PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
A. Definisi
Bentuk Ookista
Berbentuk lonjong, berukuran 11-14 x 9-
11 mikron. Ookista mempunyai dinding, berisi
satu sporoblas yang membelah menjadi dua
sporoblas. Pada perkembangan selanjutnya ke
dua sporoblas membentuk dinding dan menjadi
sporokista. Masing-masing sporokista tersebut
berisi 4 sporozoit yang berukuran 8 x2 mikron
dan sebuah benda residu.
F. Gejala Klinis
1. Gejala klinis Akuisita (dapatan)
Toksoplasmosis dapatan biasanya tidak diketahui karena jarang
menimbulkan gejala. Tetapi bila seorang ibu yang sedang hamil mendapat infeksi
primer, ada kemungkinan bahwa 50% akan melahirkan anak dengan
toksoplasmosis kongenital. Gejala yang dijumpai pada orang dewasa maupun
anak-anak umumnya ringan. Gejala klinis yang paling sering dijumpai pada
toksoplasmosis dapatan adalah limfa denopati dan rasa lelah, disertai demam dan
sakit kepala.
2. Gejala kongenital
Gejala klinis toksoplasmosis kongenital pada bayi yang dilahirkan secara
abortus dan lahir dini ditemukan gejala infeksi mata, pembesaran hati dan limpa,
kuning pada mata dan kulit dan pneumonia, ensepalopati dan diikuti kematian.
Sedangkan pada bayi yang lahir normal, gejala akan tampak setelah beberapa
minggu, bulan atau tahun setelah lahir. Gejala ini banyak dijumpai setelah usia
pubertas misalnya adanya gangguan pada mata sampai terjadi kebutaan,
kegagalan pada sistem syaraf, gangguan pendengaran (bisu-tuli), deman, kuning
akibat gangguan hati, erupsi kulit, gangguan pernafasan.
Gejala yang timbul pada infeksi toksoplasma tidak khas, sehingga
penderita sering tidak menyadari bahwa dirinya telah terkena infeksi. Tetapi sekali
terkena infeksi toksoplasma maka parasit ini akan menetap (persisten) dalam
bentuk kista pada organ tubuh penderita selama siklus hidupnya. Gejala klinis
yang paling sering dijumpai adalah pembesaran kelenjar getah bening (limfe)
dikenal sebagai limfadenopati, yang dapat disertai demam. Kelenjar limfe di leher
adalah yang paling sering terserang. Gejala toksoplasmosis akut yang lain adalah
demam, kaku leher, nyeri otot (myalgia), nyeri sendi (arthralgia), ruam kulit, gidu
(urticaria), hepatosplenomegali atau hepatitis.
Wujud klinis toksoplasmosis yang paling sering pada anak adalah infeksi
retina (korioretinitis), biasanya akan timbul pada usia remaja atau dewasa. Pada
anak, juling merupakan gejala awal dari korioretinitis. Bila makula terkena, maka
penglihatan sen-tralnya akan terganggu.
Pada penderita dengan imunodefisiensi seperti penderita cacat imun,
penderita kanker, penerima cangkok jaringan yang mendapat pengobatan
imunosupresan, dapat timbul gejala ringan sampai berat susunan saraf pusat
seperti ensefalopati, meningoensefalitis, atau lesi massa otak dan perubahan status
mental, nyeri kepala, kelainan fokal serebral dan kejang-kejang, bahkan pada
penderita AIDS seringkali mengakibatkan kematian.
Wujud klinis toksoplasmosis bawaan adalah kelainan neurologis:
hidrosefalus, mikrosefalus, kejang, keterlambatan psikomotor, perkapuran
(kalsifikasi) abnormal pada foto rontgenkepala. Selain itu tampak pula gangguan
penglihatan: mikroftalmi, katarak, retinokoroiditis; juga gangguan pendengaran,
dan kelainan sistemik: hepatosplenomegali, limfadenopati, dan demam yang tidak
diketahui sebabnya.
G. Diagnosa
1. Pemeriksaan langsung
Pemeriksaan langsung bisa dilakukan dengan cara melihat adanya dark spot
pada retina, melakukan pemeriksaan darah untuk melihat apakah parasit sudah
menyebar melalui darah dengan melihat perubahan yang terjadi pada gambaran
darahnya, serta bisa menggunakan CT scan, MRI untuk menemukan lesi akibat
parasit tersebut. Pemeriksaan juga bisa dilakukan dengan biopsi dan dari sampel
biopsi tersebut bisa dilakukan pengujian dengan menggunakan PCR, isolasi pada
hewan percobaan ataupun pembuatan preparat histopatologi.\
2. Tes Serologi
Melakukan pemeriksaan serologis, dengan memeriksa zat anti (antibodi)
IgG dan IgM Toxsoplasma gondii. Antibodi IgM dibentuk pada masa infeksi akut
(5 hari setelah infeksi), titernya meningkat dengan cepat (80 sampai 1000 atau
lebih) dan akan mereda dalam waktu relatif singkat (beberapa minggu atau bulan).
