Anda di halaman 1dari 21

BAB I

SKENARIO
Ny. Centil 27 tahun, G1P0000 hamil 39-40 minggu, janin presentasi kepala tunggal
hidup, mengeluh keluar air ketuban. Pada pemeriksaan didapatkan janin presentasi kepala
tunggal hidup, taksiran berat janin 3100 gram. Pelvis skore 5, kepala H I.
BAB II
KATA KUNCI
1. Kehamilan KPD
Kehamilan yang mana pecah ketuban secara spontan sebelum ada tanda-tanda
persalinan, bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal
persalinan.
BAB III
PROBLEM
1. Bagaimana menegakkan diagnosa kehamilan patologis dengan KPD?
2. Bagaimana tatalaksana kehamilan dengan KPD?
3. Bagaimana konseling, informasi, dan edukasi pada pasien dengan kehamilan
KPD?
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Batasan
Ketuan Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat
belum inpartu, bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan.
Kejadian ini berhubungan dengan meningkatnya angka kejadian prematuritas dan infeksi
yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap angka mortalitas dan morbiditas ibu dan
janin. Kejadian infeksi akibat KPD di Negara berkembang adalah 13 47%. Sementara
itu, angka kejadian neonatal mortality rate (NMR) adalah 18 per 1000 kelahiran hidup,
dimana prematuritas berperan sebagai salah satu penyebab pada 26% kasus dan infeksi
sebesar 28% dari keseluruhan kasus. Faktor yang dideteksi sebagai penyebab adalah
ketuban pecah lebih dari 24 jam pada 1,8 6,7%. Oleh karena itu, WHO menyarankan
langkah-langkah untuk menurunkan angka NMR diantaranya adalah pemberian antibiotic
pada kasus KPD dan kortikosteroid pada kasus prematuritas.

4.2 Anatomi, Histologi, Fisiologi, Patofisiologi

Anatomi Organ kehamilan

Organ genitalia interna atau secara awam bisa disebut sebagai alat kelamin dalam wanita
terdiri atas liang sanggama (vagina), rahim, saluran telur dan indung telur. Disebut alat
kelamin dalam karena memang letaknya berada di dalam tubuh sehingga tidak terlihat
dari luar. Fungsi utama organ tersebut adalah sebagai alat reproduksi (prokreasi)
disamping untuk alat untuk kenikmatan seksual (rekreasi).
Organ-organ genitalia interna berada di dalam rongga panggul /pelvis. Organ ini
berbatasan langsung dengan saluran kemih di bagian depan dan saluran pencernaan di
bagian belakangnya. Di rongga panggul organ genitalia interna digantung ke dinding
perut dan dasar panggul oleh ligamentum pada beberapa titik sehingga organ tersebut
tetap pada tempatnya dapat diibaratkan sebagai orang yang sedang duduk di ayunan.

Vagina adalah suatu jaringan muskulomembranosa berbentuk tabung yang memanjang


dari vulva ke uterus, berada di antara kandung kemih di anterior dan rektum di posterior.
Dinding depan vagina (~ 9cm) lebih pendek dari dinding belakang (~ 11cm). Fungsi dari
vagina antara lain sebagai saluran keluar dari uterus, dilalui sekresi uterus, dan kotoran
menstruasi; sebagai alat persetubuhan dan sebagai bagian jalan lahir saat persalinan
(Cunningham, 2001).

Rahim (uterus) adalah organ yang berongga dengan dinding otot tebal berlapis tempat
tumbuh kembang janin. Pada saat tidak hamil ukuran rahim sebesar telur ayam dengan
ukuran panjang 7 cm dan berat sekitar 60 gram. Pada saat mendekati kelahiran rahim
dapat membesar hingga mencapai bawah ulu hati dengan berat hingga 1-2 kg. Bagian
paling bawah disebut mulut rahim (serviks) yang berada dalam liang vagina. Badan
rahim berongga untuk proses tumbuh kembang janin dan terhubung dengan saluran telur
di kedua sisi bagian atas rahim. Rahim terdiri dari otot polos yang saling bersilangan
yang berkontraksi saat haid atau bersalin. Dalam rongga rahim dilapisi oleh selaput lendir
rahim (endometrium) yang berguna sebagai bantalan bagi janin yang tumbuh. Apa bila
tidak digunakan endometrium akan luruh setiap bulannya bercampur darah haid.

