Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sindrom ovarium polikistik (SOP) merupakan penyebab anovulasi,
infertilitas dan hiperandrogenism pada wanita, terjadi sekitar 5-10 % pada wanita usia
reproduksi di dunia. Sindrom ini merupakan suatu kondisi yang kompleks disebabkan
oleh banyak faktor dan berhubungan dengan berbagai sektor yang mempengaruhi 68%
wanita usia subur. Etiopatogenesis belum diketahui dengan pasti. Kebanyakan kasus
berhubungan dengan obesitas, toleransi glukosa, diabetes tipe 2 dan sindrom metabolik.
Sindrom ini dapat meningkatkan resiko penyakit cardiovaskular dan kanker endometrial.
1,2
Diagnosis SOP dilakukan dengan 3 cara yang merupakan kombinasi dari
kelainan klinis, keadaan hormonal dan gambaran ultrasonografi. Selain adanya
gejala-gejala klasik, masih banyak kriteria diagnosis yang masih kontroversi dalam
menentukan adanya SOP. Di Eropa, diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan
morfologi ovarium secara USG transvaginal, sedangkan di Amerika Utara diagnosis lebih
ditujukan pada pemeriksaan biokimia, khususnya keadaan hiperandrogenemia. Dari
sekian banyaknya kriteria yang berbeda dalam menegakkan SOP, gabungan antara
temuan klinis, biokimia endokrin dan morfologi ovarium merupakan kriteria yang banyak

dianut.3,4
Ultrasonografi ovarium merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien
dengan kecurigaan SOP. Sejak ASRM/ESHRE (American Society for Reproductive
Medicine/European Society of Human Reproduction and Embryology) yang disponsori
oleh konferensi di Rotterdam tahun 2003, kriteria ultrasonografi ovarium polikistik
masuk dalam kriteria National Institutes of Health (NIH) bersama dengan
hiperandrogenism dan oligoanovulasi. Pada pemeriksaan ultrasonografi dapat
ditemukan pembesaran ovarium bilatertal diisi oleh banyak folikel primer yang tersusun

berderet-deret dalam 1-3 lapisan sel granulosa dibawah tunika albuginea.1,4

1
Kriteria ultrasonografi masih menjadi kontroversi, memiliki sensitivitas yang
rendah dimana 21-63% ovarium polikistik tampak pada wanita normal, sering ditemui
pada pemeriksaan rutin ultrasonografi dan tidak berhubungan dengan SOP. Tujuan dari
penulisan referat ini untuk mengetahui gambaran ultrasonografi SOP sehingga ahli

radiologis dapat memberikan informasi yang tepat kepada klinisi.1,

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi ovarium

Ovarium pada wanita dewasa berukuran sebesar ibu jari tangan, berbentuk elips
dengan axis panjang terletak vertikal. Pada wanita nulipara, ovarium terletak di
laterocaudal dinding pelvis yang disebut dengan fossa ovarium, bagian anterior dibatasi
oleh arteri umbilicalis, posterior dibatasi oleh ureter dan arteri iliaca interna, bagian
superior dibatasi oleh vena iliaca eksterna. Fimbria tuba falopi terletak di superior dan
lateral ovarium. Ovarium terletak pada lapisan belakang ligamentum latum dan lipatan
yang menghubungkan lapisan belakang ligamentum latum dengan ovarium dinamakan
mesovarium. Bagian bawah ovarium berkaitan dengan uterus oleh ligamentum
ovarium, sedangkan bagian atas berkaitan dengan dinding lateral pelvis oleh
ligamentum suspensori (infundibulopelvis). Ligamentum suspensori berisi pembuluh
darah ovarium dan nervus, ligamentum ini tidak kaku sehingga ovarium dapat sedikit

bergerak terutama pada wanita yang telah mengalami kehamilan (Gambar 1).6,7

Gambar : 1

Sebagian besar ovarium berada intraperitoneal dan tidak dilapisi oleh


peritoneum tetapi oleh sebuah lapisan sel kuboid atau kolumner yang disebut dengan
epitelium germinal yang akan berhubungan dengan peritoneum pada hilus ovarii.
Ovarium terdiri atas korteks pada bagian luar dan medula pada bagian dalam. Korteks
3
terdiri dari rangka interstitial atau stroma yang tersusun oleh serabut retikular dan sel
spindel. Korteks berisi folikel ovarium dan korpus luteum. Dibawah epitelium
germinal, jaringan konektivus korteks dipadatkan oleh kapsula fibrosa yang disebut
tunika albuginea (gambar 2). Medula memiliki volume yang lebih kecil dari korteks,

terdiri atas jaringan fibrosa dan pembuluh darah terutama vena.6,7

Gambar : 2
Pada wanita setiap bulan terdapat satu sampai dua folikel, berkembang
menjadi folikel de Graff. Folikel merupakan bagian terpenting ovarium dan ditemukan di
korteks ovarium dengan letak yang bervariasi dan dapat berupa folikel dengan berbagai
tingkat perkembangan. Folikel yang matang berisi likuor follikuli yang mengandung
estrogen dan siap untuk berovulasi.

