Anda di halaman 1dari 46

BAB I PENDAHULUAN

Ovarium merupakan sumber hormonal wanita yang paling utama, sehingga mempunyai dampak kewanitaan dalam pengatur proses menstruasi. Ovarium terletak antara rahim dan dinding panggul, dan digantung ke rahim oleh ligamentum ovari propium dan ke dinding panggul oleh ligamentum infudibulo-pelvikum. Fungsinya sebagai tempat folikel, menghasilkan dan mensekresi estrogen dan progesteron. Fungsi ovarium dapat terganggu oleh penyakit akut dan kronis. Penyakit-penyakit tersebut yaitu gangguan menstruasi (dismenore dan amenore),

menopause prekoks, hipertikosis ovarium, infertilitas, kanker ovarium, adnexitis, sindroma ovarium polikistik (SOPK) dan lain-lain. Pada makalah ini akan dibahas gangguan ovarium yang berhubungan dengan gangguan menstruasi (dismenore dan amenore). Dismenore adalah rasa nyeri yang terjadi selama masa menstruasi. Kejadian dismenore berkisar 45% sampai 75% dari seluruh remaja perempuan pubertas, dimana ketidakhadiran di sekolah atau lingkungan kerja berkisar 13% sampai 51% dengan 5% sampai 14% ketidakhadiran tersebut disebabkan beratnya gejala yang terjadi.3 Studi epidemiologi di Mesir melaporkan kejadian dismenore pada 75% remaja perempuan pubertas dengan jumlah ketidakhadiran di sekolah sebesar 20,3% yang dihubungkan dengan beratnya gejala. Dismenore dibagi menjadi primer dan sekunder. Dismenore primer terjadi segera setelah menarche biasanya pada 6 sampai 12 bulan pertama dan selalu berhubungan dengan siklus ovulasi sedangkan dismenore sekunder adalah nyeri menstruasi yang berhubungan dengan kelainan patologis panggul. Beberapa literatur merekomendasikan

penggunaan obat analgesik, obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS), penghambat cyclo-oxygenase-2 (COX-2) dan oral kontrasepsi yang terbukti efektif dalam mengurangi rasa nyeri. Pengobatan seperti latihan

fisik, pemanasan daerah pelvis, intervensi tingkah laku, dan suplemen diet atau obat tradisional juga memberikan hasil yang memuaskan. Penggunaan obat tradisional atau tanaman obat salah satunya bisa digunakan pada penanganan gangguan ovarium khususnya pada gangguan menstruasi (dismenore dan amenore). Telah ditemukan beberapa tanaman yang memiliki efek sebagai dismenore dan amenore. Salah satunya yaitu kunyit yang farmakologinya. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengobatan pada gangguan ovarium dengan memanfaatkan tanaman obat sebagai alternatif pengobatannya. telah diteliti pula berbagai aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi dan Fisiologi Ovarium Ovarium merupakan salah satu organ sistem reproduksi wanita, yang berlokasi pada pelvis yang menyokong uterus menutupi dinding lateral pelvis, di belakang ligament dan bagian anterior dari rektum. Kedua ovarium terletak dikedua sisi uterus dalam rongga pelvis. Selama masa reproduksi ovarium mempunyai ukuran 4 x 2,5 x 1,5 cm (1).

Gambar 1. Anatomi ovarium Cited at 20-3-2010 (dikutip dari hhtp :// www.detak.org/about cancer.php?

Gambar 2. Alat reproduksi wanita ( dikutip dari : Junqueira LC, et al, In : Basic Histology, Text & Atlas, 11th ed. Mc graw LANGE 2005)

Sebuah ovarium terletak di kedua sisi uterus, di bawah dan di belakang tuba falopii. Dua ligamentum infundibulo pelvikum mengikat ovarium pada tempatnya, pada bagian mesovarium ligamentum latum uterus, memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis lateral kira-kira setinggi spina illiaka anterior superior, dan ligamentum ovarii propium, yang mengikat ovarium ke uterus. Pada palpasi, ovarium dapat digerakkan. Secara embriologi ovarium memiliki asal yang sama (homolog) dengan testis pada pria. Bentuk ovarium ialah oval dengan ukuran diameter 2- 4 cm, yang terhubung dengan uterus melalui lipatan peritoneum dari ligamentum latum dan ligamentum infundibulopelvikum ke sisi lateral dinding pelvis (1). Ovarium dilapisi oleh satu lapisan yang merupakan modifikasi macam-macam mesotelium yang dikenal sebagai epitel permukaan dan germinal. Stroma ovarium dibagi dalam region kortikal dan medullari, tapi batas keduanya tidak jelas. Stroma terdiri dari sel-sel spindel menyerupai fibroblast, biasanya tersusun berupa whorls atau storiform pattern. Sel-sel terdiri atas cytoplasmic lipid dan dikelilingi oleh suatu serat retikulin. Beberapa sel menyerupai gambaran seperti miofibroblastik dan

immunoreaktif dengan smooth muscle actin (SMA) dan desmin (1). Bagian korteks dilapisi suatu lapisan biasanya ditutupi oleh jaringan ikat kolagen yang aseluler. Folikel mempunyai tingkatan maturasi yang bervariasi di luar korteks. Setiap siklus menstruasi, satu folikel akan

berkembang menjadi suatu folikel grafian, yang mana akan berubah menjadi korpus luteum selama ovulasi (1). Medula ovarium disusun oleh jaringan mesenkim yang longgar dan terdiri dari kedua duktus (rete ovarii) dan small clusters yang bulat, sel epiteloid yang mengelilingi pembuluh darah dan pembuluh saraf (1,2). Ovarium mempunyai dua fungsi yaitu (1,2): 1. Menyimpan ovum (telur) yang dilepaskan satu setiap bulan. 2. Memproduksi hormon estrogen dan progesterone. Dua fungsi ovarium ialah menyelenggarakan ovulasi dan

memproduksi hormon steroid gonad. Saat lahir, ovarium wanita normal mengandung sangat banyak folikel primordial. Di antara interval selama masa suburnya (umumnya setiap bulan), satu atau lebih folikel matur dan mengalami ovulasi. Ovarium juga merupakan tempat utama produksi hormon seks steroid (estrogen, progesterone, dan androgen) dalam jumlah banyak yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan fungsi wanita normal. Oleh karena itu ovarium tidak dapat hanya dipandang sebagai organ endokrin yang statis pada ukuran serta fungsinya, namun dapat berkembang dan tergantung pada kekuatan perangsangan hormon gonadotropin. Gonad wanita adalah jaringan heterogen yang dapat berubah siklusnya (1,2). Saat ovulasi, ukuran ovarium dapat berubah menjadi dua kali lipat untuk sementara. Ovarium yang berbentuk oval ini memiliki konsistensi yang padat dan sedikit kenyal. Sebelum menarche, permukaan ovarium

licin. Setelah maturasi seksual (menarche), luka parut akibat ovulasi dan ruptur folikel yang berulang membuat permukaan ovarium menjadi lebih kasar. Ovarium terdiri dari dua bagian (1,2): 1. Korteks Ovarii Mengandung folikel primordial Berbagai fase pertumbuhan folikel menuju folikel degraf Terdapat korpus luteum dan albicantes 2. Medula Ovarii Terdapat pembuluh darah dan limfe Terdapat serat saraf

