Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH SEMINAR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Ny. “E”


DENGAN DIAGNOSA MEDIS KANKER OVARIUM
DAN PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN NYERI KRONIK
DI RUANG MERAK IRNA OBSGYN RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

Disusun oleh:
Kelompok B1 - 6

Lilis Ernawati, S.Kep. (131723143003)


Alfan Fachrul Rozi, S.Kep. (131723143009)
Awalludin Suprihadi Putra, S.Kep. (131723143013)
Rini Purwanti, S.Kep. (131723143017)
Rani Dwi Sulistiawati, S.Kep. (131723143021)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS (P3N)


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2018
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap tahun, sekitar 20.000 wanita di Amerika Serikat menderita kanker

ovarium. Di antara wanita di Amerika Serikat, kanker ovarium adalah kanker

paling umum yang menduduki peringkat ke sepuluh dan penyebab utama kelima

dari kematian akibat kanker, setelah kanker paru dan bronkus, payudara,

kolorektal, dan pankreas. Kanker ovarium menyebabkan lebih banyak kematian

daripada kanker lain pada sistem reproduksi wanita, tetapi hanya menyumbang

sekitar 3% dari semua kanker pada wanita. Pada tahun 2014, sebanyak 21.161

wanita di Amerika Serikat didiagnosis menderita kanker ovarium dan 14.195

wanita di Amerika Serikat diantaranya meninggal karena kanker ovarium (CDC

2017) sedangkan di Indonesia, kanker ovarium menempati urutan keenam

penyakit kanker terbanyak yang diderita oleh wanita di Indonesia (Kementrian

Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi Kesehatan 2015). Kanker ovarium

merupakan kanker ginekologi paling mematikan dengan tingkat kelangsungan

hidup lima tahun paling rendah dibandingkan kanker ginekologi lainnya di dunia

karena diagnosis dini yang sulit dilakukan, sehingga diagnosis dini bergantung

pada pengetahuan tentang profil pasien kanker ovarium di suatu daerah (Ayu &

Budiana 2017).

Menurut data dari Center for Disease Control and Prevention (2017)

didapatkan bahwa kanker ovarium merupakan kanker ginekologi dengan tingkat

five year survival rate terendah dari kanker ginekologi di dunia, yaitu sebesar

1
2

43%. Hal ini disebabkan oleh gejala kasus yang tidak spesifik dan beragam, serta

tidak tersedianya alat screening dengan spesifisitas, sensitivitas, dan harga yang

sesuai. Dua per tiga pasien saat ini terdiagnosis saat telah mencapai stadium III

atau IV (Curley et al. 2011). Padahal, apabila 75% kasus kanker ovarium

terdeteksi pada stadium I atau II angka mortalitasnya diperkirakan akan turun

sebanyak 50% (Rossing et al. 2010).

Lebih dari 60% kasus baru dan sekitar 70% kematian akibat kanker di dunia

setiap tahunnya terjadi di Afrika, Asia dan Amerika Tengah dan Selatan.

Diperkirakan kasus kanker tahunan akan meningkat dari 14 juta pada 2012

menjadi 22 juta dalam dua dekade berikutnya (Kementrian Kesehatan RI Pusat

Data dan Informasi Kesehatan 2015). Pada penelitian yang pernah dilakukan di

Indonesia didapatkan bahwa prevalensi tertinggi jenis kanker yang dialami oleh

wanita sebanyak 19,3% adalah kanker ovarium (Oemiati et al. 2011)

Ketika kanker ovarium ditemukan pada tahap awal, pengobatan bekerja paling

baik (CDC 2017). Kanker ovarium pada stase dini menyebabkan gejala minimal,

nonspesifik, atau tidak ada gejala. Pasien mungkin merasakan massa perut.

Sebagian besar kasus didiagnosis pada stadium lanjut. Kanker ovarium epitelial

hadir dengan berbagai macam gejala yang tidak jelas dan tidak spesifik, seperti

kembung (distensi abdomen atau ketidaknyamanan), efek tekanan pada kandung

kemih dan rektum, sembelit, perdarahan pada vagina, gangguan pencernaan dan

acid reflux, sesak napas, kelelahan, berat badan turun, nyeri panggul dan perut.

Gejala yang terkait dengan penyakit stadium akhir termasuk gejala gastrointestinal

seperti mual dan muntah, konstipasi, dan diare. Presentasi dengan pembengkakan
3

kaki karena trombosis vena tidak jarang terjadi. Sindrom paraneoplastik karena

faktor yang dimediasi tumor menyebabkan berbagai presentasi (Green 2018).

Pemeriksaan dini, saat ini hanya dilakukan pada pasien dengan risiko tinggi,

karena pemeriksaan pada pasien dengan risiko sedang dinilai tidak praktis dan

tidak menurunkan angka kematian (Jelovac & Armstrong 2011) Pengetahuan

tentang profil pasien kanker ovarium di suatu daerah menjadi sangat penting

untuk diketahui agar pemeriksaan dilakukan pada populasi yang tepat (Buys et al.

2011) Padahal, profil pasien kanker ovarium suatu daerah dapat mengalami

perbedaan akibat perbedaan budaya dan lingkungan yang dimiliki (Fuh et al.

2015). Beberapa penelitian menyatakan umur tua, indeks masa tubuh tinggi,

paritas rendah, dan riwayat penggunaan kontrasepsi hormonal merupakan

beberapa faktor yang mempengaruhi risiko kanker ovarium (Tsilidis et al. 2011)

Selain itu, setiap tipe histopatologi dan stadium kanker ovarium memiliki pilihan

pemeriksaan penunjang dan respon terhadap terapi yang berbeda, sehingga

mengetahui profil tipe histopatologi dan stadium dapat membantu klinisi dalam

menentukan pemeriksaan dan pengobatan yang lebih baik (Ayu & Budiana 2017).
1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Bagaimana konsep teori mengenai Kanker Ovarium yang meliputi definisi,

etiologi, patofisiologi, WOC, manifestasi klinik, pemeriksaan penunjang,

penatalaksanaan, dan komplikasinya.

1.2.2. Bagaimana asuhan keperawatan keperawatan pada klien dengan Kanker

Ovarium

1.3. Tujuan
4

1.3.1. Tujuan Umum

Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan konsep serta menerapkan asuhan

keperawatan klien dengan Kanker Ovarium.

1.3.2. Tujuan Khusus

Diharapkan mahasiswa mampu:

a. Menjelaskan anatomi fisiologi Ovarium


b. Menjelaskan Konsep Kanker Ovarium
c. Memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Kanker Ovarium meliputi

Pengkajian, Analisa Data, Diagnosa, Intervensi, Implementasi dan

Evaluasi.
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi Fisiologi Ovarium

Gambar 2.1 http://blog-reproduksi.blogspot.com

Ovarium ( Bobak & Jense 2012 )

Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi ovum,

ovulasi, sintesis, dan sekresi hormon – hormon steroid.

Letak: Ovarium ke arah uterus bergantung pada ligamentum infundibulo pelvikum

dan melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium.

Jenis: Ada 2 bagian dari ovarium yaitu:

1) Korteks ovarii

a) Mengandung folikel primordial

b) Berbagai fase pertumbuhan folikel menuju folikel de graff

c) Terdapat corpus luteum dan albikantes

5
6

2) Medula ovarii

a) Terdapat pembuluh darah dan limfe

b) Terdapat serat saraf

Fisiologi Ovarium

Tanda reproduksi normal seorang wanita yakni adanya perubahan ritmis

bulanan sekresi hormone-hormon wanita dan perubahan fisik pada ovarium serta

organ-organ seksual lainnya, perubahan ritmis ini dikenal dengan siklus bulanan

wnaita. Terdapat dua hasil yang bermakna dari siklus wanita ini yakni, pertama

hanya satu ovum matang normal yang dikeluarkan dari ovum setiap bulan, kedua,

endometrium dipersiapkan terlebih dahulu untuk implantasi ovum yang telah

dibuahi pada saa tertentu dalam bulan tersebut.

Hormon-hormon gonadotropin, FSH dan LH merupakan komponen penting

dalam siklus seksual wanita, karena perubahan-perubahan yang terjadi pada

ovarium saat siklus merupakan pengaruh homron tersebut. Tanpa adanya

hormone-hormon tersebut, akan membuat ovarium menjadi tidak aktif seperti

halnya pada masa anak-anak, dimana hamper tidak ada hormone gonadotropik

yang disekresikan. Pada siklus seksual wanita, sel target ovarium aka dirangsang

oleh FSH dan LH dengan cara bergabung dengan reseptor FSH dan LH yang

sangat spesifik pada membrane sel ovarium sel target. Selanjutnya reseptor yang

diaktifkan akan meningkatkan laju kecepatan sekresi dari sel-sel ini biasanya

sekaligus meningkatkan proliferasi sel. FSH pada siklus wanita, berperan dalam

pertumbuhan awal folikel ovarium dan LH berperan dalam pematangan akhir

folikel ovarium dan sekresi hormone estrogen dari folikel-folikel tersebut. Selain
7

itu, juga berperan dalma ovulasi , awal pemebntukan korpus luteum dan sekresi

progesterone. Hampir semua efek perangsangan ini dihasilkan dari pengaktifan

sistem second messenger siklus adenosine monofosfat dalam sitoplasma sel yang

menyebbakna pembentukan protein kinase dan berbagai fosfilirasi darienzim-

enzim kunci yang merangsang sintetis hormone seksual.