2.2 Gambaran sonografi normal ovarium

Pada pemeriksaan sonografi ekostruktur bagian sentral ovarium tampak homogen


dan bagian medula tampak lebih ekogenik. Folikel kistik kecil dengan batas tegas yang
tampak anekoik dapat terlihat dibagian tepi korteks (gambar 3, 4). Gambaran ovarium
dapat berubah akibat usia dan pada siklus menstruasi. Ovarium normal memiliki

diameter 20- 30 mm dengan volume 3 6 cm3, jumlah folikel per ovarium sekitar

5- 12 dan stroma tampak isoekoik.6,8


Sebelum fase proliferasi awal, banyak folikel yang distimulasi oleh hormon
stimulasi folikel (FSH) dan luteinizing hormon (LH) dan ukuran folikel meningkat

4
pada hari 8 atau 9 pada siklus menstruasi. Pada waktu ini satu buah folikel akan menjadi
dominan,diperuntukkan untuk ovulasi dan terjadi peningkatan ukuran hingga 20 25
mm pada ovulasi. Folikel lainnya menjadi atretik. Kista folikuler berkembang jika cairan
pada folikel nondominan tidak di resorbsi. Setelah ovulasi, korpus luteum berkembang
dan tampak sebagai struktur hipoekoik atau isoekoik di bagian perifer ovarium. Korpus

luteum sulit dinilai sebelum menstruasi.6

Gambar : 3,4

2.3 Definisi
Pada tahun 1935, Stein dan Leventhal pertama kali menggambarkan kondisi
wanita dengan amenore, obesitas dan gejala maskulinisasi, yang sekarang dikenal
dengan sindrom polikistik ovarium (SOP), terkadang disebut juga dengan Stein
Leventhal sindrom. Pada tahun 1990, pertama kali definisi klinis dinyatakan secara
formal oleh National Institute of Child Health and Human Development yaitu kombinasi
antara hiperandrogen dan oligo-anovulasi dengan tidak adanya penyebab lain dari

infertilitas anovulasi (tabel 1).5,9Definisi klinis dari sindrom ovarium polikistik yang
diterima secara luas adalah suatu kelainan pada wanita yang ditandai dengan adanya
hiperandrogenisme dengan anovulasi kronik yang saling berhubungan dan tidak disertai
dengan kelainan pada kelenjar adrenal maupun kelenjar hipopisis.

5
2.4 Epidemiologi
SOP terjadi pada 6,6 % wanita usia subur dan mempengaruhi 4-5 juta wanita
usia subur di Amerika Serikat. Merupakan salah satu gangguan endokrin tersering pada
wanita. Dalam sebuah penelitian epidemiologi didapatkan sekitar 6,5-8% wanita usia
reproduksi dengan SOP berdasarkan temuan biokimia dan klinis. Sedangkan pada
penelitian yang berdasarkan temuan ultrasonografi didapatkan angka prevalensi 20 %
atau lebih. Dari tujuh juta wanita Canada berusia 15 dan 44 tahun terdapat 1,4 juta

wanita diduga memiliki sindrom ini.5,9

2.5 Patofisiologi
SOP merupakan suatu anovulasi kronik yang menyebabkan infertilitas dan bersifat
hiperandrogenik, di mana terjadi gangguan hubungan umpan balik antara pusat
(hipotalamus hipofisis) dan ovarium sehingga kadar estrogen selalu tinggi yang
mengakibatkan tidak pernah terjadi kenaikan kadar FSH yang cukup adekuat. Pada
tahun 1935, Stein dan Leventhal menyatakan secara histologi ovarium polikistik terdiri
atas theka yang prominen, penebalan jaringan fibrotik tunika albuginea dan folikel kistik

multipel.3,10
Fisiologi ovulasi harus dimengerti lebih dahulu untuk dapat mengetahui
mengapa SOP ini dapat menyebabkan infertilitas. Secara normal, kadar estrogen
mencapai titik terendah pada saat seorang wanita dalam keadaan menstruasi. Pada waktu
yang bersamaan, kadar LH dan FSH mulai meningkat dan merangsang pembentukan
folikel ovarium yang mengandung ovum. Folikel yang matang memproduksi hormon
androgen seperti testosteron dan androstenedion yang akan dilepaskan ke sirkulasi darah.
Beberapa dari hormon androgen tersebut akan berikatan dengan sex hormone binding
globulin (SHBG) di dalam darah. Androgen yang berikatan ini tidak aktif dan tidak
memberikan efek pada tubuh. Sedangkan androgen bebas menjadi aktif dan berubah
menjadi hormon estrogen di jaringan lunak tubuh. Perubahan ini menyebabkan kadar
estrogen meningkat, yang mengakibatkan kadar LH dan FSH menurun. Selain itu kadar
estrogen yang terus meningkat akhirnya menyebabkan lonjakan LH yang merangsang
ovum lepas dari folikel sehingga terjadi ovulasi. Setelah ovulasi terjadi luteinisasi
sempurna dan peningkatan tajam kadar progesteron yang diikuti penurunan kadar
estrogen, LH dan FSH. Progesteron akan mencapai puncak pada hari ke tujuh sesudah