Ovarium terdiri dari 2 (dua) lapisan utama, yaitu : korteks bagian luar, dan medulla di bagian pusat. Bagian hilum adalah awal hubungan ovarium ke mesovarium yang mengandung saraf, pembuluh darah dan sel hilus. Oosit terdapat di dalam folikel yang terletak di bagian dalam korteks, menempel pada lapisan stromal. Bagian terluar korteks disebut tunica albuginea, bagian permukaannya adalah lapisan tunggal kuboidial epitelium disebut juga sebagai epitelium permukaan ovarium atau mesotelium ovarium. Dimana tipe epithelial ovarian carcinoma terjadi paling banyak, yaitu sekitar 90 % dari seluruh kanker ovarium pada wanita. Lapisan stromal tersusun dari jaringan penghubung dan sel

interstitial yang berasal dari sel mesenkim dan mempunyai kemampuan untuk merespon LH atau hCG dengan produksi androgen. Ovarium memiliki potensi untuk aktif dalam proses steroidogenesis atau untuk membentuk tumor. Sel-sel ini mirip dengan sel leydig penghasil testosteron di testis (1,2). Ovarium merupakan sumber hormonal wanita yang paling utama, sehingga mempunyai dampak kewanitaan dalam pengatur proses menstruasi. Ovarium terletak antara rahim dan dinding panggul, dan digantung ke rahim oleh ligamentum ovari propium dan ke dinding panggul oleh ligamentum infudibulo-pelvikum.Fungsinya sebagai tempat folikel, menghasilkan dan mensekresi estrogen dan progesteron. Fungsi ovarium dapat terganggu oleh penyakit akut dan kronis (1,2). II.2 Menstruasi (3) Menstruasi adalah perdarahan periodik dari uterus yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi secara berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium uterus. Fungsi menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara hipotalamus, hipofisis, dan ovarium dengan perubahan-perubahan terkait pada jaringan sasaran pada saluran reproduksi normal, ovarium memainkan peranan penting dalam proses ini, karena tampaknya bertanggung jawab dalam pengaturan perubahan-perubahan siklik

maupun lama siklus menstruasi.

Ovarium menghasilkan hormon steroid, terutama estrogen dan progesteron. Beberapa estrogen yang berbeda dihasilkan oleh folikel ovarium, yang mengandung ovum yang sedang berkembang dan oleh selsel yang mengelilinginya. Estrogen ovarium yang paling berpengaruh adalah estradiol. Estrogen bertanggung jawab terhadap perkembangan dan

pemeliharaan organ-organ reproduktif wanita dan karakteristik seksual sekunder yang berkaitan dengan wanita dewasa. Estrogen memainkan peranan penting dalam perkembangan payudara dan dalam perubahan siklus bulanan dalam uterus. Progesteron juga penting dalam mengatur perubahan yang terjadi dalam uterus selama siklus menstruasi.

Progesteron merupakan hormon yang paling penting untuk menyiapkan endometrium yang merupakan membran mukosa yang melapisi uterus untuk implantasi ovum yang telah dibuahi. Jika terjadi kehamilan sekresi progesteron berperan penting terhadap plasenta dan untuk

mempertahankan kehamilan yang normal. Sedangkan endrogen juga dihasilkan oleh ovarium, tetapi hanya dalam jumlah kecil. Hormon endrogen terlibat dalam perkembangan dini folikel dan juga

mempengaruhi libido wanita. Menstruasi disertai ovulasi terjadi selang beberapa bulan sampai 23 tahun setelah menarche yang berlangsung sekitar umur 17-18 tahun. Dengan memperhatikan komponen yang mengatur menstruasi dapat dikemungkakan bahwa setiap penyimpangan system akan terjadi

penyimpangan

pada

patrum

umun

menstruasi.

Pada

umumnya

menstruasi akan berlangsung setiap 28 hari selama 7 hari. Lama perdarahannya sekitas 3-5 hari dengan jumlah darah yang hilang sekitar 30-40 cc. Puncak pendarahannya hari ke-2 atau 3 hal ini dapat dilihat dari jumlah pemakaian pembalut sekitar 2-3 buah. Diikuti fase proliferasi sekitar 6-8 hari. Bagian-bagian Siklus Menstruasi 1. Siklus Endomentrium Siklus endometrium menurut Bobak (2004), terdiri dari empat fase, yaitu: a. Fase menstruasi Pada fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus dengan disertai pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya stratum basale. Rata-rata fase ini berlangsung selama lima hari (rentang 3-6 hari). Pada awal fase menstruasi kadar estrogen, progesteron, LH (Lutenizing Hormon) menurun atau pada kadar terendahnya selama siklus dan kadar FSH (Folikel Stimulating Hormon) baru mulai meningkat. b. Fase proliferasi Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan cepat yang berlangsung sejak sekitar hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid, misalnya hari ke-10 siklus 24 hari, hari ke-15 siklus 28 hari, hari ke-18 siklus 32 hari. Permukaan endometrium secara lengkap kembali normal sekitar empat hari atau menjelang perdarahan berhenti. Dalam fase ini

endometrium tumbuh menjadi setebal 3,5 mm atau sekitar 8-10 kali lipat dari semula, yang akan berakhir saat ovulasi. Fase proliferasi tergantung pada stimulasi estrogen yang berasal dari folikel ovarium. c. Fase sekresi/luteal Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari sebelum periode menstruasi berikutnya. Pada akhir fase sekresi, endometrium sekretorius yang matang dengan sempurna mencapai ketebalan seperti beludru yang tebal dan halus. Endometrium menjadi kaya dengan darah dan sekresi kelenjar. d. Fase iskemi/premenstrual Implantasi atau nidasi ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7 sampai 10 hari setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan dan implantasi, korpus luteum yang mensekresi estrogen dan progesteron menyusut. Seiring penyusutan kadar estrogen dan progesteron yang cepat, arteri spiral menjadi spasme, sehingga suplai darah ke endometrium fungsional terhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan fungsional terpisah dari lapisan basal dan perdarahan menstruasi dimulai. 2. Siklus Ovulasi Ovulasi merupakan peningkatan kadar estrogen yang menghambat pengeluaran FSH, kemudian hipofise mengeluarkan LH (lutenizing hormon). Peningkatan kadar LH merangsang pelepasan oosit sekunder dari folikel. Folikel primer primitif berisi oosit yang tidak matur (sel primordial). Sebelum ovulasi, satu sampai 30 folikel mulai matur didalam

ovarium dibawah pengaruh FSH dan estrogen. Lonjakan LH sebelum terjadi ovulasi mempengaruhi folikel yang terpilih. Di dalam folikel yang terpilih, oosit matur dan terjadi ovulasi, folikel yang kosong memulai berformasi menjadi korpus luteum. Korpus luteum mencapai puncak aktivitas fungsional 8 hari setelah ovulasi, dan mensekresi baik hormon estrogen maupun progesteron. Apabila tidak terjadi implantasi, korpus luteum berkurang dan kadar hormon menurun. Sehingga lapisan fungsional endometrium tidak dapat bertahan dan akhirnya luruh. 3. Siklus Hipofisis-hipotalamus Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen dan progesteron darah menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah dalam darah ini menstimulasi hipotalamus untuk mensekresi gonadotropin realising hormone (Gn-RH). Sebaliknya, Gn-RH menstimulasi sekresi folikel stimulating hormone (FSH). FSH menstimulasi perkembangan folikel de graaf ovarium dan produksi estrogennya. Kadar estrogen mulai menurun dan Gn-RH hipotalamus memicu hipofisis anterior untuk mengeluarkan lutenizing hormone (LH). LH mencapai puncak pada sekitar hari ke-13 atau ke-14 dari siklus 28 hari. Apabila tidak terjadi fertilisasi dan implantasi ovum pada masa ini, korpus luteum menyusut, oleh karena itu kadar estrogen dan progesteron menurun, maka terjadi menstruasi.