Saluran telur (tuba uterina falopii) adalah saluran antara rongga rahim dengan indung
telur. Pada bagian ujungnya saluran telur berbentuk seperti jemari disebut fimbria
berfungsi menangkap sel telur yang dilepaskan indung telur saat ovulasi. Setiap wanita
yang normal memiliki sepasang di kiri dan kanan. Panjang masing-masing saluran ini
sekitar 10-12 cm. Saluran telur bagian ujung, sekitar dua pertiga panjang saluran, disebut
ampula yang merupakan tempat terjadinya pertemuan antara sel telur dan sel sperma
(fertilisasi). Kemudian embrio yang berkembang akan bergerak menuju rongga rahim
dengan bantuan sapuan rambut-rambut getar (silia) di dinding saluran telur dalam waktu
7 hari.

Indung telur (ovarium) adalah sepasang kelenjar yang berbentuk oval kira-kira sebesar
ibu jari yang merupakan tempat produksi sel telur dan hormon terutama estrogen dan
progesteron (sebagian kecil memproduksi hormon kelaki-lakian (androgen) dan hormon
lain seperti inhibin, follistatin dan hormon dan faktor pertumbuhan. Setiap wanita
memiliki sepasang indung telur di kiri dan kanan. Sepasang indung telur ini akan
bergantian memproduksi sel telur setiap bulannya. Indung telur mulai aktif bekerja pada
saat mulai datangnya haid sekitar usia 10-12 tahun dan akan berhenti saat mati haid
(menopause). Di dalam indung telur terdapat ratusan ribu hingga jutaan sel telur namun
setiap bulan normalnya dari beberap sel telur yang berkembang hanya ada satu sel telur
yang matang dan siap dibuahi.

REKTUM: Saluran panjang (13cm) sebagai lanjutan kolon sigmiodeum yang akan
melanjutkan diri sebagai kanalis ani. Rektum terdiri dari lapisan muskular dan mukosa.
Lapisan muskular tersusun atas lapisan otot polos longitudinal dan sirkuler, sedangkan
mukosa rektum bersama dengan lapisan otot sirkuler membentuk tiga lipatan yang
disebut plica transversalis recti (Cunningham, 2001).

Histologi Saluran Reproduksi Wanita

OVARIUM
Fungsi ovarium :
Produksi sel germinal
Biosintesis hormon steroid

Sel germinal terdapat pada folikel ovarium.


Masing-masing folikel berada dalam keadaan
istirtahat dan mengandung oosit primordial
( primitif ) yang dikelilingi satu lapis sel yaitu sel
granulosa. Disekitar sel granulosa terdapat
sekelompok sel yaitu sel teka.
Sel teka memproduksi androgen yang oleh sel granulosa di konversi menjadi estrogen.
Hormon steroid dari ovarium bekerja dalam folikel untuk menujang perkembangan oosit
dan di luar ovarium, hormon steroid bekerja pada jaringan target.

Pada neonatus, ovarium manusia mengandung sekitar 2 juta oosit . pada saat pubertas
tersisa sekitar 100.000 oosit. Jumlah oosit semakin berkurang selama masa reproduksi
akibat proses mitosis oogonium primitif pada masa janin berhenti dan tidak berlanjut.
Saat proses mitosis berhenti, oosit yang baru terbentuk masuk ke tahap profase dari
pembelahan meiosis pertama. Oosit akan tetap berada pada tahap profase meiosis sampai
mereka di stimulasi dan menjadi matang untuk proses ovulasi atau mengalami degerasi
menjadi folikel atresia