ovulasi dan perlahan turun sampai terjadi menstruasi berikutnya (gambar 5).3
6
Pada SOP siklus ini terganggu. Karena adanya peningkatan aktivitas sitokrom p-
450c17 (enzim yang diperlukan untuk pembentukan androgen ovarium) dan terjadi juga
peningkatan kadar LH yang tinggi akibat sekresi gonadotropine releasing
hormone(GnRH) yang meningkat. Hal ini menyebabkan sekresi androgen dari ovarium
bertambah karena ovarium pada penderita sindrom ini lebih sensitif terhadap stimulasi
gonadotropin. Secara morfologi karakteristik ovarium polikistik adalah adanya
kegagalan dalam menseleksi folikel dominan dan terdapat akumulasi folikel antral
dengan ukuran 2-8 mm. Hal ini diasumsikan sebagai gambaran penghentian induksi
androgen pada perkembangan folikel. Peningkatan produksi androgen menyebabkan
terganggunya perkembangan folikel sehingga tidak dapat memproduksi folikel yang
matang. Hal ini mengakibatkan berkurangnya estrogen yang dihasilkan oleh ovarium dan
tidak adanya lonjakan LH yang memicu terjadinya ovulasi. Selain itu adanya resistensi
insulin menyebabkan keadaan hiperinsulinemia yang mengarah pada keadaan
hiperandrogen, karena insulin merangsang sekresi androgen dan menghambat
sekresi SHBG hati sehingga androgen bebas meningkat. Pada sebagian kasus diikuti

dengan tanda klinis akantosis nigrikans dan obesitas tipe android (gambar 6).3,5
Akibat adanya hiperandrogenemia yang berlangsung lama mengakibatkan
anovulasi kronik, sehingga dapat menyebabkan terjadi perubahan pada ovarium terjadi
pembesaran ovarium 2-3 kali lebih besar, penebalan tunika albugenia 2 kali normal,
stroma korteks menebal 1,3 kali normal, sedang stroma subkortikal menebal 5 kali
normal. Penebalan stroma ini diakibatkan oleh adanya hiperplasia sel theka interna dan
penebalan jumlah folikel yang berkembang dan atresia. Kadang kala ditemukan

hiperplasi hilus ovarium.4

Gambar : 5

7
2.6 Gejala Klinis

Gambaran klinis SOP sangat bervariasi. Wanita dengan sindrom ini sebagian
besar mengeluhkan infertilitas, menstruasi yang tidak teratur, hirsutism dan tanda
lainnya yang menunjukkan kelebihan androgen seperti akne dan alopesia. Kurang lebih
terdapat 17 % wanita usia reproduksi memiliki gejala klasik yang dihasilkan dari
produksi androgen yang berlebihan, abnormal sekresi gonadotropin dan anovulasi
kronik. Dipercayai bahwa resistensi insulin sebagai penyebab sentral dari sindrom ini.
Wanita dengan PCOS memiliki peningkatan resiko hipertensi, hiperlipidemia, diabetes

melitus tipe 2, penyakit arteri koronaria dan penyakit vaskuler serebral.5,9,11


Mayoritas wanita dengan SOP memiliki masalah kegemukan/obesitas dan
mengalami resistensi insulin. Obesitas dijumpai pada 50-60% penderita sindrom ini.
Pengukuran obesitas dengan menggunakan indeks massa tubuh (IMT), yaitu berat

badan/(tinggi badan)2 >25 kg/m2. Lemak tubuh yang berlebihan ini


memberi konsekuensi terjadinya resistensi insulin. Resistensi insulin dapat
menyebabkan keadaan hiperandrogen pada ovarium dengan akibat akan menghambat
perkembangan folikel dan memicu terjadinya siklus anovulatorik. Adanya gangguan haid
berupa tidak terjadinya haid minimal dalam waktu tiga bulan disebut amenorea,

sedangkan bila memiliki jarak menstruasi lebih dari 35 hari disebut oligomenorea.3,12
Kadar androgen yang tinggi menyebabkan pengeluaran sebum yang berlebihan
sehingga menyebabkan masalah pada kulit dan rambut. Pasien mengeluhkan seringnya
terjadi peradangan pada kulit akibat penyumbatan pori serta pertumbuhan rambut
pada tubuh yang berlebihan. Kelainan yang biasanya timbul adalah dermatitis seboroik,
hidradenitis supuratif, akantosis nigrikans dan kebotakan. Akantosis nigrikans selain
berhubungan dengan keadaan hiperandrogen juga terkait dengan adanya

hiperinsulinemia.3

2.7 Diagnosis

Terdapat tiga penelitian utama untuk mendiagnosis SOP, yaitu National Institute of
Health (NIH) tahun 1990, The Rotterdam ESRE/ASMR Consensus tahun 2003 dan AES
(Androgen Excess Society) tahun 2006/2009. ESRE/ASMR tahun 2012 menyatakan
diagnosis SOP pada remaja memerlukan banyak elemen pada konsensus Rotterdam
8
yaitu hisrsutism, disfungsi ovulasi, temuan ultrasonografi berupa ovarium polikistik.
Diagnosis SOP dibuat jika ditemukan 2 dari 3 kriteria dengan telah menyingkirkan
penyakit lain yang menyerupai gambaran SOP seperti penyakit tiroid, hiperprolaktin dan
nonklasik hiperplasia adrenal kongenital. Pada wanita dengan amenore dan penotip

