses Hepar
6. Mengetahui dan memahami tentang pemeriksaan penunjang Abses Hepar
7. Mengetahui dan memahami tentang diagnosis banding dan prognosis
Abses Hepar

1.3 Manfaat
1. Untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca tentang Abses Hepar
2. Untuk memenuhi tugas referat kepanitraan klinik senior di Bagian Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Solok 2017.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Hepar


2.1.1 Anatomi Hepar

Hati adalah organ terbesar dalam tubuh kita, dengan berat 1.200 gram
1.500 gram. Pada orang dewasa 1/50 dari berat badannya, sedangkan pada bayi
1/18 dari berat bayi. Hati merupakan organ lunak yang lentur dan tercetak oleh
struktur sekitarnya. Hati memiliki permukaan superior yang cembung dan terletak
di bawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati
berbentuk cekung dan merupakan atap dari ginjal kanan, lambung, pankreas, dan
usus. Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi
menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak
terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh
ligamentum falsiformis yang terlihat dari luar. Ligamentum falsiformis berjalan
dari hati ke diafragma dan dinding depan abdomen. Permukaan hati diliputi oleh
peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan posterior yang
melekat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang merupakan
peritoneum membantu menyokong hati. Dibawah peritoneum terdapat jaringan
ikat padat yang disebut sebagai kapsula Glisson, yang meliputi permukaan
seluruh organ; bagian paling tebal kapsula ini terdapat pada porta hepatis,
membentuk rangka untuk cabang vena porta, arteri hepatica, dan saluran empedu.
Porta hepatis adalah fisura pada hati tempat masuknya vena porta dan arteri
hepatika serta tempat keluarnya duktus hepatika.

Struktur Mikroskopis

Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut sebagai


lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Setiap lobulus
merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati
berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi vena sentralis yang mengalirkan
darah dari lobulus. Hati manusia memiliki maksimal 100.000 lobulus. Diantara
lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang disebut sebagai sinusoid, yang
merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Tidak seperti kapiler lain,

3
sinusoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer. Sel Kuppfer merupakan
sistem monosit-makrofag, dan fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan
benda asing lain dalam darah. Sejumlah 50 % dari semua makrofag dalam hati
adalah sel Kuppfer, sehingga hati merupakan salah satu organ penting dalam
pertahanan melawan invasi bakteri dan agen toksik. Selain cabang-cabang vena
porta dan arteria hepatika yang melingkari bagian perifer lobulus hati, juga
terdapat saluran empedu. Saluran empedu interlobular membentuk kapiler
empedu yang sangat kecil yang disebut sebagai kanalikuli, yang berjalan ditengah
lempengan sel hati. Empedu yang dibentuk dalam hepatosit diekskresi ke dalam
kanalikuli yang bersatu membentuk saluran empedu yang makin lama makin
besar hingga menjadi duktus koledokus.4

Gambar 2. Anatomi Hepar

Hati memiliki dua sumber suplai darah dari saluran cerna dan limpa
melalui vena porta hepatik, dan dari aorta melaui arteri hepatika. Sekitar sepertiga
darah yang masuk adalah darah arteria dan duapertiganya adalah darah vena dari
vena porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menitnya adalah 1.500

4
ml dan dialirkan melalui vena hepatika kanan dan kiri, yang selanjutnya bermuara
pada vena kava inferior.

2.1.2 Fisiologi Hepar


Fungsi hati sebagai organ keseluruhannya diantaranya adalah ikut
mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, ikut mengatur volume darah, dan
sebagai alat penyaring (filter) semua makanan dan berbagai macam substansia
yang telah diserap oleh intestinal yang akan dialirkan ke organ melalui sistem
portal. Selain itu sel- sel hati berfungsi sebagai pusat metabolisme diantaranya
(metabolisme hidrat arang, protein, lemak, empedu), Sebagai alat penyimpan
vitamin dan bahan makanan hasil metabolisme, sebagai alat sekresi untuk
keperluan badan (seperti enzim, glukosa, protein, faktor koagulasi dan empedu).
Adapun sel kuppfer berfungsi sebagai sel retikuloendotelial yang mengurai Hb
menjadi bilirubin, membentuk - globulin dan immune bodies, dan sebagai alat
fagositosis terhadap bakteri dan elemen makromolekular.

Pembentukan dan ekskresi empedu


Dalam hal ini terjadi metabolisme pigmen dan garam empedu. Garam
empedu penting untuk pencernaan dan absopsi lemak serta vitamin larut-lemak di
dalam usus.

Pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat, lemak,


protein) setelah penyerapan dari saluran pencernaan
a. Metabolisme karbohidrat : menyimpan glikogen dalam jumlah besar,
konversi galaktosa dan friktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis, serta
pembentukan banyak senyawa kimia dari produk antara metabolisme
karbohidrat.
b. Metabolisme lemak : oksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi
fungsi tubuh yang lain, sintesis kolesterol,fosfolipid,dan sebagian besar
lipoprotein, serta sintesis lemak dari protein dan karbohidrat
c. Metabolisme protein : deaminasi asam amino, pembentukan ureum
untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma,
serta interkonversi beragam asam amino dan sintesis senyawa lain dari asam
amino.

5
Penimbunan vitamin dan mineral
Vitamin larut-lemak ( A,D,E,K ) disimpan dalam hati, juga vitamin B 12,
tembaga, dan besi dalam bentuk ferritin. Vitamin yang paling banyak disimpan
dalam hati adalah vitamin A, tetapi sejumlah besar vitamin D dan B 12 juga
disimpan secara normal.
Hati menyimpan besi dalam bentuk ferritin
Sel hati mengandung sejumlah besar protein yang disebut apoferritin, yang dapat
bergabung dengan besi baik dalam jumlah sedikit maupun banyak. Oleh karena
itu, bila besi banyak tersedia dalam cairan tubuh, maka besi akan berikatan
dengan apoferritin membentuk ferritin dan disimpan dalam bentuk ini di dalam
sel hati sampai diperlukan. Bila besi dalam sirkulasi cairan tubuh mencapai kadar
rendah, maka ferritin akan melepaskan besi.
Hati membentuk zat-zat yang digunakan untuk koagulasi darah dalam
jumlah banyak
Zat-zat yang dibentuk di hati yang digunakan pada proses koagulasi meliputi
fibrinogen, protrombin, globulin akselerator, faktor VII, dan beberapa faktor
koagulasi lainnya. Vitamin K dibutuhkan oleh proses metabolisme hati, untuk
membentuk protrombin dan faktor VII, IX, dan X.

Hati mengeluarkan atau mengekskresikan obat-obatan, hormon, dan zat


lain
Medium kimia yang aktif dari hati dikenal kemampuannya dalam melakukan
detoksifikasi atau ekskresi berbagai obat-obatan meliputi sulfonamid, penisilin,
ampisilin, dan eritromisin ke dalam empedu. Beberapa hormon yang disekresi
oleh kelenjar endokrin diekskresi atau dihambat secara kimia oleh hati meliputi
tiroksin dan terutama semua hormon steroid seperti estrogen, kortisol, dan
aldosteron.

Hati berfungsi sebagai gudang darah dan filtrasi


Hati adalah organ venosa yang mampu bekerja sebagai tempat penampungan
darah yang bermakna saat volume darah berlebihan dan mampu menyuplai darah
ekstra di saat kekurangan volume darah. Sinusoid hati merupakan depot darah
yang mengalir kembali dari vena cava (gagal jantung kanan). kerja fagositik sel
Kupffer membuang bakteri dan debris dari darah.

