Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

HUKUM PERDATA ISLAM


“PERKAWINAN DALAM PERUNDANG - UNDANGAN”

Dosen Pengampu :
Hatoli, S.,Sy, M.H

OLEH:

INDAH YULIANA
NIM. 302.2019.012
YUWANTO
NIM 302.2019.054
SEMESTER : 2B

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM SULTAN MUHAMMAD
SYAFIUDDIN
SAMBAS
2020 M/ 1441 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dn karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perdata Islam program studi Hukum Tata
Negara. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan Nabi besar
Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga maupun para pengikutnya yang setia
hingga akhir zaman. Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih
banyak terdapat kelemahan dan kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini menjadi
lebih baik lagi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Hatoli,
S.Sy., MH selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Perdata Islam yang telah
mempercayakan dan memberi penulis tugas makalah ini. Semoga makalah ini bisa
bermanfat bagi penulis dan pembaca.

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman:
KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Perkawinan............................................................................3
B. Tujuan Perkawinan..................................................................................4
1. Menurut Al-Qur’an...........................................................................4
2. Menurut Hadist..................................................................................6
3. Menurut Akal....................................................................................7
C. Prinsip – Prinsip Perkawinan..................................................................8
1. Prinsip Perkawinan Menurut UU 1 Tahun 1974...............................8
2. Beberapa Prinsip-Prinsip Dalam Perkawinan Ajaran Islam.............9
D. Dasar – Dasar Perkawinan......................................................................11
1. Pasal 2...............................................................................................11
2. Pasal 3...............................................................................................11
3. Pasal 4...............................................................................................11
4. Pasal 5...............................................................................................11
5. Pasal 6...............................................................................................12
6. Pasal 7...............................................................................................12
7. Pasal 8...............................................................................................13
8. Pasal 9...............................................................................................13
9. Pasal 10.............................................................................................13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................14
B. Saran........................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada prinsipnya perkawinan adalah suatu akad, untuk
menghalalkan hubungan serta membatasi hak dan kewajiban, tolong
menolong antara pria dengan wanita yang antara keduanya bukan
muhrim.  Apabila di tinjau dari segi hukum, jelas bahwa pernikahan
adalah suatu  akad yang suci dan luhur antara pria dengan wanita, yang
menjadi sebab  sahnya status sebagai suami isteri dan dihalalkan hubungan
seksual dengan  tujuan mencapai keluarga sakinah, mawadah serta saling
menyantuni antara  keduanya.
Suatu akad perkawinan menurut Hukum Islam ada yang sah ada 
yang tidak sah. Hal ini dikarenakan, akad yang sah adalah akad yang
dilaksanakan dengan syarat-syarat dan rukun-rukun yang lengkap, sesuai
dengan ketentuan agama. Sebaliknya akad yang tidak sah, adalah akad
yang dilaksanakan tidak sesuai dengan syarat-syarat serta rukun-rukun
perkawinan.  Akan tetapi pada kenyataan ada perkawinan-perkawinan
yang dilakukan hanya dengan Hukum Agamanya saja. Perkawinan ini
sering disebut Perkawinan Siri, yaitu perkawinan yang tidak terdapat bukti
otentik, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum.  Undang-undang
Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, merupakan salah satu wujud
aturan tata tertib pernikahan yang dimiliki oleh negara Indonesia sebagai
bangsa yang berdaulat, di samping aturan-aturan tata tertib pernikahan
yang lain yaitu Hukum Adat dan Hukum Agama.
Agar terjaminnya ketertiban pranata pernikahan dalam masyarakat,
maka Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, menentukan bahwa setiap
perkawinan harus dicatat oleh petugas yang berwenang. Namun kenyataan
memperlihatkan fenomena yang berbeda. Hal ini tampak dari maraknya
pernikahan siri atau pernikahan di bawah tangan yang terjadi di tengah
masyarakat.

