Anda di halaman 1dari 22

Assalamu’alaikum.Wr.

Wb

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah.S.W.T yang telah memberikan segala limpahan
Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah Asuhan Keperawatan
Demam Rematik untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak dengan waktu yang tepat.
Terimakasih saya ucapkan kepada Ibu Fitriana Noor-Khayati,S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen
pengampu Mata Kuliah Keperawatan Anak yang telah membimbing saya dalam proses penyusunan
makalah ini dengan baik. Terimakasih saya ucapkan kepada teman-teman yang telah memotivasi
dan memberikan semangat serta kerjasama yang baik selama ini. Semoga makalah yang saya susun
ini bermanfaat bagi kalangan pembaca terhadap pemberian asuhan keperawatan bagi penderita
demam reumatik atau penyakit jantung reumatik sehingga bisa menambah pengetahuan serta
wawasan ilmu yang luas.

Saya menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan kemungkinan masih terdapat
kekurangan ataupun kesalahan dalam penyusunan maupun  ketepatan informasi. Maka
saya  menerima saran dan kritik secara terbuka dari pembaca yang bersifat membangun guna
memperbaiki penyusunan makalah di masa mendatang.

Terimakasih.

Wassalamu’alaikum.Wr.Wb.

Klaten, 18 September 2017

     Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

B.     Rumusan Masalah

C.     Tujuan

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN


A.     Pengertian

B.     Etiologi

C.     Faktor Predisposisi

D.     Patofisiologi

E.     Pathway

F.      Patologi Anatomis

G.     Komplikasi

H.     Manifestasi Klinis

I.       Pemeriksaan Diagnostik

J.      Penatalaksanaan Terapeutik

K.     Penatalaksanaan Perawatan

1.      Pengkajian

2.      Diagnosa Keperawatan

3.      Intervensi Keperawatan

4.      Implementasi Keperawatan

5.      Evaluasi

BAB III ANALISIS DAN KESIMPULAN

A.     Analisis

B.     Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Demam reumatik merupakan penyakit vaskular kolagen multisistem yang terjadi setelah infeksi
streptokokus grup A pada individu yang mempunyai faktor predisposisi. Penyakit ini masih
merupakan penyebab terpenting penyakit jantung didapat (acquired heart disease) pada anak dan
dewasa muda di banyak negara terutama negara sedang berkembang. Keterlibatan kardiovaskular
pada penyakit ini ditandai oleh inflamasi endokardium dan miokardium melalui suatu proses
autoimun yang menyebabkan kerusakan jaringan.,Serangan pertama demam reumatik akut terjadi
paling sering antara umur 5-15 tahun. Demam reumatik jarang ditemukan pada anak di bawah umur
5 tahun.

Demam reumatik akut menyertai faringitis Streptococcus beta hemolyticus grup A yang tidak


diobati. Pengobatan yang tuntas terhadap faringitis akut hampir meniadakan resiko terjadinya
demam reumatik. Diperkirakan hanya sekitar 3 % dari individu yang belum pernah menderita
demam reumatik akan menderita komplikasi ini setelah menderita faringitis streptokokus yang tidak
diobati.

Saat ini diperkirakan insidens demam reumatik di Amerika Serikat adalah 0,6 per 100.000
penduduk pada kelompok usia 5 sampai 19 tahun. Insidens yang hampir sama dilaporkan di negara
Eropa Barat. Angka tersebut menggambarkan penurunan tajam apabila dibandingkan angka yang
dilaporkan pada awal abad ini, yaitu 100-200 per 100.000 penduduk

Sebaliknya insidens demam reumatik masih tinggi di negara berkembang. Data dari negara
berkembang menunjukkan bahwa prevalensi demam reumatik masih amat tinggi sedang mortalitas
penyakit jantung reumatik sekurangnya 10 kali lebih tinggi daripada di negara maju. Di Srilangka
insidens demam reumatik pada tahun 1976 dilaporkan lebih kurang 100-150 kasus per 100.000
penduduk. Di India, prevalensi demam reumatik dan penyakit jantung reumatik pada tahun 1980
diperkirakan antara 6-11 per 1000 anak. Di Yemen, masalah demam reumatik dan penyakit jantung
reumatik sangat besar dan merupakan penyakit kardiovaskular pertama yang menyerang anak-anak
dan menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Di Yogyakarta pasien dengan demam
reumatik dan penyakit jantung reumatik yang diobati di Unit Penyakit Anak dalam periode 1980-
1989 sekitar 25-35 per tahun, sedangkan di Unit Penyakit Anak RS. Cipto Mangunkusumo tercatat
rata-rata 60-80 kasus baru per tahun.

Insidens penyakit ini di negara maju telah menurun dengan tajam selama 6 dekade terakhir,
meskipun begitu dalam 10 tahun terakhir ini telah terjadi peningkatan kasus demam reumatik yang
mencolok di beberapa negara bagian Amerika Serikat. Hal tersebut mengingatkan kita bahwa
demam reumatik belum seluruhnya terberantas, dan selalu terdapat kemungkinan untuk
menimbulkan masalah kesehatan masyarakat baik di negara berkembang maupun negara maju.

Suatu faktor penting yang mempengaruhi insidens demam reumatik adalah ketepatan diagnosis
dan pelaporan penyakit. Sampai sekarang belum tersedia uji spesifik yang tepat untuk menegakkan
diagnosis demam reumatik akut. Terdapat kesan terdapatnya overdiagnosis demam reumatik,
sehingga diharapkan dengan kriteria diagnosis yang tepat, pengertian dan kemampuan untuk
mengenal penyakit ini serta kesadaran para dokter untuk menanggulanginya merupakan hal yang
sangat penting dalam menurunkan insidens penyakit ini.
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat saya rumuskan masalah yaitu sebagai berikut:

1.      Bagaimana konsep dasar demam rematik?

2.      Bagaimana gambaran asuhan keperawatan pada anak dengan demam rematik?


C.     Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah:

1.      Untuk mengetahui konsep dasar demam rematik pada anak.

2.      Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan kepada anak yang menderita demam
rematik.