6
2.2 Abses Hepar
2.2.1 Definisi
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena
infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau
sel darah didalam parenkim hati.

2.2.2 Epidemiologi
Di negara negara yang sedang berkembang, AHA didapatkan secara
endemik dan jauh lebih sering dibandingkan AHP. 2
Penyakit AHA ini masih menjadi masalah kesehatan terutama di daerah
dengan strain virulen Entamoeba histolytica (E. Histolytica) yang tinggi. Abses
hati amebik merupakan komplikasi ekstraintestinal yang paling sering terjadi
sesudah infeksi E. histolytica yaitu pada 1-25 % (rata-rata 8,1 %) penderita
dengan amebiasis intestinalis klinis. Pria lebih sering menderita AHA dibanding
wanita. Pravelensi terbanyak ditemukan pada umur antara 30 50 tahun dengan
perbandingan 4 : 1 lebih sering pada orang orang dewasa.
AHP ini tersebar di seluruhdunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan
kondisi hygiene /sanitasi yangkurang. Secara epidemiologi, didapatkan 8 15 per
100.000 kasus AHP yangmemerlukan perawatan di RS, dan dari beberapa
kepustakaan Barat, didapatkan prevalensi autopsi bervariasi antara 0,29 1,47%
sedangkan prevalensi di RSantara 0,008 0,016%. AHP lebih sering terjadi pada
pria dibandingkan perempuan, dengan rentang usia berkisar lebih dari 40 tahun,
dengan insidensi puncak pada dekade ke 6.

2.2.3 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya abses hati dapat diklasifikasikan menjadi :

7
A. Abses Hepar Amebik

1. DEFINISI

AHA merupakan salah satu komplikasi amoebiasis ekstraintestinal


yang paling sering dijumpai di daerah tropis/subtropik termasuk Indonesia. AHA
lebih sering terjadi endemik di negara berkembang dibanding AHP. AHA
terutama disebabkan oleh Entamoeba Histolytica

2. EPIDEMIOLOGI

Di negara negara yang sedang berkembang, AHA didapatkan secara


endemik dan jauh lebih sering dibandingkan AHP. Penyakit AHA ini masih menjadi
masalah kesehatan terutama di daerah dengan strain virulen Entamoeba histolytica (E.
Histolytica) yang tinggi. Abses hati amebik merupakan komplikasi ekstraintestinal
yang paling sering terjadi sesudah infeksi E. histolytica yaitu pada 1-25 % (rata-rata
8,1 %) penderita dengan amebiasis intestinalis klinis. Pria lebih sering menderita
AHA dibanding wanita. Pravelensi terbanyak ditemukan pada umur antara 30 50
tahun dengan perbandingan 4 : 1 lebih sering pada orang orang dewasa.

3. ETIOLOGI

Penyakit AHA ini masih menjadi masalah kesehatan terutama di daerah


dengan strain virulen Entamoeba histolytica (E. Histolytica) yang tinggi. Abses hati
amebik merupakan komplikasi ekstra intestinal yang paling sering terjadi akibat
infeksi E. histolytica yaitu pada 1-25 % (rata-rata 8,1 %) penderita dengan amebiasis
intestinalis klinis.

Entamoeba histolytica mempunyai 3 bentuk yaitu: bentuk minuta,


bentuk kista, dan bentuk aktif (vegetatif). Kista dewasa berukuran 10-20 mikron,
resisten terhadap suasana kering dan suasana asam. Bentuk trofozoit ada yang
berukuran kecil (yaitu 10-20 mikron) dan berukuran besar (yaitu 20-60 mikron).
Bentuk trofozoit ini akan mati dalam suasana kering atau asam. Trofozoit besar sangat
aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu hialuronidase
dan mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan destruksi jaringan.

8
4. PATOGENESIS

Saluran Koloni entamoeba Menghancurkan Sytem porta Intra


Intestinal histolytica dinding vena hepatal

Cabang-cabang
Leuco kecil Vena porta
sit

Masuk & berkembangbiak Amuba melysiskan


Infiltrasi Peradangan Pembuluh darah
(coloni amoeba)

Amoebic hepatitis
Sembuh Spontan

Kemudian lesi
membesar

Membentuk rongga berisi cairan


yang berisi cell-cell debris

Aoebic liver disease

Cara penularan pada umumnya fekal-oral baik melalui makanan atau minuman
yang tercemar kista atau transmisi langsung pada keadaan higiene perorangan yang
buruk. Pada kelompok homoseksual disebutkan insidens amebiasis lebih tinggi
dikaitkan dengan masalah hubungan oro-anal atau oro-genitalyang dilanjutkan dengan
genito-oral. Sesudah masuk per oral hanya bentuk kista yang bisa sampai ke dalam
intestinal tanpa dirusak oleh asam lambung, kemudian kista pecah, keluar trofozoit.
Di dalam usus trofozoit menyebabkan terjadinya ulkus pada mukosa akibat enzim
proteolitik yang dimilikinya dan bisa terbawa aliran darah portal masuk ke hepar.

9
Amoeba kemudian tersangkut menyumbat venul porta intrahepatik, terjadi infark
hepatosit sedangkan enzim-enzim proteolitik tadi mencerna sel parenkim hati
sehingga kemudian terbentuk abses. Didaerah sentralnya terjadi pencairan yang
berwarna coklat kemerahan anchovy sauce yang terdiri dari jaringan hati yang
nekrotik dan berdegenerasi. Amoebanya dapat ditemukan pada dinding abses dan
sangat jarang ditemukan di dalam cairan dibagian sentral abses. Kira-kira 25 % abses
hati amoebik mengalami infeksi sekunder sehingga cairan absesnya menjadi purulen
dan berbau busuk.

Gambar 3. Abses Hepar

Terdapat periode laten yaitu jarak waktu yang lamanya bervariasi kadang-kadang
sampai bertahun-tahun diantara kejadian infeksi pada usus dengan timbulnya abses
hati. Jarak waktu antara serangan di intestinal dengan timbulnya kelainan di hati
berbeda-beda. Bentuk yang akut dapat memakan waktu kurang dari 3 minggu, tetapi
bentuk yang kronis lebih dari 6 bulan, bahkan mungkin sampai 57 tahun. Disamping
itu hanya lebih kurang 10 % penderita abses hati yang dapat ditemukan adanya kista
E.histolytica dalam tinjanya pada waktu yang bersamaan, bahkan dilaporkan 2-33 %.
Faktor yang berperan dalam keaktivan invasi amoeba ini belum diketahui dengan
pasti tetapi mungkin ada kaitannya dengan virulensi parasit, diit flora bakteri usus dan
daya tahan tubuh sesorang baik humoral maupun seluler.

5. MANIFESTASI KLINIS

Keluhan yang timbul dapat bermacam-macam. Gejala dapat timbul secara


mendadak (bentuk akut), atau secara perlahan-lahan (bentuk kronik). Dapat timbul

10
bersamaan dengan stadium akut dari amebiasis intestinal atau berbulan-bulan atau
bahkan bertahun-tahun setelah keluhan intestinal sembuh. 3

Pada bentuk akut, gejalanya lebih nyata dan biasanya timbul dalam masa kurang
dari 3 minggu. Keluhan yang sering diajukan yaitu rasa nyeri di perut kanan atas.
Rasa nyeri terasa seperti tertusuk tusuk dan panas, demikian nyerinya sampai ke
perut kanan. Dapat juga timbul rasa nyeri di dada kanan bawah, yang mungkin
disebabkan karena iritasi pada pleura diafragmatika. Pada akhirnya dapat timbul tanda
tanda pleuritis. Rasa nyeri pleuropulmonal lebih sering timbul pada abses hepatis
jika dibandingkan dengan hepatitis. Rasa nyeri tersebut dapat menjalar ke punggung
atau skapula kanan. Pada saat timbul rasa nyeri di dada dapat timbul batuk batuk.
Keadaan serupa ini timbul pada waktu terjadinya perforasi abses hepatis ke paru
paru. Sebagian penderita mengeluh diare. Hal seperti itu memperkuat diagnosis yang
dibuat.

