BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) menjadi salah satu masalah
endokrinologi pada wanita masa reproduksi, berhubungan dengan kelainan
hormonal dan dapat mempengaruhi kesehatan wanita secara umum. Pada
kenyataannya, baik gejala klinik, pemeriksaan biokimiawi maupun pemeriksaan
penunjangnya dapat memberikan hasil yang bervariasi.1-4
1
sekresi gonadotropin yang tidak sesuai, hiperandrogenemia, peningkatan konversi
perifer dari androgen menjadi estrogen, anovulasi kronik dan ovarium yang
skerokistik dengan demikian sindroma ini merupakan 1 dari penyebab paling
umum dari infertilitas.2
Alasan yang paling sering menjadi penyebab pasien dengan sindrom ini
datang ke dokter ialah adanya gangguan pada siklus menstruasi dan infertilitas,
masalah obesitas dan pertumbuhan rambut yang berlebihan serta kelainan lainnya
seperti hipertensi, kadar lemak darah dan gula darah yang meningkat.2,3,4
Saat ini sudah terbukti bahwa sindrom ovarium polikistik tidak hanya
menyebabkan kelainan pada bidang ginekologi saja tetapi juga berkaitan dengan
kelainan metabolisme lain, yaitu adanya resistensi insulin yang berimplikasi pada
kesehatan jangka panjang pasien. Wanita dengan kelainan ini mempunyai risiko
lebih besar untuk mendapat penyakit diabetes melitus, penyakit jantung koroner
dan karsinoma endometrium.1-4
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui tentang sindroma
polikistik ovarium meliputi definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala
klinis, pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis, dan terapi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
sama (homolog) dengan testis pada pria. Bentuk ovarium ialah oval dengan
ukuran diameter 2-4 cm, yang terhubung dengan uterus melalui lipatan
peritoneum dari ligamentum latum dan ligamentum infundibulo pelvikum ke sisi
lateral dinding pelvis.
Saat ovulasi, ukuran ovarium dapat berubah menjadi dua kali lipat untuk
sementara. Ovarium yang berbentuk oval ini memiliki konsistensi yang padat dan
sedikit kenyal. Sebelum menarche, permukaan ovarium licin. Setelah maturasi
seksual (menarche), luka parut akibat ovulasi dan ruptur folikel yang berulang
membuat permukaan ovarium menjadi lebih kasar. Ovarium terdiri dari dua
bagian:
1. Korteks Ovarii
Mengandung folikel primordial
Berbagai fase pertumbuhan folikel menuju folikel degraf
Terdapat korpus luteum dan albicantes
2. Medula Ovarii
Terdapat pembuluh darah dan limfe
Terdapat serat saraf
Ovarium terdiri dari 2 (dua) lapisan utama, yaitu : korteks bagian luar, dan
medulla di bagian pusat. Bagian hilum adalah awal hubungan ovarium ke
mesovarium yang mengandung saraf, pembuluh darah dan sel hilus. Oosit
terdapat di dalam folikel yang terletak di bagian dalam korteks, menempel pada
lapisan stromal. Bagian terluar korteks disebut tunica albuginea, bagian
permukaannya adalah lapisan tunggal kuboidial epitelium disebut juga sebagai
epitelium permukaan ovarium atau mesotelium ovarium. Dimana tipe epithelial
ovarian carcinoma terjadi paling banyak, yaitu sekitar 90 % dari seluruh kanker
ovarium pada wanita. Lapisan stromal tersusun dari jaringan penghubung dan sel
interstitial yang berasal dari sel mesenkim dan mempunyai kemampuan untuk
merespon LH atau hCG dengan produksi androgen. Ovarium memiliki potensi
4
untuk aktif dalam proses steroidogenesis atau untuk membentuk tumor. Sel-sel ini
mirip dengan sel leydig penghasil testosteron di testis.