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A.    Pengertian
Demam rematik ( Rheumatic Fever )  adalaha suatu penyakit peradangan autoimun yang
mengenai jaringan konektif jantung, tulang, jaringan subkutan dan pembuluh darah pada pusat
sistem persarafan, sebagai akibat dari infeksi beta Streptococcus Hemolyticus grup A yang
mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliarthritis
migrans akut, karditis, korea minor, nodul subkutan dan eritema marginatum (Abdoerrachman,dkk,
1985:734).

Demam rematik (DR) adalah suatu sindrom klinik akibat infeksi Streptococcus beta-
hemolyticus golongan A, dengan gejala satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut,
karditis, korea minor, nodul subkutan, dan eritema marginatum (Ngastiyah, 2005:112).
B.     Etiologi
Menurut Abdoerrachman,dkk (1985:735) hubungan etiologis antara kuman Streptococcus dengan
demam rematik dapat diketahui pada sebagai berikut:

1.      Pada sebagian besar kasus demam reumatik akut terdapat peninggian antibodi
terhadap Streptococcus, atau dapat disolasi kuman beta-Streptococcus Hemolitycus grub A, atau
keduanya.

2.      Insidens demam rematik yang tinggi biasanya bersamaan dengan insidens infeksi oleh beta-
Stresptococcus hemolyticus grub A yang tinggi pula. Kira-kira 3 % penderita infeksi saluran nafas oleh
kuman tersebut akan mengalami komplikasi demam remati atau penyakit jantung reumatik. Hal ini
diamati pada masyarakat tertutup seperti di asrama tentara. Di masyarakat diperkirakan sekitar
0,3% dari penderita infeksi saluran nafas bagian atas oleh beta Streptococcus hemolyticus grub A
akan menderita demam rematik. Sebaliknya insidens demam rematik akan menurun bila infeksi
kuman tersebut pada suatu golongan penduduk diobati dengan baik.

3.      Serangan ulang demam rematik akan sangat menurun bila penderita mendapat pencegahan yang
beratur dengan antibiotika.

C.     Faktor Predisposisi
Menurut Abdoerrachman,dkk (1985:736) bahwa faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada
timbulnya demam rematik terdapat pada individu dan lingkungan tempat tinggal individu tersebut.
Faktor-faktor pada individu:

1.      Faktor Genetik.

Banyak demam rematik atau penyakit jantung rematik yang terjadi pada satu keluarga maupun pada
anak-anak kembar. Meskipun pengetahuan tentang faktor genetik pada demam rematik ini tidak
lengkap, namun pada umumnya disetujui bahwa ada faktor keturunan pada demam rematik ini,
sedangkan cara penurunannya belum dapat dipastikan.

2.      Jenis kelamin.

Dahulu sering dinyatakan bahwa demam rematik lebih sering didapatkan pada anak wanita
dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan
jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada salah satu jenis
kelamin. Misalnya gejala korea jauh lebih sering ditemukan pada wanita daripada laki-laki. Kelainan
katub sebagai gejala sisa penyakit jantung rematik juga menunjukkan perbedaan jenis kelamin. Pada
orang dewasa gejala sisa berupa stenosis mitral lebih sering didapatkan pada wanita, sedangkan
insufisiensi aorta lebih sering ditemukan pada laki-laki.
3.      Golongan etnik dan ras.

Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam rematik lebih
sering didapatkan pada orang kulit hitam dibandingkan dengan orang kulit putih. Tetapi data ini
harus dinilai dengan hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua
golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya. Yang telah dicatat
dengan jelas ialah terjadilah stenosis mitral. Di negara-negara Barat umumnya stenosis mitral terjadi
bertahun-tahun setelah terjadi serangan penyakit jantung rematik akut.

4.      Umur.

Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam rematik  atau
penyakit jantung rematik. Penyakit ini paling sering mengenai anak berumur antara 5-15 tahun
dengan puncak sekitar 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada antar umur 3-5 tahun dan sangat jarang
sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan
insidens infeksi Streptococcus pada anak usia sekolah.

Tetapi Markowitz  menemukan bahwa 40% penderita infeksi Streptococcus adalah mereka yang


berumur antara 2-6 tahun. Mereka ini justru jarang menderita demam rematik. Mungkin diperlukan
infeksi berulang-ulang sebelum dapat timbul komplikasi demam rematik.

5.      Keadaan gizi.

Keadaan gizi anak serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah merupakan
faktor predisposisi untuk timbulnya demam rematik. Hanya sudah diketahui bahwa penderita
anemia sel sabit (sickle cell anemia) jarang yang menderita demam rematik atau penyakit jantung
rematik.

6.      Reaksi autoimun.

Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel


streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini mendukung
terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.

Faktor-faktor lingkungan, yaitu sbb:


1.      Keadaan sosial ekonomi yang buruk.

Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk terjadinya
demam rematik. Insidens demam reumatik di negara negara yang sudah maju, jelas menurun
sebelum era antibiotika. Termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk ialah sanitasi
lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga
pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang, pendapatan yang
rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang,dll. Semua hal ini merupakan faktor-
faktor yang memudahkan timbulnya demam rematik.
2.      Iklim dan geografi.

Demam rematik adalah penyakit kosmopolit. Penyakit ini terbanyak didapatkan di daerah beriklim
sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang
tinggi, lebih tinggi daripada yang diduga semula. Di daerah yang letaknya tinggi agaknya insidens
demam rematik lebih tinggi daripada di dataran rendah.

