Tes serologi untuk mengetahui adanya immunoglobulin M (IgM) terhadap vius hepatitis A
digunakan untuk mendiagnosa hepatitis A akut. IgM antivirus hepatitis A bernilai positif pada
awal gejala. Keadaan ini biasanya disertai dengan peningkatan kadar serum alanin
amintransferase (ALT/SGPT). Jika telah pasien telah sembuh, antibodi IgM akan menghilang
dan sebaliknya antibodi IgG akan muncul. Adanya antibodi IgG menunjukan bahwa penderita
pernah terkena hepatitis A. Secara garis besar, jika seseorang terkena hepatitis A maka hasil
pemeriksaan laboratorium akan seperti berikut:
Kadar alkalin fosfate, gamma glutamil transferase dan total bilirubin meningkat.
Diagnosis hepatitis B
Diagnosis pasti hepatatitis B dapat diketahui melalui pemeriksaan:
HBeAg (antigen VHB), yaitu antigen e VHB yang berada di dalam darah. HbeAg
bernilai positif menunjukkan virus VHB sedang aktif bereplikasi atau
membelah/memperbayak diri. Dalam keadaan ini infeksi terus berlanjut. Apabila hasil
positif dialami hingga 10 minggu maka akan berlanjut menjadi hepatatitis B kronis.
Individu yang memiliki HbeAg positif dalam keadaan infeksius atau dapat
menularkan penyakitnya baik kepada orang lain maupun janinnya.
Diagnosis Hepatitis C
Diagnosis hepatitis C ditentukan dengan pemeriksaan serologi untuk menilai kadar
antibodi. Selain itu pemeriksaan molekuler juga dilakukan untuk melihat partikel
virus. Sekitar 80% kasus infeksi hepatitis C berubah menjadi kronis. Pada kasus ini
hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya enzim alanine aminotransferase
(ALT) dan peningkatan aspartate aminotransferase (AST).
Pemeriksaan molekuler dilakukan untuk mendeteksi RNA VHC. Tes ini terdiri dari
tes kualitatif dan kuantitatif. Tes kualitatif menggunakan teknik PCR (Polymerase
Chain Reaction). Tes yang dapat mendeteksi RNA VHC ini dilakukan untuk
mengkonfirmasi viremia (adanya VHC dalam darah) dan juga menilai respon terapi.
Tes ini juga berguna bagi pasien yang anti-HCV-nya negatif tetapi memiliki gejala
klinis hepatitis C. Selain itu tes ini juga dilakukan pada pasien hepatitis yang belum
teridentifikasi jenis virus penyebabnya.
Tes kuantitatif sendiri terbagi lagi menjadi dua, yaitu metode dengan teknik branched-
chain DNA dan teknik reverse-transcription PCR. Tes kuantitatif ini berguna untuk
menilai derajat perkembangan penyakit. Pada tes kuantitatif ini pula dapat diketahui
derajat viremia. Sedangkan biopsi hati (pengambilan sampel jaringan organ hati)
dilakukan untuk mengetahui derajat dan tipe kerusakan sel-sel hati (liver).
HDV bergantung pada sintesis HBsAg untuk replikasi dan exspresi. Tanpa HBsAg
coating HDV dapat menginfeksi dengan sendirinya.
HEV non envelop virus, mirip dengan HAV pada wanita hamil kematian dapat
mencapai 15 25 %, khususnya pada trisemester II dan III.
Lebih dari 50% penyakit akut hepatitis E akan mengalami pembentukan batu empedu.