Folikel primer berada dibagian superfisial sehingga memungkinkan untuk terjadinya


ovulasi pada saat folikel sudah matang ( folikel dgraaf ) dimana terdapat area sekeliling
oosit yang disebut zona pellucida
Ovulasi adalah ekspulsi sel telur melalui daerah tipis (stigma ). Setelah pelepasan oosit,
folikel mengempis (collaps) dan terbentuk corpus luteum

TUBAFALOPII

Lumen Tuba Falopii dilapisi epitel kolumnar


dengan silia panjang pada permukaan selnya.
Silia bergerak konsisten ke arah uterus untuk
memfasilitasi pergerakan zygote ke dalam uterus
agar mengadakan implantasi pada endometrium.
UTERUS

Sebagian besar dinding uterus terdiri dari otot polos yang dinamakan miometrium. Uterus
harus mampu untuk membesar selama kehamilan. Pembesaran uterus terjadi akibat
hipertrofi sel otot polos miometrium (miosit) dan penambahan miosit baru dari stem sel
yang terdapat dalam jaringan ikat miometrium. Rongga uterus dilapisi oleh endometrium.
Endometrium merupakan organ target dan kelenjar endokrin. Dibawah pengaruh
produksi siklis hormon ovarium endometrium mengalami perubahan mikroskopik pada
struktur dan fungsi kelenjar.
Selama fase pra ovulasi siklus menstruasi, sel epitel permukaan endometrium
mengadakan proliferasi di bawah pengaruh estrogen. Kelenjar endometrium mengalami
proliferasi dan masuk kedalam lapisan subepitelial atau stroma. Arteri muskular kecil
(arteria spiralis ) tumbuh kedlam lapisan basal endometrium. Setelah ovulasi, suasana
hormonal uterus berubah dari dominan estrogen menjadi dominan progesteron sehingga
mitosis epitel kelenjar berhenti. Endometrium pasca ovulasi disebut endometrium
sekretorik. Pasca ovulasi, sel stroma endometrium membesar dan tampak berbuih yang
menadakan adanya peningkatan metabolisme. Sel-sel tersebut menjadi eosinofilik dan
disebut sebagai sel desidua. Desidualisasi endometrium diawali sekitar arteri spiralis
yang kemudian menyebar dibawah epitel permukaan dan kelenjar saat 10 hari pasca
ovulasi. Jika tidak terjadi kehamilan, produksi progesteron corpus luteum berhenti pada
hari ke 13 14 pasca ovulasi. Endometrium mengalami nekrosis iskemik dan meluruh
sebagai debris menstruasi. Bila terjadi kehamilan, masa hidup corpus luteum memanjang
dan memperpanjang produksi progesteron dan desidualisasi stroma berlanjut.
Stroma endometrium merupakan sumber penting sejumlah peptida kehamilan antara lain:
Prolaktin.
Faktor pertumbuhan yang mirip insulin (insulin like growth factor binding
protein - IGFBP-1)
Peptida yang terkait dengan hormon paratiroid ( parathyroid hormone-related
peptide PTHrP)_
Perubahan histologis dalam endometrium akiabt pengaruh hormon dapat digunakan
untuk menentukan ovulasi.

SERVIK & VAGINA


Servik terutama terdiri dari jaringan ikat. Struktur ini dilapisi satu lapis epitel kelenjar
penghasil mukus dibagian dalam servik (canalis endoservicalis) dan epitel skuamosa
berlapis pada ektoservik. Transisi epitel kelenjar dan skuamosa dikenal sebagai zona
transformasi yang penting oleh karena sering mengalami perubahan displastik yang dapat
menjadi keganasan. Vagina dilapisi oleh epitel skuamosa.