A. Definisi
Sindroma Ovarium Polikistik (SOPK) merupakan serangkaian gejala yang
dihubungkan dengan hiperandrogenisme dan anovulasi kronik yang berhubungan
dengan kelainan endokrin dan metabolik pada wanita tanpa adanya penyakit
primer pada kelenjar hipofise atau adrenal yang mendasari.1,2,3
SOPK merupakan suatu sindroma yang memiliki kaitan erat dengan proses
inflamasi kronik, ditandai dengan adanya peningkatan C-reaktif protein (CRP),
TNF-α dan reseptor TNF tipe 2 serta interleukin 6 (IL-6). Pada umumnya
penderita SOPK memiliki timbunan lemak viseral yang banyak dan hal ini
berhubungan dengan mekanisme terjadinya resistensi insulin. Penumpukan lemak
viseral memberikan efek parakrin dan endokrin berupa peningkatan sekresi
beberapa marker inflamasi.5
5
pulsasi GnRH dengan akibat terjadi peningkatan kadar LH serum dan peningkatan
rasio LH/ FSH serta androgen.2,3
Alasan yang paling sering menjadi penyebab pasien dengan sindroma ini
datang ke dokter ialah adanya gangguan pada siklus menstruasi, infertilitas, dan
masalah obesitas serta kelainan lainnya seperti hirsutisme dan akne.5,6
B. Epidemiologi
Kejadian SOPK dengan gejala klinis beragam dan memberikan gambaran
angka yang bervariasi. Adam dkk melaporkan bahwa pada penderita ovarium
kistik yang di diagnosa secara sonografi didapati 30% menderita amenorrhea, 75
% dengan oligomenorrhea dan 90% didapati adanya peningkatan kosentrasi kadar
luteinizing horman (LH) dan androgen.2
6
menderita PCOS. Diderita pada wanita (5–10% dari wanita usia reproduksi yang
berumur 12 – 45tahun) dan diduga menjadi salah satu penyebab utama infertilitas
wanita.
C. Etiologi
Penyebab yang mendasari terjadinya PCOS belum diketahui. Akan tetapi
dasar genetik dicurigai menjadi penyebabnya, dimana sindrom ini banyak
ditemukan pada keluarga yang sama. Secara spesifik, peningkatan prevalensi
tercatat pada individu yang terkena dan saudaranya (32-66 %) dan ibunya (24-52
%). Faktor lain penyebabnya adalah faktor endokrine (kenaikan LH/FSH ratio,
hiperandrogenisme) dan faktor metabolik (resistensi insulin).4
D. Patofisiologi1,2,4
a) Kelainan neuroendokrin
7
GnRH merupakan stimulan utama untuk menghasilkan sekresi gonadotropin dan
menstimulasi sel-sel teka interna folikel untuk memproduksi androstenedion, yang
dikonversi di perifer, utamanya di dalam jaringan lemak, menjadi estron (E1), dan
testoteron dalam jumlah yang lebih sedikit meningkat, berlawanan dengan pasien-
pasien dengan hipertekosis. Kadar estradiol (E2) tetap normal atau sedikit
dibawah normal, yang menyebabkan peningkatan rasio E1/E2. Peningkatan kadar
E1, dan pada beberapa pasien akan meningkatkan sekresi dari inhibin-F suatu
peptide nonsterois yang dihasilkan oleh sel-sel granulosa, akan menghambat
sekresi FSH. Peningkatan rasio LH/FSH merupakan temuan yang khas pada
ovarium polikistik. Peningkatan estrogen yang bersirkulasi tampaknya akan
meningkatkan sekresi dari Luteinizing hormone releasing factor (LHRF) dan
mempertinggi sensitifitas sel-sel hipofisis yang memproduksi LH terhadap LHRF.
Produksi estrogen ovarium pada pasien polikistik ovarium secara nyata berkurang
dari jaringan ovarium, mungkin karena inaktivasi dari sistem aromatese FSH
dependent pada sel-sel granulosa. Sintesis estrogen intrafolikel, dan peningkatan
rasio LH/FSH akan menyebabkan rendahnya pertumbuhan folikel pada stadium
midantral, terjadi anovulasi, dan ovarium yang sklerokistik. Sejumlah kelainan
akan menyebabkan hiperestronemia dan perubahan sekresi gonadotropin secara
potensial berperan dalam inisiasi atau terjadinya polikistik ovarium yang terus-
menerus.
b) Hiperandrogenisme
8
pengaruh hiperinsulinemia yang dapat meningkatkan aktivitas enzim ini yang
mengarahkan terjadinya hiperandrogen adrenal.
