Definisi AML
Leukemia myeloid akut atau Acute Myeloblastic Leukemia (AML) sering juga dikenal dengan
istilah Acute Myelogenous Leukemia atau Acute Granulocytic Leukemia merupakan penyakit
keganasan yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi abnormal sel induk hematopoetik
yang bersifat sistemik dan secara maligna melakukan transformasi sehingga menyebabkan
penekanan dan penggantian komponen sumsum tulang belakang yang normal. Pada kebanyakan
kasus AML, tubuh memproduksi terlalu banyak sel darah putih yang disebut myeloblas yang masih
bersifat imatur. Sel-sel darah yang imatur ini tidak sebaik sel darah putih yang telah matur dalam
melawan adanya infeksi. Pada AML, mielosit (yang dalam keadaan normal berkembang menjadi
granulosit) berubah menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di
1. Klasifikasi
AML terbagi atas berbagai macam subtipe. Hal ini berdasarkan morfologi, diferensiasi
dan maturasi sel leukemia yang dominan dalam sumsum tulang, serta penelitian sitokimia.
Mengetahui subtipe AML sangat penting, karena dapat membantu dalam memberikan terapi
yang terbaik.6
Klasifikasi AML yang sering digunakan adalah klasifikasi yang dibuat oleh French
American British (FAB) yang mengklasifikasikan leukemia mieloid akut menjadi 7 subtipe
M6 Eritroleukimia (3-5%)
2. Epidemiologi
Kejadian AML berbeda dari satu negara dengan negara lainnya, hal ini berkaitan dengan
cara diagnosis dan pelaporannya. AML mengenai semua kelompok usia, tetapi kejadiannya
meningkat dengan bertambahnya usia. AML merupakan 20% kasus leukemia pada anak.
Sekitar 10.000 anak menderita AML setiap tahunnya di seluruh dunia. AML pada anak
berjumlah kira-kira 15% dari leukimia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai umur 10
tahun, meningkat sedikit pada masa remaja. Di Amerika setiap tahunnya sekitar 2,4 per
100.000 penduduk atau sekitar 500 sampai 600 orang berusia kurang dari 21 tahun menderita
leukemia mielositik akut dan insiden ini meningkat sejalan dengan umur, puncaknya 12,6 per
100.000 penduduk dewasa yang berumur 65 tahun atau lebih. Yayasan Onkologi Anak
Indonesia menyatakan, setiap tahun ditemukan 650 kasus leukemia di seluruh Indonesia, 150
kasus di antaranya terdapat di Jakarta dan sekitar 38% menderita jenis AML.11-14
Sekitar 80% anak di bawah usia 2 tahun dengan AML biasanya menderita AML subtipe
M4 atau M5. Subtipe M7 umumnya diderita anak berusia di bawah 3 tahun, terutama dengan
sel darah di sumsum tulang terdapat lebih dari 70% anak yang baru didiagnosis LMA.
Keabnormalan itu terletak pada t (8;21), t (15;17), inversi 16, translokasi pita 11q23, dan
trisomi 8.1
3. Etiologi
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini.14-18 Menurut hasil
penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit
Radiasi dosis tinggi : Radiasi dengan dosis sangat tinggi, seperti waktu bom atom di Jepang
pada masa perang dunia ke-2 menyebabkan peningkatan insiden penyakit ini. Terapi medis
yang menggunakan radiasi juga merupakan sumber radiasi dosis tinggi. Sedangkan radiasi
untuk diagnostik (misalnya rontgen), dosisnya jauh lebih rendah dan tidak berhubungan
heksaklorosiklokeksan
Kemoterapi : Pasien kanker jenis lain yang mendapat kemoterapi tertentu dapat menderita
leukemia di kemudian hari. Misalnya kemoterapi jenis alkylating agents. Namun pemberian
kemoterapi jenis tersebut tetap boleh diberikan dengan pertimbangan rasio manfaat-
risikonya.
Faktor keluarga / genetik : pada kembar identik bila salah satu menderita AML maka
kembarannya berisiko menderita leukemia pula dalam 5 tahun, dan insiden leukemia pada
saudara kandung meningkat 4 kali bila salah satu saudaranya menderita AML.