Penyebab hipertensi kehamilan masih belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah
dikemukakan tentang terjadinya hipertensi tersebut. Teori yang sekarang dianut, yaitu :
- Teori kelainan vaskularisasi plasenta
- Teori iskemik plasenta, radikal bebas, dan difungsi endotel
- Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
- Teori adaptasi kardiovaskularori genetik
- Teori defisiensi gizi
- Teori inflamasi

4.4 Gejala Klinis


a. Anamnesis:
1. Kapan keluarnya cairan, warna, dan bau.
2. Adakah partikel-partikel di dalam cairan (lanugo dan vernix).
b. Inspeksi: keluar cairan pervaginam
c. Inspikulo: bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah digoyangkan, keluar
cairan dari ostium uteri internum (OUI).
d. Pemeriksaan dalam
1. Ada cairan dalam vagina
2. Selaput ketuban sudah pecah.
e. Pemeriksaan laboratorium
1. Dengan lakmus, menunjukkan reaksi basa (perubahan menjadi warna biru).
2. Mikroskopis, tampak lanugo atau vernix kaseosa (tidak selalu dikerjakan).
4.5 Pemeriksaan Fisik Penyakit
Pemeriksaan fisik kondisi ibu dan janinnya.
Tentukan ada tidaknya infeksi.
Tanda-tanda infeksi antara lain bila suhu ibu 38C. Janin yang mengalami
takikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterin.Pemeriksaan inspekulo secara
steril merupakan langkah pemeriksaan pertama terhadap kecurigaan KPD.
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari
orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri
ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau megadakan manuvover valsava,
atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri
dan terkumpul pada forniks posterior.Cairan yang keluar dari vagina perlu
diperiksa warna, bau dan pH nya. Air ketuban yang keruh dan berbau
menunjukkan adanya proses infeksi.
Tentukan pula tanda-tanda inpartu.
Tentukan adanya kontraksi yang teratur. Mengenai pemeriksaan dalam vagina
dengan tocher perlu dipertimbangkan. Periksa dalam dilakukan bila akan
dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan) antara lain untuk menilai skor
pelvik dan dibatasi sedikit mungkin.1 Pada kehamilan yang kurang bulan yang
belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada
waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah
rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan
cepat menjadi patogen.

4.6 Pemeriksaan Penunjang Penyakit


Pemeriksaan penunjang diagnosis antara lain:
a. Pemeriksaan laboratorium
a. Tes lakmus (tes Nitrazin): jika kertas lakmus merah berubah menjadi
biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis) karena pH air ketuban 7
7,5 sedangkan sekret vagina ibu hamil pH nya 4-5, dengan kertas nitrazin
tidak berubah warna, tetap berwarna kuning. Darah dan infeksi vagina
dapat mengahsilakan tes yang positif palsu.
b. Mikroskopik (tes pakis): dengan meneteskan air ketuban pada gelas
objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan
gambaran daun pakis.
b. Pemeriksaan ultrasonografi USG
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri dan konfirmasi usia kehamilan. Pada kasus KPD terlihat
jumlah cairan ketuban yang sedikit. Walaupun pendekatan diagnosis KPD
cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah
bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sedehana.
BAB V

HIPOTESIS AWAL (DIFFERENTIAL DIAGNOSIS)