Gambar 3. Siklus Menstruasi

II.3 Dismenore II.3.1 Pengertian Dismenore (4,5) Dismenore adalah nyeri di perut bagian bawah ataupun di pungung bagian bawah akibat dari gerakan rahim yang meremas remas (kontraksi) dalam usaha untuk mengeluarkan lapisan dinding rahim yang terlepas. Dismenore adalah nyeri saat haid yang terasa di perut bagian bawah dan muncul sebelum, selama atau setelah menstruasi. Nyeri dapat bersifat kolik atau terus menerus. II.3.2 Klasifikasi Dismenore (5,6) Nyeri haid dapat digolongkan berdasarkan jenis nyeri dan ada tidaknya kelainan yang dapat diamati. Berdasarkan jenis nyeri, nyeri haid dapat dibagi menjadi, dismenore spasmodik dan dismenore kongestif.

a. Nyeri Spasmodik Nyeri spasmodik terasa di bagian bawah perut dan berawal sebelum masa haid atau segera setelah masa haid mulai. Banyak perempuan terpaksa harus berbaring karena terlalu menderita nyeri itu sehingga ia tidak dapat mengerjakan apa pun. Ada di antara mereka yang pingsan, merasa sangat mual, bahkan ada yang benar-benar muntah. Kebanyakan penderitanya adalah perempuan muda walaupun dijumpai pula pada kalangan yang berusia 40 tahun ke atas. Dismenore spasmodik dapat diobati atau paling tidak dikurangi dengan lahirnya bayi pertama walaupun banyak pula perempuan yang tidak mengalami hal seperti itu. b. Nyeri Kongestif Penderita dismenore kongestif yang biasanya akan tahu sejak berhari-hari sebelumnya bahwa masa haidnya akan segera tiba. Dia mungkin akan mengalami pegal, sakit pada buah dada, perut kembung tidak menentu, beha terasa terlalu ketat, sakit kepala, sakit punggung, pegal pada paha, merasa lelah atau sulit dipahami, mudah tersinggung, kehilangan keseimbangan, menjadi ceroboh, terganggu tidur, atau muncul memar di paha dan lengan atas. Semua itu merupakan simptom pegal menyiksa yang berlangsung antara 2 dan 3 hari sampai kurang dari 2 minggu. Proses menstruasi mungkin tidak terlalu menimbulkan nyeri jika sudah berlangsung. Bahkan setelah hari pertama masa haid, orang yang menderita dismenore kongestif akan merasa lebih baik.

Sedangkan berdasarkan ada tidaknya kelainan atau sebab yang dapat diamati, nyeri haid dapat dibagi menjadi, dismenore primer dan dismenore sekunder. a. Dismenore Primer Nyeri haid primer didefinisikan sebagai nyeri kram yang berulang yang terjadi saat menstruasi tanpa ada kelainan patologik pada pelvis. Nyeri haid sekunder adalah nyeri saat haid yang didasari oleh adanya kelainan patologik pada pelvis, contohnya endometriosis. Nyeri haid primer mulai saat usia remaja, saat dimana siklus ovulasi mulai teratur. Penyebab nyeri haid primer sampai saat ini masih belum jelas, tetapi beberapa teori menyebutkan bahwa kontraksi miometrium akan

menyebabkan iskemia pada uterus sehingga menyebabkan rasa nyeri. Kontraksi miometrium tersebut disebabkan oleh sintesis prostaglandin. Prostaglandin disebut dapat mengurangi atau menghambat sementara suplai darah ke uterus yang menyebabkan uterus mengalami kekurangan oksigen sehingga menyebabkan kontraksi miometrium dan terasa nyeri. Gejala dari nyeri haid primer berupa rasa nyeri di perut bagian bawah, menjalar ke daerah pinggang dan paha. Kadang-kadang disertai mual, muntah, diare, sakit kepala dan emosi yang labil. Nyeri timbul sebelum haid dan berangsur hilang setelah darah haid keluar. Penanganan awal pada penderita nyeri haid pimer adalah dengan memberikan obat-obatan penghilang rasa nyeri dan sebesar 80% penderita mengalami penurunan rasa nyeri haid setelah minum obat

penghambat prostaglandin. Obat-obatan anti inflamasi golongan nonsteroid seperti ibuprofen, naproksen, asam mefenamat dan aspirin banyak digunakan sebagai terapi awal untuk nyeri haid. Tetapi obat-obatan tersebut memiliki efek samping gangguan gastrointestinal seperti nausea, dispepsia dan muntah-muntah. Dismenore primer didefinisikan sebagai rasa sakit berupa kram mentruasi tanpa ada bukti patologis. Bila kita merujuk dari persentase nyeri selama menstruasi maka persentasenya adalah 5 10% dari remaja akhir atau usia 20 tahun yang menderita dismenore primer dalam waktu singkat setiap bulannya. Nyerinya bisa rendah, menengah, berturut-turut, kram pelviks, dan nyerinya menjalar ke belakang atau sebelah dalam paha. Kram dapat terjadi dalam satu atau beberapa hari disertai mual, diare, sakit kepala dan kemerahan pada wajah. Uterus mengalami vasokontriksi, anoreksia kontraksi terus menerus karena prostaglandin PGF2 dan PGF2. Pada sebagian wanita dengan dismenore primer, terjadi peningkatan sekresi endometrial dari menstruasi dari prostaglandin F2 (PGF2) selama fase menstruasi. Pelepasan prostaglandin ke cairan menstruasi tejadi secara sehingga berkesinambungan jumlah cairan ataupun tidak ataupun

berkesinambungan

menstruasi

prostaglandin bervariasi. Intensitas kram dan gejala dismenore sebanding dengan jumlah dilepaskannya PGF2. Radikal bebas oksigen dan terbentuknya dismenorea primer sangat berkaitan dengan kontraksi arteri dari otot polos uterus ketika uterus

terkompresi, iskemik otot sehingga menghasilkan lebih banyak radikal bebas oksigen mencari klorin superoxid dismutase. Dismenorea primer hampir selalu terjadi saat siklus ovulasi (ovulatory cycles) dan biasanya muncul dalam 6-12 bulan setelah menarche (haid pertama). Pada dismenorea primer klasik, nyeri dimulai bersamaan dengan onset haid (atau hanya sesaat sebelum haid) dan bertahan/menetap selama 1-2 hari. Nyeri dideskripsikan sebagai

spasmodik pada perut bagian bawah yang menyebar ke bagian belakang (punggung) atau anterior dan/atau medial paha. b. Dismenore Sekunder Dismenore sekunder adalah nyeri haid yang disertai kelainan anatomis genitalis. Tanda tanda klinik dari dismenore sekunder adalah endometriosis, radang pelvis, fibroid, adenomiosis, kista ovarium dan kongesti pelvis. Umumnya, dismenore sekunder tidak terbatas pada haid, kurang berhubungan dengan hari pertama haid, terjadi pada perempuan yang lebih tua (tiga puluhan atau empat puluhan tahun) dan dapat disertai dengan gejala yang lain (dispareunia, kemandulan dan perdarahan yang abnormal).

