Anda di halaman 1dari 20

A.

Definisi AML

Leukemia myeloid akut atau Acute Myeloblastic Leukemia (AML) sering juga dikenal dengan

istilah Acute Myelogenous Leukemia atau Acute Granulocytic Leukemia merupakan penyakit

keganasan yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi abnormal sel induk hematopoetik

yang bersifat sistemik dan secara maligna melakukan transformasi sehingga menyebabkan

penekanan dan penggantian komponen sumsum tulang belakang yang normal. Pada kebanyakan

kasus AML, tubuh memproduksi terlalu banyak sel darah putih yang disebut myeloblas yang masih

bersifat imatur. Sel-sel darah yang imatur ini tidak sebaik sel darah putih yang telah matur dalam

melawan adanya infeksi. Pada AML, mielosit (yang dalam keadaan normal berkembang menjadi

granulosit) berubah menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di

sumsum tulang. 4,5

1. Klasifikasi

AML terbagi atas berbagai macam subtipe. Hal ini berdasarkan morfologi, diferensiasi

dan maturasi sel leukemia yang dominan dalam sumsum tulang, serta penelitian sitokimia.

Mengetahui subtipe AML sangat penting, karena dapat membantu dalam memberikan terapi

yang terbaik.6

Klasifikasi AML yang sering digunakan adalah klasifikasi yang dibuat oleh French

American British (FAB) yang mengklasifikasikan leukemia mieloid akut menjadi 7 subtipe

yaitu sebagai berikut 7-12:

Subtipe Menurut FAB Nama Lazim

(French American British) ( % Kasus)

Leukimia Mieloblastik Akut dengan


MO
diferensiasi Minimal (3%)

Leukimia Mieloblastik Akut tanpa maturasi


M1
(15-20%)

Leukimia Mieloblastik Akut dengan maturasi


M2
granulositik (25-30%)

M3 Leukimia Promielositik Akut (5-10%)


M4 Leukimia Mielomonositik Akut (20%)

Leukimia Mielomonositik Akut dengan


M4Eo
eosinofil abnormal (5-10%)

M5 Leukimia Monositik Akut (2-9%)

M6 Eritroleukimia (3-5%)

M7 Leukimia Megakariositik Akut (3-12%)

Tabel 1. Klasifikasi AML menurut FAB 7

Gambar 1. Gambaran Hasil BMA pada AML

2. Epidemiologi

Kejadian AML berbeda dari satu negara dengan negara lainnya, hal ini berkaitan dengan

cara diagnosis dan pelaporannya. AML mengenai semua kelompok usia, tetapi kejadiannya

meningkat dengan bertambahnya usia. AML merupakan 20% kasus leukemia pada anak.

Sekitar 10.000 anak menderita AML setiap tahunnya di seluruh dunia. AML pada anak
berjumlah kira-kira 15% dari leukimia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai umur 10

tahun, meningkat sedikit pada masa remaja. Di Amerika setiap tahunnya sekitar 2,4 per

100.000 penduduk atau sekitar 500 sampai 600 orang berusia kurang dari 21 tahun menderita

leukemia mielositik akut dan insiden ini meningkat sejalan dengan umur, puncaknya 12,6 per

100.000 penduduk dewasa yang berumur 65 tahun atau lebih. Yayasan Onkologi Anak

Indonesia menyatakan, setiap tahun ditemukan 650 kasus leukemia di seluruh Indonesia, 150

kasus di antaranya terdapat di Jakarta dan sekitar 38% menderita jenis AML.11-14

Sekitar 80% anak di bawah usia 2 tahun dengan AML biasanya menderita AML subtipe

M4 atau M5. Subtipe M7 umumnya diderita anak berusia di bawah 3 tahun, terutama dengan

Sindrom Down. Penelitian sitogenetik mengidentifikasi adanya keabnormalan kromosom pada

sel darah di sumsum tulang terdapat lebih dari 70% anak yang baru didiagnosis LMA.