3.      Cuaca.

Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian atas
meningkat, sehingga insidens demam rematik juga meningkat.

D.    Patofisiologi
Menurut Suriadi dan Rita Yuliani (2010:67) sbb:

1.      Demam rematik adalah suatu hasil respon imunologi abnormal yang disebabkan oleh kelompok
kuman A beta hemolytic streptococcus yang menyerang pada pharynx.

2.      Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstra sel yang terpenting
diantaranya ialah Streptolisin O, Streptolisin S, Hialorunidase, Streptokinase Difosforidin
Nukleotidase, Deoksiribonuklease, serta Streptococcal Erythrogenic    Toxin. Produk-produk tersebut
merangsang timbulnya antibodi. Demam reumatik terjadi diduga akibat kepekaan tubuh yang
berlebihan terhadap beberapa produk tersebut.

3.      Sensitivitas sel B antibodi memproduksi antistreptococcus yang membentuk imun kompleks. Reaksi
silang imun kompleks tersebut dengan sarcolema cardiak menimbulkan respon peradangan
myocardial dan valvular. Peradangan biasanya terjadi pada katub mitral, yang mana kan menjadi
skar dan kerusakan permanen.

4.            Demam rematik terjadi 2-6 minggu setelah tidak ada pengobatan atau pengobatan yang tidak
tuntas karena infeksi saluran nafas oleh kelompok kuman A betahemolytic.

5.      Demam rematik diduga merupakan akibat kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap beberapa
produk ini. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi silang antibodi
terhadap streptococcus dengan otot jantung yang mempunyai susunan antigen mirip
antigen Streptococcus; hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun.

6.      Mungkin ada predisposisi genetik, dan ruangan yang sesak khususnya di ruang kelas atau tempat
tinggal yang dapat meningkatkan risiko.

7.      Penyebab utama morbiditas dan mortalitas adalah fase akut dan kronik dengan karditis.
F.      Patologi Anatomis
Dasar kelainan demam rematik ialah reaksi inflamasi eksudatif dan proliferatif jaringan mesenkim.
Kelainan yang menetap hanya terjadi pada jantung; organ lain seperti sendi, kulit, paru, pembuluh
darah, jaringan otak dan lain-lain dapat terkena selalu reversibel.

Jantung

Baik perikardium, miokardium dan endokardium dapat terkena. Miokarditis dapat ringan berupa
infiltrasi sel-sel radang, tetapi dapat berat sehingga terjadi dilatasi jantung yang dapat berakhir fatal.

Bila peradangan berlanjut, timbullah badan-badan Aschoff yang kelak dapat meninggalkan jaringan


parut diantara otot jantung. Perikarditis dapat mengenai lapisan viseral maupun parietal
perikardium dengan eksudasi fibrinosa. Jumlah efusi perikard dapat bervariasi tetapi biasanya tidak
banyak, bisa keruh tetapi pernah purulen.

Bila berlangsung lama dapat mengakibatkan terjadinya adesi perikardium viseral dan parietal.
Endokarditis merupakan kelainan terpenting, terutama peradangan pada katup-katup jantung.
Semua katup dapat terkena, tetapi katup jantung kiri (mitral dan aorta) yang paling sering
menderita, sedangkan katup trikuspidalis dan pulmonal jarang sekali terkena. Mula-mula terjadi
edema dan reaksi seluler akut yang mengenai katup dan korda tendine. Kemudian terjadi vegetasi
mirip veruka di tepi daun-daun katup. Secara mikroskopis vegetasi ini berisi masa hialin. Bila
menyembuh akan menjadi penebalan dan kerusakan daun katup yang dapat menetap dan dapat
mengakibatkan kebocoran katup. Perubahan-perubahan pada katup ini dapat mengakibatkan
kebocoran katup. Perubahan-perubahan pada katup ini dapat terus berlanjut meskipun stadium akut
sudah berlalu. Stenosis katup, hampir selalu mengenai katup mitral, dapat terjadi berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun setelah stadium akut.

Organ-organ lain

Sendi-sendi paling sering terkena. Terjadi peradangan eksudatif dengan degenerasi fibrinoid
sinovium.

Nodul subcutan secara histologis terdiri dari jaringan nekrotik fibrinoid dikelilingi oleh sel-sel
jaringan ikat, mirip badan Aschoff.

Di jaringan otak dapat terjadi infiltrasi sel bulat di sekeliling/ sekitar pembuluh darah kecil.  Kelainan
tersebut letaknya tersebar di korteks, serebelum dan ganglia basal. Kelainan-kelainan pada susunan
saraf pusat ini tidak dapat menerangkan terjadinya korea, kelainan tersebut dapat ditemukan pada
penderita demam rematik yang meninggal dan diautopsi tetapi sebelumnya tidak pernah
menunjukkan gejala korea.
Pada paru dapat terjadi pneumonia dengan tanda-tanda pendarahan. Kelainan pembuluh darah
dapat terjadi dimana-mana, terutama pembuluh darah kecil yang menunjukkan pembengkakan dan
poliferasi endotel.