1. Kehamilan dengan KPD


BAB VI
ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Diagnosis ketuban pecah dini didasarkan atas riwayat pengeluaran cairan dalam jumlah
mendariak atau sedikit pervaginam. Untuk menegakkan diagnosis dapat diambil
pemeriksaan inspekulo. Inspekulo untuk pengambilan cairan pada vorniks posterior
dilakukan pemeriksaan lakmus yang akan berubah menjadi biru/sifatbasa, fern tescairan
amnion, kemungkinaninfeksi. Pemeriksaan USG untuk mencari aktivitas janin,
pengukuran BB janin, detak jantung janin, kelainan congenital (Manuaba,dkk. 2007).
Penilaian klinik:
Menurut Helen Varney (2008), data ini diperlukan untuk menegakkan diagnosis:
Riwayat
a) Jumlah cairan yang hilang, pecah ketuban awalnya menyebabkan semburan
cairan yang besar diikuti keluarnya cairan yang terusmenerus.
b) Waktuterjadiketubanpecah
c) Wama cairan: cairan anmion dapat jernih atau keruh, jika bercampur
mekonium cairan akanberwana kuning atau hijau.
d) Baucairan, cairan amnion memiliki ban apek yang khas, yang
membedakannya dengan urin
e) Hubungan seksual terakhir: semen yang keluar dari vagina dapat
disalahartikan sebagai cairan amnion.
Pemeriksaan fisik:
lakukan palpasi abdomen untuk menentukan volume cairan amnion.
Pemeriksaan speculum stern
a) Inspeksi keberadaan tanda-tanda cairan di genetalia eksternal
b) Lihat servik untuk mengetahui aliran cairan dari orifisium
c) Jika anda tidak meliha tandanya cairan, minta ibuu ntuk mengejan
(perasatValvasa)
d) Observasicairan yang keluar.
Uji laboratorium
a) Uji pakis positif: pemakisan (ferning), juga disebut percabangan halus
(arborizatiaon), pada kaca objek mikroskop yang disebabkan keberadaan natrium
protein dalam cairan amnion.
b) Uji kertas nitrazinpositif: kertas berwarna murtard-emas yang sensitive
terhadap pH ini akan berubah warna menjadi birugelapjika kontakdengan bahan
bersifat basa.
c) Spesimen untuk kultur Streptokokus Grup B
Maternal : demam (dan takikardi), uterine tenderness, cairan amnion yang keruh
dan berbau, leukositosis (peningkatan sel darah putih) meninggi, leukosit esterase
(LEA) meningkat, kultur darah/urin
Fetal : takikardi, kardiotokografi, profilbiofisik, volume cairan ketuban berkurang
Pemeriksaan ultrasonografi USG
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum
uteri dan konfirmasi usia kehamilan. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan
ketuban yang sedikit. Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam
dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan
anamnesa dan pemeriksaan sedehana.
BAB VII
HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSIS)