Gejala demam merupakan tanda yang paling sering ditemukan pada abses
hepar. Gejala yang non spesifik seperti menggigil, anoreksia, mual dan muntah,
perasaan lemah badan dan penurunan berat badan merupakan keluhan yang biasa
didapatkan. Lebih dari 90 % didapatkan hepatomegali yang teraba nyeri tekan. Hati
akan membesar kearah kaudal atau kranial dan mungkin mendesak kearah perut atau
ruang interkostal. Pada perkusi diatas daerah hepar akan terasa nyeri. Konsistensi
biasanya kistik, tetapi bisa pula agak keras seperti pada keganasan. Pada tempat abses
teraba lembek dan nyeri tekan. Dibagian yang ditekan dengan satu jari terasa nyeri,
berarti tempat tersebutlah tempatnya abses. Rasa nyeri tekan dengan satu jari mudah
diketahui terutama bila letaknya di interkostal bawah lateral. Ini menunjukkan tanda
Ludwig positif dan merupakan tanda khas abses hepatis. Abses yang besar tampak
sebagai massa yang membenjol didaerah dada kanan bawah. Batas paru-paru hepar
meninggi. Pada kurang dari 10 % abses terletak di lobus kiri yang sering kali terlihat
seperti massa yang teraba nyeri di daerah epigastrium.

Ikterus jarang terjadi, kalau ada biasanya ringan. Bila ikterus hebat biasanya
disebabkan abses yang besar atau multipel, atau dekat porta hepatik. Pada
pemeriksaan toraks didaerah kanan bawah mungkin didapatkan adanya efusi pleura
atau friction rub dari pleura yang disebabkan iritasi pleura.1,8,10

11
Gambaran klinik abses hati amebik mempunyai spektrum yang luas dan sangat
bervariasi, hal ini disebabkan lokasi abses, perjalanan penyakit dan penyulit yang
terjadi. Pada satu penderita gambaran bisa berubah setiap saat. Dikenal gambaran
klinik klasik dan tidak klasik.

- Gambaran klinik klasik didapatkan penderita mengeluh demam dan nyeri


perut kanan atas atau dada kanan bawah, dan didapatkan hepatomegali
yang nyeri. Gambaran klasik didapatkan pada 54-70 % kasus.

- Gambaran klinik tidak klasik ditemukan benjolan didalam perut(seperti


bukan kelainan hati misalnya diduga empiema kandung empedu atau
tumor pankreas), Gejala renal (keluhan nyeri pinggang kanan dan
ditemukan masa yang diduga ginjal kanan), ikterus obstruktif, kolitis akut,
gejala kardiak bila ruptur abses ke rongga perikardium, gejala
pleuropulmonal, abdomen akut.

6. PENEGAKKAN DIAGNOSA

Kritera Diagnosis Abses Hepar Amoebik :

- Hati yang membesar dan nyeri

- Leukositosis, tanpa anemia pada penderita abses amoebik yang akut atau
leukositosis ringan disertai anemi pada abses tipe kronik. Adanya pus
amoebik yang mungkin mengandung trofozoit E. Histolytica.

- Pemeriksaan serologik terhadap E. Histolytica positif.

- Gambaran radiologik yang mencurigakan, terutama pada foto thoraks


posteroanterior dan lateral kanan.

- Adanya filling defect pada sidik hati

- Respon yang baik terhadap terapi dengan metronidazole.

Gejala :
- Demam internitten ( 38-40 oC)
- Nyeri perut kanan atas, kadang nyeri epigastrium dan dapat menjalar
hingga bahu kanan dan daerah skapula
- Anoreksia
- Nausea

12
- Vomitus
- Keringat malam
- Berat badan menurun
- Batuk
- Pembengkakan perut kanan atas
- Ikterus
- Buang air besar berdarah
- Kadang ditemukan riwayat diare
- Kadang terjadi cegukan (hiccup)

Kelainan fisis :

- Ikterus
- Temperatur naik
- Malnutrisi
- Hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan atau disertai komplikasi
- Nyeri perut kanan atasFluktuasi

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Kelainan hematologik, faal hati dan fraksi protein tidak mempunyai


peran yang besar dalam diagnostik, dan tidak ada satupun pemeriksaan tersebut
yang patognomonik untuk abses hati amebik. Ditemukan leukositosis, sebagian
besar penderita menunjukkan peninggian LED. Kelainan faal hati jarang
ditemukan, bila ada sering tidak mencolok dan akan kembali normal dengan
penyembuhan abses. Pemeriksaan serologik sangat membantu dalam
menegakkan diagnosis dengan sensitivitas 91 93 % dan spesifitas 94-99%.
Pemeriksaan serologik positif berarti sedang atau pernah terjadi amebiasis
invasif. Didaerah endemik amebiasis, seseorang tanpa sedang menderita
amebiasis invasif sering memberikan reaksi serologik positif akibat antibodi
yang terbentuk pada infeksi sebelumnya. Cara pemeriksaan yang paling sensitif
ialah cara ELISA.Pemeriksaan parasit E. Hystolitica dilakukan pada isi abses
atau cairan aspirasi lainnya, biopsi abses, tinja atau biopsi
kolonoskopi/sigmoidoskopi dengan hasil dari penderita 1/3 penderita.

Pada pemeriksaan radiologis dengan foto thoraks tampak diafragma


kanan meninggi dengan gerakan terbatas, dan mungkin ada efusi pleural. Pada
foto toraks bisa didapatkan pula kelainan lain seperti corakan bronkhovaskuler
paru kanan bawah bertambah, infiltrat, atelektasis, garis adhesi tegak lurus dari
diafragma ke paru-paru. Abses paling sering di bagian superoanterior hepar

13
sehingga tampak ada kubah dibagian anteromedial diafragma kanan. Abses di
lobus kiri memberikan gambaran deformitas berbentuk bulan sabit di daerah
curvatura minor pada foto memakai barium. Secara angiografik abses tampak
sebagai daerah avaskuler dengan pembuluh disekelilingnya yang berdistorsi dan
hipervaskularisasi.

Gambaran CT scan Abses Hepar Amebic

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) digunakan rutin untuk diagnostik,


penuntun aspirasi dan pemantauan hasil terapi. Dengan USG dapat dibedakan
lesi padat dan kistik dan dapat dievaluasi sifat cairan abses. Gambaran USG
yang sangat mencurigakan abses hati amebik adalah: 1

- Lesi hipoeekoik pada gain normal maupun ditinggikan dan pada gain
tinggi jelas tampak echo halus homogen tersebar rata.

- Lesi berbentuk bulat oval, pada abses hepar tampak lobulasi, tidak
berdinding, terletak dekat permukaan hati.

- Terdapat peninggian echo pada bagian distal abses.

Pemeriksaan tomografi dengan komputer merupakan cara terbaik untuk


melihat gambaran abses terutama untuk abses yang multipel atau yang letaknya
posterior. Sensitivitas adalah 98 % dan dapat mendeteksi lesi berukuran 5 mm.
Dibanding USG, pemeriksaan dengan cara ini biayanya lebih mahal.