Keabnormalan itu terletak pada t (8;21), t (15;17), inversi 16, translokasi pita 11q23, dan

trisomi 8.1

3. Etiologi

Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini.14-18 Menurut hasil

penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit

leukemia. Faktor risiko tersebut adalah15-20:

 Radiasi dosis tinggi : Radiasi dengan dosis sangat tinggi, seperti waktu bom atom di Jepang

pada masa perang dunia ke-2 menyebabkan peningkatan insiden penyakit ini. Terapi medis

yang menggunakan radiasi juga merupakan sumber radiasi dosis tinggi. Sedangkan radiasi

untuk diagnostik (misalnya rontgen), dosisnya jauh lebih rendah dan tidak berhubungan

dengan peningkatan kejadian leukemia.

 Pajanan terhadap zat kimia tertentu : benzene, formaldehida, pestisida

 Obat – obatan : golongan alkilasi (sitostatika), kloramfenikol, fenilbutazon,

heksaklorosiklokeksan

 Kemoterapi : Pasien kanker jenis lain yang mendapat kemoterapi tertentu dapat menderita

leukemia di kemudian hari. Misalnya kemoterapi jenis alkylating agents. Namun pemberian
kemoterapi jenis tersebut tetap boleh diberikan dengan pertimbangan rasio manfaat-

risikonya.

 Faktor keluarga / genetik : pada kembar identik bila salah satu menderita AML maka

kembarannya berisiko menderita leukemia pula dalam 5 tahun, dan insiden leukemia pada

saudara kandung meningkat 4 kali bila salah satu saudaranya menderita AML.

 Sindrom Down : Sindrom Down dan berbagai kelainan genetik lainnya yang disebabkan

oleh kelainan kromosom dapat meningkatkan risiko kanker.

 Kondisi perinatal : penyakit ginjal pada ibu, penggunaan suplementasi oksigen, asfiksia

post partum, berat badan lahir >4500 gram, dan hipertensi saat hamil dan ibu hamil yang

mengkonsumsi alkohol.

 Human T-Cell Leukemia Virus-1 (HTLV-1). Virus tersebut menyebabkan leukemia T-cell

yang jarang ditemukan. Jenis virus lainnya yang dapat menimbulkan leukemia adalah

retrovirus dan virus leukemia feline.

 Sindroma mielodisplastik : sindroma mielodisplastik adalah suatu kelainan pembentukkan

sel darah yang ditandai berkurangnya kepadatan sel (hiposelularitas) pada sumsum tulang.

Penyakit ini sering didefinisikan sebagai pre-leukemia. Orang dengan kelainan ini berisiko

tinggi untuk berkembang menjadi leukemia.

4. Patofisiologi

AML merupakan penyakit dengan transformasi maligna dan perluasan klon-klon sel-sel

hematopoetik yang terhambat pada tingkat diferensiasi dan tidak bisa berkembang menjadi

bentuk yang lebih matang. Sel darah berasal dari sel induk hematopoesis pluripoten yang

kemudian berdiferensiasi menjadi induk limfoid dan induk mieloid (non limfoid) multipoten.

Sel induk limfoid akan membentuk sel T dan sel B, sel induk mieloid akan berdiferensiasi

menjadi sel eritrosit, granulosit-monosit dan megakariosit. Pada setiap stadium diferensiasi

dapat terjadi perubahan menjadi suatu klon leukemik yang belum diketahui penyebabnya. Bila

hal ini terjadi maturasi dapat terganggu, sehingga jumlah sel muda akan meningkat dan

menekan pembentukan sel darah normal dalam sumsum tulang. Sel leukemik tersebut dapat
masuk kedalam sirkulasi darah yang kemudian menginfiltrasi organ tubuh sehingga

menyebabkan gangguan metabolisme sel dan fungsi organ.21

AML merupakan neoplasma uniklonal yang menyerang rangkaian mieloid dan berasal

dari transformasi sel progenitor hematopoetik. Sifat alami neoplastik sel yang mengalami

transformasi yang sebenarnya telah digambarkan melalui studi molekular tetapi defek kritis

bersifat intrinsik dan dapat diturunkan melalui progeni sel.22 Defek kualitatif dan kuantitatif

pada semua garis sel mieloid, yang berproliferasi pada gaya tak terkontrol dan menggantikan

sel normal. 23

Sel-sel leukemik tertimbun di dalam sumsum tulang, menghancurkan dan menggantikan

sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal.

Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke organ lainnya,

dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri.

