Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Islam dan Modernitas I


“Kemudahan Hidup Manusia dalam Beribadah dan Bermuamalah”

Disusun Oleh :

Muhammad Rafi Maulana (161244019)

Naufal Afif (161244024)

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
makalah yang berjudul Islam dan Modernitas Bagian I “Kemudahan Hidup Manusia dalam
Beribadah dan Bermuamalah”. Tidak lupa kami ucapkan banyak terimakasih kepada Bapak
Ahmad Zaldi Assegaf yang telah memberikan bimbingan kepada kami hingga dapat
menyelesaikan makalah ini.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 14 November 2016


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................. i

DAFTAR ISI .......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

Latar Belakang ........................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................... 2-20

Pengertian Modernisai atau Pembaruan dalam Islam ................. 2-3

Masyarakat Modern .................................................................... 3-4

Konsep Manusia Modern............................................................. 4-5

Ibadah dan Muamalah ................................................................ 6-9

Hikmah Ibadah dan Muamalah .................................................. 9-10

Kemudahan Beribadah di Era Modern ....................................... 10-11

Kemudahan Bermuamalah di Era Modern.................................. 12-20

BAB III KESIMPULAN ......................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 21


BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Agama islam berfungsi sebagai pedoman hidup. Pedoman hidup yang


diturunkan Allah SWT tersebut dapat memberi petunjuk pada penganutnya
untuk lebih maju dan menjadi manusia yang shaleh. Dengan demikian,
bagaimanapun kondisi zamannya seorang muslim haruslah tetap menjadi
manusia yang dinamis dan shaleh.
Islam bertujuan memajukan dan menshalehkan, maka para pembaru
dan intelektual muslim memiliki komitmen yang sungguh-sungguh untuk
melaksanakan modernisasi dan memperjuangkan penegakan hidup yang
bersemi sebagai makhluk yang shaleh didunia yang selalu mengalami
perubahan.
Modernisasi (proses pembaruan) dan modernitas (kemodernan) dunia
haruslah tetap dijaga agar senantiasa berjalan didalam koridor ajaran pencipta
dunia, kehidupan, perubahan, dan kemodernan itu sendiri.
BAB II
ISI

1. Pengertian Moderniasi atau Pembaruan dalam Islam


Di dalam tradisi ilmu tauhid, ilmu primer islam, “baru” dikenal
sebagai salah satu ungkapan untuk menyebut sifat alam atau makhluk
yang senantiasa berubah-ubah. Jauh sebelum istilah modernisasi
dipopulerkan, didunia Islam sudah ada istilah Tajdid (jaddada, yujaddidu,
tajdidan) yang memiliki arti kurang lebih sama dengan modernisasi atau
pembaruan. Kata-kata tersebut ditemukan dalam beberapa ayat dan hadis
Rasulullah SAW, salah satunya yaitu:
Q.S Al-Isra ayat 49

Artinya:
“Dan mereka berkata, apabila kami telah menjadi tulang-belulang dan benda
benda yang hancur, benarkah akan dibangkitkan lagi sebagai makhluk yang
baru?”
Ungkapan yang lebih operasional dan lebih mengacu kepada aktivitas
pembaruan ditemukan pada hadis-hadis Rasulullah SAW salah satunya
yaitu :
“Sesungguhnya iman itu (bisa) usang di dalam hati salah seorang
diantara kamu sebagaimana usangnya sebuah baju. Maka mintalah kepada
Allah untuk memperbarui iman yang ada dalam hatimu.” (HR. Thabrani)
Dari pengertian di atas, maka modernisasi atau tajdid secara
etimologis dapat dipahami sebagai gagasan yang mengandung tiga makna
yang berkesinambungan, tidak mungkin dipisahkan satu sama lain. Ketiga
makna tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Sesuatu yang sudah diperbarui itu sudah ada, jelas eksistensinya,


dan diketahui oleh manusia.

2. Sesuatu itu telah dimakan zaman sehingga menjadi kuno, tidak up


to date, tertinggal, dab kehilangkan elan vitalnya.
3. Sesuatu itu kemudian dikembalikan kepada keadaannya semula
yang up to date, actual, dan relevan.