Siklus Ovarium

Sejak saat lahir, terdapat banyak folikel primordial di bawah kapsul ovarium.

Masing-masing Folikel primodial mengandung sebuah ovum yang dikelilingi

oleh selapis sel-sel granulose . Pada masa anak-anak ovum akan tetap

dipertahankan dalam keadaan primordial dalam fase profase pembelahan miosis,

hal ini di yakini sebagai akibat dari sel-sel granulose yang menyelubungi ovum

tersebut, dimana dengan adanya sel-sel granulose ini akan memberikankan asupan

untuk ovum dan ada faktor yang disekresikan sebagai faktor penghambat

pematangan oosit.

Selanjutnya, saat usia 9 sampai 12 tahun, dimana hipofisis secara progresif

menyekresikan FSH dan LH dalam jumlah yang cukup, seluruh ovarium bersama

dengan folikelnya akan mulai tumbuh. Pertumbuhan ini diawali dengan

peningkatan diameter ukuran ovum dua sampai tiga kali lipat dan diikuti dengan

pertumbuhan lapisan sel-sel granulose tambahan didalalm beberapa folikel.

Folikel-folikel ini dikenal sebagai folikel primer. (Pada permulaan setiap siklus)

Selama siklus bulanan wanita, khususnya beberapa hari pertama akan terjadi

peningkatan kecepatan pertumbuhan 6 sampai 12 folikel primer setiap bulannya.

Hal ini terjadi karena adanya peningkatan konsentrasi FSH dan LH yang
8

disekresikan kelenjar hipofisi anterior secara gradual (bertahap) dari sedikit

menjadi sedang, khususnya pengaruh dari peningkatan konsentrasi FSH, karena

peningatan FSH sedikit lebih besar dari LH dan lebih awal beberapa hari.

Dengan peningkatan konsetrasi FSH, ternyata juga member pengaruh pada

kecepatan proliferasi sel-sel granulose yang juga berlangsung dengan cepat

sehingga mengakibatkan lebih banyak lapisan pada sel-sel tersebut. sel-sel

berbentuk kumparan yang dihasilkan dari intertisium ovarium berkumpul dalam

beberapa lapisan di luar sel granulose, membentuk massa sel kedua yang disebut

dengan teka.

Pertumbuhan awal folikel primer menjadi tahap antral dirangsang oleh FSH

sendiri. Kemudia peningkatan pertumbuhan secara besar-besaran terjadi, menuju

ke arah folikel vesicular. Peningkatan pertumbuhan terjadi sebagai berikut :

1. Estrogen di sekresikan ke dalam folikel sehingga menyebabkan sel-sel

granulose membentuk reseptor FSH dalam jumlah yang banyak; keadaan ini

menyebabkan umpan balik positif karena estrogen membuat sel-sel granulose jadi

jauh lebih sensitive terhadap FSH.

2. FSH dari hipofisi dan estrogen bergabung untuk memacu reseptor LH sel sel

granulose sebenarnya,sehingga terjadi rangsangan LH sebagai tambahana

terhadap rangsangan oleh FSH dan membentuk peningkatan sekresi folikular yang

lebih cepat.

3. Peningkata jumlah estrogen dari folikel ditembah dengan peningkatan LH dari

hipofisis anterior bersama-sama bekerja untuk menyebabkan proliferasi sel-sel

teka folikular dan juga meningkatkan sekresi folikular


9

Sekali folikel antral mulai tumbuh, pertumbuhan folikel folllikel tersebut terjadi

sangat cepat. diameter ovum juga membesar tiga samapai empat kali lipat lagi,

menghasil peningkatan diameter ovum total menjadi 10 kali lipat atau

peningkatan massa 100 kali lipat. Ketika folikel membesar ovum sndiri tetep

tertanam didalam massa sel granulose yang terletak pada sebuah kutub folikel.

Setelah tahap awal proliferasi, terjadi pengumpulan cairan folikular yang

disekresikan oleh massa sel graulosa sehingga terbentuklah antrum di dalam

massa jaringan. Hormon-hormon tersebut juga memberikan efek pada proliferasi

sel-sel granulose sehingga berlangsung dengan cepat (Guyton & Hall 2014).

Gambar 2.2 Siklus Ovarium ( http://cimobi.blogspot.com )


10

2.2 Konsep Kanker Ovarium


2.2.1. Pengertian

Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (organ yang berfungsi

dalam produksi sel telur). Kanker ini merupakan 3 – 4 % dari seluruh jenis kanker

pada wanita. Secara umum, kanker ovarium adalah penyakit pada wanita post-

menopause, dengan angka kejadian tertinggi pada usia 65 – 74 tahun (Sarwono

2008).

2.2.2. Klasifikasi

Klasifikasi kanker ovarium belum ada keseragamannya, namun tidak ada

perbedaan sifat fundamental (Saifuddin, 2010). Menurut International Federation

of Ginecologic and Obstetrics (FIGO), kanker ovarium di bagi dalam 3 kelompok

besar sesuai dengan jaringan asal tumor dan kemudian masing-masing kelompok

terdiri dari berbagai spesifikasi sesuai dengan histopatologi. (Aziz, 2010)

A. Kanker Berasal dari Epitel Permukaan

Kanker yang berasal dari epitel permukaan merupakan golongan terbanyak

dan sebagian besar 85 % kanker ovarium berasal dari golongan ini. Lebih dari

80% kanker ovarium epitel ditemukan pada wanita pascamenopause di mana pada

usia 62 tahun adalah usia kanker ovarium epitel paling sering ditemui.

Jenis-jenis kanker ovarium epitel permukaan :

1. Karsinoma Serosa

Karsinoma ini merupakan keganasan epitel ovarium yang tersering ditemukan.

Mudah tersebar di kavum abdomen dan pelvis, irisan penampang tumor sebagai

kistik solid. Tumor jenis ini di bawah mikroskop menurut diferensiasi sel kanker
11

dibagi menjadi diferensiasi baik (benigna) yang memiliki percabangan papilar

rapat, terlihat mitosis, sel nampak anaplastik berat, terdapat invasi intersisial jelas,

badan psamoma relatif banyak. Pada kanker diferensiasi sedang (borderline) dan

buruk (maligna) memiliki lebih banyak area padat, papil sedikit atau tidak ada,

dan badan psamoma tidak mudah ditemukan.

2. Karsinoma Musinosa

Karsinoma jenis ini lebih jarang ditemukan dibanding karsinoma serosa.

Sebagian besar tumor multilokular, padat dan sebagian kistik, di dalam kista berisi

musin gelatinosa, jarang sekali tumbuh papila eksofitik, area solid berwarna putih

susu atau merah jambu, struktur rapat dan konsistensi rapuh. Tumor jenis ini di

bawah mikroskop dibagi menjadi tiga gradasi, di mana yang berdiferensiasi baik

dan sedang memiliki struktur grandular jelas, percabangan papila epitel rapat,

terdpat dinding bersama grandular, atipia inti sel jelas, terdapat invasi intersisial.

Pada kanker diferensiasi buruk struktur grandular tidak jelas, mitosis atipikal

bertambah banyak, produksi musin dari sel sangat sedikit.

3. Karsinoma Endometroid

Kira-kira 20% kanker ovarium terdiri dari karsinoma endometroid. Sebagian

besar tumor berbentuk solid dan di sekitarnya dijumpai kista. Arsitek

histopatologi mirip dengan karsinoma endometrium dan sering disertai metaplasia

sel skuamos. Lebih dari 30 % karsinoma endometroid dijumpai bersama-sama

dengan adenokarsinoma endometrium. Endometroid borderline dan endometroid

adenofibroma jarang dijumpai.

4. Karsinoma Sel Jernih (Clear Cell Carcinoma)


12

Tumor ini berasal dari duktus muleri. Pada umumnya berbentuk solid,

sebagian ada juga berbentuk kistik, warna putih kekuning-kuningan. Arsitek

histopatologi terdiri dari kelenjar solid dengan bagian papiler. Sitoplasma sel

jernih dan sering dijumpai hopnail appearance yaitu inti yang terletak di ujung sel

epitel kelenjar atau tubulus.

5. Tumor Brenner

Tumor ini diduga berasal dari folikel. Biasanya solid dan berukuran 5-10 cm

dan hampir bersifat jinak. Tumor ini sering dijumpai insidentil pada waktu

dilakukan histerektomi.