Mereka bisa membentuk tumor kecil (kloroma) di dalam atau tepat dibawah kulit dan bisa

menyebabkan meningitis, anemia, gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ lainnya.25

Kematian pada penderita leukemia akut pada umumnya diakibatkan penekanan sumsum

tulang yang cepat dan hebat, akan tetapi dapat pula disebabkan oleh infiltrasi sel leukemik

tersebut ke organ tubuh penderita.26


5. Gejala Klinis

Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal menghasilkan sel darah

yang normal dalam jumlah yang memadai. Gejala pasien leukemia bevariasi tergantung dari

jumlah sel abnormal dan tempat berkumpulnya sel abnormal tersebut. Adapun gejala-gejala

umum yang dapat ditemukan pada pasien AML antara lain 1,5,6:

a. Kelemahan Badan dan Malaise

Merupakan keluhan yang sangat sering diketemukan oleh pasien, rata-rata

mengeluhkan keadaan ini sudah berlangsung dalam beberapa bulan. Sekitar 90 %

mengeluhkan kelemahan badan dan malaise waktu pertama kali ke dokter. Rata-rata didapati

keluhan ini timbul beberapa bulan sebelum simptom lain atau diagnosis AML dapat

ditegakkan. Gejala ini disebabkan anemia, sehingga beratnya gejala kelemahan badan ini

sebanding dengan anemia.

b. Febris

Febris merupakan keluhan pertama bagi 15-20 % penderita. Seterusnya febris juga

didapatkan pada 75 % penderita yang pasti mengidap AML. Umumnya demam ini timbul

karena infeksi bakteri akibat granulositopenia atau netropenia. Pada waktu febris juga

didapatkan gejala keringat malam, pusing, mual dan tanda-tanda infeksi lain.

c. Perdarahan

Simptom lain yang sering disebabkan adalah fenomena perdarahan, dimana penderita

mengeluh sering mudah gusi berdarah, lebam, petechiae, epitaksis, purpura dan lain-lain.

Beratnya keluhan perdarahan berhubungan erat dengan beratnya trombositopenia. 27

d. Penurunan berat badan

Penurunan berat badan didapatkan pada 50 % penderita tetapi penurunan berat badan

ini tidak begitu hebat dan jarang merupakan keluhan utama. Penurunan berat badan juga sering

bersama-sama gejala anoreksia akibat malaise atau kelemahan badan.


e. Nyeri tulang

Nyeri tulang dan sendi didapatkan pada 20 % penderita AML. Rasa nyeri ini

disebabkan oleh infiltrasi sel-sel leukemik dalam jaringan tulang atau sendi yang

mengakibatkan terjadi infark tulang.

Sedangkan tanda-tanda yang didapatkan pada pemeriksaan fisik pasien AML13:

a. Kepucatan, takikardi, murmur

Pada pemeriksaan fisik, simptom yang jelas dilihat pada penderita adalah pucat karena

adanya anemia. Pada keadaan anemia yang berat, bisa didapatkan simptom kaardiorespirasi

seperti sesak nafas, takikardia, palpitasi, murmur, sinkope dan angina.

b. Pembesaran organ-organ

Walaupun jarang didapatkan dibandingkan ALL, pembesaran massa abnomen atau

limfonodi bisa terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada penderita AML. Splenomegali

lebih sering didapatkan daripada hepatomegali. Hepatomegali jarang memberikan gejala begitu

juga splenomegali kecuali jika terjadi infark.

c. Kelainan kulit dan hipertrofi gusi

Deposit sel leukemik pada kulit sering terjadi pada subtipe AML tertentu, misalnya

leukemia monoblastik (FAB M5) dan leukemia mielomonosit (FAB M4). Kelainan kulit yang

didapatkan berbentuk lesi kulit, warna ros atau populer ungu, multiple dan general, dan

biasanya dalam jumlah sedikit. Hipertrofi gusi akibat infiltrasi sel-sel leukemia dan bisa dilihat

pada 15 % penderita varian M5b, 50 % M5a dan 50 % M4. Namun hanya didapatkan sekitar 5