9
Wanita dengan predisposisi resistensi insulin mengkombinasikan hubungan antara
obesitas yang menyebabkan resistensi insulin. Hiperinsulinemia dapat
meningkatkan androgen melalui setidaknya 3 mekanisme: (1) Stimulasi dari
hiperandrogenisme ovarium melalui peningkatan LH atau stimulasi aktivitas 17-
hidroksilase/17,20-lyase, (2) stimulasi hiperandrogenisme adrenal melalui
augmentasi aktivitas 11-hidroksisteroid dehidrogenase, atau (3) supresi kadar
SHBG. Jaringan adiposa mengandung aromatase yang merupakan enzim yang
mengkonversi androgen menjadi estrogen. Meningkatnya keadaan androgen dan
estrogen mengarah kepada terjadinya atresia folikuler, anovulasi, dan
meningkatnya sekresi LH, yang secara lebih lanjut meningkatkan produksi
androgen ovarium.
10
yang bersirkulasi (dan dengan konversi di perifer, estron) pada pasien-pasien
SOPK. Hasil dari hiperandogenisme ini pada gilirannya akan meningkatkan
resistensi insulin.
E. Gambaran Klinis1-4
a) Gangguan menstruasi dan infertilitas
b) Hirsutisme
Keadaan dengan pertumbuhan rambut yang berlebihan pada kulit ditempat yang
biasa, seperti kepala dan ekstremitas. Keadaan ini terjadi akibat pembentukkan
androgen yang berlebihan akibat kerusakan enzim 3 betahidroksisteroid
dehidrogenase.
c) Obesitas
Wanita dengan berat badan berlebihan, 4-5 kali lebih sering terjadi
gangguan fungsi ovarium. Wanita yang gemuk menunjukkan aktivitas kelenjar
suprarenal yang berlebihan, peningkatan produksi testosteron, androstenedion
11
serta peningkatan rasio estron/estradion 2,5. Selain itu dikemukakan pula
penurunan kadar SHBG serum. Androgen merupakan hormon yang diperlukan
oleh tubuh untuk menghasilkan estrogen. Enzim yang diperlukan untuk mengubah
androgen menjadi estrogen adalah aromatase. Jaringan yang dimiliki kemampuan
untuk mengaromatisasi androgen menjadi estrogen adalah sel-sel granulosa dan
jaringan lemak. Perubahan androstenedion menjadi E1 terjadi terutama di jaringan
lemak, dan tingkat perubahan ini berhubungan dengan jumlah jaringan lemak.
Pengurangan berat badan pada wanita gemuk berhubungan dengan pengurangan
kadar androgen dan estrogen terutama estron serum. Hiperestronemia dan
hiperinsulinemia adalah 2 hal yang berhubungan dengan kegemukan yang
berperan dalam patogenesis ovarium polikistik.
F. Gambaran Histopatologi
Gambaran Makroskopis
Gambaran mikroskopis
12
Korteks superfisial mengalami fibrosis dan hiposeluler, menyerupai suatu
kapsul, dan mengandung pembuluh darah berdinding tebal yang menonjol.