yang lebih lanjut perlu di evaluasi untuk menyingkirkan sebab lainnya.2,13


Hiperandrogenism secara klinis menunjukkan hirsutism, jerawat dan alopesia
androgen. Hirsutism didefinisikan sebagai tumbuhnya bulu di tubuh yang berlebihan
seperti laki-laki. Secara biokimia hiperandrogen menunjukkan peningkatan level serum
androgen dan peningkatan serum T total maupun bebas. Terdapat variabilitas level T
dan standarisasi yang lemah pada penelitian sehingga sulit untuk mendefinisikan nilai

absolut untuk mendiagnosis SOP atau sebab lain dari hiperandrogen.13


Disfungsi ovulasi dapat berupa oligoovulasi atau anovulasi. Dikatakan anovulasi
jika siklus menstruasi terjadi kurang dari 21 hari atau siklus menstruasi yang jarang
dengan interval lebih dari 35 hari. Terkadang perdarahan pada anovulasi terjadi pada
interval normal (25-35 hari). Mendokumentasikan progestreon midluteal dapat

membantu mendiagnosis jika interval perdarahan tampak pada ovulasi normal.13


Gambaran morfologi SOP berupa adanya folikel berjumlah 12 atau lebih dengan

diameter 2-9 mm dan peningkatan volume ovarium lebih dari 10 cm3 (tanpa kista atau
folikel dominan) salah satu ovarium. Pada SOP, selalu dijumpai ovarium yang
membesar. Pembesaran ovarium ini dapat dengan mudah dideteksi dengan ultrasonografi
dengan kepekaan 95%. Pemeriksaan baku emas untuk menegakkan diagnosis sindrom ini

adalah laparoskopi.12,13
Analisa pemeriksaan hormonal untuk menentukan apakah itu LH, FSH, prolaktin,
atau testosteron, sangat tergantung dari gambaran klinis. Pada wanita dengan
amenorea, perlu dilakukan pengukuran kadar FSH dan prolaktin. Kadar FSH yang tinggi
mengambarkan adanya kegagalan ovarium, sedangkan kadar prolaktin yang tinggi
mengambarkan adanya tumor hipofisis (prolaktinoma). Bila ditemukan kadar FSH dan
prolaktin yang normal, perlu dilakukan USG dan uji dengan progesteron (uji P). Hasil uji
P akan menjadi negatif pada wanita dengan amenorea hipotalamik dan hasil
ultrasonografi menggambarkan adanya ovarium polikistik. SOP, hasil uji P

pada umumnya positif.12

9
Pada wanita dengan wajah dan badan yang ditumbuhi rambut
(hirsutism),dianjurkan melakukan pemeriksaan testosteron dan dehidroepiandosteron
sulfat (DEAS) untuk mengetahui apakah terdapat tumor di ovarium dan suprarenal.
Kadar DEAS yang tinggi menggambarkan adanya tumor di kelenjar suprarenal. Kadang-
kadang, perlu juga dilakukan pemeriksaan hormon 17-alfa hidroksi progesteron;
kadarnya yang tinggi menandakan adanya hiperplasia adrenal kongenital (defisiensi

enzim 21-hidroksilase).12

2.8 Ultrasonografi

Tujuan dari pencitraan SOP adalah untuk mengidentifikasi dan mendokumetasi


adanya ovarium polikistik. SOP merupakan suatu kumpulan gejala sehingga adanya
temuan ovarium polikistik saja tidak cukup untuk penegakan diagnosis. Pertemuan
ESHRE/ASRM pada tahun 2003 di Rotterdam menghasilkan kesepakatan definisi
ovarium polikistik dan ditegaskan lagi pada pertemuan Androgen Excess and PCOS
Society pada tahun 2009, yang kemudian hasil pertemuan di satukan dalam
pedoman American College of Obstetricians and Gynecologist. Definisi ovarium
polikistik terdiri dari 2 kriteria dasar yaitu volume ovarium dan jumlah folikel.
Dikatakan ovarium polikistik jika pada satu atau kedua ovarium terdapat folikel

berjumlah 12 atau lebih dengan ukuran diameter 2-9 mm dan volume ovarium > 10 cm3
(gambar 7). Jika hanya ditemukan pada salah satu ovarium dapat dikatakan sebagai
ovarium polikistik. Tidak seperti kriteria yang digunakan oleh adam dkk, penilaian
ekogenitas stroma dan distribusi folikel tidak digunakan. Batas nilai peningkatan
volume ovarium didasarkan pada hasil laporan volume ovarium polikistik

dibandingkan dengan rata-rata volume ovarium normal (< 10 cm3). Batas jumlah
folikel >12 folikel ovarium didasarkan pada temuan nilai sensitivitas 75 % dan