B. Kanker Berasal dari Sel Germinal Ovarium (Germ Cell )

Tumor ini lebih banyak pada wanita umur di bawah 30 tahun. Di antaranya :

1. Disgerminoma

Adalah tumor ganas sel germinal yang paling sering ditemukan, ukuran

diameter 5-15 cm, berlobus-lobus, solid, potongan tumor berwarna abu-abu putih

sampai abu-abu cokelat dengan potongan mirip ikan tongkol. Kelompok sel yang

satu dengan yang lain dipisahkan oleh jaringan ikat tipis dengan infiltrasi sel

radang limfosit. Gambaran histopatologi mirip dengan seminoma testis pada laki-

laki. Neoplasma ini sensitif terhadap radiasi. Tumor marker untuk disgerminoma

adalah serum Lactic Dehydrogenase (LDH) dan Placental Alkaline Phosphatase

(PLAP).

2. Tumor Sinus endodermal


13

Berasal dari tumor sakus vitelinus/yock sac dari embrio. Usia rata-rata

penderita tumor sinus endodermal adalah 18 tahun. Berupa jaringan kekuning-

kuningan dengan area perdarahan, nekrosis, degenerasi gelatin dan kistik. Khas

untuk tumor sinus endodermal ini adalah keluhan nyeri perut dan pelvis yang

dialami oleh 75% penderita. Tumor marker untuk tomor sinus endodermal adalah

alfa fetoprotein (AFP).

3. Teratoma Immatur

Angka kejadian mendekati tumor sinus endodermal. Massa tumor sangat

besar dan unilateral, penampang irisan bersifat padat dan kistik, berwarna-warni,

komponen jaringan kompleks, jaringan embrional belum berdiferensiasi

umumnya berupa neuroepitel. Tumor ini mempunyai angka rekurensi dan

metastasis tinggi, tapi tumor rekuren dapat bertransformasi dan immatur ke arah

matur, regularitasnya condong menyerupai pertumbuhan embrio normal. Tumor

marker untuk teratoma immatur adalah alfa fetoprotein (AFP) dan chorionic

gonadotropin (HCG).

4. Teratokarsinoma

Sangat ganas, sering disertai sel germinal lain, AFP dan HCG serum dapat

positif. Massa tumor relatif besar, berkapsul, sering ditemukan nekrosis berdarah.

Di bawah mikroskop tampak sel primordial poligonal membentuk lempeng, pita

dan sarang, displasia menonjol, mitosis banyak ditemukan, nukleus tampak

vakuolasi, intrasel tampak butiran glasial PAS positif.


14

C. Kanker Berasal dari Stroma Korda Seks Ovarium (Sex Cord Stromal)

Tumor yang berasal dari sex cord stromal adalah tumor yang tumbuh dari satu

jenis. Kira-kira 10% dari tumor ganas ovarium berasal dari kelompok ini. Pada

penderita tumor sel granulosa, umur muda atau pubertas terdapat keluhan

perdarahan pervagina, pertumbuhan seks sekunder antara lain payudara

membesar dengan kolostrum, pertumbuhan rambut pada ketiak dan pubis yang

disebut pubertas prekoks.

1. Tumor Sel Granulosa-teka

Kira-kira 60% dari tumor ini terjangkit pada wanita post menopause,

selebihnya pada anak-anak dan dewasa. Tumor ini dikenal juga sebagai feminizing

tumor, memproduksi estrogen yang membuat penderita “cepat menjadi wanita”.

Arsitektur histopatologinya bervariasi yaitu populasi sel padat. Neoplasma ini

dikategorikan low malignant. Pada endometrium sering dijumpai karsinoma.

2. Androblastoma

Tumor ini memproduksi hormon androgen yang dapat merubah bentuk

penderita menjadi kelaki-lakian atau disebut juga masculinizing tumor. Penyakit

ini jarang dijumpai.

3. Ginandroblatoma

Merupakan peralihan antara tumor sel granulosa dan arrhenoblastoma dan

sangat jarang.

4. Fibroma

Fibroma kadang-kadang sulit dibedakan dengan tekoma. Sering disertai

dengan asites dan hidrotoraks yang dikenal sebagai sindroma Meigh.


15

2.2.3. Etiologi

Faktor resiko pada kanker ovarium meliputi

a. Genetic
b. 7 % wanita dengan ca ovarium di sebabka karena faktor genetic
c. Hormonal
d. Hormone estrogen dan progesterone dapat menjadi faktor predisposisi kanker

ovarium. Peningkatan hormone menyebabkan peningkatan siklus ovulasi,

sehingga meningkatkan mutasi epihel yang meningkatkan karsinogenesis.


e. Usia menarche dan menopause
f. Menurut hipotesis ovulasi yang tak henti-hentinya,Usia dini saat menarche

dan usia menopause dapat meningkatkan risiko ca ovarium melalui

peningkatan jumlah siklus ovulasi.


g. Laktasi
h. Laktasi menekan sekresi gonadotropin di bawah otak dan mengarah pada

anovulasi, terutama di awal bulan setelah melahirkan akan mengurangi

mengurangi risiko ca. ovarium. Sebliknya wanita yang tidak memberikan ASI

akan meningkatkan resiko ca ovarium.


i. Riwayat operasi ginekologi dan riwayat tumor ginekologi
j. Kontrasepsi
k. Kontrasepsi yang banyak mengandung estrogen dan progestin, meningkatkan

resiko ca ovarium.
l. Hormone Replacement Therapy
m. Faktor Antropometri
n. Diet dan Nutrisi
o. Olah raga dan latihan fisik
p. Gaya Hidup : merokok, alcohol, asbestos

2.2.4. Patofisiologi

Keberadaan sel kanker pada seseorang tidak hanya berasal dari efek

karsinogen seseorang, baik yang didapat dari luar ataupun dari dalam tubuh

manusia itu sendiri. Manusia pada dasarnya memiliki zat karsinogen atau zat

pemicu kanker pada tubuh. Efek karsinogen akan semakin meningkat apabila
16

mendapat penyebab kanker dari luar. Zat karsinogen juga berpotensi untuk

menyebabkan proliferasi sel kanker. Kurangnya asupan antioksidan dengan

minimnya konsumsi buah dan sayuran yang mengandung antioksidan (seperti

vitamin E, vitamin C, dan beta karoten) dapat mengurangi perlindungan sel

terhadap efek karsinogen. Buah dan sayuran yang segar memiliki enzim aktif

yang dapat memelihara dan meningkatkan pertumbuhan sel yang sehat (Corwin

2009).

Kanker epitel ovarium atau yang biasa kita sebut kanker indung telur atau

kanker ovarium adalah kanker yang terbentuk di sel epitel di ovarium sebagai

hasil dari perkembangan tumor ganas pada ovarium. Kanker ovarium dapat

menyebar secara langsung ke daerah disekitarnya dan melalui sistem peredaran

getah bening ke area panggul dan perut dan dapat menyebar hingga ke hati dan

paru-paru melalui peredaran darah. Kebanyakan teori patofisiologi kanker

ovarium meliputi konsep yang dimulai dengan diferensiasi dari sel-sel yang

melapisi ovarium (Fitri 2015).

Penyebab kanker ovarium sampai saat ini belum diketahui secara pasti,

faktor riwayat keluarga penderita kanker terkait, kehamilan pertama dan

perpindahan khusus yang diturunkan (BRCA1 dan BRCA2) masih merupakan

faktor berkebahayaan kanker tersebut terjadi. Kanker ovarium memiliki

pertumbuhan yang cepat, tahapan awal biasanya tidak bergejala, dan ditemukan

secara kebetulan pada pemeriksaan rutin, umumnya lebih dari 60% penderita

didiagnosis setelah berada dalam keadaan lanjut. Gejala dan tanda klinis yang

biasa dijumpai adalah pembesaran perut, terdapat massa di dalam rongga perut
17

atau pelvis, gejala gangguan pencernaan makanan (dispepsia), gangguan buang air

kecil dan besar, gangguan haid, gejala penekanan rongga perut berupa: rasa mual,

muntah, hilang nafsu makan, nyeri perut (Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi

Klinik Indonesia 2012).

Selama ovulasi, sel-sel kanker ini berada dan berkembang di dalam

ovarium, yang kemudian berkembang biak dan menyebar kepermukaan

peritonium dan omentum. Kanker epitel ovarium biasanya tidak menyerang ke

ruang organ parenkim-nya, melainkan hanya menempel pada permukaan organ

saja. Sel tumor tumbuh di sepanjang selaput rongga peritonium, dan mesenterium

usus yang menunjukkan fase metastasis. Transformasi maligna terkait dengan

mutasi gen P53 dan mutasi dari proto-onkogen, BRAF (v-raf sarkoma murine

onkogen virus homolog B1), dan KRAS. Sel kanker yang terkelupas secara tidak

sengaja akan ikut mengalir dalam sirkulasi cairan peritonel secara alami, sel

tersebut akan mengalir di sepanjang selokan, paracolic dan ruang sub-diafragma.