Sindrom Down : Sindrom Down dan berbagai kelainan genetik lainnya yang disebabkan
Kondisi perinatal : penyakit ginjal pada ibu, penggunaan suplementasi oksigen, asfiksia
post partum, berat badan lahir >4500 gram, dan hipertensi saat hamil dan ibu hamil yang
mengkonsumsi alkohol.
Human T-Cell Leukemia Virus-1 (HTLV-1). Virus tersebut menyebabkan leukemia T-cell
yang jarang ditemukan. Jenis virus lainnya yang dapat menimbulkan leukemia adalah
sel darah yang ditandai berkurangnya kepadatan sel (hiposelularitas) pada sumsum tulang.
Penyakit ini sering didefinisikan sebagai pre-leukemia. Orang dengan kelainan ini berisiko
4. Patofisiologi
AML merupakan penyakit dengan transformasi maligna dan perluasan klon-klon sel-sel
hematopoetik yang terhambat pada tingkat diferensiasi dan tidak bisa berkembang menjadi
bentuk yang lebih matang. Sel darah berasal dari sel induk hematopoesis pluripoten yang
kemudian berdiferensiasi menjadi induk limfoid dan induk mieloid (non limfoid) multipoten.
Sel induk limfoid akan membentuk sel T dan sel B, sel induk mieloid akan berdiferensiasi
menjadi sel eritrosit, granulosit-monosit dan megakariosit. Pada setiap stadium diferensiasi
dapat terjadi perubahan menjadi suatu klon leukemik yang belum diketahui penyebabnya. Bila
hal ini terjadi maturasi dapat terganggu, sehingga jumlah sel muda akan meningkat dan
menekan pembentukan sel darah normal dalam sumsum tulang. Sel leukemik tersebut dapat
masuk kedalam sirkulasi darah yang kemudian menginfiltrasi organ tubuh sehingga
AML merupakan neoplasma uniklonal yang menyerang rangkaian mieloid dan berasal
dari transformasi sel progenitor hematopoetik. Sifat alami neoplastik sel yang mengalami
transformasi yang sebenarnya telah digambarkan melalui studi molekular tetapi defek kritis
bersifat intrinsik dan dapat diturunkan melalui progeni sel.22 Defek kualitatif dan kuantitatif
pada semua garis sel mieloid, yang berproliferasi pada gaya tak terkontrol dan menggantikan
sel normal. 23
Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke organ lainnya,
Mereka bisa membentuk tumor kecil (kloroma) di dalam atau tepat dibawah kulit dan bisa
menyebabkan meningitis, anemia, gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ lainnya.25
Kematian pada penderita leukemia akut pada umumnya diakibatkan penekanan sumsum
tulang yang cepat dan hebat, akan tetapi dapat pula disebabkan oleh infiltrasi sel leukemik
Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal menghasilkan sel darah
yang normal dalam jumlah yang memadai. Gejala pasien leukemia bevariasi tergantung dari
jumlah sel abnormal dan tempat berkumpulnya sel abnormal tersebut. Adapun gejala-gejala
umum yang dapat ditemukan pada pasien AML antara lain 1,5,6:
mengeluhkan kelemahan badan dan malaise waktu pertama kali ke dokter. Rata-rata didapati
keluhan ini timbul beberapa bulan sebelum simptom lain atau diagnosis AML dapat
ditegakkan. Gejala ini disebabkan anemia, sehingga beratnya gejala kelemahan badan ini
b. Febris
Febris merupakan keluhan pertama bagi 15-20 % penderita. Seterusnya febris juga
didapatkan pada 75 % penderita yang pasti mengidap AML. Umumnya demam ini timbul
karena infeksi bakteri akibat granulositopenia atau netropenia. Pada waktu febris juga
didapatkan gejala keringat malam, pusing, mual dan tanda-tanda infeksi lain.
c. Perdarahan
Simptom lain yang sering disebabkan adalah fenomena perdarahan, dimana penderita
mengeluh sering mudah gusi berdarah, lebam, petechiae, epitaksis, purpura dan lain-lain.