Secara garis besar, signifikasi modernisasi atau pembaruan dalam


islam terlihat pada 3 hal. Pertama, membuktikan keutamaan Al-Qur’an
yang diyakini mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan seluruh
aspek kehidupan manusia didunia dan akhirat. Kedua, modernisasi atau
pembaruan menjadi niscaya pula apabila dilihat dari jurusan sasaranya
sebagai pengkajian ulang terhadap ijtihad atau tafsiran para ulama masa
lampau terhadap teks-teks agama. Ketiga, modernisasi atau pembaruan
dalam Islam itu bukanlah kepentingan baru, sebab urgensinya sudah
diisyaratkan Rasulullah SAW melalui hadis-hadisnya. Seperti disebutkan
di muka, bahwa Allah akan membangkitkan pembaru setiap satu abad
yang akan memperbarui agama mereka.

2. Masyarakat Modern

Masyarakat merupakan suatu kelompok manusia yang di bawah


tekanan serangkaian kebutuhan dan di bawah pengaruh seperangkat
kepercayaan, ideal dan tujuan, tersatukan dan terlebur dalam suatu
rangkaian kesatuan kehidupan bersama.
Sedangkan Masyarakat modern adalah ditandai oleh adanya
modernisasi yang memiliki ciri-ciri adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, tumbuhnya rasionalitas dan sekularisasi dan adanya pergerakan
menuju progress. Modernisasi ini ditandai oleh perubahan-perubahan besar
dibidang sosial, politik, ekonomi, kultural, dan ideologi yang tidak dapat
dicerabut dari konteks historisnya yang terjadi di barat.
Namun modernisasi sebenarnya bukan hanya menyangkut
perubahan- perubahan institusional melainkan juga terjadinya perubahan-
perubahan kesadaran pada manusia. Masyarakat modern seringkali
didasarkan dengan adanya karakteristik distansi, individuasi, progress,
rasionalisasi dan sekularisasi pada kesadaran yang menandai manusia
modern.

Adapun ciri-ciri Masyarakat Modern adalah :


1. Hubungan antar manusia terutama didasarkan atas kepentingan-
kepentingan pribadi.
2. Hubungan dengan masyarakat lain dilakukan secara terbuka
dengan suasana yang saling memepengaruhi
3. Kepercayaan yang kuat akan Ilmu Pengetahuan Teknologi
sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
4. Masyarakatnya tergolong ke dalam macam-macam profesi yang
dapat dipelajari dan ditingkatkan dalam lembaga pendidikan,
keterampilan dan kejuruan
5. Tingkat pendidikan formal pada umumnya tinggi dan merata.
6. Hukum yang berlaku adalah hukum tertulis yang sangat
kompleks
7. Ekonomi hampir seluruhnya merupakan ekonomi pasar yang
didasarkan atas penggunaan uang dan alat-alat pembayaran lain.
3. Konsep Manusia Modern
Apabila diperhatikan berbagai petunjuk kitab suci Al-Qur’an mengenai
manusia, akan terlihat adanya sinyal bahwa taqwa merupakan puncak
prestasi spiritual yang dapat diraih orang beriman. Firman Allah SWT
dalam Q.S Al-Hujarat ayat 13 yang artinya :

“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kaum disisi Allah


adalah yang paling bertaqwa diantara kamu”

Beberapa ibadah didalam Islam seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan lain-
lain dimaksudkan sebagai upaya kearah pencapaian puncak prestasi
tersebut.

Ciri manusia modern menurut para ahli :


1. Mempunyai kecenderungan menerima gagasan-gagasan baru
2. Memiliki keberanian untuk menyatakan pendapat dan sebaliknya rela
menerima pendapat
3. Memiliki kepekaan terhadap waktu, memiliki komitmen yang tinggi
terhadap ketepatan waktu, serta senantiasa berorientasi pada masa
depan
4. Mempunyai obsesi yang besar untuk merencanakan sebuah organisasi
modern dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap terlaksananya
efisiensi
5. Menyadari sepenuhnya kekuatan ilmu dan teknologi dalam perubahan
yang terjadi di dunia
6. Memiliki keyakinan yang kuat bahwa keadilan dapat ditegakkan
4. Ibadah dan Muamalah

Ibadah dan Muamalah merupakan dua hal penting yang akan selalu ada
ketika kita mencoba menggali lebih dalam mengenai agama Islam.
Keduanya mempunyai kedudukan yang berbeda dari segi pengertian dan
fungsinya sendiri-sendiri.