Perbedaan gambaran klinis dismenore primer dan sekunder

II.3.3 Patofisiologi Dismenore (5,6,7) Dismenore primer adalah rasa nyeri yang terjadi selama masa menstruasi dan selalu berhubungan dengan siklus ovulasi. Hal ini disebabkan oleh kontraksi dari miometrium yang diinduksi oleh

prostaglandin tanpa adanya kelainan patologis pelvis. Pada remaja dengan dismenore primer akan dijumpai peningkatan produksi

prostaglandin oleh endometrium. Pelepasan prostaglandin terbanyak selama menstruasi didapati pada 48 jam pertama dan berhubungan dengan beratnya gejala yang terjadi. Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan beratnya gejala dismenore adalah usia yang lebih muda saat terjadinya menarche, periode menstruasi yang lebih lama, banyaknya darah yang keluar selama menstruasi, perokok, riwayat keluarga dengan dismenore. Obesitas dan penggunaan alkohol juga dihubungkan dengan terjadinya dismenore primer.

Prostaglandin F2 (PGF2) adalah perantara yang paling berperan dalam terjadinya dismenore primer. Prostaglandin ini merupakan stimulan kontraksi miometrium yang kuat serta efek vasokontriksi pembuluh darah. Peningkatan PGF2 dalam endometrium diikuti dengan penurunan progesteron pada fase luteal membuat membran lisosomal menjadi tidak stabil sehingga melepaskan enzim lisosomal. Pelepasan enzim ini menyebabkan pelepasan enzim phospholipase A2 yang berperan pada konversi fosfolipid menjadi asam arakidonat. Selanjutnya menjadi PGF2 dan prostaglandin E2 (PGE2) melalui siklus endoperoxidase dengan perantara prostaglandin G2 (PGG2) dan prostaglandin H2 (PGH2). Peningkatan kadar prostaglandin ini mengakibatkan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus yang berlebihan sehingga menyebabkan nyeri pada saat menstruasi. Hubungan antara prostaglandin, aktivitas miometrium, iskemik uterus dengan terjadinya nyeri dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 4. Patofisiologi Dismenore

II.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dysmenorrhea (5) a. Prostaglandin Prostaglandin adalah komponen mirip hormon yang berfungsi sebagai mediator dari berbagai respon fisiologis seperti inflamasi, kontraksi otot, dilatasi pembuluh darah, dan agregasi platelet.

Prostaglandin terbentuk dari asam lemak tak jenuh yang disintesis oleh seluruh sel yang ada dalam tubuh. Setelah ovulasi terjadi penumpukan asam lemak pada bagian fosfolipid dalam sel membran. Tingginya asupan asam lemak omega 6 pada diet menyebabkan meningkatnya kadar asam lemak omega 6 pada bagian fosfolipid dinding sel. Pada saat kadar progesteron menurun sebelum haid, asam lemak omega 6 tersebut yaitu asam arakhidonat dilepaskan dan mengalami reaksi berantai menjadi prostaglandin dan leukotrien, yang diawali di uterus. Prostaglandin dan leukotrien menyebabkan respon inflamasi, yang akan menimbulkan spasme otot uterus dan keluhan sistemik seperti mual, muntah, perut kembung dan sakit kepala. PGF2 merupakan hasil metabolisme dari asam arakhidonat oleh enzim siklooksigenase, menyebabkan

vasokontriksi dan kontraksi dari miometrium, yang menyebabkan iskemik dan rasa nyeri. Sebuah studi menunjukkan berbagai variasi kadar prostaglandin pada saluran reproduksi wanita mempengaruhi regresi korpus luteum dan peluruhan endometrium. prostaglandin juga mempengaruhi efek LH saat ovulasi.

Ditemukan ada hubungan antara keluhan nyeri haid dan produksi prostaglandin serta adanya substansi dalam darah menstruasi yang menstimulasi kontraksi otot polos uterus. Substansi tersebut mengandung PGF2 dan PGE2, dimana rasio PGF2 /PGE2 lebih tinggi dalam endometrium dan darah menstruasi wanita yang mengalami nyeri haid primer. PGF2 dan PGE2 memiliki efek vaskuler yang berlawanan, yang menyebabkan vasokontriksi dan vasodilatasi. Pemberian PGF2

merangsang kontraksi uterus selama seluruh fase siklus haid, sedangkan PGE2 menghambat kontraktilitas miometrium selama haid dan

merangsangnya saat fase proliferatif dan fase luteal. Wanita dengan nyeri haid menunjukkan peningkatan konsentrasi PGF2 dan metabolitnya dalam darah menstruasi dan sirkulasi perifer. Hal ini semakin memperkuat hipotesis bahwa nyeri haid berhubungan dengan hipertonisitas dari miometrium yang disertai dengan iskemi uteri yang disebabkan pelepasan lokal prostaglandin. Lepasnya prostaglandin dari uterus ke sirkulasi sistemik

mengakibatkan efek sistemik seperti gangguan gastrointestinal, lesu, pusing dan sakit kepala. Teori tersebut didukung oleh beberapa penemuan yaitu : Tingginya kadar prostaglandin terutama PGF2 selama fase sekresi dibandingkan fase proliferasi pada siklus menstruasi.

Tingginya kadar prostaglandin dan rasio PGF2 / PGE2 yang ditemukan dalam endometrium dan darah menstruasi wanita dengan nyeri haid. Pemberian prostaglandin menimbulkan keluhan yang sama dengan nyeri haid. Pemberian penghambat prostaglandin dapat mengurangi keluhan nyeri haid. Sejak ovulasi dianggap mengawali kejadian nyeri haid primer, hormon-hormon ovarium dianggap terlibat dalam produksi prostaglandin dalam jumlah besar. Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa aksi prostaglandin dalam uterus tergantung pada kadar hormon progesteron, dimana tingginya kadar progesteron menyebabkan uterus resisten terhadap stimulasi prostaglandin dan saat awal menstruasi kadar progesteron yang rendah menyebabkan uterus tidak resisten terhadap kadar prostaglandin sehingga menyebabkan nyeri haid. Salah satu produk sampingan metabolisme dari prostaglandin adalah malondialdehid yang juga disangkakan mengalami peningkatan kadarnya dalam kejadian dismenore primer. b. Hormon Steroid Seks Nyeri haid primer hanya terjadi pada siklus ovulatorik. Nyeri haid hanya timbul bila uterus berada dibawah pengaruh progesteron. Sedangkan sintesis prostaglandin berhubungan dengan fungsi ovarium. Kadar progesteron yang rendah akan menyebabkan terbentuknya

prostaglandin dalam jumlah yang banyak. Kadar progesteron yang rendah akibat regresi korpus luteum menyebabkan terganggunya stabilitas membran lisosom dan juga meningkatkan pelepasan enzim fosfolipase A2 yang berperan sebagai katalisator dalam sintesis prostaglandin melalui perubahan fosfolipid menjadi asam arakhidonat. Kadar estradiol wanita yang menderita dismenore lebih tinggi dibandingkan wanita normal. Peningkatan kadar estradiol dalam darah vena uterina dan vena ovarika disertai juga dengan peningkatan kadar PGF2 yang tinggi dalam endometrium. c. Sistem Saraf Uterus dipersarafi oleh sistem saraf otonom (SSO) yang terdiri dari sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Nyeri haid ditimbulkan oleh ketidakseimbangan pengendalian SSO terhadap miometrium. Pada keadaan ini terjadi perangsangan yang berlebihan oleh saraf simpatik sehingga serabut-serabut sirkuler pada ismus dan ostium uteri internum menjadi hipertonik. d. Psikis Semua nyeri tergantung pada hubungan susunan saraf pusat, khususnya talamus dan korteks. Derajat penderitaan yang dialami akibat rangsang nyeri tergantung pada latar belakang pendidikan penderita. Pada nyeri haid, faktor pendidikan dan faktor psikis sangat berpengaruh, nyeri dapat dibangkitkan atau diperberat oleh keadaan psikis penderita. Seringkali nyeri haid hilang segera setelah perkawinan dan melahirkan.