spesifisitas 99 % yang dibandingkan dengan polikistik dan normal.5,9

Ultrasonografi dilakukan pada fase awal folikuler, yaitu hari ke 3- 5 siklus


menstruasi. Pada wanita dengan siklus menstruasi yang tidak teratur (oligo atau
amenore) dapat dilakukan secara acak atau antara hari ke 3 dan 5 setelah progesteron
merangsang perdarahan. Perlu diketahui riwayat penggunaan kontrasepsi oral, karena
dapat menurunkan ukuran ovarium, dengan demikian akan menyebabkan penurunan
10
sensitivitas evaluasi ultrasonografi. Pada Rotterdam, definisi ovarium polikistik tidak
diberlakukan pada pasien yang mengkonsumsi kontrasepsi oral. Meskipun demikian, jika
ditemukan gambaran ovarium polikistik pada wanita yang menggunakan kontrasepsi
oral, laporan ultrasonografi berupa jumlah folikel dan volume ovarium dapat membantu

klinisi.5

2.9 Terapi

Penatalaksaan pertama pada pasien SOP dengan gejala hirsutism diberikan HCs
(kontrasepsi oral atau cincin vagina) dengan menyingkirkan kontraindikasi terlebih
dahulu. Terapi ini digunakan pada wanita yang belum menginginkan anak.
Kontrasepsi oral yang sering digunakan adalah jenis pil kombinasi yang mengandung
estrogen dan progesteron sintetik. Penggunaan kontrasepsi oral ini bertujuan untuk
menekan fungsi ovarium, sehingga sekresi hormon testosteron menurun. Komponen
estrogen yang terdapat dalam pil kontrasepsi akan memicu terjadinya produksi SHBG di
hati. Hormon SHBG yang tinggi tersebut akan mengikat lebih banyak lagi testosteron di
dalam darah. Komponen progesteron yang terdapat dalam kontrasepsi oral akan
mencegah terjadinya hiperplasia endometrium. Pada wanita dengan gejala dan tanda
hirsutism, lebih dianjurkan pemberian pil kontrasepsi yang mengandung hormon
antiandrogen siproteron asetat (SPA); siproteron asetat dapat juga diberikan tidak dalam
bentuk pil kombinasi. Siproteron asetat termasuk jenis hormon progestogen alamiah

yang sangat kuat efek antiandrogeniknya.12,13


Pengobatan utama pada semua wanita dengan sindrom ovarium polikistik yang
kegemukan adalah menurunkan berat badan. Terapi dapat dilakukan dengan olahraga
dan dengan diet rendah kalori. Penurunan berat badan sangat berguna untuk mengatasi
gangguan reproduksi dan disfungsi metabolik. Dengan penurunan berat badan maka
siklus menstruasi menjadi teratur, ovulasi dapat terjadi secara spontan dan dapat
mengurangi kejadian resistensi insulin. Bila dengan menurunkan berat badan tetap tidak
terjadi proses ovulasi, perlu diberi obat-obat pemicu ovulasi, seperti klomifen sitrat,
atau FSH murni. Pada semua wanita yang ingin mempunyai anak, pengobatannya adalah
pemberian obat-obat pemicu proses ovulasi. Namun, selama kadar LH masih tinggi, akan

sangat sulit terjadi proses ovulasi dan kehamilan.3,12,13

11
Pada SOP, perkembangan folikel dan ovulasi terganggu sehingga
terjadi infertilitas. Antiestrogen, dalam hal ini klomifen sitrat paling banyak dipakai,
merupakan pilihan pertama untuk menginduksi ovulasi. Strukturnya yang mirip dengan
estrogen menyebabkan klomifen sitrat mampu berikatan dengan reseptor estrogen dan
mempengaruhi aktivitas hipotalamus, sehingga meskipun kadar estrogen dalam darah
meningkat, tetapi karena kapasitas reseptor estrogen menurun maka sekresi GnRH
meningkat. Rangsangan GnRH dalam lingkungan estrogen yang tinggi menyebabkan

kelenjar hipofise lebih peka terutama dalam mensekresi FSH.3


Tindakan pembedahan atau operatif berupa eksisi baji sudah mulai ditinggalkan
dan diganti dengan tindakan elektrodiatermi pada setiap folikel yang terlihat (drilling).
Cara ini dapat dilakukan dengan teknik laparoskopi. Namun, dalam konteks terjadinya
proses kehamilan, ternyata tidak dijumpai perbedaan bermakna antara penggunaan
obat-obat pemicu proses ovulasi maupun penggunaan analog GnRH. Tindakan drilling
pada ovarium perempuan dengan SOP ini mulai diperdebatkan di kalangan ahli. Banyak
dilaporkan kasus menopause dini akibat kerusakan folikel saat tindakan drilling. Karena
itu, perlu kehati-hatian dan kompetensi operator yang cukup dalam melakukan tindakan
drilling ini. Cara lain untuk menekan produksi testosteron di folikel-folikel kecil ialah
dengan memberikan preparat analog GnRH yang mempunyai efek sangat kuat menekan
sintesis testosteron dan hampir tidak pernah menyebabkan komplikasi klinis berupa
menopause dini. Seorang perempuan yang didiagnosis mengalami menopause dini
sudah pasti akan sulit mendapatkan keturunan. Perempuan tersebut juga harus diberi