Hal inilah yang membuat hati dan diafragma peritonium memiliki kemungkinan

terbesar untuk terjadi implantasi tumor disana. Pola penyebaran awal kanker

ovarium adalah melalui penyebaran langsung atau drainase limfatik. Sedangkan

menyebaran hematogen biasanya baru terjadi diakhir proses penyakit. Karsinoma

ovarium bisa menyebar dengan ekstensi lokal, imfasi limfatik, implantasi intra

peritonial, penyebaran hematogen, dan bagian transdiafragmatik. Penyebaran intra

peritonial adalah karakteristik yang paling umum dari kanker ovarium. Sel-sel

ganas dapat menempel dimana saja dalam rongga peritonial, tapi lebih cenderung

untuk menempel di situs statis sepanjang sirkuasi cairan peritonium.mekanisme


18

penyebaran inilah yang menjadi pertimbangan dalam melakukan bedah operasi

dan kemoterapi intra peritonial (Fitri 2015).


19
20

2.2.5. Staging Ovarium

The Tumor-Node-Metastasis (TNM) dan Internasional Federation of Gynecology and

Obstetrics (FIGO) pada tahun 2014 mengklasifikasikan stadium dari kanker ovarium

seperti pada tabel di bawah ini:

Tumor Primer / Primary tumor (T)


TNM FIG
O
TX Tumor primer tidak terdeteksi
T0 Tidak ada bukti tumor primer
T1 I Tumor terbatas pada ovarium (satu atau keduanya)
T1a IA Tumor terbatas pada satu ovarium; kapsul utuh, tidak ada
tumor di permukaan ovarium; tidak ada asites yang berisi sel
ganas atau bilasan peritoneum negatif.
T1b IB Tumor terbatas pada kedua ovarium; kapsul utuh, tidak ada
tumor di permukaan ovarium; tidak ada asites yang berisi sel
ganas atau bilasan peritoneum negatif.
T1c IC Tumor terbatas pada satu atau kedua ovarium dengan di ikuti
beberapa hal berikut: kapsul pecah, tumor di permukaan
ovarium,terdapat sel ganas pada asites atau bilasan
peritoneum positif.
T2 II Pertumbuhan pada satu atau kedua ovarium dengan ekstensi
(perluasan) ke panggul.
T2a IIA Ekstensi dan/atau masuk ke dalam uterus ; tidak ada sel
ganas pada asites atau bilasan peritoneum negatif.
T2b IIB Perluasan ke dan/atau masuk ke jaringan pelvis; tidak ada sel
ganas pada asites atau bilasan peritoneum negatif.
T2c IIC Pelvis ekstensi dan/atau masuk (T2a atau T2b) dengan sel
ganas pada asites atau bilasan peritoneum posirif.
T3 III Tumor melibatkan satu atau kedua ovarium dengan bukti
mikroskopik metastasis peritoneum di luar pelvis.
T3a IIIA Metastasis secara mikroskopis di luar pelvis (tumor tidak
makroskopis)
T3b IIIB Metastasis peritoneal makroskopik kurang dari 2 cm di luar
pelvis dalam dimensi besar.
T3c IIIC Metastasis peritoneal makroskopik > 2 cm di luar panggul
dalam dimensi besar dan/atau metastasis kelenjar limfe
regional.
21

Kelenjar limfe setempat / Regional lymph nodes (N)


TNM FIGO
NX Kelenjar getah bening setempat tidak dapat di deteksi
N0 Tidak ada metastasis kelenjar limfe regional
N1 IIIC Metastasis pada kelenjar limfe regional
Metastasis jauh / Distant metastasis (M)
TNM FIG
O
M0 Metastasis tidak jauh
M1 IV Metastasis jauh : Pertumbuhan mengenai satu atau kedua
ovarium dengan metastasis jauh. Bila efusi pleura dan hasil
sitologinya positif dimasukkan dalam stadium IV. Begitu
juga metastasis ke parenkim liver.
Catatan :
1. Adanya asites non malignant tidak diklasifikasikan; kehadiran dari asites tidak
mempengaruhi stadium kecuali sel ganas hadir.
2. Metastasis kapsul hati adalah T3 / stadium III ; metastasis parenkim hati, M1 / stadium IV.
Efusi pleura harus dilakukan memiliki sitologi positif untuk MI / stadium IV.
2. Pemeriksaan diagnostik

Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan pemeriksaan hispatologis yang

dilakukan dengan :

a. Metode anamnesis (wawancara dan pemeriksaan fisik)

Pada saat anamnesis pasien akan ditanya (diwawancarai) secara lisan

mengenai sakit yang dirasakan beserta sejarah penyakitnya (jika ada) yang akan

dicatat dalam rekam medik.

b. Pemeriksaan USG untuk dapat membedakan lesi/tumor yang solid dan kristik.
c. Tes laboratorium

Tes alkaline phospatase (atau disingkat ALP), yaitu suatu tes laboratorium di

mana kadar ALP yang tinggi menunjukkan adanya sumbatan empedu atau kanker

yang telah bermetastasis ke arah hati atau tulang

d. Penanda tumor (tumor marker) Cancer antigen 125 (CA 125). Pada pasien

penderita kanker ovarium sering ditemukan peningkatan kadar CA 12


22

e. X-ray merupakan pemeriksaan bagian dalam tubuh dengan memancarkan

gelombang lalu mengukur serapannya pada bagian tubuh yang sedang

diperiksa tulang akan memberikan warna putih, jaringan akan memberikan

warna keabuan, sedangkan udara memberikan warna hitam Pencitraan lain


f. Magnetic Resonance Imaging (MRI). Prinsip kerja MRI adalah

memvisualisasikan tubuh, termasuk jaringan dan cairan, dengan

menggunakan metode pengukuran sinyal elektromagnetik yang secara

alamiah dihasilkan oleh tubuh. Position Emission Tomography (PET SCAN).

PET SCAN bekerja dengan cara memvisualisasikan metabolisme sel-sel

tubuh. Sel-sel kanker (yang berkembang lebih cepat daripada sel hidup) akan

memecah glukosa lebih cepat/banyak daripada sel-sel normal.


g. CT SCAN, merupakan alat diagnosis noninvasif yang digunakan untuk

mencitrakan bagian dalam tubuh.


h. Scanning radioaktif.
Ultrasound (atau juga disebut ultrasonografi, echografi, sonografi, dan

sonogram ginekologik) merupakan teknik noninvasif untuk memperlihatkan

abnormalitas pada bagian pelvis atau daerah lain dengan merekam pola suara yang

dipantulkan oleh jaringan yang ditembakkan gelombang suara.


i. Endoskopi
Endoskopi merupakan pemeriksaan ke dalam suatu organ/rongga tubuh

menggunakan alat fiberoptik. Hasil pemeriksaan dapat berupa adanya

abnormalitas seperti bengkak, sumbatan, luka/jejas, dan lain-lain.


23

2.2.6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Kanker Ovarium meliputi :

A. Tindakan Bedah
Prosedur operasi biasanya meliputi pengangkatan kedua ovarium, tuba falopi,

rahim, serta omentum (jaringan lemak dalam perut). Operasi ini juga bisa

melibatkan pengangkatan kelenjar getah bening pada panggul dan rongga perut

untuk mencegah dan mencari tahu jika ada penyebaran kanker. Dengan

pengangkatan kedua ovarium dan rahim, penderita tidak lagi dapat memiliki

keturunan. Namun lain halnya dengan kanker ovarium yang terdeteksi pada

stadium dini. Penderitanya mungkin hanya akan menjalani operasi pengangkatan

salah satu ovarium dan tuba falopi sehingga kemungkinan untuk memiliki

keturunan masih ada.


B. Kemoterapi
Kemoterapi dapat dijadwalkan setelah operasi. Ini dilakukan untuk

membunuh sel-sel kanker yang tersisa. Selama menjalani kemoterapi, dokter akan

memantau perkembangan penderita secara rutin guna memastikan keefektifan

obat dan respons tubuh terhadap obat. Kemoterapi juga dapat diberikan sebelum

operasi pada penderita kanker ovarium stadium lanjut, dengan tujuan mengecilkan

tumor sehingga memudahkan prosedur pengangkatan. Setiap pengobatan berisiko

menimbulkan efek samping, begitu pula dengan kemoterapi. Beberapa efek

samping yang mungkin terjadi setelah melakukan proses kemoterapi di antaranya

adalah tidak nafsu makan, mual, muntah, lemas, rambut rontok, serta

meningkatnya risiko infeksi.


Tabel 2.1 Panduan Obat Kemoterapi
Nama generic Nama merek (dijual sebagai)
Altretamine Hexalen®
Capecitabine Xeloda®
24

Carboplatin -
Cisplatin Platinol®
Siklofosfamid -
Docetaxel Taxotere®
Doxorubicin adriamycin®
Doxorubicin, liposom injeksi Doksorubisin®
Etoposid, lisan -
Gemcitabine Gemzar®
Ifosfamida -
Irinotecan Camptosar®
Melphalan Alkeran®
Oxaliplatin Eloxatin®
Paclitaxel Taxol®
Paclitaxel, albumin-terikat Abraxane®
Pemetrexed Alimta®
Topotecan Hycamtin®
Vinorelbine Navelbine

C. Radioterapi
Di samping operasi dan kemoterapi, radioterapi merupakan tindakan lain yang

bisa menjadi alternatif. Dalam radioterapi, sel-sel kanker dibunuh menggunakan

radiasi dari sinar X. Sama seperti kemoterapi, radioterapi dapat diberikan baik

setelah maupun sebelum operasi. Efek sampingnya juga serupa dengan

kemoterapi, terutama terjadinya kerontokan rambut.