Mungkin kedua keadaan tersebut (perkawinan dan melahirkan) membawa perubahan fisiologik pada genitalia maupun perubahan psikik. II.3.5 Faktor Resiko Dysmenorrhea (5,6) Faktor resiko terjadinya disminore adalah : a. Menarche pada usia lebih awal Menarche pada usia lebih awal menyebabkan alat-alat reproduksi belum berfungsi secara optimal dan belum siap mengalami perubahanperubahan sehingga timbul nyeri ketika menstruasi. b. Belum pernah hamil dan melahirkan Perempuan yang hamil biasanya terjadi alergi yang berhubungan dengan saraf yang menyebabkan adrenalin mengalami penurunan, serta menyebabkan leher rahim melebar sehingga sensasi nyeri haid berkurang bahkan hilang. c. Lama menstruasi lebih dari normal (7 hari) Lama menstruasi lebih dari normal (7 hari), menstruasi

menimbulkan adanya kontraksi uterus, terjadi lebih lama mengakibatkan uterus lebih sering berkontraksi, dan semakin banyak prostaglandin yang dikeluarkan. Produksi prostaglandin yang berlebihan menimbulkan rasa nyeri, sedangkan kontraksi uterus yang turus menerus menyebabkan suplai darah ke uterus terhenti dan terjadi disminore. d. Umur Perempuan semakin tua, lebih sering mengalami menstruasi maka leher rahim bertambah lebar, sehingga pada usia tua kejadian disminore

jarang ditemukan. Wanita yang mempunyai resiko menderita disminore primer adalah: e. Mengkomsumsi alkohol Alkohol merupakan racun bagi tubuh kita, dan hati

bertanggungjawab terhadap penghancur estrogen untuk disekresi oleh tubuh. Fungsi hati terganggu karena adanya komsumsi alkohol yang terus menerus, maka estrogen tidak bisa disekresi dari tubuh, 16

akibatnya estrogen dalam tubuh meningkat dan dapat menimbulkan gangguan pada pelvis f. Perokok Merokok dapat meningkatkan lamanya mensruasi dan

meningkatkan lamanya disminore. g. Tidak pernah berolah raga Kejadian disminore akan meningkat dengan kurangnya aktifitas selam menstruasi dan kurangnya olah raga, hal ini dapat menyebabkan sirkulasi darah dan oksigen menurun. Dampak pada uterus adalah aliran darah dan sirkulasi oksigen pun berkurang dan menyebabkan nyeri. h. Stres Stres menimbulkan penekanan sensasi saraf-saraf pinggul dan otot-otot punggung bawah sehingga menyebabkan disminore. II.3.6 Gejala Dysmenorrhea (6,7) Dismenore menyebabkan nyeri pada perut bagian bawah, yang bisa menjalar ke punggung bagian bawah dan tungkai. Nyeri dirasakan sebagai kram yang hilang-timbul atau sebagai nyeri tumpul yang terus menerus ada. Biasanya nyeri mulai timbul sesaat sebelum atau selama menstruasi, mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam dan setelah 2 hari akan menghilang. Dismenore juga sering disertai oleh sakit kepala, mual, sembelit atau diare dan sering berkemih. Kadang sampai terjadi muntah. Gejala dismenore dapat diperoleh dari data subjektif atau gejala pada saat ini dan data objektif.

a. Data Subjektif Nyeri abdomen dapat mulai beberapa jam sampai 1 hari mendahului keluarnya darah haid. Nyeri biasanya paling kuat sekitar 12 jam setelah mulai timbul keluarnya darah, saat pelepasan endometrium maksimal. Nyeri cenderung bersifat tajam dan kolik biasanya dirasakan di daerah suprapubis. Nyeri juga dapat meliputi daerah lumbosakral dan bagian dalam dan anterior paha sampai daerah inervasi saraf ovarium dan uterus yang dialihkan ke permukaan tubuh. Biasanya nyeri hanya menetap sepanjang hari pertama tetapi nyeri dapat menetap sepanjang seluruh siklus haid. Nyeri dapat demikian hebat sehingga pasien memerlukan pengobatan darurat. Gejala- gejala haid, haid biasanya teratur. Jumlah dan lamanya perdarahan bervariasi. Banyak pasien menghubungkan nyeri dengan pasase bekuan darah atau campakkan endometrium. Gejala- gejala lain seperti nausea, vomitus dan diare mungkin dihubungkan dengan haid yang nyeri. Gejala- gejala seperti ini dapat disebabkan oleh peningkatan prostaglandin yang beredar yang merangsang hiperaktivitas otot polos usus. Riwayat penyakit terdahulu pasien dengan dismenore mungkin menceritakan riwayat nyeri serupa yang timbul pada setiap siklus haid. Kadangkadang pasien

mengungkapkan riwayat kelelahan yang berlebihan dan ketegangan saraf. b. Data Objektif Pemeriksaan fisik abdomen dan pelvis. Pada pemeriksaan abdomen biasanya lunak tanpa adanya rangsangan peritonium atau suatu

keadaan patologik yang terlokalisir dan bising usus normal. Sedangkan pada pemeriksaan pelvis, pada kasus- kasus dismenore primer

pemeriksaan pelvis adalah normal dan pada dismenore sekunder pemeriksaan pelvis dapat menyingkap keadaan patologis dasarnya sebagai contoh, nudul- nodul endometriotik dalam kavum Dauglasi atau penyakit tubaovarium atau leiomiomata. Sedangkan untuk tes

laboratorium yang meliputi pemeriksaan darah lengkap yang normal dan urinalisis normal. II.3.7 Penatalaksanaan II.3.7.1 Non Farmakologi (8) a. Stimulasi dan Masase kutaneus. Masase adalah stimulus kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot. b. Terapi es dan panas. Terapi es dapat menurunkan prostsglandin yang memperkuat sensitifitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Terapi panas

mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurungkan nyeri dengan memprcepat penyembuhan. c. Transecutaneus Elektrikal Nerve Stimulaton ( TENS). TENS dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (nonnesiseptor) dalam area yang sama seperti pada serabut yang

menstramisikan nyeri. TENS menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang di pasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar atau mendengung pada area nyeri. d. Distraksi. Distraksi adalah pengalihan perhatian dari hal yang menyebabkan nyeri, contoh: menyanyi, brdoa, menceritakan gambar atau foto denaga kertas, mendengar musik dan bermain satu permainan. e. Relaksasi. Relaksasi merupakan teknik pengendoran atau pelepasan ketegangan. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas nafas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama (teknik relaksasi nafas dalam. Contoh: bernafas dalam-dalam dan pelan. f. Imajinasi. Imajinasi merupakan hayalan atau membayangkan hal yang lebih baik khususnya dari rasa nyeri yang dirasakan. II.3.7.2 Farmakologi (9) 1. NSAID Obat-obat anti inflamasi nonsteroid (AINS) merupakan suatu grup obat yang secara kimiawi tidak sama, yang berbeda aktivitas, antipiretik dan anti-inflamasinya. Banyak obat anti inflamasi nonsteroid (AINS) bekerja dengan jalan menghambat sintesis prostaglandin.