Penjualan dari stroma fibrotik yang meluas dari korteks superfisial ke korteks
yang lebih dalam atau bahkan kemedula. Kista ini merupakan folikel kistik yang
atretik yang mempunyai batas sebelah dalam dari beberapa lapisan sel-sel
granulosa nonluteinisasi yang mungkin mengalami eksfoliasi fokal. Suatu lapisan
yang lebih luar dari sel-sel teka interna kadang-kadang disebut sebagai
“hipertekosis folikuler” tetapi folikel-folikel kistik pada wanita dengan ovarium
polikistik berbeda dari yang ditemui pada wanita normal, dimana pada wanita
normal hanya ditemui peningkatan jumlah. Folikel-folikel matur yang mencapai
stadium midantral dan folikel-folikel atretik menunjukkan luteinisasi teka interna
mungkin jumlahnya 2 kali dari ovarium norma. Jumlah dan gambar-gambaran
folikel primordial adalah normal. Seperti telah dinyatakan, stigmata dari ovulasi
sebelumnya tidak ada, tetapi korpora lutea telah didiskripsikan sebanyak 30% dari
kasus-kasus khusus ovarium polikistik. Korteks yang lebih dalam dan stroma
medula mungkin mempunyai sampai 5 kali lipat pertambahan volume. Stroma
mungkin mengandung sel-sel stroma terluteinisasi dan fokal dari otot-otot polos.
Sarang-sarang dari sel-sel hilus ovarium (leydig) mungkin lebih banyak pada
pasien-pasien dengan ovarium polikistik daripada pada kelompok kontrol dengan
usia yang sama.1,2
G. Manifestasi Klinis
Kriteria diagnostik yang dipakai untuk PCOS termasuk kejadian
hiperandrogen, oligoovulasi atau anovulation, dan atau polikistik ovari. Ada juga
gejala dari segi dernatologis seperti hirsutisme, acne, androgeni alopersia
(kerontokan rambut). Yang lebih penting di asia dan remaja jarang terjadi
hirsutisme. Rata-rata 60% mengalami gejala unovulasi (amenore, infertil,
menorargi, oligomenore) dan 50- 60% gejala obesitas ada namun hanya 30% yang
mengalami kejadian ini. Salah satu indikasi hiperandrogen kemungkin pada pada
PCOS yaitu pubertas perokok.
13
Gejala dan keluhan PCOS disebabkan oleh adanya perubahan hormonal.
Satu hormon merupakan pemicu bagi hormon lainnya. Hal ini akan menimbulkan
lingkaran setan dari suatu gangguan keseimbangan hormonal dalam sistem
endokrin.
a. Hormon ovarium. Bila kadar hormon pemicu ovulasi tidak normal maka
ovarium tidak akan melepaskan sel telur setiap bulan. Pada beberapa
penderita, dalam ovarium terbentuk kista-kista kecil yang menghasilkan
androgen.
b. Kadar androgen yang tinggi. Kadar androgen yang tinggi pada wanita
menyebabkan timbulnya jerawat dan pola pertumbuhan rambut seperti
pria serta terhentinya ovulasi.
c. Kadar insulin dan gula darah yang meningkat. Sekitar 50% tubuh
penderita PCOS bermasalah dalam penggunaan insulin yaitu mengalami
resistensi insulin. Bila tubuh tidak dapat menggunakan insulin dengan
baik maka kadar gula darah akan meningkat. Bila keadaan ini tidak
segera diatasi, maka dapat terjadi diabetes kelak dikemudian hari.
1) Jarang atau tidak pernah mendapat haid. Setiap tahun rata-rata hanya
terjadikurang dari 9 siklus haid (siklus haid lebih dari 35 hari). Beberapa
penderita PCOS dapat mengalami haid setiap bulan namun tidak selalu
mengalami ovulasi.
2) Perdarahan haid tidak teratur atau berlebihan. Sekitar 30% penderita
PCOS memperlihatkan gejala ini.
14
3) Rambut kepala rontok dan rambut tubuh tumbuh secara berlebihan.
Kerontokan rambut dan pertumbuhan rambut berlebihan dimuka, dada,
perut (hirsuitisme) disebabkan oleh kadar androgen yang tinggi.
4) Pertumbuhan jerawat. Pertumbuhan jerawat disebabkan pula oleh kadar
androgen yang tinggi.