D. Terapi Hormon
Terapi hormon adalah pengobatan yang berhenti tubuh dari membuat hormon

tertentu atau menghentikan tindakan hormon. Terapi hormon tidak digunakan

sebagai awal pengobatan untuk kanker ovarium. Tapi, itu dapat digunakanuntuk

kanker ovarium yang telah kembali setelah perawatan lainnya. Estrogen dan

progesteron adalah hormon yang membantu beberapa jenis kanker ovarium

tumbuh. Estrogen sebagian besar dibuat oleh ovarium dan dibuat dalam jumlah

kecil oleh kelenjar adrenal, hati, dan lemak tubuh. Progesterone juga sebagian

besar dibuat oleh indung telur. Memblokir hormon ini dari bekerja atau
25

menurunkan tingkat hormon dapat membantu pertumbuhan kanker ovarium

lambat. Berbagai jenis obat terapi hormon bekerja dengan cara yang berbeda.

Obat terapi hormon yang mungkindigunakan untuk kanker ovarium meliputi:


a) Tamoxifen - Obat antiestrogen ini berfungsi untuk menghentikan efek

estrogen pada pertumbuhan sel kanker.


b) Anastrozole, exemestane, dan letrozole - Obat inhibitor aromatase ini

menurunkan kadar estrogen dalam tubuh.


c) leuprolide asetat ovarium berfungsi untuk membuat sedikit estrogen dan

progesteron. Obat ini di kelas obat yang disebut LHRH (luteinizing hormone-

releasing hormone) agonis.


d) Megestrol asetat - Obat ini menghentikan efek estrogen pada pertumbuhan sel

kanker. Obat ini di kelas obat disebut progestin

2.2.7. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi yaitu :

a. Asites

Kanker ovarium dapat bermetastasis dengan invasi langsung ke

strukturstruktur yang berdekatan pada abdomen dan panggul dan melalui

penyebaran benih tumor melalui cairan peritoneal ke rongga abdomen dan rongga

panggul.

b. Efusi Pleura

Dari abdomen, cairan yang mengandung sel-sel ganas melalui saluran limfe

menuju pleura.

c. Penyebaran ke organ lain


d. Progresif function loss of various organs (fungsi progresif hilangnya berbagai

organ)
e. obstruksi usus
26

f. Tumor ovarium yang cukup besar dapat menyebabkan kelainan letak janin

dalam Rahim atau dapat menghalangi masuknya ke dalam panggul .


g. pada persalinan dapat terjadi obstruksi bagi lahirnya anak yang dapat

menyebabkan rupture uteri.


h. Pada tingkat lanjut dapat terjadi komplikasi obstruksi usus.

Komplikasi lain yang dapat disebabkan pengobatan adalah :

a. Infertilitas adalah akibat dari pembedahan pada pasien menopause


b. Mual, muntah dan supresi sumsum tulang akibat kemoterapi. Dapat juga
c. muncul masalah potensial ototoksik, nefroktoksik, neurotoksis
d. Penyakit berulang yang tidak terkontrol dikaitkan dengan obstruksi usus,

2.2.8. Deteksi Dini

A. Pemeriksaan Fisik

Sekarang ini, pemeriksaan fisik pelvis, ultrasonografi transvaginal, dan

level serum CA 125 merupakan modalitas standar dalam mendeteksi karsinoma

ovarium. Pada pemeriksaan fisik, tanda paling penting adanya kanker ovarium

adalah ditemukannya massa tumor di pelvis. Bila tumor tersebut padat, bentuknya

irregular dan terfiksir ke dinding panggul, keganasan perlu dicurigai. Bila di

bagian atas abdomen ditemukan juga massa dan disertai asites, keganasan hampir

dapat dipastikan. Cairan asites ini diyakini hasil dari peningkatan produksi cairan

karsinomatous atau penurunan clearance oleh obstruksi saluran limfatik (Diaz

2013)

Akan tetapi, pemeriksaan fisik pelvis tidak efisien dalam membedakan lesi

dini ataupun premaligna dari ovarium normal. Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa sensitivitas dan spesifisitas dalam mendeteksi massa pada pelvis yang

semata-mata hanya berdasarkan pemeriksaan fisik pelvis adalah sekitar 40 % dan


27

90%, dimana sensitivitas dan spesifisitas tersebut masih berada di bawah kriteria

sebagai skrining tes yang efektif.

Pada stadium lanjut, pemeriksaan abdomen bagian atas biasanya

menunjukkan massa menandakan penggumpalan di omentum.4. Auskultasi dada

juga penting karena pasien dengan efusi pleura ganas mungkin tidak ada gejala

yang jelas. Selain itu, palpasi pada kelenjar limfe perifer harus dilakukan untuk

memastikan ada atau tidak metastasis.

B. Pemeriksaan Penunjang

1. Ultrasonografi

Untuk membedakan tumor jinak dan karsinoma ovarium tahap awal,

sonografi transvaginal adalah pemeriksaan yang paling bermanfaat. Tumor ganas

adalah bilateral, multiloculated, padat atau echogenik, besar (>5 cm), dan

memiliki septa tebal dengan daerah nodularitas. Fitur lain termasuk proyeksi

papiler atau neovaskularisasi pada pemeriksaan Doppler. Meskipun beberapa

presumtif model telah dijelaskan dalam upaya untuk membedakan massa jinak

dari karsinoma ovarium preoperatif, tidak ada dilaksanakan secara universal.

Pemeriksaan USG transvaginal pada wanita postmenopause dengan massa

pada pelvis memiliki sensitivitas 84% dan spesifisitas 78%. Namun USG

transvaginal memiliki nilai prediktif positif yang buruk apabila digunakan dalam

skrining pada populasi umum.

Ultrasonografi transvaginal merupakan modalitas diagnosis awal dalam

mengevaluasi adneksa. Namun, sensitivitas dan spesifisitas USG transvaginal

untuk diagnosis definitif kanker ovarium sangatlah terbatas. Dalam sebuah


28

penelitian skrining dari National Ovarian Cancer Early Detection Program, 4526

perempuan yang memiliki resiko tinggi kanker ovarium diskrining dengan USG

transvaginal, penelitian tersebut menunjukkan keterbatasan dalam mendeteksi

karsinoma ovarium, karsinoma peritonium primer dan karsinoma tuba fallopi pada

wanita dengan stadium III yang asimptomatik. Yang terbaru yaitu penelitian

prospektif dari universitas Kentucky (KY, USA) menevaluasi 37.293 wanita

berumur 50 tahun atau lebih yang asimptomatik, wanita berumur 25 tahun atau

lebih yang asimptomatik dengan riwayat keluarga menderita kanker ovarium,

yang diperiksa skrining USG setiap tahunnya, dengan rata-rata follow-up yaitu 5,8

tahun. Ditemukan total 47 kasus epitelial ovarian cancer (EOC) dan 15 tumor

ovarium epitelial dengan potensi keganasan rendah. Distribusi stadium untuk

invasive epithelial cancers adalah : stage I, 47%; stage II, 23%; stage III, 30%;

dan stage IV, 0%. Penetili mendapatkan spesifisitas 98,5% dan nilai prediktif

positif 8,9%. Survival rate dalam 5 tahun untuk wanita dengan EOC invasif yang

dideteksi melalui skrining adalah 74,8% dibandingkan dengan wanita penderita

karsinoma ovarium yang tidak diskrining yaitu 53,7%.

Untuk meningkatkan efisasi sonografi, tehniknya dengan menggabungkan

penaksiran morfologi dengan vaskularisasi tumor dalam sistem diagnostik, yang

secara signifikan lebih baik dalammenentukan karakteristik lesi ovarium

dibandingkan pengukuran resistensi arteri Doppler, color Doppler flow imaging,

ataupun informasi grayscale morphologic. Terdapat bukti bahwa penggunaan

kontras dengan Doppler power 3D sonografi lebih superior dibandingkan

nonenhanced sonography (95 vs 86.7%). Fleischer et al. Menunjukkan bahwa


29

penggunaan pulse inversion harmonic imaging dengan USG kontras merupakan

metode yang lebih tepat dalam membedakan tumor ovarium jinak atau ganas.

Pada pasien dengan stadium lanjut, sonografi kurang membantu karena

sangat sulit untuk membedakan massa yang besar yang mencakupi uterus,

adneksa dan struktur sekitarnya. Asites, jika ada akan mudah terdeteksi.

2. Tumor Marker

Cancer Antigen-125.