2. Aspirin Mekanisme kerja aspirin dengan menghambat sintesis

prostaglandin di hipotalamus. Efek analgesiknya yaitu Prostaglandin E2 mensensitisasi mediator kimiawi yang dilepaskan karena proses inflamasi. Jadi dengan menurunkan sintesis PGE2 aspirin menekan rasa sakit. Aspirin terutama digunakan untuk menanggulangi rasa sakit intensitas ringan sampai sedang. Efek samping aspirin terhadap saluran pencernaan adalah distres epigastrium, mual dan muntah. Pada darah aspirin akan memperpanjang perdarahan. Pasien yang mengkonsumsi aspirin juga bisa mengalami reaksi hipersensivitas seperti urtikaria, bronkokonstriksi atau edema angioneuretik. Konsumsi aspirin dalam dosis besar dapat menyebabkan

kelelahan, delirium, halusinasi, kovulsi, koma, asidosis metabolik, depresi pernapasan, dan kematian karena kegagalan pernapasan.

3. Asetaminofen Nama lain dari asetaminofen adalah parasetamol. Asetaminofen bekerja dengan menghambat sintesis prostaglandin pada SSP. Efek analgesik asetaminofen sama dengan aspirin yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Asetaminofen baik sebagai pengganti aspirin pada penderita dengan keluhan saluran cerna. Efek samping asetaminofen dalam dosis normal bebas. Reaksi alergi dapat terjadi yaitu berupa eritema atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada mukosa. Asetaminofen dalam dosis besar dapat menyebabkan nekrosis hati, nekrosis tubuli renalis serta koma hipoglikemik. 4. Asam Mefenamat Efek samping asam mefenamat terhadap saluran cerna yang sering timbul misalnya dispepsia, diare dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung. 5. Ibuprofen Obat ini bersifat analgesik dengan daya anti-inflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama seperti aspirin. Efek samping ibuprofen yang paling umum terjadi adalah terhadap saluran cerna, mulai dari dispepsia sampai perdarahan. Juga telah dilaporkan efek samping terhadap SSP seperti nyeri kepala, tinitus dan pusing.

6. Diklofenak Efek samping diklofenak ialah mual, gastritis, eritema kulit dan sakit kepala sama seperti semua obat AINS. 7. Naproxen Efek samping naproxen yang timbul terhadap saluran cerna ialah dispepsia ringan sampai perdarahan lambung. Pada SSP berupa sakit kepala, pusing, rasa lelah dan ototoksisitas.

Gambar 5. Algoritma pengobatan dismenore

II.3.7.3. Herbal untuk Dismenore 1. Kunyit a. Profil

Kunyit (Indonesia) adalah suatu tanaman yang sudah dikenal di berbagai belahan dunia. Nama lain tanaman ini antara lain saffron (Inggris), kurkuma (Belanda), kunir (Jawa), konyet (Sunda), dan lain sebagainya. Tanaman kunyit tumbuh bercabang dengan tinggi 40-100 cm. Batang merupakan batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang dengan warna hijau kekuningan dan tersusun dari pelepah daun (agak lunak). Daun tunggal, bentuk bulat telur (lanset) memanjang hingga 10-40 cm, lebar 8-12,5 cm dan pertulangan menyirip dengan warna hijau pucat. Berbunga majemuk yang berambut dan bersisik dari pucuk batang semu, panjang 10-15 cm dengan mahkota sekitar 3 cm dan lebar 1,5 cm, berwarna putih atau kekuningan. Ujung dan pangkal daun runcing, tepi daun yang rata. Kulit luar rimpang berwarna jingga kecoklatan, daging buah merah jingga kekuning-kuningan. b. Taksonomi

Berikut adalah taksonomi tumbuhan kunyit: Kingdom Divisio Sub-divisio Kelas Ordo Famili Genus Species : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledoneae : Zingiberales : Zingiberaceae : Curcuma : Curcuma domestica Val. atau Curcuma longa L.

c. Kandungan

Kunyit mengandung protein (6,3%), lemak (5,1%), mineral (3,5%), karbohidrat (69,4%), dan moisture (13,1%). Terdapat minyak esensial (5,8%) yang diperoleh melalui distilasi uap dari rhizome/rimpang tanaman kunyit yang mendandung phellandrene (1%), sabinene (0.6%), cineol (1%), borneol (0.5%), zingiberene (25%) dan sesquiterpenes (53%). Curcumin (diferuloylmethane) (34%) membuat warna rhizoma kunyit menjadi kuning dan terdiri dari curcumin I (94%), curcumin II (6%) dan curcumin III (0.3%). Derivat dari curcumine, berupa demethoxy, bisdemethoxy, dan curcumenol juga diperoleh melalui distilasi uap rhizomanya. d. Manfaat Di Indonesia, khususnya daerah Jawa, kunyit banyak digunakan sebagai ramuan jamu karena berkhasiat menyejukkan, membersihkan,

mengeringkan, menghilangkan gatal, dan menyembuhkan kesemutan. Manfaat utama tanaman kunyit, yaitu: sebagai bahan obat tradisional, bahan baku industri jamu dan kosmetik, bahan bumbu masak, peternakan, dan lain lain. Di samping itu rimpang tanaman kunyit itu juga bermanfaat sebagai analgetika, antiinflamasi, antioksidan, antimikroba, pencegah kanker, antitumor, dan menurunkan kadar lemak darah dan kolesterol, serta sebagai pembersih darah. Curcumin atau diferuloylmethane, merupakan suatu pigmen kuning dari kunyit, digunakan sebagai bumbu dan pewarna alami makanan. Selain itu juga memiliki agen antiinflamasi dan antioksidan. Terdapat efek yang menguntungkan pada suatu penelitian eksperimental pada tikus yang dibuat kolitis dengan induksi 2,4,6-trinitrobenzene sulphonic acid, yang merupakan model dalam penyakit inflamasi usus). Senyawa aktif atau bahan kimia yang terkandung dalam kunyit adalah kurkumin (Putri,2006). Curcumine akan bekerja dalam

menghambat rekasi cyclooxygenase (COX-2) sehingga menghambat atau mengurangi terjadinya inflamasi sehingga akan mengurangi atau bahkan menghambat kontraksi uterus. Dan curcumenol sebagai analgetik akan menghambat pelepasan prostaglandin yang berlebihan melalui jaringan epitel uterus dan akan menghambat kontraksi uterus sehingga akan mengurangi terjadinya dismenore. Sebuah penelitian yang dimuat pada bulan November 2006 dalam jurnal Arthritis & Rheumatism menunjukkan efektivitas kurkumin sebagai pereda inflamasi pada sendi. Senyawa ini merupakan penghambat alami enzim COX2. Sedangkan penelitian di Universitas Texas menemukan

bahwa curcumin (senyawa aktif dalam kunyit) menghambat tumbuhnya sel kanker kulit dan memperlambat penyebaran sel kanker payudara, dan banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa kurkumin aman dan tidak toksik bila dikonsumsi oleh manusia. Jumlah kurkumin yang aman

dikonsumsi oleh manusia adalah 100mg/hari.