terapi sulih hormon jangka panjang, dengan risiko kanker payudara.12


Pada saat ini terapi alternatif yang lebih sering digunakan untuk SOP adalah
dengan senyawa sensitisasi insulin yaitu metformin dan troglitazon. Dengan terapi ini
diharapkan sensitifitas tubuh terhadap insulin meningkat, sehingga dapat memperbaiki
kelainan hormonal yang berhubungan dengan sindrom ini. Selain itu juga dapat
menurunkan berat badan dengan cara memperbaiki metabolisme gula di perifer,

meningkatkan penggunaan glukosa oleh usus dan menekan oksidasi asam lemak.3

12
BAB III
PENUTUP

Sindrom ovarium polikistik (SOP) merupakan penyebab anovulasi, infertilitas


dan hiperandrogenism pada wanita, terjadi sekitar 5-10 % pada wanita usia reproduksi
di dunia. Penegakan diagnosis didasarkan pada gabungan antara temuan klinis, biokimia
endokrin dan morfologi ovarium. Pada tahun 2012 , ESRE/ASMR menyatakan diagnosis
SOP memerlukan banyak elemen pada konsensus Rotterdam yaitu hirsutism, disfungsi

ovulasi, temuan ultrasonografi berupa ovarium polikistik.1,2


Ultrasonografi merupakan pemeriksaan noninvasif, mudah dan dapat dilakukan
pemeriksaan berulang. Efektif dalam menilai struktur folikel ovarium yang sangat
kompleks. Transabdominal ultrasonografi memperlihatkan gambar yang kurang baik
dibandingkan dengan transvaginal dan dalam menilai detail anatomi terdapat kesalahan
kurang lebih 42%. Data menunjukkan bahwa transvaginal ultrasonografi yang
menunjukkan gambaran ovarium polikistik dan tidak terdeteksi pada transabdominal
ultrasonografi hingga 30% wanita dengan SOP. Transabdominal ultrasonografi
bergantung pada lokasi anatomi ovarium, jaringan dan struktur organ serta ketebalan
jaringan, kondisi vesica urinaria (kosong atau penuh). Ovarium yang terletak di posterior,
jauh, rendah, aerocolia lokal atau tertutup jaringan lemak sulit untuk diperiksa.
Transvaginal ultrasonografi menghasilkan gambar yang lebih baik, tetapi tidak
dapat digunakan pada semua usia, berkaitan dengan ukuran alat, status membran himen
dan persetujuan pasien. Pada jalur transvaginal, probe berfrekuensi tinggi (> 6 MHz)
dengan resolusi ruang yang lebih baik sekalipun tanpa kedalaman uji, tetap dapat
digunakan. Hal ini disebabkan oleh posisi ovarium yang dekat dengan vagina dan uterus.
2,4,5,8
Dahulu terdapat 3 karakteristik ovarium polikistik yaitu pembesaran ovarium,
folikel kecil multipel yang terletak di perifer dan peningkatan ekogenitas stroma.
Pembesaran ovarium biasanya simetris dan bentuk ovarium berubah dari oval menjadi

bulat. Dikatakan meningkat bila volume ovarium terukur > 10 cm3. Volume ovarium
diukur dengan formula bangunan elips yaitu 0,5 x panjang x lebar x tebal. Batas
nilai peningkatan volume ovarium didasarkan pada hasil laporan volume ovarium

polikistik dibandingkan dengan rata-rata volume normal ovarium (< 10 cm3).


(Gambar 8)
13
Pembesaran volume ovarium saja tidak cukup sebagai paramater ovarium

polikistik, harus diikuti dengan temuan lainnya.5,8,9,14


Gambaran klasik string of pearls atau distribusi folikel di periferal disajikan
dalam berbagai literatur dan dikatakan sebagai tanda penting pada laporan radiologi
yang menunjukkan morfologi ovarium polikistik (gambar 9). Pada penelitian saat ini,
penentuan pola penyebaran folikel antar ahli radiologi sangat rendah. Hal ini disebabkan
karena penentuan distribusi sangat subjektif bergantung pada potongan ovarium. Saat
ini kriteria ovarium polikistik yang digunakan yaitu satu atau kedua ovarium terdapat
folikel berjumlah 12 atau lebih dengan ukuran diameter 2-9 mm. Dimana jumlah folikel
dihitung dengan menggunakan 2 potongan dan ukuran folikel terbesar harus diukur