Glomerulonefritis ringan dapat terjadi akibat reuma. Seperti telah diterangkan, perubahan patologik
di luar jantung tersebut semuanya reversibel. 
G.    Komplikasi
Menurut Suriadi dan Rita Yuliani (2010:68) sbb:

1.      Karditis

2.      Penyakit jantung reumatik

3.      Gagal jantung (CHF)


H.    Manifestasi Klinis
Menurut Abdoerrachman,dkk (1985:739-744) sbb:

Perjalanan klinik penyakit demam rematik/ penyakit jantung rematik dapat dibagi dalam 4 stadium,
yaitu:

Stadium I

Stadium ini berupa infeksi saluran nafas bagian atas oleh kuman-Beta-Streptococcus
hemolyticus grup A. Seperti infeksi saluran nafas pada umumnya, keluhan biasanya demam, batuk,
rasa sakit saat menelan, tidak jarang disertai muntah dan bahkan pada anak kecil dapat terjadi diare.
Pada pemeriksaan fisis sering didapatkan eksudat di tonsil yang menyertai tanda-tanda peradangan
lainnya. Kelenjar getah bening submandibular seringkali membesar. Infeksi ini biasanya berlangsung
2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Para peneliti, mencatat 50-90% riwayat infeksi
saluran nafas bagian atas pada penderita demam rematik/ penyakit jantung rematik, yang biasanya
terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi pertama demam reumatik/penyakit jantung reumatik.

Stadium II

Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi Streptococcus dengan permulaan
gejala demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu, kecuali korea yang dapat
timbul 6 minggu atau bahkan berbula-bulan kemudian.

Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat timbulnya berbagai
manifestasi klinis demam reumatik atau penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat
digolongkan dalam gejala peradangan umum dan manifestasi spesifik demam reumati/penyakit
jantung reumatik.

Gejala peradangan umum, yaitu:

Biasanya penderia mengalami demam yang tidak tinggi tanpa pola tertentu. Anak menjadi
lesu, anoreksia, lekas tersinggung dan berat badan tampak menurun. Anak kelihatan pucat karena
anemia akibat tertekannya entropoesis, bertambahnya volume plasma serta memendeknya umur
eritrosit. Dapat pula terjadi epitaksis dan bila banyak dapat menambah berat derajat anemia.

Artralgia, rasa sakit di sekitar sendi selama beberapa hari atau minggu juga sering didapatkan; rasa
sakit akan bertambah bila anak melakukan latihan fisis.gejala klinis lain yang dapat timbul  ialah sakit
perut, yang kadang-kadang bisa sangat hebat sehingga menyerupai apendisitis akut. Sakit perut ini
akan memberi respons cepat dengan pemberian salisilat.

Pada pemeriksaan laboratorium akan didapatkan tanda-tanda reaksi peradangan akut berupa
terdapatnya C-reactive protein dan leukositosis  serta meningginya laju endap darah. Titer ASTO
meninggi pada kira-kira 80% kasus. Pada pemeriksaan EKG dapat dijumpai pemanjangan interval P-R
(blok AV derajat I). Sebagian gejala-gejala peradangan umum ini penting untuk diagnosis dan
dikelompokkan sebagai gejala minor.

Stadium IV

Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan
jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-
apa. Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala
yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pada fase ini baik penderita demam
reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi
penyakitnya.

Manifestasi Spesifik  (Gejala Mayor), yaitu sbb:

1.      Artritis
Khas untuk demam rematik ialah poliartritis migrans akut. Biasanya mengenai sendi-sendi besar
(lutut, pergelangan kaki, siku, pergelangan tangan), dapat timbul bersamaan tetapi lebih sering
bergantian atau berpindah-pindah. Sendi yang terkena menunjukkan gejala-gejala radang yang jelas
seperti bengkak, merah, panas sekitar sendi, nyeri dan terjadi gangguan fungsi sendi. Yang menyolok
ialah rasa nyerinya, yang kelihatan tidak proposional dengan kelainan obyektif yang ada. Rasa nyeri
dapat sedemikian hebat sehingga terkena selimut pun penderita tidak tahan. Harus dibedakan
artritis ini dengan growing pain yang sering didapatkan pada anak pra-sekolah. Pada kelainan yang
terakhir ini, anak akan senang bila dipijat, sedangkan pada artritis karena demam reumatik disentuh
pun anak akan kesakitan. Kelainan pada tiap sendi akan menghilang sendiri tanpa pengobatan dalam
beberapa hari sampai 1 minggu dan seluruh gejala sendi biasanya hilang dalam waktu 5 minggu,
tanpa gejala sisa apapun. Derajat beratnya kelainan sendi tidak ada hubungannya dengan gejala
karditis. Kira-kira 15% penderita karditis reuma tidak diserta gejala artritis. Beberapa penulis bahkan
menemukan bahwa penderita yang mengalami artritis hebat biasanya tidak menderita karditis yang
berat dan sebaliknya. Bila artritis merupakan gejala mayor tunggal, maka dapat timbul keragu-
raguan diagnosis. Karenanya disarankan untuk tidak terlalu cepat memberikan salisilat pada
penderita artritis; perlu observasi beberapa hari untuk memastikan apakah artritis akibat demam
reumatik atau bukan.

2.      Karditis.

Karditis reuma merupakan proses peradangan aktif yang mengenai endokardium, myokardium atau
perikardium. Dapat salah satu saja terkena atau kombinasi dari ketiganya. Bila mengenai ketiga
lapisan sekaligus disebutkan perikarditis. Untuk menemukan adanya karditis, sebaiknya diketahui
terlebih dahulu keadaan jantung sebelum sakit.

Karditis merupakan gejala mayor terpenting, karena karditis lah yang dapat meninggalkan gejala sisa,
terutama kerusakan katup jantung. Angka kejadian karditis pada demam reumatik tampaknya
cenderung menurun dari waktu kewaktu. Peray menemukan 80% penderita demam reumatik denga
karditis pada masa sebelum tahun 1939 dan hanya 35% pada masa antara 1955-1962.

Di Sub-Bagian Kardiologi, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta, angka kejadian karditis
pada tahun-tahun 1972-1973 ialah 90% sedangkan pada tahun 1978 sebanyak 82%.

Karditis ini dapat menyebabkan kematian pada stadium akut (terdapat kira kira pada 1% kasus).
Penyembuhan sempurna dapat diharapkan, namun tidak jarang menyebabkan kelainan katup yang
dapat menetap.