% pada subtipe AML yang lain.28

6. Diagnosis

Diagnosis AML dapat ditegakkan melalui pemeriksaan darah rutin, sediaan darah tepi

dan dibuktikan aspirasi sumsum tulang belakang, pemeriksaan immnunophenotype, karyotype,

atau dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). 7,29,30 Aspirasi sumsum tulang belakang (Bone
Marrow Aspiration) merupakan syarat mutlak untuk menegakkan diagnosa definitif dan

menentukan jenis leukemia akut.31-32

Pemeriksaan immunophenotypic sangat penting untuk mendiagnosis acute

megakaryoblastic leukemia (AMLK), leukemia myeloid dengan diferensiasi minimal dan

leukemia myeloid/limpoid (mixed, biphenotype). Keabnormalan genetik pada pasien AML

terlihat dalam tabel berikut :33

Tabel 2. Keabnormalan Genetik pada Berbagai Subtipe AML

7. Terapi

Penatalaksanaan pasien AML adalah berupa terapi suportif, simptomatis dan kausatif.

Terapi suportif dilakukan untuk menjaga balance cairan melalui infus dan menaikkan kadar Hb

pasien melalu tranfusi. Pada AML, terapi suportif tidak menunjukkan hasil yang memuaskan.

Sedangkan terapi simptomatis diberikan untuk meringankan gejala klnis yang muncul seperti

pemberian penurun panas. Yang paling penting adalah terapi kausatif, dimana tujuannya adalah
menghancurkan sel-sel leukemik dalam tubuh pasien AML. Terapi kausatif yang dilakukan

yaitu kemoterapi. 34,35

Penatalaksanaan terapi AML pada anak telah digunakan sejak tahun 1970an. Angka

Five years survival meningkat dari kurang dari 5% pada tahun 1970 menjadi 43% sekarang

ini. Hal ini merupakan manfaat dari pengobatan intensif, gabungan dari transplantasi stem sel

sebagai terapi primer dan adanya perawatan suportif.1

Anak yang menderita AML memerlukan terapi intensif dengan menekan produksi

sumsum tulang dan perawatan di rumah sakit. Terapi yang pertama kali dilakukan adalah

menangani keadaan seperti demam, infeksi, perdarahan, leukositosis dan sindrom tumor lisis.

Kemajuan terapi juga ditentukan oleh penggunaan antibiotik spektrum luas segera dan

transfusi trombosit sebagai profilaksis juga memegang peranan penting dalam upaya survival.
1

Berdasarkan terapi yang sesuai protokol, penderita AML pada anak dapat mengalami

angka remisi total sebesar 75-90%. Pada beberapa pasien yang tidak berhasil mengalami

remisi, setengah populasinya akan mengalami leukemia resistan dan separuhnya lagi akan

meninggal akibat komplikasi penyakit tersebut atau akibat efek samping pengobatan itu

sendiri. Terapi AML merupakan kombinasi antara cytarabine dan daunorubicin. Biasanya

regimen terapi untuk anak digunakan cytarabine dan anthracyclin yang dikombinasikan dengan

agen lain seperti etoposide dan atau thioguanine. Anthracycline yang paling banyak digunakan
1
untuk terapi AML pada anak adalah daunorubicin. Berbagai penelitian mengungkapkan

bahwa Regimen Cytosine arabinase, Daunorubicin, & Etoposide (ADE) lebih memberikan

hasil yang memuaskan daripada regimen Daunorubisin, Cytosine arabinase & Thioguanine

(DAT).36

Tabel 3. Dosis Kemoterapi


Tantangan paling besar dalam terapi AML pada anak adalah untuk memperpanjang

durasi remisi inisial dengan kemoterapi atau transplantasi sumsum tulang. Pada prakteknya,

kebanyakan pasien yang diterapi dengan kemoterapi intensif setelah remisi dicapai karena

hanya sebagian subset yang cocok dengan donor keluarga.1

Setelah tercapai remisi, diberikan kemoterapi tambahan (kemoterapi konsolidasi)

beberapa minggu atau beberapa bulan setelah kemoterapi induksi. Kemoterapi konsolidasi

jangka pendek telah membuktikan bahwa terapi dosis tinggi dan ASCT (Autologous Stem Cell

Transplantation) cukup efektif.36 Pencangkokan tulang bisa dilakukan pada penderita yang

tidak memberikan respon terhadap pengobatan dan pada penderita usia muda yang pada

awalnya memberikan respon terhadap pengobatan.37 Pada AML terapi rumatan tidak

menunjukkan hasil yang memuaskan.