5) Depresi. Perubahan hormon dapat menyebabkan gangguan emosi.
a. Berat badan meningkat atau obesitas terutama pada tubuh bagian atas
(sekitar abdomen dan pinggang). Gejala ini disebabkan oleh kenaikan
kadar hormon androgen.
b. Kerontokan rambut dengan pola pria atau penipisan rambut kepala
(alopesia). Gejala ini disebabkan oleh kenaikan kadar hormon androgen.
c. Abortus berulang. Penyebab hal ini tidak diketahui dengan jelas. Abortus
mungkin berkaitan dengan tingginya kadar insulin, ovulasi yang
terhambat atau masalah kualitas sel telur atau masalah implantasi pada
dinding uterus.
d. Sulit mendapatkan kehamilan (infertil) oleh karena tidak terjadi ovulasi.
e. Hiperinsulinemia dan resistensi insulin yang menyebabkan obesitas
tubuh bagian atas, perubahan kulit di bagian lengan, leher atau pelipatan
paha dan daerah genital.
f. Masalah gangguan pernafasan saat tidur (mendengkur). Keadaan ini
berhubungan dengan obesitas dan resistensi insulin.
g. Nyeri panggul kronis (nyeri perut bagian bawah dan panggul)
h. Tekanan darah tinggi seringkali ditemukan pada penderita PCOS.
H. Diagnosis
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
15
Anamnesa:
16
Pemeriksaan fisik:
Pemeriksaan laboratorium :
Pemeriksaan ultrasonografi :
17
Diagnosis dapat ditegakkan dengan :
2. Temuan penunjang :
18
3. Pemeriksaan hormonal :
19
Tabel 2.3: Perbandingan akurasi diagnostik uji hormonal
4. Resistensi insulin
20
Tabel 2.4 : keuntungan dan kerugian uji RTI
o Anovulasi
o Hiperandrogenemia
o Tanda klinis hiperandrogenisme
o Penyebab lainnya dapat disingkirkan
Kriteria minor :
o Resistensi insulin
o Hirsutisme dan obesitas yang menetap
o Meningkatnya perbandingan rasio LH-FSH
21
o Anovulasi intermiten yang berhubungan dengan
hiperandrogenemia
o Bukti secara ultrasonografi terdapat ovarium polikistik
22
I. Diagnosis Banding
Sindrom Cushing
23
Menstruasi ireguler sampai amenorea
Total abdominal hysterectomy (TAH) dan bilateral salpingo-oophorectomy
(BSO)
J. Penatalaksanaan
Sindroma ovarium polikistik adalah sekelompok masalah gangguan
kesehatan akibat gangguan keseimbangan hormonal. Seringkali SOPK
menyebabkan gangguan pada pola haid dan menimbulkan kesulitan untuk
mendapatkan kehamilan.9,13
1) Penatalaksanaan Awal
Pengendalian dan penurunan berat badan
24
o Olahraga. Penderita diharap untuk menjadikan olah raga teratur
sebagai bagian penting dalam kehidupannya. Berjalan kaki merupakan
aktivitas yang paling baik dan sederhana yang dapat dengan mudah
dikerjakan.
o Makanan sehat dan gizi seimbang yang terdiri dari kombinasi buah
dan sayuran, produk makanan kecil berkalori rendah yang dapat
memuaskan nafsu makan dan menngatasi kebiasaan makan kecil.
o Pertahankan berat badan yang sehat.