Kemanjuran

curcuminoid

(curcumin)

dalam

kunyit

dalam

menghambat respon inflamasi mikrovaskular hepatik yang diperoleh oleh lipopolysacharide ditunjukkan menggunakan tikus BALB/C. Penelitian tersebut menggunakan agen antiinflamasi alternatif alami. Analisis fitokimia dari rimpang Curcuma zedoria (sejenis kunyit yang tumbuh di Brazil) mengungkapkan bahwa komposisi kimianya sama dengan kunyit lain yang tumbuh di negara-negara lainnya dan curcumenol menunjukkan aktivitas poten sebagai analgetika ketika dievaluasi pada tikus dengan model nyeri yang diinduksi dengan formalin dan capsaicin.

2. Asam Jawa a. Profil

Asam jawa termasuk tumbuhan tropis. Asal-usulnya diperkirakan dari savana Afrika timur di mana jenis liarnya ditemukan, salah satunya di Sudan. Semenjak ribuan tahun, tanaman ini telah menjelajah ke Asia tropis, dan kemudian juga ke Karibia dan Amerika Latin. Di banyak tempat

yang bersesuaian, termasuk di Indonesia, tanaman ini sebagian tumbuh liar seperti di hutan-hutan savana . Pohon asam berperawakan besar, selalu hijau (tidak mengalami masa gugur daun), tinggi sampai 30 m dan diameter batang di pangkal hingga 2 m. Kulit batang berwarna coklat keabu-abuan, kasar dan memecah, beralur-alur vertikal. Tajuknya rindang dan lebat berdaun, melebar dan membulat. Daun majemuk menyirip genap, panjang 5-13 cm, terletak berseling, dengan daun penumpu seperti pita meruncing, merah jambu keputihan. Anak daun lonjong menyempit, 8-16 pasang, masingmasing berukuran 0,5-1 1-3,5 cm, bertepi rata, pangkalnya miring dan membundar, ujung membundar sampai sedikit berlekuk. Bunga tersusun renggang, di ketiak daun atau di ujung ranting, sampai 16 cm panjangnya. Bunga kupu-kupu dengan kelopak 4 buah dan daun mahkota 5 buah, berbau harum. Mahkota kuning keputihan dengan urat-urat merah coklat, sampai 1,5 cm. Buah polong yang

menggelembung, hampir silindris, bengkok atau lurus, berbiji sampai 10 butir, sering dengan penyempitan di antara dua biji, kulit buah (eksokarp) mengeras berwarna kecoklatan atau kelabu bersisik, dengan urat-urat yang mengeras dan liat serupa benang. Daging buah (mesokarp) putih kehijauan ketika muda, menjadi merah kecoklatan sampai kehitaman ketika sangat masak, asam manis dan melengket. Biji coklat kehitaman, mengkilap dan keras, agak persegi. b. Taksonomi Berikut adalah taksonomi tumbuhan asam jawa: Kingdom Divisio Kelas Ordo Famili Subfamili : Plantae : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Fabales : Fabaceae : Caesalpinioideae

Genus Species

: Tamarindus : Tamarindus indica L.

c. Kandungan

Kandungan bahan aktif terpenting dari buah asam jawa adalah xylose (18%). Sedang bahan lain yang bisa diperoleh antara lain galaktosa (23%), glukosa (55%), dan arabinose (4%). Bahan lain yang bisa diperoleh dari buah ini melalui dilusi menggunakan asam dan pemanasan adalah xyloglycans, tannins, saponins, sesquiterpenes, alkaloids, dan phlobatamins (Pauly, 1999). Selain agen-agen yang dapat ditemukan di atas, ternyata baru-baru ini juga ditemukan agen aktif yang sangat bermanfaat dalam bidang medis, yaitu anthocyanin. d. Manfaat Buah asam jawa memiliki banyak manfaat medis yang telah dipercaya. Terutama kandungan xylose, xyloglycans, dan anthocyanin yang terdapat dalam buah tersebut. Xylose dan xyloglycans sangat bermanfaat dalam hal kosmetika medis (Pauly, 1999). Sedangkan yang paling bermanfaat dalam hal antiinflamasi dan antipiretika adalah anthocyanin karena agen tersebut mampu menghambat kerja enzim cyclooxygenase (COX) sehingga mampu menghambat dilepaskannya prostaglandin (Nair, et al., 2004). Sedangkan bahan tannins, saponins, sesquiterpenes, alkaloids, dan phlobatamins akan sangat bermanfaat untuk menenangkan pikiran dan mengurangi tekanan psikis.

Minuman Kunyit Asam Minuman kunyit asam merupakan salah satu jenis minuman tradisional yang sudah sangat populer di masyarakat, khususnya daerah Jawa. Minuman ini merupakan suatu minuman yang dahulu dikenal sebagai jamu tetapi karena kemajuan zaman dan efek yang ditimbulkan oleh minuman ini, saat ini minuman kunyit asam tidak dikenal sebagai jamu lagi. Minuman ini berbahan baku utama kunyit dan asam. Saat ini minuman kunyit asam bisa diperoleh dengan jalan membuat sendiri atau membeli produk jadi yang diproduksi pabrik. Minuman kunyit asam yang beredar di masyarakat biasanya terdiri dari setengah kilogram kunyit, setengah kilogram asam jawa, seperempat kilogram gula jawa, dan dua liter air. Kunyit yang telah dipersiapkan harus dibersihkan, diparut, kemudian diperas untuk diambil airnya. Air kunyit yang diperoleh, direbus dan dimasukkan asam jawa, air, serta gula jawa. Setelah itu harus didihkan dan akan diperoleh minuman kunyit asam. 3. Rumput Teki a. Profil

b. Kandungan Umbi teki mempunyai kandungan kimia berupa minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, polifenol, resin,amilum, tanin, triterpen, d-glukosa, dfruktosa dangula tak mereduksi (Murnah, 1995; Sudarsono dkk.,1996).

Kandungan minyak atsiri umbi teki sebesar 0,43% dalam 25 gram berat kering umbi teki. c. Manfaat Umbi teki mempunyai kandungan kimia berupa minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, polifenol, resin, amilum, tanin, triterpen, d-glukosa, dfruktosa dan gula tak mereduksi (Murnah, 1995; Sudarsono dkk., (1996). Kandungan minyak atsiri umbi teki sebesar 0,43% dalam 25 gram berat kering umbi teki (Hellyana, 1997). Fungsi minyak atsiri bagi manusia

antara lain sebagai bahan campuran obat sakit gigi,obat gosok, antiseptik, bahan wangi-wangian dan analgetik (Turner, 1965). Khasiat umbi teki sebagai analgetik, kemungkinan karena kandungan minyak atsirinya yang cukup besar. Hal ini juga didukung oleh beberapa penelitian yang telah dilakukan yaitu tentang khasiat minyak atsiri kencur sebagai analgetik (Hariyadi, 1989 dalam Astuti dan Pudjiasttuti, 1996) dan oleh Winarno dkk. (1996) yang hasilnya adalah bahwa minyak atsiri kencur dapat

memberikan efek analgetik pada konsentrasi 3,45%; 6,9%; 13,8%; 27,6% dengan metode geliatpada mencit, sedangkan dengan metode termik didapat bahwa minyak atsiri dengan konsentrasi 13,8% dan 27,6% menunjukkan adanya kenaikan nilai ambang nyeri. Meskipun demikian, tidak tertutup kemungkinan efek analgetik dari ekstrak umbi teki ini karena adanya interaksi efek dari kandungan kimia yang lain seperti flavonoidnya danhal ini telah dibuktikan dari penelitian yang dilakukan oleh Nurdiana dkk. (2000). d. Penggunaan Empiris Ambil 10 batang tanaman (herba) rumput teki, cuci bersih kemudian rebus dengan dua gelas air hingga menjadi satu gelas air. Minum sekalian.