Perlu diingatkan bahwa Bising Carey –Coombs pada karditis reumatik akut bukanlah akibat stenosis
mitral organik, bising ini sering menghilang pada fase penyembuhan. Stenosis mitral yang
sebenarnya terjadi beberapa bulan bahkan beberapa tahun setelah serangan akut.
Yang paling sering ditemukan ialah bising sistolik apikal yang menjalar ke aksila. Ini harus dibedakan
dengan bising sistolik inosen dan bising fungsional yang sering terdapat pada anak dan dewasa
muda. Akhirnya perlu ditegaskan bahwa penyakit jantung reumatik dapat terjadi tanpa riwayat
demam reumatik.

 Gejala-gejala dini karditis ialah rasa lelah, pucat, tidak bergairah dan anak tampak sakit bisa sampai
beberapa minggu meskipun belum ada gejala-gejala spesifik.

Seorang penderita demam reumatik dikatakan menderita karditis bila ditemukan satu atau lebih
tanda-tanda berikut:

a.       Bunyi jantung melemah dengan irama derap diastolik.

b.      Terdengar bising yang semula tidak ada, yaitu berupa bising apikal, bising mid-diastolik apikal atau
bising diastolik basal; atau terdapat perubahan intensitas bising yang semula sudah ada atau
bertambahnya bising yang bermakna pada penderita yang tadinya sudah pernah menderita demam
reumatik/ penyakit jantung reumatik.

c.       Kardiomegali, terutama pembesaran ventrikel kiri pada foto rontgent dada pada penderita tanpa
demam reumatik sebelumnya atau bertambahnya pembesaran jantung yang nyata pada penderita
yang pernah mengalami penyakit jantung reumatik sebelumnya.

d.      Perikarditis. Biasanya diawali dengan rasa nyeri di sekitar umbilikus akibat penjalaran nyeri bagian
tengah diafragma. Tanda-tanda lainnya ialah adanya friction rub, efusi perikardial dan kelainan pada
EKG. Perikarditis jarang ditemukan sebagaikelainan tersendiri, biasanya merupakan bagian dari
perikarditis.

e.       Gagal jantung kongestif pada anak-anak atau dewasa tanpa sebab lain.

Gambaran EKG pada demam reumatik dapat menunjukkan berbagai kelainan yang sesuai dengan
kelainan jantungnya, seperti miokarditis, perikarditis, hipertrofi ventrikel dan atau hipertrofi atrium.
Yang paling sering ditemukan ialah pemanjangan interval PR, yang dianggap sebagai salah satu gejala
minor. Namun tidak jarang gambaran EKG pada demam reumatik mula-mula normal dan baru
setelah dilakukan pemeriksaan ulangan didapatkan kelainan yang menyokong diagnosa karditis
reumatik. Bila didapatkan EKG, maka hal ini dapat dipakai untuk  mengikuti perjalanan penyakit,
namun diperlukan pengalaman untuk dapat melakukan interpretasi yang baik dan tepat.

Pemeriksaan radiologi sangat membantu pada karditis reumatik, karena itu foto rontgent dada harus
segera dibuat pada setiap kasus yang diduga menedrita demam reumatik. Kardiomegali, terutama
pembesaran ventrikel kiri atau gambaran jantung yang membesar dan berbentuk seperti vas akibat
perikarditis dengan efusi perikardium serta denyut jantung yang melemah pada pemeriksaan
fluoroskopi dapat ditemukan pada pemeriksaan radiologis. Juga dapat dideteksi pneumonia yang
lebih tepat disebabkan infeksi Streptococcus, bukan suatu pneumonia  reumatik akibat suatu
superinfeksi atau gagal jantung.

3.      Korea

Korea ialah gerakan-gerakan cepat , bilateral, tanpa tujuan dan sukar dikendalikan, seringkali disertai
kelemahan otot. Korea terjadi pada stadium inaktif dan pada 5% kasus demam reumatik, korea
merupakan gejala tunggal sering terdapat pada anak perempuan sekitar umur 8 tahun dan jarang
setelah pubertas. Dapat ditemukan berkali-kali pada satu anak tanpa disertai manifestasi lainnya.

4.      Eritema marginatum.

Merupakan manifestasi demam reumatik pada kulit, berupa bercak-bercak merah muda dengan
bagian di tengahnya pucat sedangkan tepinya berbatas tegas, berbentuk bulat atau bergelombang,
tanpa indurasi dan tidak gatal. Bila ditekan lesi akan menjadi pucat. Biasa pada kulit dada dan bagian
dalam lengan atas atau paha, tetapi tidak pernah terdapat di kulit muka.

5.      Nodul subkutan

Nodul ini terletak di bawah kulit, keras, tidak terasa sakit, mudah digerakkan, berukuran antara 3-
10mm. Biasanya terdapat dibagian ekstensor persendian terutama sendi siku, lutut, pergelangan
tangan dan kaki, daerah oksipital dan di atas prosesus spinosus vertebra torakalis dan lumbalis.
Muncul beberapa minggu setelah serangan akut demam reumatik.

Manifestasi klinis (gejala minor) yaitu, sbb:

1.      Mempunyai riwayat menderita demam rematik atau penyakit jantung reumatik Athralgia atau nyeri
sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi, pasien kadang-kadang sulit menggerakkan
tungkainya.

2.      Demam tidak lebih dari 390 C.

3.      Leukositosis.

4.      Peningkatan Laju Endap Darah (LED).

5.      C-Reaktif Protein (CRF) positif.

6.      P-R interval memanjang.

7.      Peningkatan pulse denyut jantung saat tidur (Sleeping Pulse).

8.      Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO).


I.       Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Suriadi dan Rita Yuliani (2010:64) sbb:
                  1.               Riwayat adanya infeksi saluran nafas atas dan gejala.