dengan menggunakan 3 axis dan diukur diameter rata-rata folikel (gambar 10).5,9,10
Sejak pertama kali SOP didefinisikan oleh Stein-Leventhal, peningkatan
ekogenitas stroma telah digambarkan sebagai karakteristik SOP (gambar 11). Ekogenitas
ovarium polikistik yang meningkat merupakan ciri histologis kunci tetapi hal tersebut
merupakan suatu kajian subyektif yang dapat bervariasi, bergantung pada perangkat
atau mesin ultrasound dan kebiasaan pasien. Dikatakan ekogenitas stroma normal jika
kurang dari ekogenitas miometrium yaitu lebih hipoekoik atau isoekoik. Meskipun
banyak upaya untuk menghubungkan indeks kualitatif ekogenitas stroma dengan SOP,
ekogenitas intrinsik stroma ovarium SOP dengan ovarium normal tidak berbeda, kesan
subjektif peningkatan ekogenitas stroma terjadi akibat peningkatan volume stroma. Hal
ini menunjukkan peningkatan volume stroma berhubungan dengan kadar serum
androgen. Meskipun demikian tidak terdapat standarisasi metode mengukur volume
stroma. Karena volume ovarium berhubungan dengan volume stroma pada ovarium
polikistik dan lebih mudah dalam pengukuran, sehingga pengukuran volume ovarium

lebih dipercaya mewakili pengukuran stroma ovarium. 4,5,8,10


Terkadang ovarium polikistik sering dikelirukan dengan ovarium multisistik.
Istilah tersebut mungkin lebih baik diubah menjadi multifolikuler daripada multisistik.
Ovarium multifolikuler merupakan ovarium yang mengandung folikel ganda ( 6 folikel)
biasanya berdiameter 4-10 mm yang tersebar di ovarium, ukuran ovarium dapat normal,
sedikit membesar atau membesar dengan ekogenisitas normal. Hampir tidak terdapat data
histologis mengenai ovarium multifolikuler. Muncul atau terlihat selama masa pubertas,
dan pada para wanita yang sedang mengalami pemulihan amenore hipotalami,
kedua situasi tersebut terkait dengan pertumbuhan folikuler tanpa rekrutmen folikel
14
dominan yang konsisten. Dengan menggunakan kriteria ovarium polikistik konsensus
Roterdam hal ini sulit dibedakan karena letak folikel yang tersusun di tepi serta
ekogenitas stroma tidak digunakan. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, kebingungan
mungkin akan ditemui oleh para ultrasonografer, radiolog, dan ginekolog yang belum
berpengalaman sehingga mereka mungkin membutuhkan pertimbangan gambaran klinis

dan endokrinologi yang lebih jelas.4,5,10,15


Terdapat data yang menyatakan 23 % wanita usia reproduksi memiliki temuan
ovarium polikistik, tetapi hanya 5-10 % dari wanita tersebut memiliki gejala klasik SOP
seperti infertilitas, amenore, hirsutism atau obesitas. Tidak semua penderita SOP
menampilkan gejala klinis yang khas tergantung pada lamanya terjadi anovulasi sehingga
sangat berkaitan dengan kelainan hormonal terutama tinggi dan lama keadaan
hiperandrogenemia. Wanita dengan SOP terkadang memiliki siklus ovulasi yang normal.
Adanya folikel dominan yaitu folikel dengan diameter longitudinal, transversal dan
anteroposterior memiliki diameter rata-rata lebih dari 10 mm, atau korpus luteum dapat

meningkatkan volume ovarium antara 10 cm3. Adanya temuan ini ultrasonografi

diulangi sebelum siklus menstruasi selanjutnya.4,5


Dalam konsensus Rotterdam dikatakan ovarium polikistik jika didapat 12 atau

lebih folikel dengan diameter 2-9 mm dan peningkatan volume ovarium > 10 cm3. Dapat
dijumpai pada salah satu atau kedua ovarium. Jika didapatkan folikel dominan dengan
ukuran > 10 mm atau terdapat korpus luteum maka ultrasonografi diulangi lagi pada
siklus menstruasi selanjutnya. Kriteria ini tidak dapat digunakan pada wanita yang
menggunakan kontrasepsi oral karena ukuran ovarium akan berkurang. Meskipun
demikian, jika ditemukan gambaran ovarium polikistik pada wanita yang menggunakan
kontrasepsi oral, laporan ultrasonografi berupa jumlah folikel dan volume ovarium dapat
membantu klinisi. Wanita yang memiliki ovarium polikistik tetapi tidak memiliki
gangguan ovulasi maupun hiperandrogen tidak dapat dikatakan SOP. Ultrasonografi juga
dapat membantu dalam memprediksi hasil fertilitas pada pasien dengan SOP yaitu
respon terhadap terapi klomifen sitrat, resiko hiperstimulasi ovarium, dan pengambilan
keputusan maturasi in vitro oosit. Hal ini menunjukkan bahwa gambaran ovarium
polikistik dapat terlihat pada wanita yang sedang menjalani stimulasi ovarium dengan
IVF dengan tidak ada gejala khas SOP. Ultrasonografi juga dapat mengetahui

adanya hiperplasi endometrium.10

15
Salah satu parameter yang harus diperhatikan dalam penentuan SOP adalah
usia. SOP biasa terjadi disekitar usia menarke dan pada pubertas prematur. Evaluasi SOP
pada wanita remaja dan postmenepouse memiliki pertimbangan yang berbeda. Tidak
ada pernyataan yang tegas pada konsensus Rotterdam untuk indentifikasi ovarium
polikistik pada menepouse maupun wanita remaja. Sebelum konsensus Rotterdam,
ovarium polikistik juga dilaporkan pada wanita postmenepouse dan temuan ini
berhubungan dengan peningkatan konsentrasi serum testosteron dan trigliserid.
Ovarium polikistik pada wanita postmenepouse ditemukan volume ovarium lebih besar