Sekarang ini, glikoprotein antigen CA 125 merupakan tumor marker yang

paling sering digunakan untuk tumor ovarium epitelial, yaitu 85-90% dari seluruh

kanker ovarium. CA 125 awalnya dideteksi dengan menggunakan antibodi murine

monoklonal OC 125. CA 125 mula-mula dikembangkan untuk memonitor pasien

yang sebelumnya telah didiagnosis kanker ovarium dan bukan untuk skrining. CA

125 hanya meningkat pada 47% wanita dengan kanker ovarium stadium dini,

sedangkan pada stadium lanjut level CA 125 meningkat pada 80-90% wanita.

Oleh karena level CA 125 meningkat pada beberapa kondisi yang benign pada

wanita premenopause, kegunaannya sebagai tumor marker lebih efektif pada

wanita post menopause. Untuk mendeteksi kanker ovarium pada wanita

postmenopause, batas nilai CA 125 adalah 35 unit/ml(Widayati et al. 2009)

Berdasarkan nilai CA 125, klinis dan data demografi pada 3692 wanita

yang mengikuti skrining yang dilakukan oleh National Cancer Institute,

merekomendasikan untuk mencapai false-positive rate 2% pada percobaan

skrining kanker ovarium pada wanita beresiko tinggi, batas nilai CA 125 harus

berdasarkan status menopause seseorang : 50 units/ml untuk wanita


30

premenopausal, 40 units/ml untuk wanita premenopausal yang sedang

menggunakan kontrasespsi oral, dan 35 units/ml wanita postmenopausal.

Secara klinis CA 125 digunakan untuk menentukan prognosis dan

surveillance wanita yang terdiagnosis kanker ovarium. Akan tetapi, sebagai salah

satu biomarker yang terbaik untuk karsinoma ovarium, CA-125 juga sering

digunakan untuk mendeteksi karsinoma ovarium pada stadum dini. Bersamaan

dengan pemeriksaan CA 125, juga difokuskan pemeriksaan biomarker lainnya

dengan atau tanpa kombinasi dengan tehnik pencitraan (imaging) dan

pemantauan secara simultan marker untuk mendapatkan sensitivitas dan

spesifisitas yang lebih baik. Indeks resiko keganasan diperoleh melalui skor level

serum CA 125 untuk hasil temuan yang spesifik pada USG pelvis dan skor status

menopause. Indeks resiko keganasan memberikan sensitivitas 90% dan

spesifisitas 89% dalam menentukan keganasan pada kasus massa pada pelvis.

Dalam 90% wanita dengan karsinoma nonmusinous, kadar CA-125 tinggi.

Namun preoparatif, tidak boleh digunakan sendiri dalam penanganan massa

adneksa. Setengah dari karsinoma ovarium stadium I memiliki kadar CA-125

normal (negatif palsu). Sebaliknya, nilai tinggi (positif palsu) dapat dikaitkan

dengan penyakit radang panggul, endometriosis, leiomyoma, kehamilan dan

bahkan mentruasi.

Pada wanita pascamenopause dengan massa pelvis, pengukuran CA-125

dapat membantu memprediksi kemungkinan adanya keganasan. Pada tumor

musinous, Cancer Antigen 19-9 (CA 19-9) dan Carcinoembryonic Antigen (CEA)

indikator yang lebih baik dibanding CA-125.


31

Carcinoembriogenic Antigen (CEA)

CEA merupakan antigen onkofetal dan peningkatan kadar serum CEA

seringkali ditemukan pada berbagai penyakit benign dan maligna, termasuk

kanker ovarium. Peningkatan konsentrasi CEA pada karsinoma ovarium beragam

sesuai dengan tipe histologis dan stadium penyakitnya, yang kebanyakan

meningkat pada pasien dengan kanker ovarium tipe musinosa ataupun kanker

ovarium yang telah metastasis.

Sensitivitas CEA sebagai marker untuk mendeteksi kanker ovarium

hanyalah sekitar 25% dengan positive predictive value pada peningkatan

konsentrasi CEA hanya 14%. Walaupin CEA bukanlah marker untuk diagnosis

dini oleh karena sensitivitasnya yang rendah, CEA dapat sangat bermanfaat dalam

menentukan respon terapi terhadap pasien kanker ovarium.


32

Alfa-Fetoprotein (AFP)

Alfa-fetoprotein merupakan glikoprotein onkofetal yang diproduksi oleh

yolk sac fetus, hepar dan saluran cerna bagian atas. Peningkatan AFP dapat

ditemukan pada kehamilan dan penyakit hati. Kadar serum AFP meningkat pada

pasien dengan tumor hepar, dan beberapa keganasan seperti gaster, pankreas,

kolon dan bronkus. Pada wanita dengan tumor sinus endodermaldan keganasan

embrional, AFP digunakan dalam memonitor respon terapi dan mendeteksi dini

rekurensi penyakit. AFP secara akurat dapat memprediksi elemen yolk sac pada

mixed germ cell tumour.

Human Chorionic Gonadotropin (hCG)

hCG secara normal diproduksi oleh trofoblas dan secara klinis (serum

ataupun urin) digunakan sebagai penanda kehamilan dan penyakit kehamilan

trofoblastik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa imunoreaktivitas dari total

hCG dalam serum dan urin (urinary b-core fragment, hCGbcf) memberikan

gambaran prognosis kanker ovarium. Pada kadar serum hCG normal, 5-year

survival rate dapat mencapai 80%, namun pada kadar hCG meningkat hanya

22%. Pada pasien dengan stadium III, IV dan penyakit residual, 5-year survival

mencapai 75%, sebaliknya 0% pada keadaan hCG meningkat. hCGbcf dapat

dideteksi melalui urin pada 84% pasien kanker ovarium. Walaupun kemampuan

marker ini memfasilitasi pemilihan modalitas terapi kanker ovarium sebelum

pembedahan, aplikasi klinis hCG dan subunit B bebasnya (B-hCG) masih sangat

terbatas untuk skrining dan diagnosis. hCG sering digunakan sebagai petanda

tumor germ sel.


33

Inhibin

Inhibin merupakan sebuah glikoprotein dan bagian dari kelompok

transforming growth factor beta (TGFb). Inhibin A dan B merupakan heterodimer

yang terdiri dari subunit a yang identik dan antara subunit bA atay bB yang

berkaitan dengan ikatan disulfida. Inhibin diproduksi oleh gonad dan berfungsi

sebagai regulator sekresi FSH. Inhibin berhubungan dengan tumor sel granulosa

dan karsinoma musinosa; berbeda dengan CA 125 yang berhubungan dengan

tumor serous, endometrioid dan undifferentiated. Sebagai tambahan, subunit a

berfungsi sebagai supresor tumor ovarium. Kombinasi pemeriksaan total inhibin

melalui ELISA dengan CA 125 digunakan untuk mendeteksi sebagian besar tipe

kanker ovarium dengan sensitivitas dan spesifisitas 95%.

Risk of Malignancy Index (RMI)


RMI mengkombinasikan 3 hasil pemeriksaan pra-bedah: kadar serum

CA125 (IU/ml) (CA125), status menopause (M), dan skor USG (U). Rumusnya

adalah:

RMI = U x M x CA125

 Hasil USG memiliki nilai 1 untuk setiap karakteristik berikut : kista

multilokular, area padat, metastasis, ascites, dan lesi bilateral. U=0 (untuk skor

USG 0), U=1 (untuk skor USG 1), dan U=3 (untuk skor USG 2-5).
 Status menopause memiliki skor 1= premenopause dan 3= postmenopause.
 Klasifikasi postmenopause adalah wanita yang sudah tidak mendapatkan haid

selama lebih dari 1 tahun atau wanita berusia > 50 tahun yang telah menjalani

histerektomi.
 Kadar serum CA125 diukur dalam IU/ml dan dapat bervariasi dari 0 hingga

ratusan atau bahkan ribuan unit.


34

 Hitung skor risk of malignancy index (RMI ) dan rujuk semua pasien dengan

skor RMI > 250 ke tim dokter spesialis.


BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN KANKER OVARIUM

3.1. Kerangka Konsep Keperawatan Kanker Ovarium

3.1.1. Pengkajian Keperawatan

a. Data diri klien


b. Data biologis/fisiologis : keluhan utama, riwayat keluhan utama
c. Riwayat kesehatan masa lalu
d. Riwayat kesehatan keluarga
e. Riwayat reproduksi : siklus haid, durasi haid
f. Riwayat obstetric : kehamilan, persalinan, nifas, hamil
g. Data psikologis/sosiologis : Reaksi emosional setelah penyakit diketahui
h. Pemeriksaan fisik
i. Aktifitas istirahat

- Kelemahan / keletihan

- Perubahan pada pola tidur

- Adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti

nyeri,ansietas,keringat malam

- Pekerjaan / profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat

stress tinggi

j. Integritas ego

- Faktor stress, merokok, alcohol

- Menunda mencari pengobatan

35
36

- Masalah tentang lesi / cacat, pembedahan

- Menyangkal diagnosis, putus asa

k. Eliminasi

- Pada kanker Ovarium terdapat tanda haid tidak teratur, sering berkemih,

menopouse dini dan menorrhagia.