Menurut Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Ibadah secara bahasa
(etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Allah Azza wa Jalla
memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar
mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla.

Allah berfirman yang artinya:

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya


mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun
dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan
kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang
mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat: 56-58]

Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi


merekalah yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka
kepada Allah, maka barangsiapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia
adalah sombong. Siapa yang beribadah kepada-Nya tetapi dengan selain
apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan
barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan apa yang
disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan
Allah).

Setelah mengetahui pengertian dari Ibadah, kita pun harus


mengetahaui apa itu Muamalah. Berikut di bawah ini adalah pengertian
Muamalah, dari kata (‫ )العمل‬yang merupakan istilah yang digunakan untuk
mengungkapkan semua perbuatan yang dikehendaki mukallaf. Muamalah
mengikuti pola (‫علَة‬
َ ‫ ) ُمفَا‬yang bermakna bergaul (‫)الت َّ َعا ُمل‬.

Muamalah pun berarti hubungan horizontal antar manusia dengan


manusia yang sesuai dengan syari’ah. Penerapan Muamalah dalam
kehidupan yang berupa penerapan Muamalah dalam hukum pidana dan
perdata, ekonomi, dan politik.
Berikut mengenai penerapan Muamalah dalam hukum pidana dan
hukum perdata.
Hukum Pidana :

 Jinayat, yakni hukum yang memuat aturan-aturan mengenai


perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman.
 Al-Akham Al-Sultaniyah (Hukum Ketatanegaraan), yakni
hukum yang mengatur soal-soal yang berhubungan dengan
kepala negara, pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun
daerah.
 Siyar (Hukum Internasional), yakni hukum yang mengatur
urusan perang dan damai yang mengatur pula hukum
internasional.
 Mukhashamat (Hukum Acara Pidana)
Hukum Perdata :
 Munakahat, yakni hukum yang mengatur tentang perkawinan.
 Wirasah, yakni hukum yang mengatur tentang warisan dan seluk
beluknya diatur di dalam [Q.S. An-Nisaa' 4:7]

“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-
bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula)
dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau
banyak menurut bagian yang telah ditetapkan”.

 Muamalah dalam arti khusus, yakni hukum masalah kebendaan


dan hak-hak atas benda
Ruang lingkup Muamalah dalam hubungan antar manusia dibidang
ekonomi :
 Perbankan
 Asuransi
 Pasar modal (obligasi, reksadana)
 BMT (Baitul Mal Wat Tamwil)
 Koperasi
 Pegadaian
 MLM Syari'ah
 Fungsi uang (moneter)
 Kebijakan Fiskal
 Kebijakan Moneter.

Muamalah menduduki posisi paling penting dalam Islam, karena hampir


tidak ada manusia yang tidak terlibat aktivitas ekonomi sehingga wajib
dipelajari oleh setiap muslim karenanya Umar bin Khattab berkata:

"Janganlah melakukan jual beli di pasar kami melainkan orang yang


memiliki pengetahuan fiqh (Muamalah) dalam agama Islam". (HR.Tirmidzi)
Hal diatas termasuk pula diantaranya dilarang melangsungkan aktivitas
dibidang perbankan, asuransi, pasar modal, koperasi, pegadaian, rekasdana,
bisnis MLM, dan jual-beli apabila tidak memiliki pengatahuan mengenai
Muamalah.
Hikmah dengan memahami Muamalah adalah mempermudah umat
Islam dalam menjalankan Syari'ah khususnya dalam bidang ekonomi dapat
menghindari unsur riba, nyaman dalam berhubungan dengan bank karena
sudah bersyari’ah Islam dan ekploitasi dari orang kaya terhadap orang
miskin dapat terhindari.

Muamalah sangat penting dipahami seluruh umat muslim, dikarenakan


dalam penerapannya di kehidupan sehari-hari Muamalah mengatur hampir
seluruh hal yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia
lain.

5. Hikmah Ibadah dan Muamalah

Berikut ini adalah beberapa hikmah dari beribadah kepada Allah:


1. Memiliki ketakwaan

“Hai manusia, sembahlah Allah SWT mu yang telah menjadikan


kamu dan juga orang-orang sebelummu supaya kamu bertakwa”
(QS. Al-Baqarah 2:22)

Ada dua hal yang melandasi manusia menjadi bertakwa, yaitu karena
cinta atau karena takut. Ketakwaan yang dilandasi cinta timbul karena
Ibadah yang dilakukan manusia setelah merasakan kemurahan dan
keindahan Allah SWT. Setelah manusia melihat kemurahan dan keindahan
Nya munculah dorongan untuk berIbadah kepada-Nya. Sedangkan
ketakwaan yang dilandasi rasa takut timbul karena manusia menjalankan
Ibadah dianggap sebagai suatu kewajiban bukan sebagai kebuAllah SWT.

2. Terhindar dari kemaksiatan

“Sesungguhnya shalat mencegah orang dari kekejian dan kejahatan yang


nyata” (QS: Al-Ankabut 29:46)

Ibadah memiliki daya pensucian yang kuat sehingga dapat menjadi


tameng dari pengaruh kemaksiatan, tetapi keadaan ini hanya bisa dikuasai
jika Ibadah yang dilakukan berkualitas. Ibadah ibarat sebuah baju yang
harus selalu dipakai dimanapun manusia berada.

3. Berjiwa sosial

Ibadah menjadikan seorang hamba menjadi lebih peka dengan keadaan


lingkungan disekitarnya, karena dia mendapat pengalaman langsung dari
Ibadah yang dikerjakannya.

4. Merasakan keberadaan Allah SWT

Yang Dia melihatmu sewaktu kamu berdiri (shalat) dan bolak balik
dalam sujud Ketika seorang hamba berIbadah, Allah SWT benar-benar
berada berada dihadapannya, maka harus dapat merasakan/melihat
kehadiran-Nya atau setidaknya dia tahu bahwa Allah SWT sedang
memperhatikannya.

5. Terkabul doa-doanya

“Aku mengabulkan doa orang yang memohon apabila ia mendoa kepada


Ku. Maka hendaklah mereka menyambut seruan Ku dan beriman kepada
Ku supaya mereka mengikuti jalan yang benar” (QS. Al-Baqarah 2:187).

Hamba yang didengar dan dikabulkan doa-doanya hanyalah mereka


yang dekat dengan-Nya melalui Ibadah untuk selalu menyeru kepada-Nya.
6. Sehat jasmani dan rohani

Hamba yang berIbadah menjadikan gerakan shalat sebagai senamnya,


puasa menjadi sarana diet yang sehat, membaca Al-Qur’an sebagai sarana
terapi kesehatan mata dan jiwa. Insya Allah hamba yang tekun dalam
Ibadah dikaruniakan kesehatan.

6. Kemudahan Beribadah di Era Modern

Kekuatan modernisasi dengan segala atribut perangkatnya sudah


membantu manusia dalam banyak hal. Segala hal yang dikonsumsi, baik
makanan, pakaian, rumah, kendaraan, bahkan tempat ibadah saat ini
kesemuanya tidak bisa dilepaskan dari corak modernisasi. Kemudahan
beribadah di era modern, yaitu:
 Makin tersedianya sarana dan prasarana ibadah dari kota besar hingga ke
pelosok daerah.
Contohnya disetiap pusat perbelanjaan sudah tersedia mushola
yang memudahkan pengunjung untuk melaksanakan ibadah shalat disela-
sela kegiatan belanja. Di Bandung terdapat sebuah “Mobile Masjid”,
mobil yang berkeliling untuk memudahkan orang dalam menjalankan
ibadah shalat, karena di mobil itu sudah tersedia alat-alat shalat seperti
mukena dan sarung, karpet masjid, genset, sound system, mimbar,
penampungan air dan pipa instalasinya untuk wudhu, hingga sandal
jepit, bahkan imam shalat. Mobil itu berhenti di tempat keramaian yang
jauh dari mushola atau mesjid.

 Makin meningkatnya jumlah penganut agama yang aktif menjalankan


ibadah.
Salah satu dampak modernitas adalah terdapat banyak tempat
ibadah yang memudahkan orang untuk menjalankan ibadah disela-sela
rutinitas. Kecanggihan teknologi juga menjadi salah satu faktor lainnya.
Sekarang sudah terdapat aplikasi yang berisi konten keagamaan, seperti
bacaan Al-Qur’an, doa, arah kiblat, dan pengingat waktu shalat. Hal ini
menyebabkan semakin meningkatnya jumlah penganut agama yang aktif
menjalankan ibadah.
 Makin meningkatnya mutu ketakwaan yang tercermin dari perilaku
sehari-hari.
Pada zaman sekarang banyak remaja yang sudah mengenakan
hijab berbeda dengan zaman dahulu hanya sedikit remaja yang
mengenakan hijab. Mayoritas dari sekolah SMP dan SMA menerapkan
peraturan yang mewajibkan siswa untuk membaca Al-Qur’an 15 menit
sebelum pelajaran dimulai serta setiap hari kamis dan jum’at diadakan
shalat dhuha. Hal ini menyebabkan meningkatnya mutu keimanan dan
ketakwaan.

 Makin berkembangnya sekolah keagamaan, termasuk pengetahuan


tentang agama.
Sekarang jumlah pesantren semakin bertambah banyak dan
sekolah islam terpadu juga berkembang pesat dari tingkat TK sampai
Perguruan Tinggi. Dengan kecanggihan teknologi pengetahuan tentang
agama dapat diakses kapanpun dan dimanapun. Tidak perlu pergi ke toko
buku untuk menambah pengetahuan.

7. Kemudahan Bermuamalah di Era Modern


Di era tehnologi dan informasi semua transaksi berbasis
online. Konsekuensinya perdagangan menjadi digital yang tidak
dibatasi oleh ruang, waktu dan tempat. Suatu negara dapat
dengan mudah dan cepat mengakses negara lain secara online.
Pola perdagangan inilah yang melahirkan bisnis berbasis
keuangan dan berbagai macam model transaksi. Beberapa model
transaksi modern yang direspons oleh muamalah dapat dibagi
kepada tiga model besar, yaitu perbankan, asuransi, dan pasar
modal. Tiga model ini telah terwadahi dalam lembaga keuangan
syariah.
 Transasksi Perbankan
Fungsi Bank secara garis besar adalah sebagai lembaga
intermediasi (intermediary institution) yang mengerahkan dana
dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut
kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk
fasilitas pembiayaan. Perbedaan pokoknya terletak dalam jenis
keuntungan yang diambil bank dari transaksi-transaksi yang
dilakukannya.Bila bank konvensional keuntungannya dari
pengambilan bunga, maka Bank Syariah dari apa yang disebut
sebagai imbalan, baik berupa jasa (fee-base income) maupun
mark-up atau profit margin, serta bagi hasil (loss and profit
sharing).
Konsep teoritis mengenai Bank Islam muncul pertama kali
pada tahun 1940-an, dengan gagasan mengenai perbankan yang
berdasarkan bagi hasil. Berkenaan dengan ini dapat disebutkan
pemikiran-pemikiran dari penulis antara lain Anwar Qureshi
(1946), Naiem Siddiqi (1948) dan Mahmud Ahmad (1952).
Uraian yang lebih terperinci mengenai gagasan pendahuluan
mengenai perbankan Islam ditulis oleh ulama besar Pakistan,
yakni Abul A’la Al-Mawdudi (1961) serta Muhammad
Hamidullah (1944-1962).
Namun berkenaan dengan perkembangan, kemajuan dan
mobilitas masyarakat, akad-akad ini mengalami evolusi dan
inovasi sesuai dengan kemajuan masyarakat. Seperti kasus kartu
kredit (bithaqah al I’timan) menggunakan akad ijarah, kafalah
dan qardl. Transaksi ini tidak hanya menggunakan satu akad
tetapi dengan cara menggabungkan berbagai akad dalam satu
pelaksanaan transaksi. Sebab, para pihak tidak dapat
memanfaat transaksi itu jika tidak menggabungkan beberapa
akad (muta’adidah/multi akad).
Kasus ini menggunakan akad kafalah dan ijarah atau
akad al-qardh dan ijarah. Akad kafalah dalam hal ini digunakan
di mana penerbit kartu adalah penjamin (kafil) bagi pemegang
kartu terhadap merchant atas semua kewajiban bayar (dayn)
yang timbul dari transaksi antara pemegang kartu
dengan merchant, dan/atau pencairan tunai dari selain bank atau
Anjungan Tunai Mandiri (ATM) bank penerbit kartu,
sedangkan akad al-qardh digunakan pada saat melakukan
penarikan tunai dari bank atau ATM. Adapun fee yang
dikenakan kepada pemegang kartu kredit atas jasa sistem
pembayaran dan layanan terhadap pemegang kartu adalah
menggunakan akad ijarah.
Prinsip akad kafalah bertujuan untuk kebaikan (tabarru‘)
semata-mata dengan mengaharap ridha Allah SWT. Orang yang
menjamin (dhamin) pembayaran hutang orang lain akan dapat
memohon ganti rugi uang yang dibayarkan, namun akan lebih
baik jika penjamin tidak meminta ganti uang yang dibayar
karena jaminan itu adalah tanggungan orang yang dijamin, di
mana penjamin bermaksud menolong dan semata-mata berbuat
baik.
Akad kafalah yang meminta ganti terhadap harta yang
dibayarkan disebut sebagai akad tabarru‘ pada saat akad dan
disebut juga dengan nama akad tukar menukar ketika selesai
akad. Akad kafalah yang membebankan pembiayaan kepada
pihak yang ditanggung (al-madmun ‘anh) merupakan pengalihan
dari prinsip akad ijarah yang berdasarkan tabarru‘ menjadi
akad kafalah yang didasarkan kepada ijarah. Dalam
akad kafalah beban biayanya itu hanya terjadi dalam keadaan
yang kurang stabil dan sangat diperlukan atau mendesak.

 Transaksi Asuransi
Ada berbagai cara bagaimana manusia menangani risiko
terjadinya musibah. Cara pertama adalah dengan
menanggungnya sendiri (risk retention), yang kedua,
mengalihkan risiko ke pihak lain (risk transfer), dan yang ketiga,
mengelolanya bersama-sama (risk sharing). Cara yang ketiga
inilah filosofi dan dasar dalam asuransi syariah. Jadi, Risk
sharing inilah sesungguhnya esensi asuransi dalam Islam, di
mana di dalamnya diterapkan prinsip-prinsip kerjasama,
proteksi dan saling bertanggungjawab (cooperation, protection,
mutual responsibility).
Di era modern menghadapi risiko dilakukan secara
terencana, terorganisir dan terlembaga. Pada dasarnya asuransi
adalah semangat bergotong royong (takaful) dalam menghadap
risiko secara kolektif, terencana dan teratur.
Secara legalitas keislaman, sistem asuransi syariah diakui
dan diadopsi oleh ulama dunia pada tahun 1985. Pada tahun ini,
Majma al-Fiqh al-Islami mengadopsi dan mengesahkan takaful
sebagai sistem asuransi yang sesuai dengan syariah. Meskipun
sebenarnya, ulama yang pertama membahas tentang asuransi
adalah Ibnu Abidin (1784–1836 M./1252 H.). Ibnu Abidin adalah
seorang ulama bermazhab Hanafi, yang mengawali untuk
membahas asuransi dalam karyanya yang popular,
yaitu Hasyiyah Ibn Abidin, Bab Jihad, Fashl Isti’man Al-
Kafir dan kitab Raddu al Muhtar ’Ala al Dar al Mukhtar.
Sebenarnya perbedaan utama antara asuransi syariah dan
konvensional terletak pada tujuan dan landasan operasional.
Dari sisi tujuan, asuransi syariah bertujuan saling menolong
(ta’awuni) sedangkan dalam asuransi konvensional tujuannya
penggantian (tabaduli). Kepemilikan dana pada asuransi syari’ah
merupakan hak peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang
amanah untuk mengelolanya. Pada asuransi konvensional, dana
yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan,
sehingga perusahaan bebas menentukan alokasi investasinya.
Dalam Asuranasi Islam menggunakan akad wakalah dan
tabarru’ atau mudlarabah dan ta’awun. Implementasi akad
takafuli dan tabarru‘ dalam sistem asuransi syariah diadakan
dalam bentuk pembagian setoran premi menjadi dua. Untuk
produk yang mengandung unsur tabungan (saving),
maka premi yang dibayarkan akan dibagi ke dalam rekening
dana anggota dan satunya lagi rekening tabarru‘. Sedangkan
untuk produk yang tidak mengandung unsur tabungan (non
saving), setiap premi yang dibayar akan dimasukkan seluruhnya
ke dalam rekening tabarru‘. Keberadaan
rekening tabarru‘ menjadi sangat penting untuk menjawab
pertanyaan ketidakjelasan asuransi dari sudut tuntutan
pembayaran.
Adapun asuransi akad tijari adalah model mudharabah dan
ta’awun. Secara teknisnya, mudharabah adalah akad kerja sama
usaha antara dua pihak di mana pihak pertama menyediakan
100 persen modal sedangkan pihak kedua menjadi pengelola. Di
sini terjadi pembagian untung rugi antara (shahib al-mal) dan
pihak pengelola/perusahaan asuransi (mudharib). Keuntungan
usaha secara mudharabah dibagikan menurut kesepakatan yang
dicatat dalam kontrak, sedangkan apabila terjadi kerugian,
ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan
akibat kelalaian pengelola.
Dalam model mudharabah, seluruh peserta bertanggung
jawab terhadap musibah yang dialami peserta lain termasuk
untuk membayar beban-beban asuransi lain (biaya
reasuransi, medical expenses, legal fee, dan lainnya). Sedangkan
pengelola (operator) hanya bertanggung jawab terhadap semua
pengeluaran yang terkait dengan operasional dan hasil investasi
sesuai dengan kapasitasnya dalam akad mudharabah. Berbeda
dengan akad mudharabah adalah akad wakalah, takaful yang
berfungsi sebagai wakil peserta di mana dalam menjalankan
fungsinya (sebagai wakil), Takaful berhak mendapatkan biaya
jasa (fee) dalam mengelola keuangan mereka.
Hukum asuransi mengetengahkan pendapat hukum
muamalah yang dapat diterima oleh semua pihak dalam hal
yang menjadi perbedaan masyarakat (ibda‘ al-qawl al-tsalits fi al-
masa’il al-khilafiyyah). Dengan tetap mengikuti salah satu imam
madzhab fiqih meskipun tidak secara keseluruhan diterapkan.
Yaitu kafalah atau mudlarabah di satu sisi dan akad tabarru’
untuk saling memberi. Hal ini ditetapkan karena asuransi sudah
menjadi urf dan maslahah bagi masyarakat.
 Transaksi Pasar Modal
Pasar modal adalah tempat di mana modal
diperdagangkan antara pihak yang memiliki kelebihan modal
(investor) dengan orang yang memerlukan modal (issuer) untuk
mengembangkan investasi. Pasar modal sama seperti pasar biasa
pada umumnya, yaitu tempat bertemunya penjual dan pembeli
dengan objek yang diperjualbelikan adalah hak kepemilikan
perusahaan dan surat pernyataan hutang perusahaan.
Di Indonesia, Langkah awal perkembangan pasar modal
Islam (pasar modal syariah) dimulai dengan membentuk
reksadana (mutual fund) syariah, Jakarta Islamic Index (JII)
serta Obligasi Syariah (Islamic Bond) yang efektif mulai 30
Oktober 2002. Sedangkan Pasar Modal Syariah sendiri mulai
diresmikan pada 14 Maret 2003. Dalam kandungan isinya, pasar
modal syariah sama dengan pasar modal konvensional, namun
ada beberapa peraturan-peraturan syariah yang harus dipatuhi.
Pasar modal memiliki peran yang besar dalam sistem
ekonomi sebuah negara karena pasar modal menjalankan dua
fungsi secara bersama, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi
keuangan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi
karena pasarnya menyediakan kemudahan yang
mempertemukan dua kepentingan, yaitu pihak yang memiliki
kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana
(issuer). Pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan,
karena memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh
upah (return) bagi pemilik dana sesuai dengan karakteristik
investasi yang dipilih.
Pelaksanaan transaksi saham harus dilakukan menurut
prinsip kehati-hatian serta tidak melakukan spekulasi dan
manipulasi yang di dalamnya mengandung unsur gharar, riba
dan maysir. Transaksi-transaksi seperti ini meliputi: Najsy, yaitu
melakukan penawaran palsu; Bay‘ al-ma‘dum, yaitu melakukan
penjualan atas barang (saham) yang belum dimiliki (short
selling); Insider Trading, yaitu memakai informasi orang dalam
untuk memperoleh keuntungan terhadap transaksi yang
dilarang; Menimbulkan informasi yang menyesatkan; Margin
Trading, yaitu melakukan transaksi atas saham syariah dengan
fasilitas pinjaman yang berasaskan bunga atas kewajiban
penyelesaian pembelian saham syariah tersebut; Ihtikar
(menimbun), yaitu melakukan pembelian atau dan
penghimpunan suatu saham Syariah untuk mempengaruhi
perubahan harga saham syariah, dengan tujuan mempengaruhi
pihak lain.
Sebuah transaksi yang mengandung unsur gharar timbul
disebabkan oleh dua sebab utama. Pertama, kurangnya
informasi atau pengetahuan (jahala, ignorance) pihak yang
melakukan kontrak. Jahala ini menyebabkan tidak dimilikinya
control atau skill pada pihak yang melakukan transaksi. Kedua,
karena tidak adanya objek. Ada pula yang membolehkan
transaksi dengan objek yang secara faktual belum ada, dengan
syarat pihak yang melakukan transaksi memiliki kontrol untuk
hampir boleh memastikannya di masa depan.
Pada dasarnya gharar adalah bentuk transaksi yang
mengandung cacat atau bahkan dapat mengakibatkan kerugian.
Mungkin termasuk di dalamnya adalah setiap transaksi yang
mengandung unsur ketidakpastian dan spekulasi. Namun
ketidakpastian dan spekulasi bukan merupakan alasan utama
mengapa suatu transaksi tidak sah disebabkan oleh gharar.
Spekulasi yang dilarang dalam hukum Islam adalah transaksi
yang menodai hak salah satu pihak atau para pihak yang
melakukan transasksi
Secara umum, mekanisme pasar (bursa efek/stock exchange)
yang sepatutnya menurut syariah meliputi beberapa aspek,
yaitu: Kelayakan penawaran (penawaran yang sesuai),
kelayakan permintaan dan kelayakan kekuatan pasar.
Selain proses pasar, juga diperhatikan modal yang
diperdagangkan. Para ahli fiqih kontemporer bersepakat bahwa
haram hukumnya memperdagangkan saham di pasar modal dari
perusahaan yang bergerak di bidang usaha yang haram.
Misalnya, perusahaan yang bergerak di bidang produksi
minuman keras, babi dan apa saja yang berkaitan dengan babi;
jasa keuangan konvensional seperti bank dan asuransi; industri
hiburan yang haram, seperti kasino, perjudian, pelacuran, media
porno, dan sebagainya. Dalil yang mengharamkan jual-beli
saham perusahaan seperti ini adalah semua dalil yang
mengharamkan segala aktivitas tersebut
BAB III

KESIMPULAN

Dari uraian diatas dapat diketahui makna dari Ibadah dan


mu’amalah serta upaya peningkatannya agar manusia mendapat
karunia dari Allah SWT. Seorang muslim yang baik tentunya tahu
bahwa kedua hal diatas menjadi hal penting dalam menjalani kehidupan
ini, karena tidak bisa dipungkiri manusia butuh Allah SWT dan orang
lain agar bisa hidup. Allah SWT sebagai Sang Pencipta dan orang lain
sebagai pelengkap.

Jadi, modernisasi berdampak positif bagi kehidupan manusia.


Termasuk dalam beribadah dan bermuamalah. Islam tidak menolak
modernitas, justru sebaliknya islam memanfaatkan modernisasi untuk
mempermudah manusi dalam melaksanakan ibadah dan muamalah.
Kecanggihan teknologi merupakan salah satu faktornya. Contohnya
dalam beribadah yaitu semakin mudahnya mengakses berbagai hal
untuk menambah pengetahuannya tentang islam. Lalu dalam
muamalah contohnya adalah pelaksanaan transaksi asuransi.
DAFTAR PUSTAKA

http://nurulmutmainna1293.blogspot.co.id/2014/05/ibadah-dan-
muamalah.html

http://hendrapgmi.blogspot.co.id/2012/05/pengertian-ibadah-dan-
muamalah.html

http://cyberdakwah.com/2013/12/respons-fiqh-muamalah-terhadap-
perniagaan-modern/

Harahap, Syahrin. 2015. Islam dan Modernitas. Bandung: Kencana

Anda mungkin juga menyukai