1
2

B. Rumusan Masalah
Dari paparan latar belakang yang sudah dijelaskan diatas, dalam
ditarik rumusan masalah yang perlu diketahui yaitu :
1. Penegrtian perkawinan?
2. Apa tujuan perkawinan?
3. Apa saja prinsip dan dasar – dasar perkawinan?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perkawinan
Negara Republik Indonesia, sebagai negara yang berdasarkan
Pancasila, di mana sila yang pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa,
maka perkawinan dianggap mempunyai hubungan yang erat sekali dengan
agama atau kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja  mengandung
unsur lahir atau jasmani, tetapi unsur batin atau rohani juga mempunyai
peranan yang sangat penting.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kata “nikah”
sebagai Perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami isteri
atau sering diartikan pula sebagai perkawinan. Mulanya kata “nikah”
berasal dari bahasa Arab. Sedangkan di dalam Al-Quran menggunakan
kata“zawwaja” dan kata “zauwj”, yang berarti pasangan. Hal ini
dikarenakan pernikahan menjadikan seseorang memiliki pasangan.1
Para pakar hukum perkawinan Indonesia juga memberikan definisi
tentang perkawinan antara lain menurut :
1. Menurut Wirjono Prodjodikoro, perkawinan adalah Peraturan
yang digunakan untuk mengatur perkawinan inilah yang
menimbulkan pengertian perkawinan.
2. Menurut Sajuti Thalib, perkawinan adalah suatu perjanjian
yang suci dan luas dan kokoh untuk hidup bersama secara sah
antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan membentuk
keluarga yang kekal, santun menyantuni, kasih-mengasihi,
tentram dan bahagia.
3. Menurut Prof. Ibrahim Hosen, nikah menurut arti asli kata
dapat juga berarti akad dengannya menjadi halal kelamin antara
pria dan wanita, sedangkan menurut arti lain bersetubuh.

1
Indonesia. Undang-Undang Tentang Perkawinan, UU Nomor 1 Tahun 1974 LN Nomor 1 Tahun
19974, TLN No. 3019.

3
4

4. Menurut Subekti, Perkawinan adalah pertalian yang sah antara


seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk waktu yang
lama.
Secara umum AlQuran hanya menggunakan 2 kata ini, untuk
menggambarkan terjadinya hubungan suami isteri secara sah. Kata-kata ini
mempunyai implikasi hukum dalam kaitannya dengan ijab kabul (serah
terima). Ijab kabul pernikahan pada hakekatnya adalah ikrar dari calon
isteri melalui walinya dan dari calon suami untuk hidup seia sekata, guna
mewujudkan keluarga sakinah dengan melaksanakan segala tuntunan
ajaran agama serta melaksanakan segala kewajiban sebagai seorang suami.

B. Tujuan perkawinan
Perkawinanmerupakan pranata sosial yang telah ada sejak manusia
diciptakanoleh Allah SWT.Dari sini dapat dipahami bahwa sudah menjadi
fitrah manusia untuksaling berpasang-pasangan sehingga Allah
menetapkan jalan yang sah untuk itu, yakni melalui pranata yang
dinamakan perkawinan.19Nikah dalam Islam sebagai landasan pokok
dalam pembentukan keluarga.Kenapa nikah harus dilakukan, karena nikah
salah satu yang dilakukan manusia untukmencapai tujuan syari’at yakni
kemaslahatan dalam kehidupan. Ada tiga sumber alasan pokok kenapa
pernikahan harus dilakukan antara lain:
1. Menurut al-Qur’an
Ada satu ayat yang menonjol tentang hal pernikahan ini,
yaitu dalam suratal-A’raf: 189 yang berbunyi:
“Huwallażī khalaqakum min nafsiw wāḥidatiw wa ja'ala
min-hā zaujahā liyaskuna ilaihā, fa lammā tagasysyāhā ḥamalat
ḥamlan khafīfan fa marrat bih, fa lammā aṡqalad da'awallāha
rabbahumā la`in ātaitanā ṣāliḥal lanakụnanna minasy-syākirīn”2