o Hentikan kebiasaan merokok
2) Terapi Medikamentosa
a) Kontrasepsi Oral
25
Pasien dengan SOPK terjadi anovulasi yang kronis dimana
endometriumnya distimulasi hanya dengan estrogen. Hal ini menjadi
endometrium hiperplasia dan dapat terjadi endometrium carcinoma pada pasien
SOPK dengan anovulasi yang kronis. Banyak dari kasus seperti ini dapat
dikembalikan dengan menggunakan progesteron dosis tinggi, seperti megestrol
asetat 40-60 mg/hari untuk 3-4 bulan.12
b) Medroksiprogesteron Asetat
26
Penggunaan GnRH agonis memungkinkan diferensiasi androgen adrenal
yang dihasilkan oleh ovarium. Ini ditujukan untuk menekan kadar steroid ovarium
pada pasien SOPK. Pengobatan dengan leuprolid asetat yang diberikan
intramuskular setiap 28 hari mengurangi hirsutisme dan diameter rambut pada
hirsutisme idiopatik atau pada hirsutisme sekunder pada SOPK. Tingkat androgen
ovarium secara signifikan dan selektif ditekan. GnRH agonis dapat diberikan
dengan dosis tunggal, 3 mg pada hari ke 8 siklus haid, atau dengan dosis ganda
setiap hari 0,25 mg mulai hari ke 7 siklus haid. Penambahan kontrasepsi oral atau
terapi penggantian estrogen untuk pengobatan agonis GnRH dapat mencegah
keropos tulang dan efek samping lainnya dari menopause, seperti hot flushes dan
atrofi genital. Supresi hirsutisme tidak menambah potensi dengan terapi
penambahan estrogen untuk pengobatan agonis GnRH. 9
d) Ketokonazol
e) Flutamide
f) Cyproterone Acetate
27
Cyproterone asetat adalah progestin sintetis poten yang memiliki sifat
antiandrogen kuat. Mekanisme utama cyproterone asetat ialah menginhibisi secara
kompetitif testosteron dan DHT pada tingkat reseptor androgen. Agen ini juga
menginduksi enzim hepatik dan dapat meningkatkan laju metabolisme plasma
clearance androgen. Formulasi Eropa dengan cyproterone ethinyl estradiol plasma
acetate mengurangi kadar testosteron dan androstenedion secara signifikan,
menekan gonadotropin, dan meningkatkan tingkat SHBG. Cyproterone asetat juga
menunjukkan aktivitas glukokortikoid ringan dan dapat mengurangi tingkat
DHEAS. Diberikan dalam rejimen berurutan terbalik (cyproterone asetat 100 mg /
hari pada hari ke-5 - 15, dan ethinyl estradiol 30-50 mg / hari pada siklus hari ke-5
- 26), jadwal siklus ini membuat perdarahan menstruasi yang teratur, membuat
kontrasepsi yang sangat baik, dan efektif dalam pengobatan hirsutisme dan
bahkan jerawat yang parah.
g) Spironolactone
h) Insulin Sensitizers
28
terhadap ovulasi dan kehamilan, baik penggunaan sendiri atau dalam kombinasi
dengan modalitas pengobatan lain.9
Dosis dan jangka waktu yang optimal untuk pemberian metformin pada
penderita SOPK dengan insulin resisten sampai sekarang belum ditemukan suatu
konsensus. Beberapa peneliti memberi pengobatan 4 sampai 8 minggu dengan
dosis 500 mg tiga kali sehari sebagai pengobatan awal sebelum diberikan
clomiphene citrate, tetapi banyak pasien yang merasa tidak nyaman dan sering
menemukan efek samping dengan pemberian 4 sampai 8 minggu tersebut,
sehingga banyak yang tidak melanjutkan pengobatan. Untuk mempersingkat
waktu dan meningkatkan kepatuhan dalam pengobatan, banyak peneliti mencoba
pemberian metformin yang lebih singkat. Hwu dkk memberikan metformin
dengan dosis 500 mg tiga kali sehari untuk 12 hari sebelum dimulai pengobatan
dengan clomiphene citrate. Pada penelitian tersebut ovulasi ditemukan pada
29
42.5% dibandingkan hanya 12.5% pada kelompok kontrol. Khorram dkk
memberikan metformin 500 mg tiga kali sehari dimulai dari hari pertama
withdrawal bleeding (setelah pemberian medroxy-progesterone acetate 10 mg
perhari selama 10 hari) dan pemberian clomiphene citrate pada hari ke lima
sampai hari ke sembilan. Pada penelitian tersebut ditemukan 44% dan 31%
dibandingkan hanya 6.7% dan 0% pada kelompok kontrol yang ovulasi dan
keberhasilan untuk hamil.
i) Clomiphene citrate
Obat ini adalah suatu antagonis estrogen yang bekerja dengan mengadakan
penghambatan bersaing dengan estrogen terhadap hipotalamus sehingga efek
umpan balik estrogen ditiadakan. Dengan demikian hipotalamus akan melepaskan
LH-FSH-RH yang selanjutnya akan rnenyebabkan hipofisis anterior
meningkatkan sekresi FSH dan LH. Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan
dan pematangan folikel serta ovulasi.