8. DIAGNOSA BANDING

a. Hepatitis virus

14
Hepatistis virus merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang
hati. Hampir semua kasus hepatitis virus disebabkan oleh salah satu dari lima
jenis virus yaitu : virus hepatitis A (HAV),virus hepatitis B (HBV),virus
hepatitis C (HCV),virus hepatitis D (HDV), dan virus hepatitis E (HEV).

Sindrom klinis yang mirip pada semua virus penyebab mulai dari gejala
prodromal yang non spesifik dan gejala gastrointestinal, seperti malaise,
anoreksia, mual dan muntah. Gejala flu, faringitis, batuk, fotofobia, sakit kepala,
dan mialgia. Awitan gejala cenderung muncul mendadak pada HAV dan HEV
pada virus yang lain secara insidious. Demam jarang ditemukan kecuali pada
infeksi HAV. Ikterus didahului dengan kemunculan urin berwarna gelap,
pruritus (biasanya ringan dan sementara) dapat timbul ketika ikterus
meningkat.Gejala prodromal menghilang pada saat timbul ikterus, tetapi gejala
anoreksia, malaise dan kelemahan dapat menetap. Pemeriksaan fisis
menunjukkan pembesaran dan sedikit nyeri tekan pada hati, splenomegali
ringan dan limfadenopati dapat ditemukan pada 15-20 % pasien.

b. Karsinoma Hepatoselular (HCC)

Merupakan tumor ganas primer yang berasal dari hepatosit. Di Indonesia


HCC dtemukan tersering pada median umur 50-60 tahun dengan predominasi
pada laki-laki. Rasio antara kasus laki-laki dan perempuan sekitar 2-6 : 1.
Mekanisme karsinogenesis HCC belum sepenuhnya diketahui. Apapun agen
penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningkatan
(turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera dan regenerasi kronik dalam
bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hepatitis virus kronik, alkohol
dan penyakit hati metabolik (seperti hemokromatosis dan defisiensi antitripsin
alfa1) dapat menyebabkan cedera kronik,regenerasi dan sirosis pada hepar.2

Manifestasi klinisnya sangat bervariasi, dari asimtomatik hingga yang


gejala dan tandanya sangat jelas dan disertai gagal hati. Gejala yang paling
sering dikeluhkan adalah nyeri atau perasaan tak nyaman di kuadran kanan atas
abdomen atau teraba pembengkakan lokal di hepar patut dicurigai menderita
HCC. Keluhan gastrointestinal lain adalah anoreksia, kembung, konstipasi atau
diare. Sesak napas dapat dirasakan akibat besarnya tumor yang menekan
diafragma atau karena sudah ada metastasis di paru. Sebagian pasien HCC

15
sudah menderita sirosis hati, baik yang masih dalam stadium kompensasi,
maupun yang sudah menunjukkan tanda-tanda gagal hati seperti malaise,
anoreksia, penurunan berat badan dan ikterus. Temuan fisis tersering pada HCC
adalah hepatomegali dengan atau tanpa bruit hepatic, splenomegali, asites,
ikterus, demam dan atrofi otot. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan kadar
AFP serum 400 ng/mL disertai dengan pemeriksaan USG abdomen yang
menunjang adanya karsinoma hepar dan CT atau MRI yang menunjukkan
daerah hipervaskularisasi arterial dari nodul.

c. Hepatoma

Merupakan tumor ganas hati primer.


Anamnesis: penurunan berat badan, nyeri perut kanan atas, anoreksia, malaise,
benjolan perut kanan atas.
Pemeriksaaan fisik : hepatomegali berbenjol-benjol, stigmata penyakit hati
kronik.
Laboratorium : peningkatan AFP, PIVKA II, alkali fosatase
USG : lesi lokal/ difus di hati
d. Koleisistitis Akut

Merupakan reaksi inflamasi kandung empedu akibat infeksi bakterial akut


yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan panas badan.
Anamnesis : nyeri epigastrium atau perut kanan atas yang dapat menjalar ke
daerah scapula kanan, demam.
Pemeriksaan fisik : teraba massa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-
tanda peritoitis lokal, Murphy sign (+), ikterik biasanya menunjukkan adanya
batu di saluran empedu ekstrahepatik.
Laboratorium: leukositosis
USG : penebalan dining kandung empedu, sering ditemukan pula sludge atau
batu.

9. PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya pengobatan medikamentosa terdiri dari pemberian
amebisid jaringan untuk mengobati kelainan di hatinya, disusul amebisid
intestinal untuk pemberantasan parasit E. Histolytica di dalam usus sehingga

16
dicegah kambuhnya abses hati. Perlu diperhatikan pemberian amebisid yang
adekuat untuk mencegah timbulnya resistensi parasit.

Sebagai amebisid jaringan, metronidazole saat ini merupakan pilihan


pertama dengan dosis 3 x 750 mg/hari selama 10 hari. Sebagai pilihan kedua
adalah emetin-hidroklorida atau dehidroemetin, dengan klorokuin. Baik
emetin maupun dihidroemetin merupakan amebisid jaringan yang sangat kuat,
didapatkan dalam kadar tinggi di hati, jantung dan organ lain. Obat ini tidak
bisa sebagai amebisid intestinal, kurang sering dipakai oleh karena efek
sampingnya, biasanya baru digunakan pada keadaan yang berat. Obat ini
toksik terhadap otot jantung dan uterus karena itu tidak boleh diberikan pada
penderita penyakit jantung (kecuali perkarditis amebik) dan wanita hamil.
Dosis yang diberikan 1 mg emetin/kgBB selama 7-10 hari atau 1,5 mg
dehidroemetin/kgBB selama 10 hari intramuskuler. Dehidroemetin kurang
toksik dibanding dengan emetin.1

Amebisid jaringan yang lain ialah klorokuin yang mempunyai nilai


kuratif sama dengan emetin hanya pemberian membutuhkan waktu lama.
Kadar yang tinggi didapat pada hati, paru dan ginjal. Efek samping sesudah
pemakaian lama ialah retinopati. Dosis yang diberikan 600 mg klorokuin basa,
lalu 6 jam kemudian 300 mg dan selanjutnya 2 x 150 mg/hari selama 28 hari,
ada pula yang memberikan klorokuin 1 gr/hari selama 2 hari, diteruskan 500
mg/hari sampai 21 hari.

Sebagai amebisid intestinal bisa dipakai diloksanid furoat 3 x 500


mg/hari selama 10 hari atau diiodohidroksikuin 3 x 600 mg/hari selama 21
hari atau klefamid 3 x 500 mg/hari selama 10 hari.

Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara diatas tidak


berhasil, dalam arti kata masih membesar, masih terdapat peninggian suhu
badan, nyeri perut kanan atas, tanda ludwig positif dan gejala lainnya, dapat
dilakukan tindakan aspirasi.