- Dispepsia, rasa tidak nyaman pada abdomen, lingkar abdomen yang terus

meningkat.

l. Neurosensori: Pusing, sinkope


m. Nyeri / ketidaknyamanan

- Adanya nyeri, derajat bervariasi dari nyeri tingkat ringan s/d berat

(dihubungkan dengan proses penyakit)

- Nyeri tekan pada area kanker

n. Keamanan

Pemajanan pada zat kimia, toksik dan karsinogen

Tanda : Demam,ulserasi

o. Seksualitas

Multigravida lebih besar dari usia 30 tahun, mempunyai banyak pasangan

seksual, aktifitas seksual dini.

p. Interaksi sosial

- Ketidaknyamanan/ kelemahan sistem pendukung

- Riwayat perkawinan, dukungan dan bantuan

- Masalah tentang fungsi dan tanggung jawab perawat


37

3.1.2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan kanker ovarium meliputi :

A. Nyeri kronis (00133) berhubungan dengan infiltrasi tumor.


B. Ansietas (00146) berhubungan dengan stresor rencana pembedahan.
C. Intoleran Aktivitas (00092) berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen.


D. Ketidakseimbangan Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002)

berhubungan dengan faktor biologis efek kanker ovarium pada traktus gastro

intestinal.

3.1.3. Intervensi

1. Nyeri kronis (00133) berhubungan dengan infiltrasi tumor.

NOC:

 Kontrol nyeri

Laporan nyeri mereda atau terkontrol

Mengatakan metode yang meredakan nyeri

NIC:

 Lakukan pengkajian nyeri komfrehensif (lokasi, karakteristik, konsep, dll)

 Observasi adanya pentunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan

 Dorong klien untuk memonitor nyeri

 Berikan informasi mengenai nyeri (penyebab nyeri)

 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik

2. Ansietas (00146) berhubungan dengan stresor rencana pembedahan.


38

NOC:

 Kontrol diri terhadap ansietas:

Mengenali dan mengungkapkan perasaan

Mengidentifikasi penyebab dan faktor kontribusi

Mengungkapkan penurunan ansietas

NIC:

 Identifikasi dan kenali persepsi klien tentang ancaman atau situasi

 Observasi tanda verbal dan nonverbal dari ansietas

 Dorong klien dan orang dekat untuk berkomunikasi satu sama lain

 Beri periode istirahat dan waktu tidur tanpa gangguan

 Kolaborasi dalam pemberian anti ansietas

3. Intoleran Aktivitas (00092) berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen.

NOC:

 Endurance:

Berpartisipasi dalam aktivitas yang diperlukan dan diinginkan

Melaporkan peningkatan yang dapat terukur dalam toleransi aktivitas

Mendemonstrasikan penurunan tanda-tanda fisiologis intoleransi

NIC:

 Kaji respon klien terhadap aktivitas, catat frekuensi nadi yang lebih cepat > 20

x/menit dari frekuensi saat istirahat; peningkatan TD (sistolik meningkat > 40

mmHg atau diastolik meningkat > 20 mmHg), selama dan setelah aktivitas,

dipsnea, nyeri dada, diaforesis, dan sinkop.


39

 Ajarkan klien teknik penghematan energi (duduk saat menyisir rambut atau

saat menyikat gigi)

 Dorong aktivitas progresif dan perawatan diri jika ditoleransi

4. Ketidakseimbangan Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002)

berhubungan dengan faktor biologis efek kanker ovarium pada traktus gastro

intestinal.

NOC:

 Status nyeri:

Menunjukkan berat badan stabil atau kenaikan yang progresif sesuai tujuan

dengan normalisasi nilai laboratorium dan tidak ada tanda malnutrisi

NIC:

 Kaji berat badan, usia, masa tubuh, kekuatan dan tingkat aktifitas serta

istirahat

 Inspeksi mukosa oral

 Evaluasi nafsu makan klien

 Beri higiene oral

 Dorong klien untuk makan makanan yang sehat dan bervariasi sebanyak

mungkin

 Kolaborasi dalam pemberian makanan lewat NGT.


BAB 4

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai asuhan keperawatan yang dilakukan

pada Ny P dengan kanker ovarium di Ruang Merak Irna Obgyn RSUD Dr.

Soetomo Surabaya. Pengkajian dilakukan pada hari Kamis tanggal 16 Mei 2018.

Ditemukan data subjektif, klien mengatakan sesak dan nyeri perut, disertai

perut membesar, nyeri seperti ditusuk-tusuk. Nyeri bertambah jika posisi miring

ke kiri, nyeri berkurang dengan posisi setengah duduk. Sebelum MRS klien juga

mengeluh mual, muntah, sesak. Sesak bertambah berat sejak 2 hari yang lalu

sehingga klien dibawa ke RS Dr Soetomo. Data objektif, ekspresi wajah

menyeringai, nadi 100x/ menit, akral dingin, adanya nyeri tekan pada seluruh area

abdomen.

Masalah keperawatan yang penulis tegakkan pada kasus ini adalah:

1. Kelebihan volume cairan


Kelebihan volume cairan adalah peningkatan retensi cairan isotonic.
Implementasi yang telah dilakukan adalah mempertahankan posisi nyaman

semifowler, mempertahankan pemasangan kateter urine, mengobservasi lokasi

edema dan kelebihan (pengumpulan) cairan, mengobservasi TTV, menginjeksi

furosemide 20 mg (iv), memonitor intake dan output cairan pasien, serta

menghitung balance cairan pasien.


Batasan karakteristik:
a. Gangguan elektrolit
b. Anasarka

55
56

c. Ansietas
d. Azotemia
e. Perubahan tekanan darah
f. Perubahan status mental
g. Perubahan pola pernapasan
h. Penurunan hematrokrit
i. Penurunan hemoglobin
j. Dispnea
k. Edema
l. Peningkatan tekanan vena sentral
m. Asupan melebihi haluaran
n. Distensi vena jugularis
o. Oliguria
p. Ortopnea
q. Efusi pleura
r. Refleksi hepatojugular positif
s. Perubahan tekanan arteri pulmonal
t. Kongesti pulmonal
u. Gelisah
v. Perubahan berat jenis urin
w. Bunyi jantung S3
x. Penambahan berat badan dalam waktu sangat singkat

Hasil evaluasi yang dicapai setelah 7 implementasi pada hari terakhir yakni

hari ketiga Sabtu tanggal 19 Mei 2018 ialah keadaan umum klien lemah, GCS

E4V5M6, kesadaran Compos Mentis, perut ascites, pitting edema di kedua

ekstrimitas bawah, total intake cairan 2.150 cc/24 jam total output 2.100 cc/24

jam pembatasan minum pasien 1-1,5 L/24 jam, vital sign TD: 120/80 mmHg

N: 84 x/menit S: 36 C RR: 20 x/menit.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah intake nutrisi

tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh.


Implementasi yang dilakukan antara lain mengkaji ulang keluhan pasien

terkait gangguan makan (seperti mual, muntah, asupan makan), memonitor

intake nutrisi, memonitor turgor kulit, rambut, mukosa mulut, menganjurkan

pasien untuk makan porsi makannya dalam keadaan hangat sedikit-sedikit tapi
57

sering, berkolaborasi dengan dokter, menginjeksi Ondansetron 8 mg (IV)

Ranitidine 50 mg (IV), mengajarkan pasien teknik relaksasi nafas dalam,

menganjurkan pasien melakukan nafas dalam apabila merasa mual,

memotivasi pasien untuk menghabiskan porsi makannya, serta berkolaborasi

dengan ahli gizi menentukan diet pasien.


Batasan karakteristik:
a. Berat badan 20 % atau lebih di bawah ideal
b. Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA (Recomended

Daily Allowance)
c. Membran mukosa dan konjungtiva pucat
d. Kelemahan otot yang digunakan untuk menelan/mengunyah
e. Luka, inflamasi pada rongga mulut
f. Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan
g. Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan makanan
h. Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa
i. Perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah makanan
j. Miskonsepsi
k. Kehilangan BB dengan makanan cukup
l. Keengganan untuk makan
m. Kram pada abdomen
n. Tonus otot jelek
o. Nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi
p. Kurang berminat terhadap makanan
q. Pembuluh darah kapiler mulai rapuh
r. Diare dan atau steatorrhea
s. Kehilangan rambut yang cukup banyak (rontok)
t. Suara usus hiperaktif
u. Kurangnya informasi, misinformasi
Hasil evaluasi yang dicapai setelah 7 implementasi pada hari terakhir yakni

hari ketiga Sabtu tanggal 19 Mei 2018 ialah data subyektif klien mengatakan

sudah tidak merasa mual, sudah tidak muntah makan habis ¼ porsi. Data

obyektif menunjukkan keadaan umum klien lemah, kesadaran compos mentis,

turgor kulit menurun, kulit kering, rambut tipis, kering dan rontok, mukosa

mulut lembab, tidak ada sariawan, perut ascites, nyeri tekan perut, porsi

makan tidak habis, sisa porsi makan kurang dari ¾ porsi.