Penurunan berat badan didapatkan pada 50 % penderita tetapi penurunan berat badan
ini tidak begitu hebat dan jarang merupakan keluhan utama. Penurunan berat badan juga sering
Nyeri tulang dan sendi didapatkan pada 20 % penderita AML. Rasa nyeri ini
disebabkan oleh infiltrasi sel-sel leukemik dalam jaringan tulang atau sendi yang
Pada pemeriksaan fisik, simptom yang jelas dilihat pada penderita adalah pucat karena
adanya anemia. Pada keadaan anemia yang berat, bisa didapatkan simptom kaardiorespirasi
b. Pembesaran organ-organ
limfonodi bisa terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada penderita AML. Splenomegali
lebih sering didapatkan daripada hepatomegali. Hepatomegali jarang memberikan gejala begitu
Deposit sel leukemik pada kulit sering terjadi pada subtipe AML tertentu, misalnya
leukemia monoblastik (FAB M5) dan leukemia mielomonosit (FAB M4). Kelainan kulit yang
didapatkan berbentuk lesi kulit, warna ros atau populer ungu, multiple dan general, dan
biasanya dalam jumlah sedikit. Hipertrofi gusi akibat infiltrasi sel-sel leukemia dan bisa dilihat
pada 15 % penderita varian M5b, 50 % M5a dan 50 % M4. Namun hanya didapatkan sekitar 5
6. Diagnosis
Diagnosis AML dapat ditegakkan melalui pemeriksaan darah rutin, sediaan darah tepi
atau dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). 7,29,30 Aspirasi sumsum tulang belakang (Bone
Marrow Aspiration) merupakan syarat mutlak untuk menegakkan diagnosa definitif dan
7. Terapi
Penatalaksanaan pasien AML adalah berupa terapi suportif, simptomatis dan kausatif.
Terapi suportif dilakukan untuk menjaga balance cairan melalui infus dan menaikkan kadar Hb
pasien melalu tranfusi. Pada AML, terapi suportif tidak menunjukkan hasil yang memuaskan.
Sedangkan terapi simptomatis diberikan untuk meringankan gejala klnis yang muncul seperti
pemberian penurun panas. Yang paling penting adalah terapi kausatif, dimana tujuannya adalah
menghancurkan sel-sel leukemik dalam tubuh pasien AML. Terapi kausatif yang dilakukan
Penatalaksanaan terapi AML pada anak telah digunakan sejak tahun 1970an. Angka
Five years survival meningkat dari kurang dari 5% pada tahun 1970 menjadi 43% sekarang
ini. Hal ini merupakan manfaat dari pengobatan intensif, gabungan dari transplantasi stem sel
Anak yang menderita AML memerlukan terapi intensif dengan menekan produksi
sumsum tulang dan perawatan di rumah sakit. Terapi yang pertama kali dilakukan adalah
menangani keadaan seperti demam, infeksi, perdarahan, leukositosis dan sindrom tumor lisis.
Kemajuan terapi juga ditentukan oleh penggunaan antibiotik spektrum luas segera dan
transfusi trombosit sebagai profilaksis juga memegang peranan penting dalam upaya survival.
1
Berdasarkan terapi yang sesuai protokol, penderita AML pada anak dapat mengalami
angka remisi total sebesar 75-90%. Pada beberapa pasien yang tidak berhasil mengalami
remisi, setengah populasinya akan mengalami leukemia resistan dan separuhnya lagi akan
meninggal akibat komplikasi penyakit tersebut atau akibat efek samping pengobatan itu
sendiri. Terapi AML merupakan kombinasi antara cytarabine dan daunorubicin. Biasanya
regimen terapi untuk anak digunakan cytarabine dan anthracyclin yang dikombinasikan dengan
agen lain seperti etoposide dan atau thioguanine. Anthracycline yang paling banyak digunakan
1
untuk terapi AML pada anak adalah daunorubicin. Berbagai penelitian mengungkapkan
bahwa Regimen Cytosine arabinase, Daunorubicin, & Etoposide (ADE) lebih memberikan
hasil yang memuaskan daripada regimen Daunorubisin, Cytosine arabinase & Thioguanine
(DAT).36
durasi remisi inisial dengan kemoterapi atau transplantasi sumsum tulang. Pada prakteknya,
kebanyakan pasien yang diterapi dengan kemoterapi intensif setelah remisi dicapai karena
beberapa minggu atau beberapa bulan setelah kemoterapi induksi. Kemoterapi konsolidasi
jangka pendek telah membuktikan bahwa terapi dosis tinggi dan ASCT (Autologous Stem Cell
Transplantation) cukup efektif.36 Pencangkokan tulang bisa dilakukan pada penderita yang
tidak memberikan respon terhadap pengobatan dan pada penderita usia muda yang pada
awalnya memberikan respon terhadap pengobatan.37 Pada AML terapi rumatan tidak
Pasien dengan keganasan memiki kondisi dan kelemahan, yang apabila diberikan
kemoterapi dapat terjadi efek samping yang tidak diinginkan (untolerable side effect). Sebelum
penampilan ≤ 2
8. Mengingat toksisitas obat-obat sitostatika sebaiknya tidak diberikan pada usia diatas 70
tahun.