Berikut terapi yang dapat diberikan pada saat Abses Hati Amebik :

1. Medikamentosa

17
Abses hati amoeba tanpa komplikasi lain dapat menunjukkan
penyembuhan yang besar bila diterapi hanya dengan antiamoeba.
Pengobatan yang dianjurkan adalah:
a. Metronidazole

Metronidazole merupakan derivat nitroimidazole, efektif untuk amubiasis


intestinal maupun ekstraintestinal., efek samping yang paling sering adalah
sakit kepala, mual, mulut kering, dan rasa kecap logam. Dosis yang
dianjurkan untuk kasus abses hati amoeba adalah 3 x 750 mg per hari
selama 5 10 hari. Sedangkan untuk anak ialah 35-50 mg/kgBB/hari
terbagi dalam tiga dosis. Derivat nitroimidazole lainnya yang dapat
digunakan adalah tinidazole dengan dosis 3 x 800 mg perhari selama 5
hari, untuk anak diberikan 60 mg/kgBB/hari dalam dosis tunggal selama 3-
5 hari.
b. Dehydroemetine (DHE)

Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis yang direkomendasikan


untuk mengatasi abses liver sebesar 3 x 500 mg perhari selama 10 hari
atau 1-1,5 mg/kgBB/hari intramuskular (max. 99 mg/hari) selama 10 hari.
DHE relatif lebih aman karena ekskresinya lebih cepat dan kadarnya pada
otot jantung lebih rendah. Sebaiknya tidak digunakan pada penyakit
jantung, kehamilan, ginjal, dan anak-anak
c. Chloroquin

Dosis klorokuin basa untuk dewasa dengan amubiasis ekstraintestinal


ialah 2x300 mg/hari pada hari pertama dan dilanjutkan dengan 2x150
mg/hari selama 2 atau 3 minggu. Dosis untuk anak ialah 10 mg/kgBB/hari
dalam 2 dosis terbagi selama 3 minggu. Dosis yang dianjurkan adalah 1
g/hari selama 2 hari dan diikuti 500 mg/hari selama 20 hari.

2. Aspirasi
Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara tersebut di atas
tidak berhasil (72 jam), terutama pada lesi multipel, atau pada ancaman
ruptur atau bila terapi dcngan metronidazol merupakan kontraindikasi
seperti pada kehamilan, perlu dilakukan aspirasi. Aspirasi dilakukan dengan
tuntunan USG.

18
3. Drainase Perkutan

Drainase perkutan indikasinya pada abses besar dengan ancaman ruptur


atau diameter abses > 7 cm, respons kemoterapi kurang, infeksi campuran,
letak abses dekat dengan permukaan kulit, tidak ada tanda perforasi dan
abses pada lobus kiri hati. Selain itu, drainase perkutan berguna juga pada
penanganan komplikasi paru, peritoneum, dan perikardial.

4. Drainase Bedah

Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil


mcmbaik dengan cara yang lebih konservatif, kemudian secara teknis susah
dicapai dengan aspirasi biasa. Selain itu, drainase bedah diindikasikan juga
untuk perdarahan yang jarang tcrjadi tetapi mengancam jiwa penderita,
disertai atau tanpa adanya ruptur abses. Penderita dengan septikemia karena
abses amuba yang mengalami infeksi sekunder juga dicalonkan untuk
tindakan bedah, khususnya bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil
Laparoskopi juga dikedepankan untuk kemungkinannya dalam mengevaluasi
tcrjadinya ruptur abses amuba intraperitoneal.

10. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada Abses Hati Amebik, yaitu :

a) Infeksi sekunder

Merupakan komplikasi paling sering terjadi pada 10-20 % kasus.

b) Ruptur atau penjalaran langsung

Rongga atau organ yang terkena tergantung pada letak abses, misalnya
abses di lobus kiri mudah pecah ke perikardium dan intraperitoneum.
Perforasi paling sering ke pleuropulmonal (10-20 %), kemudian ke rongga
intraperitoneum (6-9 %) selanjutnya perikardium (0,01 %) dan organ-
organ lain seperti kulit dan ginjal.

19
c) Komplikasi vaskuler

Ruptur ke dalam vena porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinalis


jarang terjadi.

d) Parasitemia, amebiasis serebral

E. histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan menyangkut di organ


lain misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal
intrakranial.

11. PROGNOSIS

Beberapa faktor yang mempengaruhi prognosis abses :

- Usia, makin tua prognosis akan makin buruk.

- Status imunitas dan keadaan nutrisi penderita.

- Lokalisasi abses, mudah/sukar dicapai untuk drainase

- Virulensi parasit/bakteri.

- Letak dan jumlah abses, abses soliter prognosis lebih baik dibandingkan
dengan abses ganda multipel

- Stadium penyakit

- Adanya komplikasi septikemia, abses subfrenik, ruptur ke organ lain

- Bakterimia poli mikroba

- Gangguan faal hati.

Prognosis yang buruk apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan


pengobatan, jika hasil kultur darah yang memperlihatkan bakterial penyebab
multipel, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus,
hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit lain.

B. Abses hati piogenik


1. Definisi

20
Abses hati piogenik merupakan suatu kondisi yang berat dan
mengancam kehidupan dengan angka mortalitas yang tinggi sehingga
membutuhkan diagnostik dan terapi yang akurat. Gejala yang paling
sering ditemukan adalah nyeri perut bagian atas, hepatomegali, demam
tinggi, mual dan muntah. Gejala ini bervariasi sesuai ukuran abses,
keadaan umum pasien, adanya penyakit dasar dan komplikasi.

2. Epidemiologi
Abses hati didapatkan di seluruh dunia, abses hati piogenik lebih
sering ditemukan di negara maju termasuk Amerika Serikat, sedangkan
abses hati ameba di negara sedang berkembang yang beriklim tropis
dan sub tropis terutama pada daerah dengan kondisi lingkungan yang
kurang baik.
Insiden tahunan abses hati piogenik mencapai 2,3 kasus per 100.000
penduduk dan lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan
dengan perbandingan 3,3 berbanding 1,3 per 100.000 penduduk.
Insiden abses hati amuba mencapai di Amerika Serikaty mencapai
0,05 % sedangkan di India dan Mesir mencapai 10%-30%/ tahun dengan
perbandingan laki-laki: perempuan sebesar 3:1 sampai dengan 22:1

3. Etiologi
Sedangkan etiologi AHP adalah enterobacteraceae, microaerophilic
streptococci, anaerobic streptococci,klebsiella pneumonia, bacteroides,
fusobacterium,staphylococcus aureus, staphylococcus milleri, candida
albicans, aspergillus, actinomyces,eikenella corrodens, yersinia
enterocolitica, salmonella typhi, brucella melitensis dan fungal.

Organisme penyebab yang paling sering ditemukan adalah E. Coli,


Klebsiella pneumoniae, Proteus vulgaris, Enterobacter aerogenes dan
spesies dari bakteri anaerob (contohnya Streptococcus Milleri).
Staphylococcus aureus biasanya organisme penyebab pada pasien yang juga
memiliki penyakit granuloma yang kronik. Kebanyakan abses hati piogenik
adalah infeksi sekunder didalam abdomen.

21
Infeksi dari hati dapat juga berasal dari :
1. Sistem biliaris langsung dari kandung empedu atau melalui saluran-saluran
empedu.
2. Viscera abdomen melalui vena porta yaitu secara langsung atau
pieloflebitis atau embolisasi. Biasanya berasal dari apendisitis,
diverticulitis atau penyakit Crohn. Kolitis ulseratif jarang dengan abses
hati.
3. Arteri hati pada bakterimia/septikemia akibat infeksi ditempat lain.
4. Penyebaran langsung dari infeksi organ sekitar hati seperti gaster,
duodenum, ginjal, rongga subdiafragma atau pankreas.
5. Trauma tusuk atau tumpul. Selain itu embolisasi transarterial dan
cryoablation massa hati sekarang diakui sebagai etiologi baru abses
piogenik.
6. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada orang
lanjut usia. Namun insiden meningkat pada pasien dengan diabetes atau
kanker metastatik.