2
Indonesia. Undang-Undang Tentang Perkawinan, UU Nomor 1 Tahun 1974 LN Nomor 1 Tahun
19974, TLN No. 3019.
5

Artinya :"Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang


satu dan dari padanya Diamenciptakan isterinya, agar Dia
merasa senang kepadanya. Maka setelahdicampurinya,
isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah
Diamerasa ringan (Beberapa waktu).kemudian tatkala Dia
merasa berat, keduanya(suami-isteri) bermohon kepada Allah,
Tuhannya seraya berkata: "Sesungguhnyajika Engkau memberi
Kami anak yang saleh, tentulah Kami termasuk orang-
orangyang bersyukur". “(QS. Al-A’raf/07:189) Dalam ayat
tersebut menyatakan bahwa tujuan perkawinan itu adalah
untukbersenang-senang.Dari ayat ini tampaknya kita tidak juga
dilarang bersenang-senang(tentunya tidak sampai
meninggalkan hal-hal yang penting karenanya), karenamemang
diakui bahwa rasa senang itu salah satu unsur untuk
mendukung sehatrohani dan jasmani. Terkandung makna ada
tiga yang dituju satu perkawinan yakni: 3
a. Litaskunu ilaiha, artinya supaya tenang /diam. Sakana,
sukun, sikin. Yangsemuanya berarti diam. Itulah sebab
pisau dinamakan sikin, karena bila diarahkankeleher
hewan ketika menyembelih maka hewan tersebut akan
diam.
b. Mawaddah, membina rasa cinta, akar kata mawaddah
adalah wadda yang berartimeluap tiba-tiba, terkadang
tidak terkendali, karena itulah pasangan-pasanganmuda
dimana rasa cintanya sangat tinggi, termuat dalam
kandungan cemburu,sedang rahmah/sayangnya masih
rendah, banyak terjadi benturan karena takmampu
mengontrol rasa cintanya yang memang terkadang sulit

3
Indonesia. Undang-Undang Tentang Perkawinan, UU Nomor 1 Tahun 1974 LN Nomor 1 Tahun
19974, TLN No. 3019.
6

dikontrol. Karenaintensitasnya tinggi dan sering


meluap-luap.
c. Rahmah, yang berarti sayang. Bagi pasangan muda,
rasa sayangnya demikianrendah, sedang yang tinggi
pada mereka adalah rasa cinta/mawaddah.
Dalamperjalanan hidupnya, semakin bertambahnya usia
pasangan, maka rahmahnyasemakin naik, sedang
mawaddahnya semakin turun. Itulah sebabnyakita
lihatkakek-kakek dan nenek-nenek kelihatan mesra
berduaan, itu bukanlah gejolakwujud cinta (mawaddah)
yang ada pada mereka tetapi sayang (rahmah).
Dimanarasa sayang (rahmah) tidak ada kandungan
cemburunya, karenanya ia tidak biastermakan gossip,
sedang cinta (mawaddah) yang syarat dengan cemburu
karenanya gampang termakan gosip.Sehingga bisa
terwujud keluarga yangsakinah, mawaddah dan juga
rahmah.4
2. Menurut Hadist
Ada dua hal yang dituju perkawinanmenurut
hadits.Pertama, untukmenundukan pandangan dan menjaga
faraj (kemaluan).Itulah makanya Nabimenganjurkan berpuasa
bagi yang telah sampai umur bila kemampuan materil
belummemungkinkan.Kedua, sebagai kebanggan Nabi dihari
kiamat, yakni dengan banyaknyaketurunan melalui perkawinan
yang jelas, secara tekstual Nabi menyatakan jumlah(kuantitas)
yang banyak itu Nabi harapkan, karena dalam jumlah yang
banyak itulahterkandung kekuatan yang besar. Namun
demikian walau dalam jumlah besar jikakwalitas rendah maka

4
_______ Undang-undang Dasar Pedoman Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila Ketetapan
MPR No. II/MPR/1993 Garis-garis Besar Haluan Negara, BP 7 Pusat 1993
7