Kemoterapi pada AML sering menimbulkan efek samping yang bervariasi tiap individu
antara lain rambut rontok, mulut kering, luka pada mulut (stomatitis), susah atau sakit menelan
(esophagitis), mual, muntah, diare, konstipasi, kelelahan, pendarahan, lebih mudah terkena
infeksi, infertilitas, hilangnya nafsu makan, dan kerusakan hati.38 Pasien AML hanya
memberikan respon terhadap obat tertentu dan pengobatan seringkali membuat penderita lebih
sakit sebelum mereka membaik. Penderita menjadi lebih sakit karena pengobatan menekan
aktivitias sumsum tulang, sehingga jumlah sel darah putih semakin sedikit (terutama
8. Prognosis
berdasarkan temuan klinis dan laboratoris yaitu baik (favorable), menengah (intermediate)
dan buruk (unfavorable). Kelompok dengan prognosis baik meliputi pasien usia < 60 tahun
atau > 2 tahun, kelainan kromosomal minimal, infiltrasi sel blas multiorgan minimal, kadar
leukosit < 20.000/mm3, respon yang baik terhadap kemoterapi induksi, tidak resisten terhadap
multidrug therapy, tidak ditemukan leukemia ekstramedullar dan leukemia sekunder. Angka
harapan hidup 2 tahun kedepan (2 years survival rate) bagi kelompok ini adalah 50-85% 29
Sedangkan kelompok dengan prognosis buruk meliputi pasien usia > 60 tahun atau < 2
tahun, ditemukan dua atau lebih kelainan kromosomal, infiltrasi sel blas pada banyak organ,
kadar leukosit > 20.000/mm3, respon yang buruk terhadap kemoterapi induksi, resisten
sekunder.11,29 Angka harapan hidup 2 tahun kedepan (2 years survival rate) bagi kelompok
ini adalah 10-20%.6 Sedangkan kelompok dengan prognosis menengah adalah peralihan dari
baik dan buruk dan mencakup faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam kelompok
prognosis baik maupun buruk dengan angka harapan hidup 2 tahun kedepan (2 years survival
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d kehilangan berlebihan melalui feses
dan muntah serta intake terbatas (mual)
Tujuan:
Tidak terjadi kekurangan cairan melalui feses
Pasien tidak mengalami mual dan muntah
Intervensi Rasional
5. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, malaise, mual
dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
Tujuan: pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Intervensi Rasional
Alimul, Hidayat A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1 . Salemba Medika Jakarta
Betz, Cecily, L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik (Mosby’s Pediatric Nursing
Reference). Edisi 3. Jakarta:EGC
Herdman, T. Hether. 2012. Dignosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC
Landier, W. 2001. Childhood Acute Lymphoblastic Leukimia. Current Perspectives. Oncol
Nurs Forum.
Kristyanasari, Weni. 2010. Gizi Ibu Hamil. Jakarta: Nuha Medika
Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC
Nuraruf, Huda Amin, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan nanda Nic-Noc Eisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta: MediAction
Wong, Donna, L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4. Jakarta: EGC
http://gedeagha.blogspot.co.id/2013/06/askep-leukimia-limfoblastik-akut.html diakses pada
18 April 2017
http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2013/11/laporan-pendahuluan-akut-limfoblastik.html
diakses pada 18 April 2017