4. Patogenesis
Abses hati piogenik paling sering disebabkan oleh penyakit saluran
empedu (35-45 % kasus). Perluasan infeksi di dalam perut (diverticulitis,
apendistis, penyakit crohn) lewat vena porta merupakan penyebab untuk 20
% lainnya. Sisa kasus disebabkan oleh perluasan infeksi lokal secara
langsung, penyebaran hematogen lewat arteri hepatika dari tempat yang
jauh, atau penyebab idiopatik (10-20 %).
Hati menerima darah secara sistemik maupun melalui sirkulasi vena
portal, hal ini memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteri
yang berulang, tetapi dengan adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid
hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Adanya
penyakit sistim biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu akan
menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan distensi
kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena portal dan limfatik
sehingga akan terbentuk formasi abses filelebitis. Mikroabses yang
terbentuk akan menyebar secara hematogen sehingga terjadi bakteremia
sistemik. Penetrasi akibat trauma tusuk akan menyebabkan inokulasi

22
bakteri pada parenkim hati sehingga terjadi AHP. Penetrasi akibat trauma
tumpul menyebabkan nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan terjadi
kebocoran saluran empedu sehingga terjadi kerusakan dari kanalikuli.
Kerusakan kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan terjadi
pertumbuhan bakteri dengan proses supurasi dan pembentukan pus.

5. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis AHP biasanya lebih berat daripada abses hati


amebik. Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klasik
berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang ditandai dengan jalan
membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya.
Demam/panas tinggi merupakan keluhan paling utama dengan tipe remiten,
intermiten atau febris kontinu, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran
kananatas abdomen (68 %), mual dan muntah (39%), berat badan menurun
(46%). Setelah pemakain antibiotik yang adekuat, gejala dan manifestasi
klinis AHP adalah malaise, demam yang tidak terlalu tinggi dan nyeri
tumpul pada abdomen yang menghebat dengan adanya pergerakan. Apabila
abses hati piogenik letaknya dekat dengan diafragma, maka akan terjadi
iritasi diafragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk
ataupun terjadi atelektasis. Gejala lainnya adalah rasa mual dan muntah,
berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan, kelemahan
badan, ikterus, buang air besar berwarna seperti kapur dan buang air kecil
berwarna gelap.

Pemeriksaan fisis yang didapatkan febris biasa hingga demam/panas


tinggi, pada palpasi terdapat hepatomegali serta perkusi terdapat nyeri tekan
hepar, yang diperberat dengan adanya pergerakan abdomen,splenomegali
didapatkan apabila AHP telah menjadi kronik, selain itu bisa didapatkan
asites, ikterus serta tanda-tanda hipertensi portal. Adanya ikterus pada 24-
52 % kasus biasanya menunjukkan adanya penyakit sistem bilier yang
disertai kolangitis dengan prognosis yang buruk.

23
6. Diagnosis

Menegakkan diagnosis AHP berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisis dan laboratoris serta pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis
didapatkan gejala dapat ringan, tetapi biasanya terdapat demam, menggigil,
anoreksia, dan penurunan berat badan. Nyeri perut dan hepatomegali terjadi
pada setengah kasus, ikterus pada sepertiganya. Pada pemeriksaan fisi
ditemukan leukositosis, anemia, peningkatan alkali fosfatase dan bilirubin
serta penurunan albumin adalah penemuan yang khas. Biakan darah positif
pada lebih dari 50 % kasus. Diagnosis didasarkan pada deteksi didini lesi
oleh pemeriksaan radiologis, dengan pemastian oleh pemeriksaan ultrasonik
atau aspirasi dengan panduan CT. Foto polos dapat memperlihatkan
akumulasi udara di kuadran kanan atas. Efusi pleura kanan, atelektasis dan
naiknya hemidiafragma juga merupakan petunjuk yang penting. Diagnosis
AHP kadang-kadang sulit ditegakkan sebab gejala dan tanda klinis sering
tidak spesifik. Sedangkan diagnosis dini memberikan arti penting dalam
pengelolaan AHP karena penyakit ini dapat disembuhkan. Diagnosis dapat
ditegakkan bukan hanya dengan CT-scan saja, meskipun pada akhirnya
dengan CT-scan mempunyai nilai prediksi yang tinggi untuk diagnosis
AHP, demikian juga dengan tes serologi yang dilakukan. Tes serologi yang
negatif menyingkirkan diagnosis AHA, meskipun terdapat pada sedikit
kasus, tes ini menjadi positif setelah beberapa hari kemudian. Diagnosis
berdasarkan penyebab adalah dengan menemukan bakteri penyebab pada
pemeriksaan kultur hasil aspirasi, ini merupakan standar emas untuk
diagnosis.

Gambaran klinis abses hati piogenik menunjukkan manifestasi sistemik


yang lebih berat dari abses hati amuba.
Keluhan :
- Demam yang sifatnya dapat remitten, intermitten atau kontinyu yang
disertai menggigil
- Nyeri spontan perut kanan atas ditandai dengan jalan membungkuk ke
depan dan kedua tangan diletakkan di atasnya.
- Mual dan muntah
- Berkeringat malam
- Malaise dan kelelahan
- Berat badan menurun

24
- Berkurangnya nafsu makan
- Anoreksia

Pemeriksaan fisis :

- Hepatomegali
- Nyeri tekan perut kanan
- Ikterus, namun jarang terjadi
- Kelainan paru dengan gejala batuk, sesak nafas serta nyeri pleura
- Buang air besar berwarna seperti kapur
- Buang air kecil berwarna gelap
- Splenomegali pada AHP yang telah menjadi kronik

7. Pemeriksaan penunjang

Leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri didapatkan pada 60-


87 % kasus. Anemia (biasanya normositik normokrom) ditemukan pada 50
%, sedangkan peninggian alkali fosfatase (90%), kadar albumin serum
dibawah 3 gr% (33-74 %) dan waktu protrombin memanjang (34-54 %)
menunjukkan bahwa kegagalan fungsi hati ini disebabkan abses di dalam
hati.1,9,11

Pada zaman sebelum ada antibiotika bakteri penyebab abses ini adalah
E. Coli, S.aurens dan S.hemolyticus, tetapi semenjak ditemukannya dan
digunakannya antibiotik/kemoterapeutik maka bakteri aerob gram negatif
seperti P. vulgaris, A.aerogenes, S. Faecalis dan P.aeroginosa secara
tersendiri atau bersama-sama dapat ditemukan pada kultur dari pus abses
hati. Selain itu kuman anaerob ( Bacteriodes, Fusobacterium, Clostridium,
dan Actinomyces) juga bisa ditemukan pada pus yang berbau busuk.

Pada foto thoraks/foto polos abdomen ditemukan diafragma kanan


meninggi, efusi pleural, atelektasis basiler,empiema atau abses paru.
Kelainan-kelainan ini ditemukan pada 20-82 % kasus. Pada foto thoraks PA
sudut kardio-frenikus tertutup, pada posisi lateral sudut kosto-frenikus
anterior tertutup. Dibawah diafragma mungkin terlihat bayangan udara atau
air fluid level. Abses di lobus kiri akan mendesak kurvatura minor seperti
tampak pada foto dengan kontras barium. Secara angiografik abses
merupakan daerah avaskuler.

25
Gsmbaran CT scan Abses Hepae Piogenik

Pemeriksaan penunjang yang lain yaitu abdominal CT-scan atau MRI,


ultrasonografi abdominal dan biopsi hati, kesemuanya saling menunjang
sehingga memiliki nilai diagnostik semakin tinggi. Abdominal CT-scan
memiliki sensitifitas 95-100% dan dapat mendeteksi luasnya lesi hingga kurang
dari 1 cm. Ultrasound abdomen memiliki sensitifitas 80-90 %, Ultrasound
Gided Aspirate for Culture and Special Stain, dengan kultur hasil aspirasi
terpimpin dengan ultrasound didapatkan positif 90 % kasus, sedangkan gallium
dan technectium radionuclide scanning memiliki sensitivitas 50-90 %.