Pasien dengan keganasan memiki kondisi dan kelemahan, yang apabila diberikan

kemoterapi dapat terjadi efek samping yang tidak diinginkan (untolerable side effect). Sebelum

memberikan kemoterapi perlu pertimbangan sebagai berikut14:

1. Menggunakan kriteria Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) yaitu status

penampilan ≤ 2

2. Jumlah lekosit ≥ 3000/ml

3. Jumlah trombosit ≥120.0000/ul

4. Cadangan sumsum tulang masih adekuat misal Hb > 10

5. Creatinin Clearence diatas 60 ml/menit (dalam 24 jam)

6. Bilirubin < 2 mg/dl ,SGOT dan SGPT dalam batas normal

7. Elektrolit dalam batas normal.

8. Mengingat toksisitas obat-obat sitostatika sebaiknya tidak diberikan pada usia diatas 70

tahun.

Kemoterapi pada AML sering menimbulkan efek samping yang bervariasi tiap individu

antara lain rambut rontok, mulut kering, luka pada mulut (stomatitis), susah atau sakit menelan

(esophagitis), mual, muntah, diare, konstipasi, kelelahan, pendarahan, lebih mudah terkena

infeksi, infertilitas, hilangnya nafsu makan, dan kerusakan hati.38 Pasien AML hanya
memberikan respon terhadap obat tertentu dan pengobatan seringkali membuat penderita lebih

sakit sebelum mereka membaik. Penderita menjadi lebih sakit karena pengobatan menekan

aktivitias sumsum tulang, sehingga jumlah sel darah putih semakin sedikit (terutama

granulosit) dan hal ini menyebabkan penderita mudah mengalami infeksi.39

8. Prognosis

Lowenberg et al mengelompokkan prognosis pasien AML menjadi 3 kelompok

berdasarkan temuan klinis dan laboratoris yaitu baik (favorable), menengah (intermediate)

dan buruk (unfavorable). Kelompok dengan prognosis baik meliputi pasien usia < 60 tahun

atau > 2 tahun, kelainan kromosomal minimal, infiltrasi sel blas multiorgan minimal, kadar

leukosit < 20.000/mm3, respon yang baik terhadap kemoterapi induksi, tidak resisten terhadap

multidrug therapy, tidak ditemukan leukemia ekstramedullar dan leukemia sekunder. Angka

harapan hidup 2 tahun kedepan (2 years survival rate) bagi kelompok ini adalah 50-85% 29

Sedangkan kelompok dengan prognosis buruk meliputi pasien usia > 60 tahun atau < 2

tahun, ditemukan dua atau lebih kelainan kromosomal, infiltrasi sel blas pada banyak organ,

kadar leukosit > 20.000/mm3, respon yang buruk terhadap kemoterapi induksi, resisten

terhadap multidrug therapy, serta ditemukannya leukemia ekstramedullar dan leukemia

sekunder.11,29 Angka harapan hidup 2 tahun kedepan (2 years survival rate) bagi kelompok

ini adalah 10-20%.6 Sedangkan kelompok dengan prognosis menengah adalah peralihan dari

baik dan buruk dan mencakup faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam kelompok

prognosis baik maupun buruk dengan angka harapan hidup 2 tahun kedepan (2 years survival