(6,4 cm3 vs 3,7cm3) dan menunjukkan lebih banyak folikel (9 vs 1,7) dari ovarium
postmenepouse normal. Pada usia remaja ukuran kedua ovarium dapat lebih besar dari

10 cm3 yang berhubungan dengan SOP jika terjadi bersamaan dengan siklus
menstruasi yang tidak teratur. Multikistik ovarium merupakan gambaran umum

yang sering ditemukan pada usia remaja.5


Kombinasi ultrasound transvaginal dengan pengukuran colour Doppler dilakukan
untuk memberikan gambaran detail fenomena folikuler selama periode ovulasi dan
memungkinkan kajian aliran darah uterus untuk perkiraan reseptivitas endometrium.
Aliran darah stroma intra-uterus lebih tinggi secara signifikan pada ovarium polisistik
daripada ovarium normal. Indeks resistensi (RI) dan PI juga ditemukan lebih rendah
secara signifikan pada penderita sindrom ovarium polisistik daripada pasien-pasien
normal, dengan puncak kelajuan sistoliknya (peak systolic velocity/PSV) yang lebih
tinggi.

16
BAB IV
KESIMPULAN

Sindrom Ovarium Polikistik (SOP) merupakan kelainan pada wanita yang


ditandai dengan hiperandrogen, disfungsi ovulasi dan ovarium polikistik, tidak disertai
dengan kelainan pada kelenjar adrenal maupun kelenjar hipofisis. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan gabungan antara temuan klinis, biokimia endokrin dan ultrasonografi.
Ovarium polikistik baik ditegakkan dengan transvaginal ultrasonografi. Dikatakan
ovarium polikistik jika pada satu atau kedua ovarium terdapat folikel berjumlah 12 atau

lebih dengan ukuran diameter 2-9 mm dan volume ovarium > 10 cm3. Laporan hasil
ultrasonogafi harus spesifik dan harus mencakup volume ovarium, jumlah dan ukuran
folikel ovarium.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Jonard SC, et al. Policystic ovaries at ultrasound : normal variant or silent


polycistic ovary syndrome?. Ultrasound Obster Gynecol. 2012; 40 : 223-9

2. Cretu MS, Nechita A. Ovarian ultrasound imaging for polycystic ovary syndrome in
adolescents- types of approach. Fascicula XVII. 2013;1 : 127-32

3. Maharani L, Wratsangka R. Sindrom ovarium polikistik : permasalahan dan


penatalaksaan. Jurnal Kedokteran Trisakti. 2002; 21: 98-103

4. Djuwantoro T. Kajian diagnosis sindroma ovarium polikistik dengan ultrasonografi.


Dibacakan pada : Simposium dan Workshop Nasional Pertama : Sindroma Ovarium
Polikistik. Diselenggarakan oleh Jakarta Reproductive Endocrinology and Infertility
Center : Yasmin. Hotel Melineum Jakarta, 22-24 Agustus 2009

5. Lee TT, Rausch ME. Polycystic ovarian syndrome : role of imaging in


diagnosis.Radiographics. 2012; 32: 1643-57

6. Salem S. Gynecology. In : Rumack cm, et al, editors. Diagnostic ultrasound. Elsevier


Mosby; 2011. Pp : 548

7. Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.1999.


Pp : 13-4

8. Panchal S, Nagori CB. Baseline scan and Ultrasound Diagnostic of PCOS. Donald
School Journal of Ultrasound in Obstetrics and Gynecology. 2012;3: 290-9

9. Lujan ME, et al. Assessment of ultrasonographic features of polycystic ovaries is


associated with modest levels of inter-observer agreement. Journal of Ovarian Research.
2009; 2: 1-9.

18
10. Balen AH, et all. Ultrasound assessment of the polycystic ovary : international
concensus definition. Human Reproduction Update. 2003; 9 : 505-14

11. Dolz M, et all. Polycystic Ovarian Syndrome : Assesssment with Color Doppler
Angiography and Three-Dimensional Ultrasonography. Journal Ultrasound Medicine.
1999; 18:303-13

12. Baziad A. Sindrom ovarium polikistik dan penggunaan analog GnRH. Cermin
Dunia Kedokteran. 2012; 39: 573-4

13. Legro RS, et all. Diagnosis and Treatment of Polycystic Ovary Syndrome : An
Endocrine Society Clinical Practice Guideline. Journal of Clinical Endocrinology and
Metabolism. 2013 : 2013-350

14. Marrinan G. Imaging in policystic ovary disease (Cited : 2014, april 10). Available
from : http://emedicine.medscape.com/article/404754-overview#showall

15. Vlaisavjevic V, Dosen M. Clinical application of ultrasound in assessment of follicle


development and growth. Donald Scholl Journal of Ultrasound in Obstetrics and
Gynecology.2007;1:50-63.

19

Anda mungkin juga menyukai