tetap saja Nabi mencelanya.Disitulah kandungan maknabahwa


kualitas itu sangat diperlukan.
3. Menurut Akal
Menurut akal sehat yang sederhana, ada tiga yang dituju
suatu perkawinanantara lain:Pertama, bumi ini cukup luas,
kelilingnya ada 40.000 KM, dengan garistengahnya atau
diameternya ada 12.500 KM, wilayah yang demikian luas
tentunyaharus diurus oleh banyak orang, karena bumi ini Allah
nyatakan dibuat untuk kitadalam surat al-Baqarah ayat 29 yang
artinya berbunyi:
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi
untuk kamu dan Diaberkehendak (menciptakan) langit, lalu
dijadikan-Nya tujuh langit.dan Dia Mahamengetahui segala
sesuatu.” (QS. Al-Baqarah/02: 29).5
Bila orangnya hanya sedikit tentu banyak wilayah yang
tersia- sia.Untukmeningkatkan jumlah manusia tentunya harus
dengan perkawinan/pernikahan. Kemudian, bila manusia
banyak tentunya harus diwujudkan ketertiban/keteraturan,
terutama yang berkaitan dengan nasab, sebab kalau nasab tidak
tertibtentu akan terjadi kekacauan karena tidak diketahui si A
anak siapa dan si B anaksiapa. Bila nasab tidak tertata rapi
tentu semua akan tidak menentu, tentu ini menjadiawal dari
sebesar-besar bencana., untuk ketertiban kewarisan, setiap
orang yang hidup tentu akanmemiliki barang atau benda yang
diperlukan manusia, walau hanya sekeping papanatau sehelai
kain. Ketika manusia itu wafat tentu harus ada ahli waris yang
menerimaatau menampung harta peninggalan tersebut. Nah
untuk tertibnya para ahli waris,tentunya harus dilakukan
prosedur yang tertib pula, yakni dengan pernikahan.

5
_______ Undang-undang Dasar Pedoman Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila Ketetapan
MPR No. II/MPR/1993 Garis-garis Besar Haluan Negara, BP 7 Pusat 1993
8

C. Prinsip – Prinsip Perkawinan


1. Prinsip Perkawinan Menurut UU 1 Tahun 1974
a. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal. Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi
agar masing-masing dapat mengembangkan pribadinya, membantu
dalam mencapai kesejahteraan spiritual dan material.
b. Dalam Undang-Udang ini dinyatakan bahwa suatu perkawinan
adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu, dan disamping itu tiap-tiap
perkawinan harus dicatat menurut perturan perundang-undangan
yang belaku, pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya
denagn pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan
seseorang, misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam
surat-surat keterangan, suatu akte resmi yang juga dimuat dalam
daftar pencatatan.
c. Undang-undang ini menganut asas monogami, hanya apabila
dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama
dari yang bersangkutan mengijinkannya, seorang suami dapat
beristri lebih dari seorang. Namun demikian perkawinan seorang
suami dengan lebih dari seorang istri, meskipun hal itu dikehendaki
oleh pihak-pihak yang bersangkutan hanya dapat dilakukan apabila
dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh
Pengadilan Agama.6
d. Undang-Udang ini mengatur prinsip, bahwa calon sumai istri itu
harus masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan,
agar supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik
tanpa berakhir dengan perceraian, dan mendapat keturunan yantg
baik dan sehat, untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara

6
________ Peraturan Pemerintah Tentang Pelaksanaan, Undang-undang Nomor 1 1974 Tentang
Perkawinan, PP Nomor 9 Tahun 1975 LN Nomor 12 Tahun 1975, TLN No. 3050.
9

calon suami istri yang masih dibawah umur, karena perkawinan itu
mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan, maka untuk
mengerem lajunya kelahiran yang lebih tinggi, harus dicegah
terjadinya perkawinan antara calon suami istri yang masih dibawah
umur. Sebab batas umur yang lebuh rendah bagi seorang wanita
untuk kawin, mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi, jika
dibandingkan dengan batas umur yang lebih tinggi, berhubungan
dengan itu, maka Undang-Udang Perkawinan ini menentukan batas
umur untuk kawin baik bagi pria maupun bagi wanita, ialah 19
tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita.
e. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal dan sejahtera, maka Undang-Undang ini
menganut prinsip untuk mempersukar tejadinya perceraian. Untuk
memungkin perceraian harus ada alasan-alasan tertentu (pasal 19
Peraturan Pemerintah N. 9 tahun 1975) serta harus dilakukan di
depan sidang Pengadilan Agama bagi orang Islam dan Pengadilan
Negeri bagi golongan luar Islam.
f. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan
kedudukan suami baik dalam kehidupan rumah tangga maupun
dalam pergaulan bermasyarakat, sehingga dengan demikian segala
sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan
bersama suami istri.7
2. Beberapa Prinsip-Prinsip Dalam Perkawinan Ajaran Islam:
a.   Harus ada persetujuan secara suka rela dari pihak-pihak yang
mengadakan perkawinan. Caranyanya adalah diadakan
peminangan terlebih dahulu untuk mengetahui apakah kedua belah
pihak setuju untuk melaksanakan perkawinan atau tidak.