rate) sekitar 40-50% .29


Tabel 4. Prognosis AML33
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Anak
 Umur: AML lebih sering terjadi pada umur kurang dari 5 tahun. Angka
kejadian tertinggi adalah pada umur 3 tahun.
 Jenis kelamin: leukemia limpfositik akut paling sering terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan.
b. Identitas Orang Tua
 Pendidikan: Pendidikan yang rendah pada orang tua mengakibatkan
kurangnya pengetahuan terhadapa penyakit anaknya.
 Pekerjaan: Pekerjaan orang tua yang berhubungan dengan bahan kimia, radiasi
sinar X, sinar radioaktif, berpengaruh kepada anaknya. Selain itu sejauh mana
orang tua mempengaruhi pengobatan penyakit anaknya.
2. Keluhan Utama
Nyeri sendi dan tulang sering terjadi, lemah, nafsu makan menurun, demam (jika
disertai infeksi) bisa juga disertai dengan sakit kepala, purpura, penurunan berat badan
dan sering ditemukan suatu yang abnormal. Kelelahan dan petekie berhubungan dengan
trombositopenia juga merupakan gejala-gejala umum terjadi
3. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Saat hamil ibu sering mengkomsumsi makanan dengan bahan pengawet dan
penyedap rasa. Radiasi pada ibu selama kehamilan dapat meningkatkan resiko Saat hamil
ibu sering mengkomsumsi makanan dengan bahan pengawet dan penyedap rasa. Radiasi
pada ibu selama kehamilan dapat meningkatkan resiko pada janinnya. Lebih sering pada
saudara sekandung, terutama pada kembar.
4. Riwayat Keluarga
Insiden AML lebih tinggi berasal dari saudara kandung anak-anak yang terserang terlebih
pada kembar monozigot (identik).
5. Riwayat Tumbuh Kembang
Pada penderita AML pertumbuhan dan perkembangannya mengalami keterlambatan
akibat nutrisi yang didapat kurang karena penurunan nafsu makan, pertumbuhan fisiknya
terganggu, terutama pada berat badan anak tersebut. Anak keliatan kurus, kecil dan tidak
sesuai dengan usia anak.
a. Riwayat Perkembangan
 Motorik Kasar
Pada anak dengan penyakit AML pada umumnya dapat melakukan aktivitas
secara normal, tapi mereka cepat merasa lelah saat melakukan aktivitas yang
terlalu berat (membutuhkan banyak energi).
 Motorik Halus
Pada umumnya anak dengan AML masih dapat melakukan aktivitas ringan
seperti halnya anak-anak normal. Karena aktivitas ringan tidak membutuhkan
energi yang banyak dan anak tidak mudah lelah
6. Data Psikososio Spiritual
a. Psikologi
Anak belum tahu tentang penyakitnya, sehingga anak tidak merasa memiliki
penyakit. Orang tua mengalami kecemasan mengenai penyakit yang dialami
anak, kondisinya apakah bisa sembuh atau tidak, serta masalah financial keluarga.
b. Sosial
Anak jarang bermain dengan teman-temannya, karena kondisi anak lemah
sehingga orangtua tidak mengizinkan anak untuk beraktivitas yang berat.
Dirumah anak bermain dengan orang tua dan saudaranya, tetapi bermain yang
ringan.
c. Spiritual
Sebelum tidur anak diingatkan oleh orang tua untuk berdoa. Saat anak melihat
orang tuanya berdoa anak mengikuti cara orang tuanya berdoa.
7. ADL
a. Nutrisi
Anak makan 2 kali sehari, pada AML terjadi penurunan nafsu makan. Anak suka
makan makanan siap saji maupun jajan diluar rumah. Anak tidak suka makan sayur-
sayuran, makan buah kadang-kadang sehingga zat besi yang diperlukan berkurang.
Selain itu pengaruh ibu yang suka masak menggunakan penyedap rasa dan sering
menyediakan makanan siap saji dirumah.
b. Aktivitas istirahat dan tidur
Saat beraktivitas anak cepat kelelahan. Anak kebanyakan istirahat dan tidur karena
kelemahan yang dialaminya. Sebagaian aktivitas biasanya dibantu oleh keluarga.
Saat tidur anak ditemani oleh ibunya. Tidur anak terganggu karena nyeri sendi yang
sering dialami oleh leukemia.
c. Eliminasi
Anak gangguan AML pada umumnya mengalami diare, dan penurunan haluran urin.
BAB 3-5x sehari, dengan konsistensi cair. Haluan urin sedikit yang disebabkan
susahnya masukan cairan pada anak, warna urine kuning keruh. Saat BAK anak
merasa nyeri karena nyeri tekan diperianal.
d. Personal hygiene
Anak mandi 2x sehari, gosok gigi 2x setelah makan dan mau tidur. Sebagaian
aktivitas hygiene personal sebagaian dibantu oleh orang tua.
8. Keadaan Umum
Pada anak –anak tampak pucat, demam, lemah, sianosis
9. Pemeriksaan TTV
a. RR: Pada penderita PDA, manifestasi kliniknya pada umumnya anak sesak nafas,
tachypnea (Pernafasan >70x/menit)
b. Nadi: Pada penderita AML, terdapat manifestasi klinik nadi teraba kuat dan cepat
(takikardia)
c. TD: pada penderita AML, tekanan darahnya tinggi disebabkan oleh hiperviskositas
darah (Aziz, 2005)
d. Suhu: Pada penderita AML yang terjadi infeksi l suhu akan naik (hipertermi,
>37,50C) (Weni K, 2010)
10. Pemeriksaan Fisik head to toe
a. Kepala dan Leher
1) Rongga mulut: apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau bakteri),
perdarahan gusi, pertumbuhan gigi apakah sudah lengkap, ada atau tidaknya
karies gigi.
2) Mata: Konjungtiva (anemis atau tidak), sclera (kemerahan, ikterik)
3) Telinga : ketulian
4) Leher: distensi vena jugularis
5) Perdarahan otak: Leukemia system saraf pusat: nyeri kepala, muntah (gejala
tekanan tinggi intrakranial), perubahan dalam status mental, kelumpuhan saraf
otak, terutama saraf VI dan VII, kelainan neurologic fokal.
b. Pemeriksaan Dada dan Thorax
1) Inspeksi: bentuk thorax, kesimetrisan, adanya retraksi dada, penggunaan otot
bantu pernapasan
2) Palpasi denyut apex (Ictus Cordis)
3) Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru.
4) Auskultasi: suara nafas, adakah ada suara napas tambahan: ronchi (terjadi
penumpukan secret akibat infeksi di paru), bunyi jantung I, II, dan III jika ada
c. Pemeriksaan Abdomen
1) Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran pada kelenjar limfe, ginjal,
terdapat bayangan vena, auskultasi peristaltik usus, palpasi nyeri tekan bila ada
pembesaran hepar dan limpa
2) Perkusi adanya asites atau tidak.
d. Pemeriksaan Genetalia
e. Pemeriksaan integument
1) Perdarahan kulit (pruritus, pucat, sianosis, ikterik, eritema, petekie, ekimosis,
ruam)
2) nodul subkutan, infiltrat, lesi yg tidak sembuh, luka bernanah, diaforesis (gejala
hipermetabolisme).
3) peningkatan suhu tubuh
4) Kuku : rapuh, bentuk sendok / kuku tabuh, sianosis perifer.
f. Pemeriksaan Ekstremitas
1) Adakah sianosis, kekuatan otot
2) Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel leukemia
B. Diagnosa
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3. Resiko terhadap cedera: perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran
berlebihan seperti muntah, dan penurunan intake
5. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
6. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,
radioterapi, imobilitas.
C. Rencana Keperawatan
1. Resiko infeksi b.d menurunnya sistem pertahanan tubuh
Tujuan: Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi dan TTV dbn.
Intervensi Rasional