                    2.            Positif antistreptolysin titer  0.

                    3.            Positif streptozyme positif anti uji DNAase B.

                    4.            Meningkatnya C reaktif protein.

                    5.            Meningkatnya anti hyaluronidase, meningkatnya sedimen sel darah merah (eritrosit).

                    6.            Foto rontgent menunjukkan pembesaran jantung.

                    7.            Elektrokardiogram menunjukkan arrhtythmia E.

                    8.            Ehocardiogram menunjukkan pembesaran jantung dan lesi.

J.       Penatalaksanaan Terapeutik
Menurut Brought (20

1.      Pemberian antibiotik.

2.      Mengobati gejala peradangan, gagal jantung dan chorea.

3.      Pilihan pengobatan adalah antibiotik Penicilin atau sefalosporin dan antiradang misalnya; aspirin
atau penggantinya untuk 2-6 minggu.

4.      Artritis: analgesik seperti kodein atau OAINS pada kasus ringan, penggunaan obat-obat anti radang
secara agresif mungkin diperlukan pada kasus yang berat.

5.      Karditis: OAINS untuk menekan radang. Pada karditis berat dengan gagal jantung kortikosteroid
(prednison) dapat mulai diberikan.
K.    Penatalaksanaan Perawatan
Menurut Suriadi dan Rita Yuliani (2010:69-70)
1.         Pengkajian
a.         Riwayat penyakit
b.        Monitor komplikasi jantung (CHF dan arrhythmia)

c.         Auskultasi jantung; bunyi jantung melemah dengan irama derap diastole.

d.        Vital Sign.

e.         Kaji nyeri.

f.         Kaji adanya peradangan sendi.

g.        Kaji adanya lesi pada kulit.

h.        Status nutrisi

i.          Toleransi terhadap aktivitas dan sikap klien terhadap pembatasan aktivitas.

2.      Diagnosa Keperawatan
a.         Nyeri b.d respon inflamasi pada sendi (poliarthritis).

b.        Penurunan Curah Jantung b.d stenosis katub.

c.         Intoleransi aktivitas b.d penurunan cardiac output, ketidakseimbangan suplai O2 dan kebutuhan.

d.        Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah, rasa sakit waktu
menelan dan peradangan pada tonsil disertai eksudat.

e.         Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya filtrasi glomerulus, retensi natrium dan
air, meningkatnya tekanan hidrostatik.

f.         Kurangnya pengetahuan orang tua / anak b.d pengobatan, pembatasan aktivitas, resiko komplikasi
jantung.

g.        Perubahan proses keluarga b.d kondisi penyakit anak.

3.         Intervensi Keperawatan
a.         Nyeri b.d respon inflamasi pada sendi (poliarthritis).
Tujuan : tidak terjadi rasa nyeri pada klien
Intervensi :

1)      Kaji tingkat nyeri dengan menggunakan skala.

2)      Berikan tindakan kenyamanan ( perubahan posisi sering lingkungan tenang, pijatan pungung dan
tehnik manajemen stress).

3)      Minimalkan pergerakkan untuk mengurangi rasa sakit.

4)      Berikan terapi hangat dan dingin pada sendi yang sakit.


5)       Lakukan distraksi misalnya : tehnik relaksasi dan hayalan.

6)      Pemberian analgetik, anti peradangan dan antipiretik sesuai program.

7)      Rujuk ke terapi fisik sesuai persetujun medis.

b.      Penurunan Curah Jantung b.d stenosis katub.

Tujuan : COP meningkat


Intervensi :

1)      Pantau tekanan darah, nadi apikal dan nadi perifer.

2)      Pantau irama dan frekuensi jantung.

3)      Tirah baring posisi semifowler 450.

4)      Dorong klien melakukan tehnik managemen stress ( lingkungan tenang, meditasi ).

5)      Bantu aktivitas klien sesuai indikasi bila klien mampu.

6)      Kolaborasi O2 serta terapi.

c.       Intoleransi aktivitas b.d penurunan cardiac output, ketidakseimbangan suplai O2 dan kebutuhan.

Tujuan : Klien dapat bertoleransi secara optimal terhadap aktivitas.

Intervensi :

1)      Hemat energi klien selama masa akut.

2)      Pertahankan tirah baring sampai hasil laborat dan status klinis membaik.

3)      Sejalan dengan semakin baiknya keadaan, pantau peningkatan bertahap pada tingkat aktivitas.

4)      Buat jadwal aktivitas dan istirahat.

5)      Ajarkan untuk berpartisipasi dalam aktivitas kebutuhan sehai-hari.

6)      Ajarkan pada anak /orang tua bahwa pergerakkan yang tidak disadari adalah dihubungkan dengan
korea dan temporer.

d.   Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah, rasa sakit waktu
menelan dan peradangan pada tonsil disertai eksudat.

Tujuan : tidak terjadi penurunan nutrisi pada klien.


Intervensi :

1)      Beri makan sedikit tapi sering (termasuk cairan.

2)      Masukkan makanan kesukaan anak dalam diet.

3)      Anjurkan untuk makan sendiri, bila mungkin (kelemahan otot dapat membuat keterbatasan).

4)      Memilih makanan dari daftar menu.

5)      Atur makanan secara menarik diatas nampan.

6)      Atur jadwal pemberian makanan.

e.       Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya filtrasi glomerulus, retensi natrium dan
air, meningkatnya tekanan hidrostatik.

Tujuan : volume cairan seimbang.

Intervensi :

1)      Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna.

2)      Pantau keseimbanagn masukan dan pengeluaran selama 24 jam.

3)      Berikan makanan yang mudah dicerna porsi kecil, sering.

4)      Ukur lingkar abdomen sesuai indikasi.