7
________ Peraturan Pemerintah Tentang Pelaksanaan, Undang-undang Nomor 1 1974 Tentang
Perkawinan, PP Nomor 9 Tahun 1975 LN Nomor 12 Tahun 1975, TLN No. 3050.
10

b. Tidak semua wanita dapat dikawini oleh seorang pria, sebab ada
ketentuan larangan-larangan perkawinan antara pria dan wanita
yang harus diindahkan.
c. Perkawinan harus dilaksanakan dengan memenuhi persyaratan-
persyaratan tertentu, baik yang menyangkut kedua belah pihak
maupun yang berhubungan dengan pelaksanaan perkawinan itu
sendiri.
d. Perkawinan pada dasarnya adalah untuk membentuk satu keluarga
atau rumah tangga tentram, damai, dan kekal untuk selam-
lamanya.
e. Hak dan kewajiban suami istri adalah seimbang dalam rumah
tangga, dimana tanggung jawab pimpinan keluarga ada pada
suami.
Kalau kita bandingkan prinsip-prinsip dalam perkawinan menurut
Hukum Islam dan menurut Undang-Udang Perkawinan, maka dapat
dikatakan sejalan dan tidak ada perbedaan yang prinsipil atau mendasar.
Prinsip-prinsip hukum perkawinan yang bersumber dari alquran dan
alhadist, yang kemudian di tuangkan dalam garis-garis hukum melalui
8
undang-undanhg no 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan kompilasi
hukum islam tahun 1991 mengandung 7 asas kaidah hukum yaitu sebagai
berikut:
1) Asas membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
2) Asas keaabsahan perkawinan di dasarkan pada hukum agama dan
kepercayaan bagi pihak yang melaksanakan perkawinan dan harus
di catat oleh petugas yang berwenang
3) Asas monogami terbuka
4) Asas calon suami dan isteri telah matang jiwa raganya dapat
mel;angsungkan perkawinan, agar mewujudkan tujuan perkawinan

8
________ Peraturan Pemerintah Tentang Pelaksanaan, Undang-undang Nomor 1 1974 Tentang
Perkawinan, PP Nomor 9 Tahun 1975 LN Nomor 12 Tahun 1975, TLN No. 3050.
11

secara baik dan mendapat keturunan yang baik dan sehat sehingga
tidak berfikifr kepada perceraian
5)   Asas mempersulit terjadinya perceraian
6) Asas keseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan isteri baik
dalam kehidupan rumah  tangga dan kehidupan masyrakat
7) Asas pencatatan perkawinan.

D. Dasar – Dasar Perkawinan


Adapun dasar – dasar Perkawinan sudah ditetapkan dan dapat
dilihat dari pasal – pasal berikut ini :
1. Pasal 2 
Perkawinan menurut hukun Islam adalah pernikahan, yaitu akad
yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah
Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
2. Pasal 3 
Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga
yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
3.  Pasal 4 
Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam
sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan.9
4. Pasal 5
1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam
setiap perkawinan harus dicatat.
2) Pencatatan perkawinan tersebut apada ayat (1), dilakukan oleh
Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diaturdalam Undang-
undang No.22 Tahun 1946 jo Undang-undang No. 32 Tahun
1954. * Disalin dari ”Kompilasi Hukum Islam di Indonesia”,

9
________ Petunjuk Mahkamah Agung Mengenai Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 dan PP
No. 9 Tahun 1975, Nomor MA/Pemb./0807/75.
12

Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Islam Ditjen Pembinaan


Kelembagaan Islam Departemen Agama, 2001.10
5. Pasal 6
1) Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, seyiap perkawinan
harus dilangsungkan dihadapan dan di bawah pengawasan
Pegawai Pencatat Nikah.
2) Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat
Nikah tidak mempunyai kekuatan Hukum.
6. Pasal 7
1) Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang
dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah.
2) Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akata
Nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama.
3) Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas
mengenai hal-hal yang berkenaan dengan :
a. Adanya perkawinan dalam rabgka penyelesaian perceraian
b. Hilangnya Akta Nikah;
c. Adanya keragan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat
perkawian;
d. Adanyan perkawinan yang terjadisebelum berlakunya
Undang-undang No.1 Tahun 1974 dan;
e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak
mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-Undang
No.1 Thaun 1974;
4) Yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ialah suami
atau isteri, anak-anak mereka, wali nikah dan pihak yang
berkepentingan dengan perkawinan itu.