1. Pantau suhu, RR, nadi 1. Untuk mendeteksi kemungkinan


2. Anjurkan keluarga untuk infeksi dan menentukan intervensi
mencuci tangan sebelum selanjutnya
menyentuh pasien 2. untuk meminimalkan pajanan pada
3. Berikan periode istirahat tanpa organisme infektif
gangguan 3. menambah energi untuk
4. Melakukan kolaborasi dalam penyembuhan dan regenerasi seluler
pemberian obat sesuai 4. diberikan sebagai profilaktik atau
ketentuan mengobati infeksi khusus

2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan akibat anemia


Tujuan: terjadi peningkatan toleransi aktifitas
Intervensi Rasional

1. Evaluasi laporan kelemahan, 1. Menentukan derajat dan efek


perhatikan ketidakmampuan ketidakmampuan untuk menentukan
untuk berpartisipasi dala aktifitas intervensi selanjutnya
sehari-hari 2. Menghemat energi untuk aktifitas
2. Berikan lingkungan tenang dan dan regenerasi seluler atau
perlu istirahat tanpa gangguan penyambungan jaringan
3. Kaji kemampuan untuk 3. Mengidentifikasi kebutuhan
berpartisipasi pada aktifitas yang individual dan membantu pemilihan
diinginkan atau dibutuhkan intervensi
4. Berikan bantuan dalam aktifitas 4. Memaksimalkan sediaan energi
sehari-hari dan ambulasi untuk tugas perawatan diri

3. Resiko terhadap perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah


trombosit
Tujuan: klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan
Intervensi Rasional