58

3. Nyeri kronis
Nyeri kronis adalah pengalaman sensoris dan emosional yang tidak

menyenangkan yang timbul dari kerusakan jaringan aktual atau potensial atau

dijelaskan dalam hal kerusakan tersebut (Asosiasi Internasional untuk Studi

Rasa Sakit); onset yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas apapun dari ringan

sampai berat, konstan atau berulang tanpa akhir yang diantisipasi atau dapat

diprediksi dan durasi lebih dari enam (6) bulan.


Implementasi yang dilakukan antara lain mempertahankan posisi yang

nyaman menurut pasien (semifowler), mengkaji ulang keluhan nyeri pasien,

mengobservasi TTV, menjelaskan penyebab nyeri kepada pasien, mengajarkan

teknik relaksasi nafas dalam, menganjurkan pasien untuk melakukan masase

pada daerah yang nyeri (perutnya), serta menganjurkan pasien lebih banyak

istirahat. Apabila masalah tersebut tidak teratasi maka keluhan nyeri yang

dirasakan klien tidak akan berkurang ataupun menghilang.


Hasil evaluasi yang dicapai setelah 7 implementasi pada hari terakhir yakni

hari ketiga Sabtu tanggal 19 Mei 2018 ialah data subyektif klien mengatakan tidak

nyeri, hasil pengkajian nyeri P: perut membesar (adanya air) Q: hilang timbul R:

perut (secara keseluruhan) S: 2 T: tak tentu waktunya, untuk data obyektif KU

lemah, kesadaran compos mentis, perut ascites, nyeri tekan perut, pasien

menunjukkan lokasi nyeri, secara verbal mengeluhkan nyeri, serta ekspresi wajah

pasien kadang terlihat menyeringai kesakitan.

Masalah keperawatan yang ada dalam teori tetapi tidak muncul dalam pengelolaan

klien sebagai berikut:

1. Ansietas
2. Intoleransi aktivitas
59
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kanker ovarium adalah tumor ganas yang menyerang pada organ

ovarium (organ yang berfungsi dalam produksi sel telur). Pada penyakit kanker

ovarium faktor resiko yang dapat terjadi pada pasien dapat bermacam-macam,

misalnya karena genetik (7 % wanita dengan ca ovarium disebabkan karena faktor

genetik), gangguan hormonal (estrogen dan progesteron), usia menarche dan

menopause (melalui peningkatan jumlah siklus ovulasi), laktasi (wanita yang

tidak memberikan ASI meningkatkan resiko ca ovarium), riwayat operasi

ginekologi dan riwayat tumor ginekologi, kontrasepsi, Hormone Replacement

Therapy, faktor antropometri, diet dan asupan nutrisi, olah raga dan latihan fisik,

serta gaya hidup yang tidak sehat (merokok, alkohol, dan asbestos). Pemeriksaan

penunjang yang diperlukan untuk mengetahui adanya penyakit kanker ovarium

bisa menggunakan metode anamnesis (wawancara dan pemeriksaan fisik), USG

abdomen serta tes laboratorium. Jika seseorang telah diketahui menderita penyakit

kanker ovarium, penatalaksanaannya dapat berupa pemberian obat kemoterapi,

tindakan pembedahan dan radioterapi. Komplikasi yang dapat timbul pada pasien

kanker ovarium yaitu berupa asites, efusi pleura, penyebaran ke organ lain, fungsi

progresif hilangnya berbagai organ, obstruksi usus, kelainan letak janin jika

pasien sedang hamil, serta pada persalinan dapat menyebabkan obstruksi bagi

lahirnya anak yang dapat menyebabkan ruptur uteri. Sedangkan komplikasi yang

60
61

dapat timbul pada pasien kanker ovarium saat pengobatan berupa mual, muntah,

infertilitas (akibat dari pembedahan pada pasien menopause), masalah potensial

(ototoksik, nefroktoksik, neurotoksis), serta penyakit berulang yang tidak

terkontrol (dikaitkan dengan adanya obstruksi usus).


Pada pasien Ny. P keluhan yang dirasakan adalah sesak napas, nyeri dirasakan

seperti ditusuk-tusuk, dan perut membesar. Nyeri yang dirasakan klien dirasakan

dapat bertambah jika posisi klien miring ke sebelah kiri, tetapi nyeri dapat

berkurang jika posisi klien setengah duduk (semi fowler). Saat pengkajian

didapatkan data objektif, ekspresi wajah klien menyeringai, nadi 100x/menit,

akral dingin, serta adanya nyeri tekan pada seluruh area abdomen klien. Setelah

dilakukan pengkajian, didapatkan masalah keperawatan kelebihan volume cairan,

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, serta nyeri kronis.

Masalah keperawatan yang timbul pada Ny. P masih belum teratasi sepenuhnya,

karena berdasarkan hasil evaluasi selama 7 kali implementasi klien masih dirasa

tidak sepenuhnya mengalami ada perubahan yang signifikan.


62

5.2 Saran
Pada semua wanita diharapkan dapat menjaga dirinya sendiri, berperilaku

sehat dalam reproduksi, pola gaya hidup sehat serta melakukan upaya pencegahan

sedini mungin agar terhindar dari penyakit kanker ovarium. Jika upaya - upaya

tersebut telah dilakukan, maka kita dapat mengurangi resiko terjadinya kanker.
63

DAFTAR PUSTAKA

Ayu, I.D. & Budiana, I.N.G., 2017. PROFIL PASIEN KANKER OVARIUM DI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR – BALI
PERIODE JULI 2013 – JUNI 2014. e-Jurnal Medika, 6(3), pp.1–9.

AZIZ, M.F., 2010. BUKU ACUAN NASIONAL ONKOLOGI GINEKOLOGI 1st


ed., Jakarta: PT. Bina Pustaka.

Bobak, Lowdermilk, Jense. 2012. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta:


EGC

Buys, S.S. et al., 2011. Effect of Screening on Ovarian Cancer Mortality. JAMA,
305(22), p.2295. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21642681 [Accessed May 27, 2018].

CDC, 2017. Ovarian Cancer Statistics. Available at:


https://www.cdc.gov/cancer/ovarian/statistics/ [Accessed May 27, 2018].

Corwin, E.J., 2009. Buku Saku Patofisiologi 3 Revisi., Jakarta: EGC.

Curley, M.D. et al., 2011. Evidence for cancer stem cells contributing to the
pathogenesis of ovarian cancer. Frontiers in bioscience (Landmark edition),
16, pp.368–92. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21196176
[Accessed May 27, 2018].

Diaz, E., 2013. Early detection of ovarian cancer. , 8(2), pp.169–179.

Fitri, 2015. Patofisiologi Kanker Ovarium | SEHAT.link.

Fuh, K.C. et al., 2015. Survival differences of Asian and Caucasian epithelial
ovarian cancer patients in the United States. Gynecologic Oncology, 136(3),
pp.491–497. Available at:
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0090825814013699
[Accessed May 27, 2018].

Green, A.E., 2018. Ovarian Cancer: Practice Essentials, Background,


Pathophysiology. Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/255771-overview [Accessed May
27, 2018].

Guyton A.C, dan Hall, J.E. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Penerjemah : Ermita I, Ibrahim I. Singapura: Elsevier

Jelovac, D. & Armstrong, D.K., 2011. Recent Progress in the Diagnosis and
64

Treatment of Ovarian Cancer. CA Cancer J Clin, 61 (3), pp.183–203.


Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3576854/pdf/nihms-
440699.pdf [Accessed May 27, 2018].
Kementrian Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi Kesehatan, 2015. Stop
Kanker. infodatin-Kanker, p.hal 3.

Oemiati, R., Rahajeng, E. & Kristanto, A.Y., 2011. Di Indonesia penyakit. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementrian Kesehatan Indonesia,
39(4), pp.190–204.

Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Indonesia, 2012. Indonesian


Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory. , 19.

Rossing, M.A. et al., 2010. Predictive Value of Symptoms for Early Detection of
Ovarian Cancer. JNCI Journal of the National Cancer Institute, 102(4),
pp.222–229. Available at: https://academic.oup.com/jnci/article-
lookup/doi/10.1093/jnci/djp500 [Accessed May 27, 2018].

Sarwono, P., 2008. Ilmu Kandungan 2nd ed., Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Tsilidis, K.K. et al., 2011. Oral contraceptive use and reproductive factors and risk
of ovarian cancer in the European Prospective Investigation into Cancer and
Nutrition. British Journal of Cancer, 105(9), pp.1436–1442.

Widayati, P., Ariyanto, A. & Lestari, W., 2009. Produksi Kit


Immunoradiometricassay ( IRMA ) CA-125. , 7(2), pp.91–97.
65

Anda mungkin juga menyukai