8. Diagnosis banding

Beberapa diagnosis banding dari abses hepar :

e. Hepatitis virus

Hepatistis virus merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang


hati. Hampir semua kasus hepatitis virus disebabkan oleh salah satu dari lima
jenis virus yaitu : virus hepatitis A (HAV),virus hepatitis B (HBV),virus
hepatitis C (HCV),virus hepatitis D (HDV), dan virus hepatitis E (HEV).

Sindrom klinis yang mirip pada semua virus penyebab mulai dari gejala
prodromal yang non spesifik dan gejala gastrointestinal, seperti malaise,
anoreksia, mual dan muntah. Gejala flu, faringitis, batuk, fotofobia, sakit kepala,
dan mialgia. Awitan gejala cenderung muncul mendadak pada HAV dan HEV
pada virus yang lain secara insidious. Demam jarang ditemukan kecuali pada
infeksi HAV. Ikterus didahului dengan kemunculan urin berwarna gelap,
pruritus (biasanya ringan dan sementara) dapat timbul ketika ikterus

26
meningkat.Gejala prodromal menghilang pada saat timbul ikterus, tetapi gejala
anoreksia, malaise dan kelemahan dapat menetap. Pemeriksaan fisis
menunjukkan pembesaran dan sedikit nyeri tekan pada hati, splenomegali
ringan dan limfadenopati dapat ditemukan pada 15-20 % pasien.

f. Karsinoma Hepatoselular (HCC)

Merupakan tumor ganas primer yang berasal dari hepatosit. Di Indonesia


HCC dtemukan tersering pada median umur 50-60 tahun dengan predominasi
pada laki-laki. Rasio antara kasus laki-laki dan perempuan sekitar 2-6 : 1.
Mekanisme karsinogenesis HCC belum sepenuhnya diketahui. Apapun agen
penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningkatan
(turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera dan regenerasi kronik dalam
bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hepatitis virus kronik, alkohol
dan penyakit hati metabolik (seperti hemokromatosis dan defisiensi antitripsin
alfa1) dapat menyebabkan cedera kronik,regenerasi dan sirosis pada hepar.2

Manifestasi klinisnya sangat bervariasi, dari asimtomatik hingga yang


gejala dan tandanya sangat jelas dan disertai gagal hati. Gejala yang paling
sering dikeluhkan adalah nyeri atau perasaan tak nyaman di kuadran kanan atas
abdomen atau teraba pembengkakan lokal di hepar patut dicurigai menderita
HCC. Keluhan gastrointestinal lain adalah anoreksia, kembung, konstipasi atau
diare. Sesak napas dapat dirasakan akibat besarnya tumor yang menekan
diafragma atau karena sudah ada metastasis di paru. Sebagian pasien HCC
sudah menderita sirosis hati, baik yang masih dalam stadium kompensasi,
maupun yang sudah menunjukkan tanda-tanda gagal hati seperti malaise,
anoreksia, penurunan berat badan dan ikterus. Temuan fisis tersering pada HCC
adalah hepatomegali dengan atau tanpa bruit hepatic, splenomegali, asites,
ikterus, demam dan atrofi otot. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan kadar
AFP serum 400 ng/mL disertai dengan pemeriksaan USG abdomen yang
menunjang adanya karsinoma hepar dan CT atau MRI yang menunjukkan
daerah hipervaskularisasi arterial dari nodul.

g. Hepatoma

Merupakan tumor ganas hati primer.

27
Anamnesis: penurunan berat badan, nyeri perut kanan atas, anoreksia, malaise,
benjolan perut kanan atas.
Pemeriksaaan fisik : hepatomegali berbenjol-benjol, stigmata penyakit hati
kronik.
Laboratorium : peningkatan AFP, PIVKA II, alkali fosatase
USG : lesi lokal/ difus di hati
h. Koleisistitis Akut

Merupakan reaksi inflamasi kandung empedu akibat infeksi bakterial akut


yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan panas badan.
Anamnesis : nyeri epigastrium atau perut kanan atas yang dapat menjalar ke
daerah scapula kanan, demam.
Pemeriksaan fisik : teraba massa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-
tanda peritoitis lokal, Murphy sign (+), ikterik biasanya menunjukkan adanya
batu di saluran empedu ekstrahepatik.
Laboratorium: leukositosis
USG : penebalan dining kandung empedu, sering ditemukan pula sludge atau
batu.

9. Penatalaksaan

Penatalaksanaan AHP dengan menggunakan antibiotika spektrum luas


oleh karena penyebab abses terdapat di dalm cairan abses yang sulit dijangkau
dengan antibiotika tunggal tanpa aspirasi cairan abses. Pada terapi awal
menggunakan penisilin. Selanjutnya, dikombinasikan antara ampisilin,
minoglikosida atau sefalosporin generasi III dan klidamisin atau metronidazol.
Jika dalam waktu 48 72 jam, belum ada perbaikan klinis dan laboratoris,
maka antibiotika yang digunakan diganti dengan antibiotika yang sesuai
dengan hasil kultur sensifitas aspirat abses hati. Pengobatan parenteral dapat
dirubah menjadi oral setelah pengobatan parenteral selama 10 14 hari, dan
kemudian dilanjutkan kembali hingga 6 minggu kemudian.

Penatalaksanaan secara konvesional adalah dengan drainase terbuka


secara operasi dan antibiotik spektrum luas. Penatalaksanaan saat ini, adalah
menggunakan drainase perkutaneus abses intraabdominal, infeksi ataupun

28
terjadi kesalahan dalam penempatan kateter drainase, kadang kadang pada
HAP multipel diperlukan reseksi hati.

Terapi yang dapat diberikan pada Abses Hati Piogenik jika terapi
medikamentosa tidak efektif adalah

Terapi definitif
Terapi ini terdiri dari antibiotik, drainase abses yang adekuat
dan menghilangkan penyakit dasar seperti sepsis yang berasal dari
saluran cerna. Pemberian antibiotika secara intravena sampai 3 gr/hari
selama 3 minggu diikuti pemberian oral selama 1-2 bulan. Antibiotik
ini yang diberikan terdiri dari:
a. Penisilin atau sefalosporin untuk coccus gram positif dan
beberapa jenis bakteri gram negatif yang sensitif. Misalnya
sefalosporin generasi ketiga seperti cefoperazone 1-2
gr/12jam/IV
b. Metronidazole, klindamisin atau kloramfenikol untuk bakteri
anaerob terutama B. fragilis. Dosis metronidazole 500 mg/6
jam/IV
c. Aminoglikosida untuk bakteri gram negatif yang resisten.
d. Ampicilin-sulbaktam atau kombinasi klindamisin-
metronidazole, aminoglikosida dan siklosporin.
Drainase abses
Pengobatan pilihan untuk keberhasilan pengobatan adalah drainase
terbuka terutama pada kasus yang gagal dengan pengobatan
konservatif. Penatalaksanaan saat ini adalah dengan menggunakan
drainase perkutaneus abses intraabdominal dengan tuntunan abdomen
ultrasound atau tomografi komputer.
Drainase bedah
Pencegahan
Merupakan cara efektif untuk menurunkan mortalitas akibat abses hati
piogenik yaitu dengan cara:
a. Dekompresi pada keadaan obstruksi bilier baik akibat batu
ataupun tumor dengan rute transhepatik atau dengan melakukan
endoskopi
b. Pemberian antibiotik pada sepsis intra-abdominal

29
Drainase bedah dilakukan pada kegagalan terapi antibiotik, aspirasi
perkutan, drainase perkutan, serta adanya penyakit intra-abdomen yang
memerlukan manajemen operasi.