1. Pantau tanda-tanda perdarahan 1. Mengetahui tanda-tanda perdarahan


2. Anjurkan keluarga untuk 2. Membantu pasien mendapatkan
memberitaukan apabila ada penanganan sedini mungkin
tanda perdarahan 3. Keterlibatan keluarga dapat
3. Anjurkan keluarga untuk membantu untuk mencegah
memantau pergerakan pasien terjadinya perdarahan lebih lanjut
4. Kolaborasi dalam monitor 4. Penurunan trombosit merupakan
trombosit tanda kebocoran pembuluh darah

4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d kehilangan berlebihan melalui feses
dan muntah serta intake terbatas (mual)
Tujuan:
 Tidak terjadi kekurangan cairan melalui feses
 Pasien tidak mengalami mual dan muntah
Intervensi Rasional

1. Kaji tanda-tanda dehidrasi 1. Untuk mengetahui tindakan yang


akan dilakukan
2. Berikan cairan oral dan 2. Sebagai upaya untuk mengatasi
parinteral cairan yang keluar
3. Pantau intake dan output 3. Dapat mengetahui keseimbangan
4. Kolaborasi Pemberian obat cairan
anti diare 4. Menghentikan diare

5. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, malaise, mual
dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
Tujuan: pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Intervensi Rasional

1. Dorong masukan nutrisi dengan Mempertahankan asupan nutrisi


jumlah sedikit tapi sering
1. Karena jumlah yang kecil biasanya
2. Timbang berat badan pasien
ditoleransi dengan baik
3. Kolaborasi dengan tim
2. Membantu dalam mengidentifikasi
kesehatan dalam pemberian
malnutrisi protein kalori.
nutrisi
3. Membantu proses penyembuhan
dalam kebutuhan nutrisi

6. Nyeri yang b.d efek fisiologis dari leukemia


Tujuan: pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat
diterima anak.
Intervensi Rasional

1. Mengkaji tingkat nyeri dengan 1. informasi memberikan data dasar


skala 0 sampai 5 (PQRST) untuk mengevaluasi kebutuhan atau
2. Evaluasi efektifitas penghilang keefektifan intervensi
nyeri dengan derajat kesadaran 2. untuk menentukan kebutuhan
dan sedasi perubahan dosis. Waktu pemberian
3. Lakukan teknik pengurangan atau obat
nyeri non farmakologis yang 3. sebagai analgetik tambahan dan klien
tepat merasa rileks
4. Berikan obat-obat anti nyeri 4. untuk mencegah kambuhnya nyeri
secara teratur

7. Kerusakan integritas kulit b.d pemberian agens kemoterapi, radioterapi, imobilitas.


Tujuan: pasien mempertahankan integritas kulit
Intervensi Rasional

1. Berikan perawatan kulit yang 1. Karena area ini cenderung


cemat, terutama di dalam mulut mengalami ulserasi
dan daerah perianal. 2. Untuk merangsang sirkulasi dan
2. Ubah posisi dengan sering mencegah tekanan pada kulit
3. Mandikan dengan air hangat dan 3. Mempertahankan kebersihan tanpa
sabun ringan mengiritasi kulit
4. Anjurkan pasien untuk tidak 4. Membantu mencegah friksi atau
menggaruk dan menepuk kulit trauma kulit
yang kering 5. Untuk mencegah keseimbangan
5. Dorong masukan kalori protein nitrogen yang negative
yang adekuat 6. Untuk meminimalkan iritasi
6. Pilih pakaian yang longgar dan tambahan
lembut diatas area yang teradiasi
Daftar Pustaka

Alimul, Hidayat A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1 . Salemba Medika Jakarta
Betz, Cecily, L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik (Mosby’s Pediatric Nursing
Reference). Edisi 3. Jakarta:EGC
Herdman, T. Hether. 2012. Dignosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC
Landier, W. 2001. Childhood Acute Lymphoblastic Leukimia. Current Perspectives. Oncol
Nurs Forum.
Kristyanasari, Weni. 2010. Gizi Ibu Hamil. Jakarta: Nuha Medika
Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC
Nuraruf, Huda Amin, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan nanda Nic-Noc Eisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta: MediAction
Wong, Donna, L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4. Jakarta: EGC
http://gedeagha.blogspot.co.id/2013/06/askep-leukimia-limfoblastik-akut.html diakses pada
18 April 2017
http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2013/11/laporan-pendahuluan-akut-limfoblastik.html
diakses pada 18 April 2017

Anda mungkin juga menyukai