5)      Kolaborasi pemberian diuretik.

f.       Kurangnya pengetahuan orang tua / anak b.d pengobatan, pembatasan aktivitas, resiko komplikasi
jantung.
Tujuan : pengetahuan orang tua /anak bertambah.

Intervensi:

1)      Auskultasi bunyi jantung untuk mengetahui adanya perubahan irama.

2)      Pemberian antibiotik sesuai program.

3)      Pembatasan aktivitas sampai manifestasi klinis demam reumatik tidak ada dan berikan periode
istirahat.
4)      Berikan terapi bermain yang sesuai dan tidak membuat lelah.

g.      Perubahan proses keluarga b.d kondisi penyakit anak.


Tujuan :

1)      Mempersiapkan keluarga untuk dapat merawat anak dengan penyakit demam reumatik / jantung
reumatik.

2)      Keluarga dapat beradaptasi dengan penyakitnya

Intervensi :

1)      Berikan dukungan emosional pada keluarga dan anak.

2)       Anjurkan orang tua untuk mengekspresikan perasaannya.

3)      Anjurkan anak untuk berbagi rasa tidak berdaya, malu, ketakutan yang berkaitan dengan manifestasi
penyakit (misal: korea, karditis dan kelemahan otot).

4)      Bertindak sebagai pembela dan penghubung anak dan keluarga dengan anggota tim perawatan
kesehatan lainnya.

5)      Anjurkan anak untuk berhubungan dengan teman sebaya.

6)      Dorong keterlibatan anak dalam aktivitas rekreasi dan aktivitas pengalih yang sesuai dengan usia.

4.         Implementasi Keperawatan
a.       Mencegah atau mendeteksi komplikasi

1)        Auskultasi bunyi jantung untuk mengetahui adanya perubahan irama.

2)      Pemberian antibiotik sesuai program.

3)      Pembatasan aktivitas sampai manifestasi klinis demam reumatik tidak ada dan diberikan periode
istirahat.

4)      Berikan terapi bermain yang sesuai dan tidak membuat lelah.


b.      Support anak dalam pembatasan aktivitas.

1)        Kaji keinginan bermain sesuai dengan usia dan kondisi.

2)      Buat jadwal aktivitas dan istirahat.

3)      Ajarkan untuk, partisipasi dalam aktivitas kebutuhan sehari-hari.

4)      Ajarkan pada anak atau orang tua bahwa pergerakan yang tidak disadari adalah dihubungkan
dengan chorea dan temporer.

c.       Memberikan kontrol nyeri yang adekuat.

1)      Kaji nyeri dengan skala.

2)        Pemberian analgetik, anti peradangan dan antipiretik sesuai program.

3)        Reposisi untuk mengurangi stress sendi.

4)        Berikan terapi hangat dan dingin pada sendi yang sakit.

5)        Lakukan distraksi misalnya; teknik relaksasi dan khayalan.

d.      Mencegah infeksi dan injury.

1)      Monitor temperatur setiap 4 jam selama dirawat.

2)      Pemberian antibiotik sesuai program.

3)      Lihat juga dalam perencanaan pemulangan.

4)      Anak diistirahatkan.

e.       Perencanaan Pemulangan

1)        Berikan informasi tentang kebutuhan aktivitas bermain yang sesuai dengan pembatasan aktivitas.

2)        Istirahat 2-6 minggu, bantu segala pemenuhan aktivitas kebutuhan sehari-hari.

3)        Jelaskan pentingnya istirahat dan mebuat jadwal istirahat dan aktivitas sampai tanda-tanda klinis
tidak ada.

4)        Jelaskan terapi yang diberikan : dosis, efek samping, risiko komplikasi jantung.

5)        Berikan support lingkungan yang aman, jangan biarkan anak tidur di lantai.

6)        Instruksikan untuk menginformasikan jika ada tanda sakit menelan.

7)        Tekankan pentingnya kontrol ulang.


5.         Evaluasi
a.       Orang tua dan anak akan memahami tentang regimen pengobatan dan pembatasan aktivitas.

b.      Anak tidak akan menunjukkan stress emosional dan dapat menggunakan strategi koping yang
efektif.

c.       Anak dapat menunjukkan dalam pengontrolan nyeri sesuai tingkat kesanggupan.

d.      Anak akan memperlihatkan tidak adanya gejala-gejala sakit menelan untuk pertama kali atau tidak
ada injury.

BAB III
ANALISIS DAN KESIMPULAN

A.    Analisis
Peran perawat sangat penting dalam memberikan pendidikan atau edukasi dalam mengenalkan dan
memberikan pemahaman pada keluarga terhadap gangguan kesehatan pada anak, yaitu salah
satunya adalah penyakit demam rematik yang rentan terjadi pada anak. Yang meliputi pengertian,
faktor penyebab, tanda dan gejala serta bagaimana memberikan penanganan pertama bagi anak
yang berindikasi mengalami demam rematik. Selain itu, menjelaskan bagaimana pencegahan demam
rematik pada anak, dengan memaparkan faktor penyebab dan bagaimana menghindari hal tersebut.
Sehingga dapat mencegah peningkatan penderita demam rematik pada anak, dengan cara
kolaborasi dengan keluarga. Karena keluarga merupakan lingkungan terdekat anak, yang akan dapat
mengetahui segala sesuatunya tentang anak terutama pada kesehatan anak. Selain itu, perlu
memberikan pemahaman kepada keluarga terkait dengan pentingnya pelayanan kesehatan yang
tepat apabila terdapat gangguan kesehatan pada anak, sehingga meningkatkan kesadaran orang tua
dan keluarga akan kesehatan anak ketika mengalami masalah kesehatan untuk segera dibawa di
rumah sakit atau pelayanan kesehatan terdekat guna mengetahui dengan pasti terkait gangguan
kesehatan anak. Bagi anak yang telah menderita demam rematik, untuk selalu dibimbing dan
diberikan motivasi bahwa sakit yang dialami anak hanya sementara dan memberikan keyakinan pada
anak bahwa sakit yang dialami akan sembuh jika anak mengikuti prosedur tindakan yang diberikan
oleh petugas kesehatan. Dengan memberikan motivasi, anak tidak akan takut dengan berbagai
tindakan yang diberikan selama menjalani perawatan di rumah sakit. Selain itu, perawat perlu selalu
hadir secara penuh untuk berkomunikasi dan bermain bersama anak guna membentuk suatu
hubungan yang lebih dekat. Perawat juga berperan untuk selalu memotivasi keluarga, terutama
orang tua untuk selalu mendampingi anak terutama pada proses sakit yang dialami anak. Sehingga
dapat meningkatkan kenyamanan pada anak dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas
kesehatan anak. Selain itu, perawat selalu memberikan edukasi kepada keluarga tentang penyakit
yang diderita anak, sehingga orang tua paham terkait dengan anak.  Misalnya, dalam aktivitas anak,
makanan yang perlu dikonsumsi anak,dll. Sehingga tidak akan terjadi penyakit ulang pada anak.