10. Pencegahan

Pencegahan merupakan cara efektif untuk menurunkan mortalitas


akibat abses hati piogenik yaitu dengan cara :
- Segera dekompresi pada keadaan obstruksi biliar baik akibat batu empedu
maupun proses keganasan.
- Setiap ligasi arteri hati harus disertai pemberian antibiotik.
- Sepsis intrabdominal harus segera diatasi.

11. Komplikasi

Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit yang


berat, seperti :

a) Septikemia/bakterimia dengan mortalitas 85 %, ruptur abses hati disertai


peritonitis generalisata dengan mortalitas 6-7 %, kelainan
pleuropulmonal,gagal hati, perdarahan ke dalam rongga abses, empiema,
fistula hepatobronkial, ruptur kedalam perikard atau retroperitoneum.

b) Sesudah mendapat terapi, sering terjadi diathesis hemoragik, infeksi luka,


abses rekuren, perdarahan sekunder, gagal hati dan terjadi rekurensi atau
reaktifasi abses.

12. Prognosis

Beberapa faktor yang mempengaruhi prognosis abses : 1


- Usia, makin tua prognosis akan makin buruk.
- Status imunitas dan keadaan nutrisi penderita.
- Lokalisasi abses, mudah/sukar dicapai untuk drainase
- Virulensi parasit/bakteri.
- Letak dan jumlah abses, abses soliter prognosis lebih baik dibandingkan
dengan abses ganda multipel
- Stadium penyakit
- Adanya komplikasi septikemia, abses subfrenik, ruptur ke organ lain

30
- Bakterimia poli mikroba
- Gangguan faal hati.

Prognosis yang buruk apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan


pengobatan, jika hasil kultur darah yang memperlihatkan bakterial penyebab
multipel, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus,
hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit lain.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Abses hati merepakan bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena
infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan
pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah didalam
parenkim hati. Secara umum Abses hati terbagi menjadi dua, yaitu abses hati amoebik
(AHA) dan abses hati piogenik (AHP).
Etiologi dari abses hati amebik yang paling sering akibat infeksi E. Histolytica.
Sedangkan etiologi AHP adalah enterobacteraceae, microaerophilic streptococci,
anaerobic streptococci,klebsiella pneumonia, bacteroides,
fusobacterium,staphylococcus aureus, staphylococcus milleri, candida albicans,
aspergillus, actinomyces,eikenella corrodens, yersinia enterocolitica, salmonella
typhi, brucella melitensis dan fungal.

31
Gejala tersering yang dikeluhkan pasien dengan amebiasis hati adalah berupa
nyeri perut kanan atas, demam, hepatomegali dengan nyeri tekan atau nyeri spontan
atau disertai dengan gejala komplikasi. Gejala yang menyertai adalah anoreksia, mual
muntah, berat badan menurun, batuk, ikterus ringan sampai sedang dan berak
berdarah. Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia ringan sampai sedang.
Diagnosis banding abses hepar yaitu hepatitis virus, karsinoma hepatoselular
(HCC), kolesistisis, kista hidatid, kolelitiasis.
Sementara pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk abses hati
adalah pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi (foto thorak, USG, CT Scan)
Penatalaksanaan abses hati amebik adalah metronidazole yang saat ini merupakan
pilihan pertama dengan dosis 3 x 750 mg/hari selama 10 hari. Sementara abses hati
piogenik erapi awalnya menggunakan penisilin. Selanjutnya, dikombinasikan antara
ampisilin, minoglikosida atau sefalosporin generasi III dan klidamisin atau
metronidazol.
Sementara untuk prognosisnya sendiri di pengaruhi oleh beberapa hal yaitu,
ussia, makin tua prognosis akan makin buruk., Status imunitas dan keadaan nutrisi
penderita, lokalisasi abses, mudah/sukar dicapai untuk drainase, virulensi
parasit/bakteri.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wordpress. AbsesHepar [online]. 2012 [cited on 2012 Jan 4]. Available from:
http://panmedical.wordpress.com/2010/04/10/abses-Hepar/

2. Keshav S. Gastrointestinal system infections. The Gastrointestinal system at


a glance. USA: Blackwell-Science; 2004. p.77.

3. Bukhari AJ, Abid KJ. Amebic liver abscess: Clinical Presentation and
Diagnostic Difficulties. Kuwait Medical Journal. 2003. p.183-186.

4. Brailita DM. Amebic hepatic abscess [online]. 2012 [cited on 2011 Jan 4].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/183920-
overview#shGLall

32
5. InfoKedokteran. Diagnosis danpenatalaksanaanamebiasis [online].2012 [cited
on 2012 Jan 4]. Available from: http://www.infokedokteran.com/info-
obat/diagnosis-dan-penatalaksanaan-amebiasis.html

6. Wordpress. AbsesHeparamuba [online].2012 [cited on 2012 Jan 4]. Available


from: http://www.irwanashari.com/1384/abses-Hepar-amuba.html

7. Sharma MP, Ahuja V. Amoebic liver abscess. Indian Academy of Clinical


Medicine. 2003. p.107-111.

8. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser. Intraabdominal infection and abscess.


Harrison principle of internal medicine. 17th edition. USA: The Mc Graw Hill
Company; 2008. Chapter 121.

33

Anda mungkin juga menyukai

  • PENDAHULUAN Kelvin Minipro
    PENDAHULUAN Kelvin Minipro
    Dokumen33 halaman
    PENDAHULUAN Kelvin Minipro
    kelvin aidilfitra
    Belum ada peringkat
  • Miniproject Fix
    Miniproject Fix
    Dokumen47 halaman
    Miniproject Fix
    kelvin aidilfitra
    Belum ada peringkat
  • Minipro
    Minipro
    Dokumen44 halaman
    Minipro
    kelvin aidilfitra
    Belum ada peringkat
  • MINI PROJECT AIR DINGIN Mantap
    MINI PROJECT AIR DINGIN Mantap
    Dokumen47 halaman
    MINI PROJECT AIR DINGIN Mantap
    kelvin aidilfitra
    Belum ada peringkat
  • Borang UKM
    Borang UKM
    Dokumen39 halaman
    Borang UKM
    kelvin aidilfitra
    Belum ada peringkat
  • Notulen PPI
    Notulen PPI
    Dokumen4 halaman
    Notulen PPI
    kelvin aidilfitra
    Belum ada peringkat
  • Tor Ppi
    Tor Ppi
    Dokumen4 halaman
    Tor Ppi
    kelvin aidilfitra
    Belum ada peringkat
  • CP Gerd
    CP Gerd
    Dokumen1 halaman
    CP Gerd
    kelvin aidilfitra
    Belum ada peringkat
  • PPK Gerd
    PPK Gerd
    Dokumen1 halaman
    PPK Gerd
    kelvin aidilfitra
    Belum ada peringkat
  • TOR Akreditasi
    TOR Akreditasi
    Dokumen4 halaman
    TOR Akreditasi
    kelvin aidilfitra
    Belum ada peringkat
  • PPK Asma
    PPK Asma
    Dokumen6 halaman
    PPK Asma
    kelvin aidilfitra
    Belum ada peringkat