30
induksi ovulasi memiliki hasil yang sangat baik. Bahkan, pada beberapa populasi,
80% hingga 85% wanita akan berovulasi dan 40% akan hamil.9
3) Terapi Pembedahan
Alternatif tindakan :
31
banyak dijumpai pada sirkulasi darah. Makin tinggi kadar insulin seorang wanita,
makin jarang wanita tersebut mengalami menstruasi. Penyebab yang kedua adalah
adanya kadar LH yang tinggi sehingga merangsang sintesa androgen. Testosteron
menekan sekresi SHBG oleh hati sehingga kadar testosteron dan estradiol bebas
meningkat. Kenaikan kadar estradiol memberi umpan balik positif terhadap LH
sehingga kadar LH makin meningkat lagi sedangkan kadar FSH tetap rendah. Hal
ini menyebabkan pertumbuhan folikel terhambat, tidak pernah menjadi matang
apalagi terjadi ovulasi.
c) Diabetes melitus
32
d) Masalah kulit dan hirsutisme
e) Obesitas
f) Kanker endometrium
Risiko lain yang dihadapi wanita dengan sindrom ini adalah meningkatnya
insiden kejadian kanker endometrium. Hal ini berhubungan dengan kadar estrogen
yang selalu tinggi sehingga endometrium selalu terpapar oleh estrogen ditambah
adanya defisiensi progesteron. Kanker ini biasanya berdiferensiasi baik, angka
kesembuhan lesi tingkat I mencapai angka >90%. Kadar estrogen yang tinggi
kemungkinan juga meningkatkan terjadinya kanker payudara.
L. Prognosis
SOPK meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular dan cerebrovaskular
dengan adanya hiperandrogenisme dan peningkatan apolipoprotein. Sebanyak 4%
33
pasien dengan SOPK memiliki resiko resistensi insulin sehingga meningkatkan
resiko diabetes mellitus tipe 2 dengan konsekuensi komplikasi kardiovaskular.
Penderita SOPK juga beresiko mengalami karsinoma endometrium.
BAB III
KESIMPULAN
34
DAFTAR PUSTAKA
35
8. Anonym. 2010. Ovarium polikistik Sindrom - Penyebab, Gejala dan
Metode Pengobatan. (Diunduh tanggal 20 Februari 2020). Dari URL :
http://id.hicow.com/polikistik-ovarium-sindrom/kehamilan/hormon-
772734.html
9. Maharani, L. Wratsangka R. 2002. Sindrom Ovarium Polikistik:
Permasalahan Dan Penatalaksanaannya. (diunduh tanggal 24 Februari
2020). Dari URL : http://www.univmed.org/wp-content/
uploads/2011/02/Dr._Laksmi.pdf
10. 2. Hadibroto, B.R. 2005. Sindroma Ovarium Polikistik. (diunduh tanggal
21 Februari 2020). Dari URL : http://repository.usu.ac.id/bitstream
/123456789/15588/1/mkn-des2005-%20%2811%29.pdf
11. 3. Duarsa, M.A. 2004. Pendekatan Medisinalis Dan Bedah Pada
Penanganan Sopk. (diunduh tanggal 22 Februari 2020). Dari URL :
http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/pendekatan-medisinalis-
dan-bedah-pada-penanganan-sopk/mrdetail/914/
12. Melissa Conrad Stöppler. William C. Shiel Jr. 2010. Polycystic Ovarian
Syndrome. (diunduh tanggal 24 Februari 2020). Dari URL :
http://www.medicinenet.com/polycystic_ovary/article.htm
13. Murfida, L. 2001. terapi metformin pada sindrom ovarium polikistik.
(diunduh tanggal 24 Februari 2020 ). Dari URL :
http://digilib.unsri.ac.id/download/Terapi%20Metformin%20pada
%20SOPK.pdf
36