4. Daun Wungu a. Profil

Daun wungu adalah tumbuhan perdu yang tegak. Tingginya adalah 1,5-8m.Batangnya termasuk batang berkayu, beruas, permukaannya licin dengan warna ungu kehijauan.Daunnya tunggal, bertangkai pendek, bentuknya bulat, pertulangannya menyirip, permukaan atasnya mengkilap, dan tepinya rata. Bunganya majemuk, keluar di ujung batang, dengan rangkaian tandan yang berwaran keunguan dengan panjang 3-12 cm. Buahnya berbentuk kotak yang lonjong, berwarna ungu kecoklatan. Bijinya bulat dan putih dan berkulit tebal. Akarnya berjenis tunggal dan berwarna coklat muda. b. Taksonomi Kingdom: Plantae Ordo: Famili: Genus: Lamiales Acanthaceae Graptophyllum

Spesies: G. pictum

c. Kandungan Kandungan yang diduga sebagai analgetik dalam mengobati nyeri pada dismenore adalah flavanoid dan alkaloid. d. Manfaat Ekstrak kasar dan ekstrak flavonoid daun wungu pada tikus yang menyatakan bahwa salah satu kandungan daun wungu yang diduga mempunyai efek analgetik adalah flavonoidnya, sedangkan efek analgetik ekstrak kasar lebih kuat daripada ekstrak flavonoid. Efek analgetik yang lebih kuat ini diduga karena ada kandungan kimia lain di dalam ekstrak kasar ini yang mempunyai efek analgetik. Laporan penelitian dari

Purwaningsih (1999) dalam Nurdiana dkk. (2000) menyebutkan bahwa ekstrak alkaloid daun wungu mempunyai efek analgetik pada tikus. e. Penggunaan Empiris Ambil satu genggam daun wungu bagian pucuk, rebus dengan sau gelas air hingga menjadi setengah gels air. Minum sekalian. Sehari tiga kali. 5. Daun Sembung a. Profil

b.. Kandungan dan Manfaat Penelitian yang dilakukan oleh Pudjiastuti dkk. (1996) tentang efek analgetik daun sembung didapatkan hasil bahwa kandungan senyawa terpennya bersifat analgetik. Jadi, khasiat sembung sebagai analgetik karena kandungan senyawa-senyawa kimia yang ada di dalamnya yaitu minyak atsiri, flavonoid dan triterpen. Salah satu sifat minyak atsiri dan terpen dapat digunakan sebagai analgetik. c. Penggunaan Empiris Satu genggam daun sembung direbus dengan satu gelas air hingga mendidih, minum hangat-hangat. 6. Tanaman Kucing-Kucingan a. Profil

b. Kandungan Tanaman A. indica L diketahui mengandung saponin, tanin, alkaloid, flavonoid dan minyak atsiri.

c. Manfaat Tanaman kucing-kucingan (Acalypha indica L.) yang diduga memiliki aktivitas analgesik berdasarkan penggunaan empiris, merupakan gulma yang tumbuh liar dipinggiran jalan namun belum mendapat perhatian lebih terkait fungsi terapisnya sebagai antiradang, antibiotik,

diuretik, disentri, dsb. (Faustine,2009). Tanaman A. indica L diketahui mengandung saponin, tanin, alkaloid, flavonoid dan minyak atsiri. 7.Jahe a.Profi

l Batang jahe merupakan batang semu dengan tinggi 30 hingga 100 cm. Akarnya berbentuk rimpang dengan daging akar berwarna kuning hingga kemerahan dengan bau menyengat. Daun menyirip dengan panjang 15 hingga 23 mm dan panjang 8 hingga 15 mm. Tangkai daun berbulu halus. Bunga jahe tumbuh dari dalam tanah berbentuk bulat telur dengan panjang 3,5 hingga 5 cm dan lebar 1,5 hingga 1,75 cm. Gagang bunga bersisik sebanyak 5 hingga 7 buah. Bunga berwarna hijau kekuningan. Bibir bunga dan kepala putik ungu. Tangkai putik berjumlah dua.

b.Taksonomi Kerajaan: Plantae Ordo: Famili: Genus: Zingiberales Zingiberaceae Zingiber

Spesies: Z. officinale

c. Kandungan Senyawa yang terkandung dalam jahe adalah minyak atsiri yang meliputi gingerol, sogaol, zingiberol. d. Manfaat Memiliki aktivitas terhadap motilitas gastrointestinal, aktivitas anti muntah/anti emetika, aktivitas analgetik dan antiinflamasi, menghambat terjadinya tukak lambung pada dosis 280mg/kgBB. e. Penggunaan Empiris Ambil tiga ruas jahe, cuci bersih kemudian parut. Setelah itu seduh dengan air hangat, saring. Minum hangat-hangat tiga kali sehari.

BAB III PENUTUP

III.1 Kesimpulan 1. Dismenore merupakan salah satu gangguan ovarium yang ditandai dengan rasa nyeri sehigga pengobatan dismenore adalah dengan menghilangkan rasa nyeri tersebut. 2. Obat-obat untuk dismenore adalah obat-obat yang termasuk dalam golongan kostekosteroid dan antiiflamasi nonsteroid. 3. Herbal yang dapat digunakan sebagai obat untuk dismenore antara lain: kunyit, asam, rumput teki, daun wungu, sembung, daun kucing-kucingan. 4. Mekanisme herbal tersebut adalah menghambat prostaglandin. III.2 Saran Perlu tersebut. dilakukan penelitian toksisitas terhadap herbal-herbal

DAFTAR PUSTAKA

1. Kumar V, Abbas A.K, Fausto N. Pathologic Basis of Disease : The Female Genital Tract. Elsevier Saunders. Philadelphia. 2005;10921103. 2. Rosai J. Rosai and Ackermans : Surgical pathology. Ninth Edition. Volume 2. Philadelphia .Mosby. 2004; 1649-1670 3. Grace, M. The Menstrual Cycle & Its Relation to Contraceptive Methods. INTRAH. University of North Carolina. 1997 4. Wildemeersch, E., Schacht, Wildemeersch., P. Treatment of primary and secondary dysmenorrhea with a novel frameless intrauterine levonorgestrel-releasing drug delivery system: a pilot study. Eur J Contracept & Reprod Health Care. Polymer Research Group, University of Ghent, Department of Chemistry, Ghent, Belgium. 2001;6:192-198 5. Guylaine., L. Primary Dysmenorrhea Consensus Guideline. Sogc Clinical Practice Guideline. 2005. No 169. 6. Harel., M.D. Dysmenorrhea in Adolescents and Young Adults: Etiology and Management. J Pediatr Adolesc Gynecol. 2006. No.19:363-371 7. Dawood., M.Y. Primary Dysmenorrhea Advances in Pathogenesis and Management. The American College of Obstetricians and Gynecologists. From the Departments of Obstetrics and Gynecology and Physiology, West Virginia University School of Medicine, Morgantown, West Virginia. 2006. VOL. 108, NO. 2 8. Proctor., M. Murphy., P.A. Herbal and dietary therapies for primary and secondary dysmenorrhoea (Review). The Cochrane Collaboration and published in The Cochrane Library. 2009, Issue 1 9. Ganiswara, G.S. Farmakologi dan Terapi edisi 5. FK-UI. Jakarta. 2007.

Anda mungkin juga menyukai