B.     Kesimpulan
Demam rematik (Rheumatic Fever) merupakan salah satu masalah kesehatan pada anak, akibat
peradangan imun yang mengenai pada sistem kardiovaskuler, tulang, jaringan subkutan dan
pembuluh darah pada pusat sistem persarafan, sebagai akibat dari infeksi beta Streptococcus
Hemolyticus grup A. Pada penyakit demam rematik kasus demam reumatik terdapat peninggian
antobodi terhadap Streptococcus, insidens demam reumatik yang tinggi biasanya bersaman dengan
insidens infeksi ole beta-Streptococcus hemolyticus grub A yang tinggi pula dan Serangan ulang
demam reumatik akan sangat menurun bila penderita mendapat pencegahan yang diatur dengan
antibiotika. Faktor predisposisi dari penyakit demam rematik yaitu: faktor genetik, kelamin, golongan
etnik dan ras, umur, status gizi, reaksi autoimun dan faktor lingkungan berupa keadaan sosial
ekonomi, iklim dan geografi serta cuaca.

Demam rematik terjadi akibat dari infeksi kelompok kuman A beta hemolytic
streptococcus   sehingga menghasilkan respon imunologi abnormal yang menyerang pada sistem
kardiovaskuler dan beberapa sistem tubuh lain, yaitu persedian, kulit, paru-paru, pembuluh darah
dan jaringan otak, sehingga menyebabkan komplikasi berupa karditis, penyakit jantung rematik dan
gagal jantung  (Congestif Hearth Failure). Demam rematik Terdiri dari stadium I, stadium II, stadium
III dan stadium IV. Gejala mayor berupa artristis, karditis, korea, eritema marginatum dan nodul
subcutan. Adapun gejala minor, terdiri dari riwayat demam rematik, demam hingga 39 0 C,
leukositosis, peningkatan laju endap darah (LED), CRF positif, P-R interval memanjang, peningkatan
pulse denyut jantung saat tidur (sleeping pulse) dan peningkatan ASTO. Adapun pemeriksaan
diagnostik pada pasien demam rematik yaitu: infeksi saluran nafas atas, antistreptolysin titer 0  (+),
streptozyme (+) anti uji DNAase B, meningkatnya C reaktif protein, meningkatnya hialuronidase,
meningkatnya sedimen eritrosit, pembesaran jantung pada hasil foto rontgent, EKG menunjukkan
arrhtytmia E, ehocardiogram menunjukkan kardiomegali dan lesi. Sehingga diperlukan
penatalaksanaan terapeutik berupa pemberian antibiotik IV penisilin atau sefalosporin, pada artritis
diberikan OAINS pada kasus ringan dan obat antiradang secara agresif pada kasus berat, pada
karditis diberikan OAINS untuk menekan radang dan pemberian prednison untuk karditis berat
dengan gagal jantung kortikosteroid, pada profilaksis antistreptokokus diberikan penisilin V secara
oral.

Adapun konsep keperawatan terdiri dari pengkajian, yaitu terkait dengan riwayat penyakit,
monitor komplikasi jantung, auskultasi jantung, tanda-tanda vital, kaji nyeri, kaji adanya peradangan
sendi, kaji adanya lesi pada kulit, kaji status nutrisi, kaji toleransi terhadap aktivitas dan sikap klien
terhadap pembatasan aktivitas. Diagnosa yang muncul pada penyakit demam rematik yaitu,sbb:

1.      Nyeri b.d respon inflamasi pada sendi (poliartritis).

2.      Penurunan curah jantung b.d stenosis katub.

3.      Intoleransi aktivitas b.d penurunan cardiac output, ketidakseimbangan suplai O2 dan kebutuhan.

4.      Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah, rasa sakit waktu
menelan dan peradangan pada tonsil disertai eksudat.

5.      Kelebihan volume cairan b.d menurunnya filtrasi glomerulus, retensi natrium dan air, meningkatnya
tekanan hidrostatik.

6.      Kurangnya pengetahuan orang tua/ anak b.d pengobatan, pembatasan aktivitas, resiko komplikasi
jantung.

7.      Perubahan proses keluarga b.d kondisi penyakit anak.

Tujuan dari pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan demam rematik yaitu agar orang tua
dan anak memahami tentang regimen pengobatan dan pembatasan aktivitas, anak tidak akan
menunjukkan stres emosional dan dapat menggunakan strategi koping yang efektif, anak dapat
menunjukkan dalam pengontrolan nyeri sesuai tingkat kesanggupan dam anak memperlihatkan
tidak adanya gejala-gejala sakit menelan untuk pertama kalinya.

Anda mungkin juga menyukai