Antibodi IgG dibentuk lebih kemudian (1-2 minggu setelah infeksi), yang akan
meningkat titernya dalam 6-8 minggu, kemudian menurun dan dapat bertahan
dalam waktu cukup lama, berbulan-bulan bahkan lebih dari setahun. Oleh karena
itu, temuan antibodi IgG dianggap sebagai infeksi yang sudah lama, sedangkan
adanya antibodi IgM berarti infeksi yang baru atau pengakifan kembali infeksi
lama (reaktivasi), dan berisiko bayi terkena toksoplasmosis bawaan. Berapa
tingginya kadar antibodi tersebut untuk menyatakan seseorang sudah terinfeksi
toksoplasma sangatlah beragam, bergantung pada cara peneraan yang dipakai dan
kendali mutu dan batasan baku masing-masing laboratorium.
3. Pemeriksaan Hispatologi
Pemeriksaan juga bisa dilakukan dengan biopsi dan dari sampel biopsi
tersebut bisa dilakukan pengujian dengan menggunakan PCR, ataupun pembuatan
preparat histopatologi. Metode diagnosa lain yang sering digunakan adalah
dengan menggunakan Indirect aemaglutination (IHA), Immunoflourescence
(IFAT) ataupun dengan Enzym mmunoassay.
H. Pengobatan
Selain obat-obatan, tokso juga bisa diatasi dengan menjaga sistem
kekebalan tubuh. Bisa lewat obat-obatan atau cara alamiah seperti mengonsumsi
makanan bergizi, berolahraga dan istirahat yang cukup. “Beberapa suplemen juga
bisa membantu pertahanan tubuh melawan penyakit dalam waktu yang lama.
Untuk menjaga agar tubuh tetap sehat”. Penting diingat, karena berbentuk parasit,
virus tokso di dalam tubuh tidak bisa dihilangkan, tetapi hanya bisa dikontrol agar
tidak membahayakan. Caranya dengan melakukan pengobatan antibiotik yang
tepat. Lamanya pengobatan bisa memakan waktu berbulan-bulan.
J. Penanganan
Indikasi infeksi pada janin bisa diketahui dari pemeriksaan USG, yaitu
terdapat cairan berlebihan pada perut (asites), perkapuran pada otak atau
pelebaran saluran cairan otak (ventrikel). Sebaliknya bisa saja sampai lahir tidak
menampakkan gejala apapun, namun kemudian terjadi retinitis (radang retina
mata), penambahan cairan otak (hidrosefalus), atau perkapuran pada otak dan hati.
Pemeriksaan awal bisa dilakukan dengan pengambilan jaringan (biopsi) dan
pemeriksaan serum (serologis). Umumnya cara kedua yang sering dilakukan.
Pada pemeriksaan serologi akan dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya
reaksi imun dalam darah, dengan cara mendeteksi adanya IgG (imunoglobulin G),
IgM, IgA, IgE. Pemeriksaan IgM untuk ini mengetahui infeksi baru. Setelah IgM
meningkat, maka seseorang akan memberikan reaksi imun berupa peningkatan
IgG yang kemudian menetap. IgA merupakan reaksi yang lebih spesifik untuk
mengetahui adanya serangan infeksi baru, terlebih setelah kini diketahui lgM
dapat menetap bertahun-tahun, meskipun hanya sebagian kecil kasus.
Sebenarnya sebagian besar orang telah terinfeksi parasit toksoplasma ini.
Namun sebagian besar diantaranya telah membentuk kekebalan tubuh sehingga
tidak berkembang, dan parasit terbungkus dalam kista yang terbentuk dari kerak
perkapuran (kalsifikasi). Sehingga wanita hamil yang telah memiliki lgM negatif
dan lgG positif berarti telah memiliki kekebalan dan tidak perlu khawatir
terinfeksi. Sebaliknya yang memiliki lgM dan lgG negatif harus melakukan
pemeriksaan secara kontinyu setiap 3 bulan untuk mengetahui secara dini bila
terjadi infeksi.
Bagaimana bila lgM dan lgG positif ? Untuk ini disarankan melakukan
pemeriksaan ulang. Bila ada peningkatan lgG yang signifikan, diduga timbul
infeksi baru. Meski ini jarang terjadi, tetapi adakalanya terjadi. Untuk lebih
memastikan akan dilakukan juga pemeriksaan lgA. Pemeriksaan bisa juga
dilakukan dengan PCR, yaitu pemeriksaan laboratorium dari sejumlah kecil
protein parasit ini yang diambil dari cairan ketuban atau darah janin yang
kemudian digandakan.
Bila indikasi infeksi sudah pasti, yaitu lgM dan lgA positif, harus segera
dilakukan penanganan sedini mungkin. Pengobatan bisa dilakukan dengan
pemberian sulfa dan pirimethamin atau spiramycin dan clindamycin. Sulfa dan
pirimethamin dapat menembus plasenta dengan baik sehingga dianjurkan untuk
pengobatan pertama. Terapi harus dilakukan terus sampai persalinan. Bahkan
setelah persalinan akan dilakukan pemeriksaan pada bayi. Bila didapat lgM positif
maka bisa dipakstikan bayi telah terinfeksi. Meski hasilnya negatif sekalipun,
tetap harus dilakukan pemeriksaan berkala sesudahnya. Dengan pemeriksaan dan
pengobatan secara dini penularan pada bayi akan bisa ditekan seminimal
mungkin. Selain itu pengobatan dini yang tepat saat awal kehamilan akan
menurunkan secara signifikan kemungkinan janin terinfeksi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan