Pendahuluan
Sindrom MRKH juga disebut sebagai agenesis Müllerian, adalah penyebab kedua
paling umum amenore primer. Kelainan ini termasuk kategori malformasi uterus yang
paling parah (kelas 5) dari klasifikasi ESHRE / ESGE. Hal ini ditandai dengan tidak
adanya rahim rahim, tuba fallopi, serviks, dan bagian vagina bagian atas pada wanita
46, XX yang tidak normal secara fenotip. Saluran telur biasanya normal, namun
mereka mungkin mengalami hipoplasia / aplastik atau cacat, struktur dan fungsi
ovarium juga biasanya normal, walaupun disgenesis gonad dan agenesis ovarium
telah dijelaskan dalam beberapa kasus. Sindroma MRKH memiliki insidensi sekitar 1
dari 4.500-5.000 pada perempuan baru lahir dan umumnya dibagi menjadi dua
subtipe: MRKH tipe 1, dimana hanya vagina bagian atas, serviks dan rahim terkena,
dan MRKH tipe 2 yang terkait dengan malformasi tambahan yang umumnya
menyerang sistem ginjal dan kerangka, dan juga mencakup MURCS (Renal Cervical
Somite) yang ditandai dengan defek serviks-toraks.1,2,3
Pembentukan alat genital dimulai pada minggu ke-5 dan 6, yaitu di lateral urogenital
ridge, di daerah kranial, timbul saluran paramesonefrik (muller duct) kanan kiri yang
tembus terus ke arah bawah lateral dari saluran wolf (saluran mesonefrik) dan pada
suatu tempat di daerah distal, saluran muller ini masuk ke dalam dan menyilang
saluran mesonefrik di anteriornya. Kemudian pada bagian distal bersatu atau berfusi,
dan akhirnya menyentuh sinus urogenitalis. Bagian bawah saluran muller yang telah
berfusi kemudian mengalami rekanalisasi sehingga terbentuklah vagina, serviks dan
uterus. Sedangkan dua saluran yang tidak berfusi pada bagian proksimal akan
berkembang menjadi tuba falopii. Fusi kedua saluran muller tersebut terjadi pada
minggu ke-7 akan tetapi belum sempurna sampai minggu ke-12. Pada titik pertemuan
saluran muller bagian bawah dengan sinus urogenitalis disebut tuberkel muller, hal ini
akan menyebabkan terjadinya proliferasi dari sinus urogenitalis ke arah atas dan
kemudian terjadi rekanalisasi bersamaan dengan rekanalisasi saluran muller sehingga
terbentuk vagina bagian distal. Sebagian sinus urogenitalis yang terletak pada anterior
tuberkel muller akan menyempit dan membentuk uretra, sedangkan bagian bawah
terbuka lebar akan menjadi vestibulum vulva dengan uretra dan vagina terbuka di
dalamnya.4,5
Jika uterus dan vagina tidak terbentuk, maka keluhan utamanya adalah amenore
primer dan nyeri saat berhubungan seksual sementara fungsi ovarium normal,
perkembangan fisik dan penampilan terlihat normal. Individu dengan memiliki
perkembangan ovarium, fungsi endokrin, dan eksternal genitalia yang normal. Namun
pada pemeriksaan fisik didapatkan aplasia uterus dan 2/3 proksimal vagina. Individu
ini juga memiliki karyotype genotipe yang normal yaitu 46,XX.6 Mutasi gen WNT4
diduga dapat menyebabkan MRKH sindrom. Gen WNT4 ini berperan terhadap
regulasi pembentukan duktus mulleri dan mengkontrol steroidogenesis pada
ovarium.7
Untuk menegakkan diagnosa Sindroma MRKH tidak sulit, namun memerlukan biaya
mahal karena memerlukan pemeriksaan kromosom, endokrinologi, dan radiologi
hingga laparoskopi diagnostik. Hal ini merupakan kendala bagi penderita yang tidak
mampu. Penegakan diagnosa pada masa bayi atau anak sangat sulit. Sedangkan fusi
vertebra cervical dari pemeriksaan radiologi. Penanganan penderita dengan MRKH
dapat dilakukan dengan cara memperbaiki fungsi seksualnya dengan cara melakukan
rekontruksi vagina (vaginoplasti). Perbaikan ini perlu dilakukan bila penderita secara
fisiologis menerima keadaannya. Vaginoplasti dikerjakan bila penderita sudah matang
kejiwaannya dan ciri kelamin sekunder sudah nampak.8
NJAUAN PUSTAKA
Definisi
BAB I
PENDAHULUAN
Ada beberapa gen yang terlibat dalam perkembangan normal struktur mullerian,
ginjal, dan tulang, namun dua kelompok tampaknya merupakan kandidat terkuat: gen
HOXA dan gen WNT4. Karena HOXA10 mewakili daerah rahim yang sedang
berkembang, HOXA11 segmen rahim bawah dan serviks, dan HOXA13 vagina,
secara biologis masuk akal bahwa ekspresi gen yang berubah ini akan menghasilkan
anomali yang ditemukan pada MRKH. Menariknya, gen HOX juga dikaitkan dengan
perkembangan normal ginjal, tulang, dan struktur vaskular, yang akan memperkuat
hipotesis disregulasi perkembangan gen yang terlibat dalam asal embrio dari saluran
reproduksi wanita.1-3
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1.1 Definisi
2.1.2 Epidemiologi
2.1.3 Embriologi
Malformasi pada fase embrionik adalah anomali khas dari periode embriogenesis,
yaitu pada delapan minggu pertama perkembangan. Secara konvensional,
embriogenesis dibagi menjadi dua tahap: blastogenesis dan organogenesis. Selama
blastogenesis, pada awal 28 hari perkembangan, domain ekspresi genetika
berpengaruh secara global terhadap perkembangan semua bagian embrio. Sifat
perkembangan awal yang terintegrasi dan saling tergantung dapat berkontribusi untuk
menjelaskan cacat yang muncul pada fase ini, yang biasanya sangat serius dan kadang
mematikan. Fase embriogenesis, dimulai pada hari ke 29 sampai 56 perkembangan
disebut sebagai organogenesis, karena selama periode ini organ mulai berkembang.
Pada saat yang sama, migrasi sel germinal primordial dari kantung kuning
telur mengarah pada pembentukan ovarium yang timbul dari mesenkim dan dari epitel
puncak genital mesoderm perantara, dengan proses organogenetik yang berbeda
dengan mesonefros; Oleh karena itu, anomali saluran Müllerian tidak terkait,
umumnya, dengan anomali perkembangan ovarium. Sindroma MRKH, yang
mewakili 5-10% anomali genital, dapat dianggap sebagai akibat dari perkembangan
yang gagal antara minggu kelima dan minggu keenam kehamilan dan peleburan
konsekuen pada garis median saluran Müllerian, bahwa dalam kondisi ini adalah
hanya terkait dengan ligamen mesonephric kaudal, ditakdirkan untuk membuat
ligamen bundar. Bundel dorsal halus pada otot kandung kemih dan vagina rudimental
secara teratur dibentuk, karena timbulnya masing-masing dari duktus Wolff dan dari
duktus Gartner. Oleh karena itu, agenesis atau ektopia ginjal umumnya dihubungkan
dengan perubahan ini.5
Gambar 1. embriologi dari genetalia laki-laki dan perempuan
2.1.4 Etiopatogenesis
Selain itu, gen kandidat lainnya telah dilaporkan, seperti: TCF2 (juga dikenal sebagai
HNF1B, gen yang mengkodifikasi faktor transkripsi spesifik untuk hati, termasuk
dalam famili homeobox yang mengandung motif heliks ganda) dan LHX1
(menghasilkan protein dengan fungsi faktor kontrol untuk pengembangan sel saraf
dan jaringan limfoid). Dalam sebuah penelitian terhadap 20 wanita yang menderita
sindrom MRKH, sebuah skrining telah dilakukan untuk mutasi gen-gen ini, dan telah
diketahui bahwa tidak ada perubahan yang berkaitan dengan patologi pada
pemeriksaan saat ini. Ledig dkk. (2011), dengan metode Array-CGH, telah
mengidentifikasi tiga regio (1q21.1, 17q12, dan 22q11.21), menunjukkan bahwa
LHX1 dan HNF1B mungkin merupakan gen yang terlibat dalam determinisme
sindrom MRKH, yang telah mengidentifikasi penghapusan berulang dan kekalahan
mutasi.
(Tabel 1).5
Tabel 1. Gen yang terlibat pada sindrom MKRH, dari “GeneCards: the human gene
compendium”.5
Classification
MRKH syndrome is classified into three types: Oppelt P, Renner SP, Kellermann A,
Brucker S, Hauser GA, Ludwig
Umumnya, amenore primer adalah gejala pertama pada wanita dengan normal
fenotipe 46 dan kariotipe XX, ovarium dalam batas normal, dan tanda-tanda
kelebihan androgens, perkembangan normal karakteristik seksual seperti payudara
dan rambut kemaluan, alat kelamin eksternal normal, pemeriksaan fisik menunjukan
pemendekan dari vagina sekitar 2 sampai 7 cm. tipe sindrom MRKH, hanya rahim
dan vagina bagian atas yang abnormal, sedangkan tuba fallopi tidak terpengaruh,
karakter seksual sekunder, dan normalitas alat kelamin eksternal. Penting untuk fokus
pemeriksaan anatomi dalam mendiagnosis dari kedua tipe dari MRKH, aplasia uterus
dihadapan dua tanduk dasar dihubungkan oleh lipatan peritoneum dan saluran indung
telur normal sesuai dengan sindrom MRKH tipe I, tipe II MRKH ditandai dengan
simetris dan asimetrisnuterus hipoplasia, disertai dengan aplasia dari salah satu dari
tanduk atau oleh perbedaan ukuran antara dua tanduk tersebut. Ditambah dengan
malforrmasi tuba seperti hipoplasia atau aplasia dari satu atau kedua tuba. 5
Kelainan lain dari anomali tipe II MRKH yaitu terlibatnya anomali lain pada
saluran urogenetalia, skeletal, sistem pendengaran, dan cacat jantung, dan ini
dinamakan sebagai Mullerian Duct Aplasia Renal Dysplasia dan Cervical Somite
Anomali (MURCS). Saat ini, jenis patologi ovarium tidak dianggap untuk menjadi
bagian dari spectrum klinis MRKH atau MURCS, karena tidak ada satu kelompok
pasien menunjukkan secara acak hubungan antara salah satu patologi ini dengan
uterovaginal aplasia dilaporkan.
2.1.6 Diagnosis
Sindrom MRKH ditandai dengan aplasia bawaan dari uterus dan bagian atas
2/3 dari vagina perempuan, menunjukkan perkembangan sex sekunder yang normal,
disertai karakteristik 46, XX kariotipe normal, malformasi terkait lainnya (tipe II atau
MURCS) yaitu:
Disfungsi pendengaran
Pemeriksaan fisik:
Pemeriksaan penunjang
o Pemeriksaan Laboratorium
o USG Transvaginal
o Laparoskopi
Psychological support
The diagnosis of MRKH syndrome can be devastating for any woman, especially an
adolescent, due to the psychological, social and reproductive implications. The
diagnosis must be disclosed sensitively. The way the diagnosis is explained may have
a lasting negative impact on the woman’s psychological status and self-esteem.
Extensive counselling and psychological support is important at the time of diagnosis
and later in life. Group-based interventions and cognitive behavioural therapy have
been found to be effective. Bean EJ, Mazur T, Robinson AD. Mayer–Rokitansky–
K¨uster–Hauser syndrome: sexuality, psychological effects, and quality of life. J
Non-surgical treatment
Lee pada penelitiannya mengatakan tehnik Ingram dengan pasif dilatasi memiliki
berbagai keuntungan dimanapasien tidak diminta untuk melakukan penekanan
kedalam kantung vagina dengan tangan.Seperangkat dilator Lucite secara perlahan
dipakaiuntuk dilatasi pada ruang neovagina. Pasien harus secara hati-hati
diinstruksikan bagaimana menggunakan dilator,dimulai dengan dilator yang paling
kecil. Pasien ditunjukkan bagaimana cara menaruh dilator kedalam kantung introitus
dengan menggunakan kaca. Dilator dapat ditahan dengan pakaian dalam. Pasien
ditunjukkan bagaimana duduk diatas kursi sepeda yang ditaruh diatas kursi 24 inchi
diatas lantai. Pasien diinstruksikan untuk duduk sedikit condong maju dengan dilator
ditempatkan setidaknya sebanyak dua kali sehari dengan lama 15 sampai dengan 30
menit. Tindak lanjut dilakukan setiap bulan dan pasien diharapkan dapat berhasil ke
ukuran dilator yang lebih besar setiap bulan. Hubungan sexual disarankan setelah
penggunaan dilator yang paling besar selama satu atau dua bulan. Rekomendasi untuk
melanjutkan dilatasi apabila hubungan sexual jarang dilakukan. Definisi sukses
menggunakan metode nonoperatif ini adalah tercapainya hubungan sexual yang
nyaman atau tercapainya dilator terbesar tanpa menimbulkan perasaan kurang
nyaman. Keberhasilan pada penelitian Lee mencapai 91,9 persen dari seluruh usaha
dilatasi. Oleh karena itu pasif dilatasi disarankan pada pasien sebagai terapi awal
pembuatan vagina baru. Apabila metode dilatasi ini tidak berhasil yang seringkali
oleh karena ketidaksabaran penderita, merupakan indikasi untuk melakukan
vaginoplasty. Lee MH. Non surgical treatment of vaginal agenesis using a simplified
version of Ingram’s method. Yonsei Medical Journal 2006;47(6):892-895
Gambar 4.3. Menunjukkan dilator acrylic yang dipakai pada metode non bedah Lee
MH. Non surgical treatment of vaginal agenesis using a simplified
version of Ingram’s method. Yonsei Medical Journal 2006;47(6):892-895
Gambar 4.4. Menunjukkan kursi tempat duduk sepeda (A) dan kursi kantor (B) Lee
MH. Non surgical treatment of vaginal agenesis using a simplified
version of Ingram’s method. Yonsei Medical Journal 2006;47(6):892-895
Terapi Bedah
o Tehnik
Surgical treatment has evolved over the years, with many procedures being only of
historical interest due to the serious risks and complications. The McIndoe procedure,
sigmoid vaginoplasty and Williams’ vulvovaginoplasty are among these outdated
procedures; with the availability of safer, more effective and simpler laparoscopic
procedures, the British Society for Paediatric and Adolescent Gynaecology
recommends that they are not performed in the UK. These outdated procedures are
described below to highlight the progress made in the surgical management of this
uncommon syndrome
The two most popular techniques for vaginoplasty practised in Europe are now the
Vecchietti and Davydov procedures (described below). Both were originally
described as being open techniques but with advances in minimal access surgery,
laparoscopic modifications have become popular. Ismail IS, Cutner AS, Creighton
SM. Laparoscopic vaginoplasty: alternative techniques in vaginal reconstruction.
BJOG 2006;113:340–3
McIndoe procedure
This involves creation of neovaginal space between the bladder and rectum and lining
this space with a split-thickness skin graft placed over a mould, which is then inserted
into the neovagina. The woman has to wear the mould for 3 months and is advised to
use a dilator regularly.The main disadvantages of this technique are potential vaginal
stenosis, perforation of the bladder and rectum, graft failure and unsightly scarring at
the graft site. Emans SJ, Laufer MR, Goldstein DP. Pediatric and
AdolescentGynecology. 5th ed. Lippincott Williams & Wilkins: Philadelphia;2005.
Salah satu tehnik rekonstruksi vagina yang cukup dikenal adalah tehnik operasi
McIndoe. Dia menggunakan selaput amnion dari donor sebagai graft. Selaput amnion
yang akan digunakan sebagai graft dipisahkan dari plasenta segera setelah plasenta
lahir . Darah ibu dan pencemar lain dibuang dengan mencucinya pada larutan saline
steril sampai bersih . Selaput amnion kemudian disimpan pada suhu 4 ̊ C dalam cairan
yang mengandung 80 mg gentamisin per 100 ml larutan saline steril selama 48 jam
sampai 72 jam sebelum digunakan untuk operasi. Selaput amnion dipasang pada
cetakan vagina dari karet sedemikian rupa sehingga permukaan mesenkim amnion
dapat kontak langsung dengan jaringan penderita.
Fotopoulou C, Sehouli J, Gehrmann N, Schoenborn I, Lichtenegger W.
Functional and anatomic results of amnion vaginoplasty in young women
with Mayer Rokitansky Kuster Hauser syndrome. Fertility and Sterility
2010;94(1):317-323
Penderita dalam narkose umum dan dalam posisi litotomi. Insisi oblik dibuat pada
ruang rektovesikel secara hati-hati jangan sampai melukai vesika urinaria dan rektum.
Liang vagina dibuat dengan diseksi secara tumpul sedalam 14 sampai 16 cm dan
diameter 3 – 4 cm. Setelah dilakukan hemostasis, cetakan vagina yang terbungkus
dengan lapisan amnion dimasukkan. Dua sampai tiga jahitan dengan silk pada labia
mayora untuk menjaga agar cetakan pada posisinya.Setelah 10 sampai 14 hari jahitan
dibuka dan cetakan vagina dikeluarkan. Selanjutnya pasien diberitahu cara
menggunakan dilator vagina yang dilapisi kondom dan dianjurkan untuk memasukkan
dua sampai tiga kali sehari selama 10 menit. Jika memungkinkan setelah tiga minggu,
penderita dianjurkan untuk melakukan hubungan seksual, atau melanjutkan
menggunakan dilator sampai pasien menikah. Setelah 60 hari post operasi dilakukan
pemeriksaan sampel pada selaput amnion dan didapatkan terjadi perubahan epitel
amnion menjadi epitel skuamosa matang yang menunjukkan epitelisasi yang lengkap.
Fotopoulou C, Sehouli J, Gehrmann N, Schoenborn I, Lichtenegger W.
Functional and anatomic results of amnion vaginoplasty in young women
with Mayer Rokitansky Kuster Hauser syndrome. Fertility and Sterility
2010;94(1):317-323
Chakrabarty dan kawan kawan melaporkan 18 pasien dengan sindrom MRKH yang
dilakukan operasi dengan metode Sheares dimana ruang antara dua labia dilakukan
dilatasi dengan dilator hegar sepanjang duktus mulleri. Kemudian dua saluran dibuat
dengan bagian sentral septum dieksisi untuk membentuk lubang vagina. Sebuah kasa
yang dilapisi dengan selaput amnion dimasukkan kedalam lubang vagina. Semua
kasus diikuti selama kurang lebih enam bulan dan menunjukkan hasil yang
memuaskan, baik ukuran panjang maupun lebar vagina. Pasien tetap disarankan
menggunakan dilator secara teratur. Chakrabarty S, Mukhopadhyay P, Mukherjee G.
Sheares’ Method of
Vaginoplasty –Our Experience. Journal of Cutaneous and Aesthetic
Surgery 2011;4:118-121
Gambar 4.7. Penggunaan selang infus set untuk memfiksasi silikon sten vagina
keperineal dan hasil operasi setelah satu tahun. Coskun A, Coban YK, Vardar MA,
Dalay AC. The use of silicone-coated
acrylic vaginal stent in McIndoe vaginoplasty and review of the literature
concerning silicone-based vaginal stents: a case report. BMC Surgery
2007;7(13):1-4
Gambar 4.8. Vagina baru setelah operasi 3 bulan dengan menggunakan metode
Mc Indoe dan setelah penggunaan silikon berbentuk akrilik. Coskun A, Coban YK,
Vardar MA, Dalay AC. The use of silicone-coated
acrylic vaginal stent in McIndoe vaginoplasty and review of the literature
concerning silicone-based vaginal stents: a case report. BMC Surgery
2007;7(13):1-4
El Saman dan kawan kawan menunjukkan data perioperatif morbiditas, anatomi dan
fungsi karakteristik yang berhubungan dengan fungsi rekonstruksi vagina
menggunakan selaput amnion manusia pada tujuh pasien Rokitansky 4 bulan setelah
vaginoplastydalam bentuk tabel sebagai berikut : El Saman AM, Vellota JA, Bedaiwy
MA. Surgical management of
Mullerian duct anomalies in current women’s health reviews
2010;6(2):183-193
Tabel 4.2.Penelitian dan laporan kasus lain yang berkaitan dengan penanganan
sindrom MRKH dengan selaput amnion manusia.El Saman AM, Vellota JA, Bedaiwy
MA. Surgical management of
Mullerian duct anomalies in current women’s health reviews
2010;6(2):183-193
Lin dan kawan kawan melakukan pembuatan vagina baru terhadap delapan wanita
Taiwan dengan sindrom MRKH dengan menggunakan mukosa bukal yang kurang
umum digunakan sebagai graft dalam pembentukan vagina. Tujuannya adalah
membuat vagina baru yang secara fungsional dan kosmetik berfungsi baik dengan
tehnik operasi sederhana. Penderita diintubasi dengan general anestesi. Mukosa bukal
diambil dengan retraktor dengan ukuran 2.5 x 6 sampai 8 cm. Perdarahan diatasi
dengan kasa dan elektrokauter. Dalam posisi litotomi dipasang kateter foley dan
rektal tube untuk menghindari trauma pada saat operasi. Insisi dilakukan pada
cekungan vagina diantara vesika urinaria dan rektum hingga masuk dua jari. Setelah
perdarahan diatasi, stent ukuran 2 cm x 12 cm dibalut dengan mukosa bukal dan
dimasukan kedalam lubang vagina yang baru. Dilakukan jahitan pada labia minora
dan kulit perineal untuk menahan stent.Kateter dipertahankan selama satu minggu
hingga stent dibuka, tujuannya untuk mencegah kontaminasi urin terhadap luka
operasi. Antibiotik juga diberikan selama perawatan. Hasil operasi cukup memuaskan
terhadap kedelapan pasien walaupun terdapat dua komplikasi saat operasi, satu pasien
mengalami perdarahan pervaginam dan satu dengan trauma pada kandung kemih.
Kedua komplikasi tersebut dapat diatasi dengan baik. Panjang vagina yang terbentuk
rata-rata 8 cm dengan dua jari pemeriksa dapat masuk kedalam lubang vagina yang
baru. Tidak terdapat eksudat, luka operasi kering. Setelah operasi, 3 hari pertama
pasien dianjurakan diet cair, dan diet normal pada hari ke 6. Mobilisasi dilakukan
pada hari ke 10. Luka operasi pada mukosa bukal sembuh dengan baik. Enam bulan
pertama pasien disuruh kontrol setiap bulan, diperiksa mukosa mulut, kedalaman
vagina dan epitel mukosa vagina. Pasien disarankan memakai dilatator vagina
siang dan malam selama 3 bulan pertama sampai melakukan hubungan seks yang
teratur. Lin WC, Chang C, Shen Y, Tsai H. Use of autologous buccal mucosa for
vaginoplasty : a study of eight cases. Human Reproduction
2003;18(3):604-607
Sigmoid vaginoplasty
In this procedure one end of a resected sigmoid segment is pulled down with its
vascular pedicle to the introitus to form a new vagina and the other end is closed to
create a blind pouch. Potential disadvantages are chronic vaginal discharge, foul
odour, stenosis at the anastomotic site and the risk of developing adenocarcinoma in
the graft. Emans SJ, Laufer MR, Goldstein DP. Pediatric and AdolescentGynecology.
5th ed. Lippincott Williams & Wilkins: Philadelphia;2005
Penggunaan flap dengan usus untuk operasi agenesis vagina diperkenalkan 100 tahun
yang lalu oleh Baldwin. Karena morbiditasnya tinggi penggunaan usus dalam sejarah
tidak dipergunakan lagi sebagai terapi pilihan utama. Tetapi keuntungan tehnik ini
memberikan hasil anastomosis yang baik. Dengan peningkatan tehnik anastomosis
colorektal, persiapan usus yang baik dan penggunaan antibiotik profilaksis sehingga
sekarang ini penggunaan graft sigmoid menjadi terapi pilihan pertama. Persiapan
mekanis usus (dengan polyethyleneglycol dan enema rektal) dimulai 36 jam sebelum
operasi. Antibiotik diberikan selama operasi dan dilanjutkan empat hari setelah
operasi. Prosedur operasi dengan tehnik insisi pfannensteil. Setelah memeriksa organ
genetalia interna, mobilitas dan panjang kolon, tanduk uterus yang rudimenter dan
bagian atas septum fibromuskuler dibuang. Kemudian sebuah saluran dibuat antara
vesika urinaria dan rektum dari kavum dauglas ke perineum. Perlukaan vesika
urinaria dan rektum dicegah dengan memasukkan ruang vestibuler dengan dilator
transparan yang bercahaya dari perineum. Langkah selanjutnya adalah
mempersiapkan kolon sigmoid secara Champeau. Setelah pengangkatan kolon
sigmoid, 15-20 cm diatas rectosigmoid junction. Kemudian segmen kolon dibawa
ke perineum melalui saluran antara vesika urinaria dan rektum. Dilakukan
anastomosis colovestibular dengan benang polyglactine 3.0 secara terputus. Ujung
neovagina dijahit pada fascia promontorium dengan benang polyester. Tindakan
diakhiri dengan penutupan mesosigmoid dan rongga abdomen.Kateter Foley
dipertahankan selama empat hari. Pada saat keluar dari rumah sakit pasien disarankan
untuk mencuci vagina dengan air setiap hari selama delapan minggu dan setelah itu
dilakukan setiap minggu.Kolon dan ileum dapat digunakan untuk pembuatan vagina
baru, akan tetapi kolon sigmoid lebih baik dari yang lain karena memiliki kriteria
sebagai berikut : Rawat J, Ahmed I, Pandey A, Khan TR, Singh S, Wakhlu A, Kureel
SN.
Vaginal agenesis : Experience with sigmoid colon neovaginoplasty. J
Indian Assoc Pediatr Surg 2010;15:19-22
Tidak satupun dari pasien mengeluh iritasi lokal, kekeringan atau nyeri saat
melakukan hubungan sex. Pengeluaran mukus yang banyak dilaporkan pada
bulan-bulan pertama dan berkurang setelah 3-4 bulan. Prolaps mukosa merupakan
salah satu komplikasi post operatif yang dapat ditangani pada kasus-kasus yang
sukses diterapi dengan eksisi. Fiksasi neovagina dengan sigmoid kepromontorium,
sakrum dan atau dinding pelvis dapat mengurangi komplikasi prolaps mukosa ini.
Rawat J, Ahmed I, Pandey A, Khan TR, Singh S, Wakhlu A, Kureel SN.
Vaginal agenesis : Experience with sigmoid colon neovaginoplasty. J
Indian Assoc Pediatr Surg 2010;15:19-22
Profil psikoseksual pada pasien, menurut penelitian Rawat dan kawan- kawan melalui
intervew menyampaikan semua pasien dapat menerima penampilan vaginanya. Dari 8
pasien yang diteliti, 7 pasien di follow up secara reguler, dua sudah aktif secara
seksual. Tidak ada satupun yang menderita komplikasi. Rawat J, Ahmed I, Pandey A,
Khan TR, Singh S, Wakhlu A, Kureel SN.
Vaginal agenesis : Experience with sigmoid colon neovaginoplasty. J
Indian Assoc Pediatr Surg 2010;15:19-22
Darai dan kawan kawan melakukan pembuatan vagina baru dengan laparoskopi
sigmoid colpoplasty. Sejak September 1995 sampai dengan November 2002 sebanyak
tujuh wanita dengan sindrom MRKH menjalani operasi pembuatan vagina. Hasilnya
rata-rata waktu operasi yang dibutuhkan adalah 312 menit (220-450 menit).
Komplikasi perioperatif berupa infeksi saluran kencing terhadap satu pasien, dan satu
pasien dengan hematom vulva yang tidak memerlukan drainase. Rata rata waktu
rawat adalah 7,7 hari (6-12 hari). Rata rata panjang vagina yang baru adalah 11,5 cm
(7-15 cm) dan tidak terjadi penyempitan selama pemantauan dengan dua jari tangan
dapat masuk kelubang vagina. Darai menyimpulkan pembuatan vagina baru dengan
laparoskopi sigmoid kolpoplasty dapat dikerjakan oleh dokter yang sudah
berpengalaman dibidang ginekologi dan gastrointestinal laparoskopi. Secara anatomi
dan fungsi menunjukkan hasil operasi yang baik. Darai E, Toullalan O, Besse O,
Potiron L, Delga P. Anatomic and
functional results of laparascopic-perineal neovagina construction by
sigmoid colpoplasty in women with Rokitansky’s syndrome. Human
Reproduction 2003;18(11):2454-2459
A horseshoe-shaped incision is made on the perineum and skin flaps from the labia
majora are used to create a pouch horizontal to the perineum. Although technically
simpler than the other two techniques, this method became less popular due to the
short length and unusual angle for coitus of the resulting
pouch.2 Emans SJ, Laufer MR, Goldstein DP. Pediatric and AdolescentGynecology.
5th ed. Lippincott Williams & Wilkins: Philadelphia;2005
Vecchietti procedure
The principle is to create a neovagina by gradual stretching of the vaginal skin. This is
one of the most popular techniques for surgical creation of a vagina and it is
performed in certain centres in the UK. The procedure involves placing an olive-
shaped bead onto the vaginal dimple, which is pulled up gradually by threads that run
through the olive from the perineum into the pelvis subperitoneally, across the
vesicorectal space and out through the abdomen, where they are attached to a traction
device placed suprapubically. Gradually increasing traction is applied to produce 1.0–
1.5 cm of invagination per day. It takes 7– 9 days to create the neovagina. The
dilating olive and the traction device are removed once the neovagina is at least 7–8
cm long. Once the neovagina is created it is maintained by using vaginal dilators or
by regular sexual activity. The traction can be completed as an outpatient. Fedele et
al reported anatomical success in 98% and functional success in 97% of 110 women
who underwent this procedure. Potential complications are visceral damage during
laparoscopy and an increased risk of stress urinary incontinence.. Fedele L, Bianchi S,
Frontino G, Fontana E, Restelli E, Bruni V. The laparoscopic Vecchietti’s modified
technique in Rokitansky syndrome: anatomic, functional and sexual long-term results.
Am J Obstet Gynecol 2008;198:377.e1–6.
Metode operasi Vecchietti diperkenalkan pertama kali oleh Giuseppe Vechieti tahun
1965. Metode ini diterima dengan baik oleh negara di Eropa untuk membuat
neovagina. Tetapi metode ini kurang terkenal pada negara-negara yang berbahasa
Inggris.1Instrumen Vecchieti terdiri dari alat traksi, pengait benang lurus dan
lengkung dan bahan akrilik berbentuk olive (buah Zaitun) ukuran 2,2 x 1,9 cm.
Operasi Vecchieti konvensional dilakukan melalui operasi transabdominal
dengan insisi Pfannensteil. Peritoneum yang menutupi vesikorektal junction
dibuka dan dipisahkan dengan antara vesika urinaria dengan rektum. Pengait
benang lurus dimasukkan dari abdomen melalui vesikorektal yang dibuat, menembus
pseudohimen pada perineum. Satu ujung benang polyglycolicacid nomor 2
dimasukkan pada mata pengait benang yang kemudian ditarik kedalam ruang
peritoneum. Olive kemudian diikat pada ujung luar perineum. Benang paralel kedua
dimasukan dengan cara yang sama. Sementara itu pengait benang lengkung yang
dimasukkan lateral dari otot rektus pada posisi subperitoneal sepanjang dinding
samping pelvis. Ujung benang dari perineum dimasukkan pada mata pengait lengkung
begitu ujung pengait terlihat dibawah peritoneum yang diinsisi. Pengait benang
kemudian dikeluarkan sambil menarik benang keluar dari permukaan kulit.
Peritoneum pada vesicorektal junction dan insisi pada abdomen ditutup. Alat traksi
diletakkan pada abdomen dan ujung benang dikait pada alat traksi. Metode operasi
Vecchietti konvensional dengan pendekatan transabdominal, sekarang diganti dengan
bantuan alat laparaskopi dengan masih menggunakan instrumen Vecchietti. Imparato
E, Alfei A, Aspesi G, Meus AL, Spinillo A. Long-term results of
sigmoid vaginoplasty in consecutive series of 62 patients. Int Urogynecol J
2007;18:1465-1469
Metode Vecchietti terdiri dari dua fase yaitu intraoperatif dan postoperatif. Fase
operatif melakukan pembedahan untuk menempatkan olive dan benang traksi.
Fase postoperatif adalah fase invaginasi yang membuat neovagina dengan
menggunakan tarikan konstan yang diteruskan melalui benang keolive yang ada
diperineum. Kecepatan invaginasi rata-rata 1,0-1,5cm/hari, yang menghasilkan
kedalaman neovagina 10-12 cm dalam 7-9 hari. Mobilisasi dini dianjurkan karena
kontraksi otot rektus akan memberikan tambahan tenaga tarikan. Semua pasien
diberikan alat penutup vagina sebelum dipulangkan dan diinstruksikan cara
penggunaannya. Imparato E, Alfei A, Aspesi G, Meus AL, Spinillo A. Long-term
results of
sigmoid vaginoplasty in consecutive series of 62 patients. Int Urogynecol J
2007;18:1465-1469
Gambar 4.11. Instrumen Vecchietti terdiri dari alat traksi Vecchietti, pengait
benang lurus dan melengkung, dilation olive Imparato E, Alfei A, Aspesi G, Meus
AL, Spinillo A. Long-term results of
sigmoid vaginoplasty in consecutive series of 62 patients. Int Urogynecol J
2007;18:1465-1469
Gambar 4.13. Posisi akhir metode Vecchietti. Dilation olive ditarik pada
psudohimen dan kedua benang traksi telah ditempatkan pada alat
traksi Imparato E, Alfei A, Aspesi G, Meus AL, Spinillo A. Long-term results of
sigmoid vaginoplasty in consecutive series of 62 patients. Int Urogynecol J
2007;18:1465-1469
Giannesi dan kawan kawan melaporkan hasil operasi dengan laparaskopi Davydof
terhadap 28 orang wanita dengan agenesis vagina yang berhubungan dengan agenesis
uterus atau hipoplasia. Ada tiga tahap operasi, dua tahap laparaskopi dan satu tahap
diperineal. Setelah operasi pasien diharuskan memakai mould atau dilator selama satu
bulan. Hasil operasi disimpulkan dengan menanyakan kenyaman seks setelah operasi
dengan menggunakan Female Seksual Function Index (FSFI). Pengukuran vagina
dilakukan dan didapatkan 26 dari 28 pasien mempunyai ukuran > 6 cm dengan rata-
rata panjang vagina 7.2±1.5 cm. Dari 28 pasien yang dioperasi 19 orang diantaranya
menunjukkan hasil yang sangat baik dan memuaskan. Giannesi A, Marchiole P,
Benchaib M, Measson MC, Mathevet P, Dargent
D. Sexuality after laparascopic Davydov in patients affected by congenital
complete vaginal agenesis associated with uterine agenesis or hypoplasia.
Human Reproduction 2005;20(10):2954-2957
Fedele dan kawan kawan menelitimukosa vagina yang baru terhadap 19 orang pasien
yang telah dilakukan laparoskopi vecchieti. Biopsi dilakukan pada bulan ke 12 sampai
18 setelah operasi. Pemeriksaan dilakukan dengan cahaya, elektron skaning dan
transmisi elektron mikroskop. Hasilnya didapatkan terdapat pengurangan
vaskularisasi pada mukosa vagina yang telah dilakukan laparoskopi vecchieti
dibandingkan dengan mukosa vagina yang normal. Ismail I, Cutner A, Creighton S.
Laparoscopic vaginoplasty: alternative
techniques in vaginal reconstruction. British Journal Obstetric 2006;340-
343
Sebuah silikon balon kateter dimasukkan oleh operator yang sudah berpengalaman
melalui transperitoneal dan melalui dinding pelvis dimana balon diposisikan pada
cekungan vagina. Secara perlahan tarikan dinaikkan 1-2 cm/hari melalui dinding perut
selama satu minggu dan dipakai alas berupa tiga buah DVD. Seiring dengan tarikan,
peningkatan kapasitas balon kateter 5 ml tiap hari juga dilakukan untuk mencapai luas
vagina yang diinginkan. Hubungan seks disarankan satu minggu setelah pembedahan.
Meskipun prosedur ini tampaknya mudah, namun pencapaian intraperitoneal
dilakukan secara buta sehingga resiko usus melingkari loop ataupun terjadi iritasi
peritoneum. Darwish AM. Balloon Vaginoplasty : A Revolutionary Approach for
Treating Vaginal Aplasia 2010;5(1):295-314
Gambar 4.15. Sebuah inserter didesain untuk memasukkan kateter 27
Gambar 4.16. Posisi pasien rekonstruksi vagina dengan balon kateter post operatif
John AR, Lesley LB, Surgery for Anomalies of the Mullerian Ducts. In:
Telinde’s Operative Gynecology,10th Edition Chapter 25.2008:1-128
Davydov procedure
A neovagina is created using the woman’s own peritoneum as lining. The procedure
involves dissection of rectovesical space, abdominal mobilisation of the peritoneum to
create vaginal fornices and attachment of the peritoneum to the introitus.
Postoperatively a vaginal mould is inserted for 6 weeks and regular vaginal dilators
are used until commencement of regular sexual activity.Good anatomical and
functional success is reported with this procedure.24 No major complications are
reported other than growth of granulation
tissue at the vaginal vault. The laparoscopic approach has the added benefit of clear
visualisation of the anatomy, a shorter hospital stay and less postoperative pain.
Reichman DE, Laufer MR. Mayer–Rokitansky–K¨uster–Hauser syndrome: fertility
counseling and treatment. Fertil Steril 2010;94:1941–3
Fertility options
The inability to reproduce is one of the most emotionally detrimental aspects of
MRKH syndrome. As the ovaries function normally, in vitro fertilisation and
surrogacy are possible ways of producing genetically related offspring using
thewoman’s own eggs. Transvaginal egg retrieval is challenging in some cases where
there is an artificially created vagina and abnormally positioned ovaries.
Transabdominal or, rarely, laparoscopic egg retrieval may be necessary. There is also
concern about transmitting the same congenital abnormality to the offspring. In a
study25 of 58 women with MRKH syndrome undergoing fertility treatment with
gestational surrogates, none of the 17 female children born had MRKH syndrome.
Adoption is another option.
Future prospects
Uterine transplantation may hold hope for these women in the future, as studies in
animals have been promising. One attempted uterine transplantation in humans has
been reported but was unsuccessful. Research is focusing on such novel therapies and
the genetic aetiology and pattern of inheritance of MRKH syndrome. Reichman DE,
Laufer MR. Mayer–Rokitansky–K¨uster–Hauser syndrome: fertility counseling and
treatment. Fertil Steril 2010;94:1941–3
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
2006
123–127, 2010.
Referensi