Dari hasil diskusi kelompok kami pasien pada skenario 2 diagnosis G1P0000 KPD
dengan kehamilan aterm seorang ibu usia 27 tahun hamil 39 40 minggu,janin presentasi
kepala tunggal hidup, keluar air ketuban, berat janin 3100 gram, pelvis skore 5, kepala H
I. Jadi, pasien seorang ibu usia 27 tahun menderita KETUBAN PECAH DINI PADA
KEHAMILAN ATERM
BAB IX
STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH
9.1 Penatalaksanaan
Prinsip penanganan Ketuban Pecah Dini adalah memperpanjang kehamilan
sampai paru-paru janin matang atau dicurigai adanya atau terdiagnosis khorio amnionitis.
9.1.1 KPD Dengan Kehamilan Aterm
a. Diberikan antibiotika profilaksis, disesuaikan peta kuman atau kultur.
b. Dilakukan pemeriksaan admission test bila hasilnya patologis dilakukan
terminasi kehamilan.
c. Observasi temperature rectal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan meningkat
lebih atau sama dengan 37,6C segera dilakukan terminasi.
d. Bila temperature rectal tidak meningkat, dilakukan observasi selama 12 jam.
Setelah 12 jam bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi.
e. Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan hanya berdasarkan indikasi obstetric.
f. Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi PS:
1. Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan oksitosin drip.
2. Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan servik dengan Misoprostol 50
gr setiap 6 jam oral maksimal 4 kali pemberian.
9.1.2 KPD Dengan Kehamilan Pre Term
a. Penanganan di rawat di RS.
b. Diberikan antibiotika selama 7 hari.
c. Untuk merangsang maturasi paru diberikan kortikosteroid (untuk UK kurang
dari 35 minggu): Deksametason 5 mg setiap 6 jam.
d. Observasi di kamar bersalin:
1. Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang obstetric.
2. Dilakukan observasi temperature rectal tiap 3 jam, bila ada kecenderungan
terjadi peningkatan temperature rectal lebih atau sama dengan 37,6C, segera
dilakukan terminasi.
e. Di ruang Obstetri:
1. Temperatur rectal diperiksa setiap 6 jam.
2. Dikerjakan pemeriksaan laboratorium: leukosit dan laju endap darah (LED)
setiap 3 hari.
f. Tata cara perawatan konservatif:
1. Dilakukan sampai janin viable.
2. Selama perwatan konservatif tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan
dalam.
3. Dalam observasi selama 1 minggu, dilakukan pemeriksaan USG untuk
menilai air ketuban:
Bila air ketuban cukup, kehamilan diteruskan.
Bila air ketuban kurang (oligohidramnion), dipertimbangkan untuk
terminasi kehamilan.
4. Pada perwatan konservatif, pasien dipulangkan pada hari ke-7 dengan saran
sebagai berikut:
Tidak boleh coitus.
Tidak boleh melakukan manipulasi vagina.
Segera kembali ke RS bila ada keluar air lagi.
g. Bila masih keluar air, perawatan konservatif dipertimbangkan dengan melihat
pemeriksaan lab. Bila terdapat leukositosis atau peningkatan LED lakukan
terminasi.
Terminasi Kehamilan
a. Induksi persalinan dengan drip oksitosin.
b. Seksio sesaria bila prasyarat drip oksitosin tidak terpenuhi atau bila drip oksitosin
gagal.
c. Bila skor pelvic jelek, dilakukan pematangan dan induksi persalinan dengan
Misoprostol 50 gr oral tiap 6 jam, maksimal 4 kali pemberian.
BAB X
PROGNOSIS & KOMPLIKASI
10.1 Prognosis
Pada pasien Ny.Centil yang berumur 27 tahun dalam skenario dua ini mengalami
G1P0000 hamil 39-40 minggu ketuban pecah dini pada kehamilan aterm. Selanjutnya
memberikan informasi kepada keluarga pasien tentang keadaan pasien yang
sebenarnya. Diharapkan sarana dan prasarana kesehatan dapat memadai, yaitu: alat
medis, dokter, bidan, perawat, dan obat-obatan.
10.2 Komplikasi
a. Komplikasi pada ibu
Komplikasi pada KPD pada ibu paling banyak adalah korioaminionitis yang
dapat berlanjut ke sepsis (dengan angka kejadian 3,5 6,4%).
b. Komplikasi pada anak
Komplikasi KPD pada anak antara lain prolaps tali pusat, premature, infeksi
neonatus, Amniotic Band Syndrome (kelainan bawaan akibat ketuban pecah
sejak hamil muda).
DAFTAR PUSTAKA

Prasetyawan.2002.Perbandingan kadar kalsium darah pada PreEklampsia


berat dan kehamilan normotensi.SMF OBGIN FK Univ. Diponegoro : Semarang

Rambulangi, John.2003.Penanganan dan pendahuluan prarujukan


penderita preeklampsia berat dan eklampsia . S M F O B G I N F K
U n i v . H a s a n u d d i n : Makassar

Subhaberata, Ketut. 2001.Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia


. U P F OBGIN RSU Tarakan : Indonesia.

Tukur Jamilu, 2009.The use of magnesium sulphate for


t r e a t m e n s e v e r e preeclampsia and eclampsia . Available at www.annalsafrmed.org

K e e - H a k L i m . 2 0 0 9 . Preeclampsia.Available on www.emedicine.com

Matthiesen, Leif. 2005. Immunology of preeclampsia S. Karger AG, Basel :New York

Zina Semenovskaya.2010.Pregnancy, preeclampsia


A v a i l a b l e f r o m www.emedicine.com

V i r g i n i a D . W i n n . 2 0 0 9 . Severe Preeclampsia-Related
Changes in Gene E x p r e s s i o n a t t h e M a t e r n a l - F e t a l I n t e r f a c e
Include Sialic Acid-Bi nding I m m u n o g l o b u l i n - L i k e L e c t i n -
6 and Pappalysin-2 A v a i l a b l e f r o m
www.theendocrinesociety.com

Ida Bagus Gde Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC

Cunningham, F. Gary. 2001. William Obsetrics 21 st edition. McGraw-Hill : NewYork

Anda mungkin juga menyukai