10
________ Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975, dalam Undang-Undang Pokok
Perkawinan Beserta Peraturan Perkawinan Khusus Anggota ABRI, Anggota POLRI Pegawai
Kejakasaan Pegawai Negri Sipil, Jakarta: Bumi Aksara, 1989, hlm. 38-39.
13

7. Pasal 8
Putusnya perkawinan selain cerai mati hanya dapat dibuktikan
dengan surat cerai berupa putusan Pengadilan Agama baik yang
berbentuk putusan perceraian,ikrar talak, khuluk atau putusan taklik
talak.
8. Pasal 9 
1) Apabila bukti sebagaimana pada pasal 8 tidak ditemukan karena
hilang dan sebagainya, dapat dimintakan salinannya kepada
Pengadilan Agama.
2) Dalam hal surat bukti yang dimaksud dala ayat (1) tidak dapat
diperoleh, maka dapat diajukan permohonan ke Pengadilan Agama.
9. Pasal 10
Rujuk hanya dapat dibuktikan dengan kutipan Buku Pendaftaran
Rujuk yang dikeluarkan oleh Pegawai Pencatat Nikah.11

________ Petunjuk Mahkamah Agung Mengenai Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 dan PP
11

No. 9 Tahun 1975, Nomor MA/Pemb./0807/75.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri untuk membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ikatan lahir
adalah hubungan formal yang dapat dilihat karena dibentuk menurut
undang-undang, yang mengikat kedua pihak dan pihak lain dalam
masyarakat sedangkan Ikatan batin adalah hubungan tidak formal yang
dibentuk dengan kemauan bersama yang sungguh-sungguh mengikat
kedua pihak. Pernikahan usia muda berarti pernikahan yang dilaksanakan
di bawah umur enam belas tahun. Undang-Undang perkawinan No. 1
Tahun1974, pasal 1 merumuskan arti perkawinan sebagai ikatan lahir batin
antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.

B. Saran
1. Perlu adanya penyuluhan-penyuluhan hukum perkawinan kepada
masyarakat . Khususnya masyarakat adat agar tidak bertentangan
dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
2. Perlu dilakukannya pengawasan terhadap pembagian harta kekayaan.
Berhubung pembagian harta tersebut berkaitan erat dengan prinsip
keadilan.
3. Perlu dilakukannya unifikasi hukum perkawinan, berhubung hukum
perkawinan tersebut berkaitan erat dengan kehidupan sosial
keagamaan, namun di harapkan pengunifikasiannya dilakukan secara
berhati-hati dan bertahap, jangan sampai menyinggung perasaan
sesuatu golongan hukum tertentu.

14
DAFTAR PUSTAKA

Indonesia. Undang-Undang Tentang Perkawinan, UU Nomor 1 Tahun 1974 LN


Nomor 1 Tahun 19974, TLN No. 3019.
_______ Undang-undang Dasar Pedoman Penghayatan Dan Pengamalan
Pancasila Ketetapan MPR No. II/MPR/1993 Garis-garis Besar Haluan Negara, BP
7 Pusat 1993.
________ Peraturan Pemerintah Tentang Pelaksanaan, Undang-undang
Nomor 1 1974 Tentang Perkawinan, PP Nomor 9 Tahun 1975 LN Nomor 12
Tahun 1975, TLN No. 3050.
________ Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975, dalam Undang-
Undang Pokok Perkawinan Beserta Peraturan Perkawinan Khusus Anggota
ABRI, Anggota POLRI Pegawai Kejakasaan Pegawai Negri Sipil, Jakarta: Bumi
Aksara, 1989, hlm. 38-39.
________ Petunjuk Mahkamah Agung Mengenai Pelaksanaan UU Nomor
1 Tahun 1974 dan PP No. 9 Tahun 1975, Nomor MA/Pemb./0807/75.

15

Anda mungkin juga menyukai